Anda di halaman 1dari 13

Laporan pendahuluan decompensasi cordis

Pengertian

Decompensasi cordis (DC) / Gagal Jantung adalah keadaan patofisiologik dimana


jantung pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan
(Price, 1994: 583).

Pengertian lain menyebutkan bahwa dekompensasi cordis (DC) / Gagal jantung


adalah ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme dan kebutuhan oksigen jaringan (Doenges, 2000: 48).

Decompensasi cordis (DC) / Gagal jantung gagal jantung adalah suatu keadaan ketika
jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh,
meskipun tekanan vena normal (Muttaqin, 2012).

Decompensasi cordis (DC) / gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda
dan gejala) yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik saat istirahat atau saat aktivitas
yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi pada jantung (Nurarif dan
Kusuma, 2013).

Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam
memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan okseigen
secara adekuat (Udjiati, 2013).

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dekompensasi cordis / yang
sering disingkat dengan DC merupakan keadaan jantung yang sudah tidak mampu lagi
memompa darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Klasifikasi :

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung


terbagi :

1. Gagal Jantung Kiri

Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, orthopnea dispnea nocturnal
paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi
derap S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan
kongesti vena pulmonalis.

2. Gagal Jantung Kanan

Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement, anoreksia, dan kembung.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan,
irama derap antrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena
jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan
vena, hepatomegali dan pitting edema.

3. Gagal Jantung Kongestif

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan
kanan.

New York Heart Association (NYHA) membuat klafisikasi fungsional dalam 4 kelas :

 Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan


 Kelas 2 : Bila paien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas
sehari tanpa keluhan.
 Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
 Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan
harus tirah baring. (Nanda, 2012 : 108)

Etiologi

Menurut Price (1994:584) decompensasi cordis adalah sebagai berikut:

1. Kelainan mekanis.

a. Peningkatan beban tekanan

 Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)


 Perifer (hipertensi sistemik dan sebagainya)

b. Peningkatan beban volume (regurgitasi katub, pirau, peningkatan beban awal dan
sebagainya)

c. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikus pidalis).


d. Tamponade perikardium.

e. Restriksi endokardium atau miokardium.

f. Aneurisme ventrikel.

g. Dis sinergi ventrikel.

2. Kelainan miokardium

a. Primer

 Kardiomiopati.
 Miokarditis.
 Kelainan metabolik.
 Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
 Presbikardia.

b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis) .

 Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).


 Kelainan metabolik.
 Inflamasi.
 Penyakit sistemik.
 Penyakit paru obstruktif menahun.

3. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.

a. Henti jantung.

b. Fibrilasi.

c. Takikardi atau bradikardi yang berat.

d. Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.

Patofisiologi

Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1994: 583) adalah
sebagai berikut:
1. Gagal jantung kiri

Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung


menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan
akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat
sehingga terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat
adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang
menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi
peningkatan beban vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya
terjadi oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding
kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan perdarahan.

2. Gagal jantung kanan

Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru menurun


ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir diastole ventrikel
meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan
bendungan vena kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum,
vena dari lien terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer
terutama kaki.

Pathway
Manifestasi klinis
Klasifikasi fungsional dari the new york heart association umum dipakai untuk
menyatakan hubungan antara awal gejala dan derajat latihan fisik yaitu:

 Kelas I : Bila klien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.


 Kelas II : Bila klien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
 Kelas III: Bila klien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
 Kelas IV: Bila klien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun, klien
harus tirah baring.

Adapun tanda dan gejalanya menurut Chung (1995: 234-236) adalah sebagai berikut:

1. Kelelahan/ kelemahan.
2. Dispnea.
3. Ortopne.
4. Dispnue nokturia paroksimal.
5. Batuk.
6. Nokturia.
7. Anoreksia.
8. Nyeri kuadran kanan atas.
9. Takikardia.
10. Pernapasan cheyne-stokes.
11. Sianosis.
12. Ronkhi basah
13. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.
14. Hepatosplenomegali.
15. Asites.
16. Edema perifer

Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosa adalah sebagai berikut :

1. Ekikardiografi : untuk mmperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel kiri


2. Rontgen dad : untuk menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru
atau kardiomegali
3. Elektrokardiografi : untuk melihat adanya perubahan kalium setelah pemakaian
duretik. (Muttaqin, 2009 : 216)
Penatalaksanaan

1. Pemberian oksigen

Pemberian oksigen terutama pada klien gagal jantung disertai dengan edema paru.
Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan membantu
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

2. Terapi nitrat dan vasodilatasi

Penggunaan nitrat baik secara akut maupun kronis tengah didukung dalam
pelaksanaan gagal jantung. Dengan menyebabkan vasodilatasi perifer, jantung
diunloaded (penurunan afterload), pada peningkatan curah jantung lanjut penurunan
pulmonary arteri wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti
vaskuler pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri), serta penurunn pada O2
miokard.

3. Diuretik

Akan menurunkan preload dan kerja jantung, diuretik memiliki efek antihipertensi
dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan
penurunan volume cairan dan merendahkan tekanan darah.

4. Diuretik kuat

Bekerja dengan ansa nenle dengan menghambat transportasi klorida terhadap natrium
terhadap sirkulasi (menghambat reabsorbsi natrium pasif).

Komplikasi

Adapun Komplikasi yang bisa ditimbulkan dari decompensasi cordis ialah sebagai
berikut :

1. Syok kardiogenik
2. Aritmia
3. Ruptur miokard
4. Kematian
Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Menurut Doenges (2000: 52) pengkajian fokusnya adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas/ istirahat.

