Chapter II Farmakokinetik
Chapter II Farmakokinetik
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Farmakokinetika
tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam
konsentrasi dari obat dan metabolitnya didalam darah dan jaringan sebagai fungsi
2.1.1 Absorpsi
Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat ialah pengambilan obat dari
permukaan tubuh ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe.
Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam
dapat terjadi sebagai difusi, difusi terfasilitasi, transport aktif, pinositosis atau
2.1.2 Distribusi
Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditransfer lebih lanjut
bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat perubahan konsentrasi darah
pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi
sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta
adanya interaksi dengan molekul lainnya. Pada tahap ini merupakan fenomena
dinamik, yang selalu terdiri dari fase peningkatan dan penurunan kadar zat aktif.
merupakan efek racun dan hasil fatal sebagai akibat lambat atau sangat lambatnya
2.1.3 Metabolisme
Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut melalui
sistem pembuluh porta (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari
daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau sebagian obat mengalami
tidak atau kurang aktif, dimana proses ini disebut proses diaktivasi atau bio-
inaktivasi (pada obat dinamakan first pass effect). Tapi adapula obat yang khasiat
metabolisme dalam hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut
besar dan lebih lama. Kompetisi (interaksi obat) juga berpengaruh terhadap
metabolisme dimana terjadi oleh obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang
mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama (Hinz,
2005).
Bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang dari 1
dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus dinding saluran
cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang mengalami eliminasi
(Setiawati, 2005).
Obat yang digunakan secara oral akan melalui lever (hepar) sebelum
masuk ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung,
paru-paru dan jaringan lainnya). Di dalam lever terdapat enzim khusus yaitu
Metabolit umumnya menjadi lebih larut dalam air (polar) dan akan dengan cepat
diekskresi ke luar tubuh melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan
secara dramatik mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang
Reactions (Reaksi Fase I) dan Synthetic Reaction (Reaksi Fase II). Reaksi fase I
terdiri dari oksidasi, reduksi, hidrolisa, alkali, dan dealkilasi. Metabolitnya bisa
lebih aktif dari senyawa asalnya. Umumnya tidak dieliminasi dari tubuh kecuali
dengan adanya metabolisme lebih lanjut. Reaksi fase II berupa konjugasi yaitu
Metabolit umumnya merupakan suatu bentuk yang lebih larut dalam air
dibandingkan molekul awal. Perubahan sifat fisiko kimia ini paling sering
dikaitkan dengan penyebaran kuantitatif metabolit yang dapat sangat berbeda dari
zat aktifnya dengan segala akibatnya. Jika metabolit ini merupakan mediator
2.1.4 Ekskresi
ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa
metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi
adapula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui
pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tjay dan Rahardja, 2002).
Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan
metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat
yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-life eliminasi (waktu paruh) yaitu
rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun
sampai separuhnya. Kecepatan eliminasi obat dan plasma t1/2-nya tergantung dari
kecepatan biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat half life-
nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang
resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t1/2-nya panjang (Waldon,
2008).
Bio-availability dari suatu sediaan obat adalah persentase obat yang secara
utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjanya. Selama proses absorpsi
dapat terjadi kehilangan zat aktif akibat tidak dibebaskannya dari sediaan
pemberiannya. Atau pula karena penguraian didalam usus atau dindingnya dalam
hati salama peredaran pertama disistem porta sebelum tiba diperedaran darah.
Karena Firs Fass Effect (FPE) ini, maka bio-availability obat menjadi rendah dari
obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi
obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmaks tercapai, tetapi pada laju yang
lebih lambat. Harga tmaks menjadi lebih kecil (berarti sedikit waktu yang
2,303 Ka
tmaks= log ………………………………(1)
( Ka − Kel ) Kel
obat diperoleh suatu hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan
d. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang
tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan
Dimana,
C n −1 + C n
AUC 0-t = ( tn - tn-1 ) ………………………………..(5)
2
C tn
dan AUC t-∞ = ……………………………………......(6)
K el
AUMC 0−∞
MRT = ……………….…………………………(7)
AUC 0−∞
Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam
g. Klirens
Klirens suatu obat adalah faktor yang memprediksi laju eliminasi yang
atau bebas dalam urin (CLu), bergantung pada konsentrasi yang diukur.
Eliminasi obat dari tubuh dapat meliputi proses-proses yang terjadi dalam
ginjal, paru, hati dan organ lainnya. Dengan membagi laju terjadi pada
Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
normal dalam duodenal dari usus halus dan ditransport melalui pembuluh
sistemik. Obat-obat yang dimetabolisme dalam jumlah besar oleh hati atau
(Shargel, 2005).
Rumus Struktur :
higroskopis .
termasuk NSAIDs yang terkuat anti radangnya, tetapi mempunyai efek samping
pada pemakaian sediaan obat konvensional dalam jangka waktu lama dapat
rata-rata 55% akibat metabolisme tingkat pertama yang besar. Efek analgetiknya
dimulai setelah 1 jam, secara rectal dan intramuskular lebih cepat, masing-masing
Ekskresi melalui kemih 60% sebagai metabolit dan 20% diekskresikan melalui
urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid (Anonim, 2007).
meningkat tetapi tidak dijumpai adanya gejala kelebihan dosis. Beberapa obat
menambah terjadinya efek samping. Meskipun pada uji klinik diklofenak tidak
itu dianjurkan untuk dilakukan pemantauan yang ketat terhadap pasien tersebut.
Seperti dengan antiinflamasi non steroid lainnya, diklofenak dalam dosis tinggi
(200 mg) dapat menghambat agregasi platelet untuk sementara (Anonim, 2007).
(Anonim, 2007).
2.4. Vitamin C
Rumus Struktur :
Pemerian : hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh karena
Vitamin C adalah nutrient dan vitamin yang larut dalam air dan penting
untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin C merupakan suatu zat
organik yang merupakan ko-enzim atau askorbat ko-faktor pada berbagai reaksi
vitamin yang ada, vitamin C merupakan yang palih mudah rusak dan sangat
mudah teroksidasi terutama apabila ada panas, cahaya, alkali dan adanya enzim-
lemak, hormon adrenalin dan kortison, pengangkut elektron dalam berbagai reaksi
protein bahan penunjang utama dalam tulang/rawan dan jaringan ikat. Bila sintesa
kolagen terganggu, maka mudah terjadi kerusakan pada dinding pembuluh yang
Absorbsinya dari usus cepat dan praktis sempurna (90%) tetapi menurun
untuk sebagian besar terdapat dalam cortex anak ginjal. Dalam darah sangat
aktifnya. Sebagian kecil dirombak menjadi asam oksalat dengan jalan pemecahan
dehidronya dan sedikit sebagai asam oksalat (Tjay dan Rahardja, 2002).
berlebih ini akan diekskresikan melalui urin. Pada manusia sebagian vitamin C
akan diubah menjadi garam-garam oksalat, dan keluar bersama urin. Apabila
vitamin C juga dapat menaikkan kadar keasaman darah khususnya yang mendapat
darah tidak diharapkan. Dapat juga terjadi keasaman urin. Oleh karena itu, dilihat
darii sudut gizi, pemasukan vitamin C itu harus disesuaikan dengan pemasukan
zat-zat gizi lainnya (baik dalam jumlah maupun proporsinya) agar kesehatan
dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh
kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang
sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara
analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah
dan lain-lain.
− Resolusinya baik
− Mudah melaksanakannya