Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT karena atas
anugerahnya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Uji Praklinik
dan Klinik Tanaman Obat Uji Fase III. Tidak lupa juga kami ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu atau berpartisipasi
dalam pembuatan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik maupun saran dari pembaca sangat
diharapkan. Akhir kata kami ucapkan banyak terimakasih.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pengembang obat, biologi, dan alat kesehatan harus memastikan


keamanan produk, menunjukkan manfaat kesehatan pada orang, dan
memproduksi massal produk. pengembangan praklinis dimulai sebelum uji
klinis dan tujuan utama adalah untuk menentukan keamanan dan efektivitas.
Penelitian mungkin termasuk farmakodinamik, farmakokinetik, penyerapan,
distribusi, studi metabolisme dan ekskresi, dan pengujian toksisitas. Selama
studi praklinis, in vitro dan in vivo pengujian dilakukan. Toksisitas mencakup
studi dari organ mana yang ditargetkan dan efek karsinogenik jangka panjang
atau efek pada reproduksi mamalia. Dalam praktek sehari - hari seorang
dokter akan selalu dihadapkan pada keadaan dimana harus memilih dan
menentukan aternatif terapi terbaik bagi pasien. Keputusan yang diambil
tidak saja didasarkan atas pertimbangan klinis tetapi juga berbagai faktor
yang akan mempengaruhi proses terapi. Jika pengobatan menjadi salah satu
atau bahkan satu - satunya alternatif terapi yang diputuskan, maka diperlukan
pertimbangan yang seksama untuk memilih obat yang sesuai yang memberi
kemanfaatan maksimal dan risiko efek samping yang sekecil-kecilnya. Untuk
menelaaah kemanfaatan suatu obat diperlukan penguasaan dasar - dasar uji
klinik dan praklinik Informasi mengenai uji klinik sangat diperlukan, mengingat
dalam praktek sehari-hari seorang dokter akan selalu dihadapkan pada
bermacam- macam pilihan obat mulai dari yang sudah terbukti
kemanfaatannya hingga obat-obat baru yang kadang indikasi pemakaian dan
efek farmakologinya masih perlu dipertanyakan. Sementara informasi yang
datang dari pabrik obat umumnya lebih banyak bersifat sepihak, karena
mempertimbangkan segi pemasaran dan bisnis. Seorang praktisi medis
dituntut untuk dapat menilai suatu obat secara objektif. Dengan mengetahui
dan memahami metode uji klinik, kita akan lebih bijaksana dalam menilai
kemanfaatan suatu obat baru secara objektif dengan mempertimbangkan
segi manfaat dan risiko serta lebih mengutamakan kepentingan pasien. Uji
klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana
sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau uji pra klinik. Pada
dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek
samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat.
Menggunakan manusia sehat atau sakit dalam eksperimen dibenarkan dalam
ilmu kesehatan karena akan bermanfaat bagi masyarakat banyak untuk
memahami efek obat tersebut sehingga dapat digunakan pada masyarakat
luas dengan lebih yakin tentang efektifitas dan keamanannya.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui apakah uji fase III ini dapat diterapkan dalam
menentukan suatu obat baru benar berkhasiat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


Uji klinik adalah pengujian khasiat dan keamanan obat pada manusia
yang dapat “menjamin” apakah hasil in vitro atau hasil pada hewan coba
sama dengan pada manusia. Pada uji klinis peneliti memberikan perlakuan
atau interpensi pada subjek penelitian yang menerima pengobatan dan yang
tidak menerima pengobatan tertentu kemudian efek perlakuan tersebut diukur
dan dianalisis.

II.2 JENIS- JENIS UJI KLINIS

Uji klinis dibagi dalam dua tahapan, yaitu:

1. Tahapan 1

Pada tahapan ini dilakukan penelitian laboratorium, yang disebut juga

sebagai uji praklinis, dikerjakan invitro dengan menggunakan binatang

percobaan. Tujuan penelitian tahap 1 adalah untuk mengumpulkan

informasi farmakologi dan toksikologi dalam rangka mempersiapkan

penelitian selanjutnya yakni dengan menggunakan manusia sebagai

subjek penelitian.

2. Tahapan 2

Pada uji tahapan klinis 2, digunakan manusia sebagai subjek

penelitian. Tahapan ini berdasarkan tujuannya dapat dibagi menjadi 4

fase yaitu:
- Fase 1

Bertujuan untuk meneliti keamanan serta toleransi pengobatan,

dengan mengikutsertakan 20-100 orang subjek penelitian

- Fase 2

Bertujuan untuk menilai sistem atau dosis pengobatan yang paling

efektif, biasanya dilaksanakan dengan mengikutsertakan sebanyak

100-200 subjek penelitian

- fase 3

Bertujuan untuk mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru

dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada (pengobatan

standar) . uji klinis yang banyak dilakukan termasuk dalam fase ini.

- Fase 4

Bertujuan untuk mengevaluasi obat baru yang telah digunakan

dalam masyarakat dalam jangka waktu yang relative lama (5 tahun

atau lebih) fase ini penting karena terdapat kemungkinan efek

samping obat timbul setelah lebih banyak pemakai. Fase ini disebut

juga sebagai uji klinis pasca pasar (post marketing)

II.3 UJI KLINIK FASE III

Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat baru

benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan
untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standar.

Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaan pertanyaan tentang

1. Efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter

yang „kurang ahli

2. Efek samping lain yang belum terlihat pada fase II

3. Dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara

ketat.

Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan dengan

plasebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat standard dengan dosis

ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang

ekuiefektif.Uji klinik fase 3, melibatkan kelompok besar pasien (mencapai

ribuan, 300-3000 orang pasien), biasanya multicenter. Untuk dapat dinilai

oleh badan tersebut, industri pengusul harus menyerahkan data dokumen uji

praklinik dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan

keamanannya harus sudah ditentukan dari bentuk produknya (tablet, kapsul

dll.) yang telah memenuhi persyaratan produk melalui kontrol kualitas.

Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama

dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai

maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug

dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh

dokter. Keputusan untuk mengakui obat baru dilakukan oleh badan pengatur

nasional, di Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, di Amerika


Serikat oleh FDA (Food and Drug Administration), di Kanada oleh Health

Canada, di Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product Regulatory

Agency), di negara Eropa lain oleh EMEA ( European Agency for the

Evaluation of Medicinal Product) dan di Australia oleh TGA (Therapeutics

Good Administration).
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari beberapa fase dapat disimpulkan bahwa fase III juga dapat
diterapkan dalam menentukan khasiat suatu penemuan obat baru.

Anda mungkin juga menyukai