 Gejala : Keletihan atau kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.
 Tanda : Gelisah, perubahan status menilai mental, misal letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.

2. Sirkulasi

 Gejala : Riwayat hipertensi, episode gagal jantung kiri (sebelumnya), penyakit


katub jantung, endokarditis, sistemik lupus erythematosus, anemia, syok septik.
Bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen :sabuk terlalu ketat” (pada gagal
bagian kanan).
 Tanda : Tekanan darah mungkin darah rendah (gagal pemompaan), normal
(GJK ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan). Tekanan nadi
mungkin sempit, menunjukkan penurunan volume sekuncup, frekuensi jantung
takikardia (gagal jantung kiri). Bunyi jantung: S2 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolik
dapat menandakan adanya stenosis katub atau insufisiensi. Punggung kuku:
pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat. Hepar: pembesaran atau
dapat teraba: reflek hepatojugularis. Bunyi napas: brekels, ronki.

3. Integritas ego

 Gejala : Ansietas, kuatir, batuk, stres yang berhubungan dengan penyakit atau
keprihatinan finansial.
 Tanda : Berbagai manifestasi prilaku, misal ansietas, marah, ketakutan, mudah
tersinggung.

4. Eliminasi

 Gejala : Penurunan berkemih, abdomen berwarna gelap, berkemih malam hari,


diare atau konstipasi.

5. Makanan/ cairan.
 Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/ muntah, penambahan BB signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian atau sepatu sesak, diet tinggi
garam atau makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan
diuritik.
 Tanda : Penambahan berat badan tetap. Distensi abdomen (asites), edema,
(umum, depender, tekanan, pitting).

6. Hygiene

 Gejala : Keletihan atau kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.


 Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori

 Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.


 Tanda : Letargi, kusut pikiran, disorientasi, mudah tersinggung.

8.Nyeri/ ketidaknyamanan

 Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit
pada otot.
 Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), prilaku
melindungi diri.

9. Pernafasan

 Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa
bantal, batuk dengan tanpa pembentukkan sputum, riwayat penyakit paru
kronis, gangguan bantuan pernapasan.
 Tanda : Pernafasan takipnea, nafas dangkal, batuk kering/ nyaring/ non
produktif atau terus menerus dengan tanpa sputum, dengan krakels basiler dan
mengi. Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan, warna kulit:
pucat atau sianosis.

10. Keamanan

 Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus otot,
kulit lecet.

11. Interaksi sosial

 Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.


12. Pembelajaran atau pengajaran

 Gejala : Menggunakan atau lupa menggunakan alat-alat jantung.


 Tanda : Bukti tentang ketidakberhasilan atau meningkatkan.

Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


miokardial
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolus.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen/ kebutuhan, kelebihan.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/ air.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi
jaringan.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan.

Intervensi

Diagnosa Keperwatan. 1.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial


(Doenges, 2000: 55).

Kriteria hasil:

 Menunjukkan tanda vital dalam batas normal.


 Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
 Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi:

 Palpasi nadi perifer dan pantau tekanan darah.


 Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
 Pantau haluaran urine.
 Kaji perubahan pada sensori, contoh: letargi, bingung, disorientasi, cemas dan
depresi.
 Periksa nyeri tekan betis, pembengkakan, kemerahan lokal atau pucat pada
ekstremitas.
 Pemberian cairan IV, hindari cairan garam.

Diagnosa Keperawatan. 2

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus.

Kriteria Hasil

 Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan


oleh GDA/ oksigenasi dalam rentang normal dan bebas gejala distres
pernapasan.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/ situasi.

Intervensi:

 Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengio.


 Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam.
 Dorong perubahan posisi sering.
 Pertahankan duduk dengan posisi semi fowler, gotong tangan dengan bantal.
 Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan. 3.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/


kebutuhan, kelebihan.

Kriteria hasil:

 Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan


diri sendiri.
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital dalam batas normal
selama aktivitas.

Intervensi:

 Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas.


 Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat.
 Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat.
 Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
 Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
 Kolaborasi program rehabilitasi jantung/ aktivitas.

Diagnosa Keperawatan. 4.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/ air.

Kriteria hasil:

 Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan


pengeluaran, berat badan stabil dan tak ada edema.
 Menyatakan pemahaman tentang/ pembatasan cairan individual.

Intervensi:

 Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna.


 Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
 Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler.
 Timbang berat badan tiap hari.
 Pantau tanda vital (TD).
 Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, misal: distensi abdomen, konstipasi.
 Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil dan sering.

Diagnosa Keperawatan. 5.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.

Kriteria hasil:

 Mempertahankan integritas kulit.


 Mendemonstrasikan prilaku/ teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi:

 Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/
pigmentasi, atau kegemukan/ kurus.
 Ubah posisi sering di tempat tidur/ kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/
aktif.
 Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembapan/ eksresi.
 Hindari obat intramuskuler.
 Kolaborasi pemberian tekanan alternatif/ kasur.

Diagnosa Keperawatan. 6

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu
makan.

Tujuan dan Kriteria hasil:

 Meningkatkan masukan oral.


 Menunjukkan tidak adanya tanda-tanda malnutrisi.

Intervensi:

 Identifikasi faktor-faktor yang mendukung, mual-muntah, nyeri, dispnea yang


berat.
 Atur tindakan pernapasan satu jam sebelum makan.
 Auskultasi bunyi abdomen, observasi distensi abdomen.
 Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
 Evaluasi status nutrisi.

Daftar Pustaka

 Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International 2015-2017. Jakarta: EGC.


 NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-
NOC. Yogyakarja: Media Hardy
 Kowalak, M.W. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
 Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
 Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media
Action.
 Udjiati, W. 2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai