Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Regio antara motor neuron dan sel otot disebut sambungan saraf-otot.
Membran sel neuron dan serat otot dipisahkan oleh celah sempit (20 nm). Pada
saat depolarisasi potensial aksi saraf terminal, terjadi influks ion-ion kalsium
melalui gerbang saluran kalsium ke sitoplasma saraf yang menyebabkan vesikel di
membran terminal akan mengeluarkan asetilkolin (acethylcholine). Molekul
asetilkolin akan berdifusi sepanjang celah sinaps untuk berikatan dengan reseptor
nikotinik kolinergik pada membran otot di motor end-plate. Setiap sambungan
saraf-otot mengandung 5 juta reseptor, tapi hanya diperlukan 500.000 reseptor
untuk kontraksi otot normal.10,11,13,29
23
Gambar 2.2. Fisiologi sambungan saraf-otot (Netter illustration from
www.netterimages.com. © Elsevier all rights reserved)51
24
Gambar 2.2.1: Struktur reseptor asetilkolin. A: Dua subunit yang berikatan
dengan ACh dan kanal tengah. B: Ikatan ACh ke reseptor pada muscle end-plate
menyebabkan pembukaan kanal dan masuknya ion.11
Asetilkolin segera dihidrolisis ke dalam bentuk asetat dan kolin oleh enzim
spesifik acethylcholinesterase. Enzim ini terdapat pada membran motor endplate
25
yang segera mendekati reseptor asetilkolin. Bila potensial aksi berhenti, saluran
sodium pada membran otot akan tertutup dan otot menjadi istirahat.11,13,30
3 4
Durasi: + short, ++ intermediate, +++ long Pelepasan Histamin: 0 no effect, + slight effect
5
Blok Vagal: 0 no effect, + slight effect (dikutip dari Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology)
26
1988 pada World Congress of Anesthesiology IX di Washington dan
diperkenalkan pada praktek anestesi tahun 1994 di Prancis.10
27
pancuronium dan vecuronium oleh grup allyl dan tidak adanya fragmen mirip
asetilkolin pada cincin A mungkin bertanggung jawab pada penurunan potensi
rocuronium. Penggantian grup asetat yang terletak pada cincin A oleh grup
hidroksil yang mungkin menyebabkan rocuronium sebagai larutan yang
stabil.10,12,32
Pada dosis klinis rocuronium mempunyai aktifitas sedikit atau tidak ada
pada reseptor kolinergik nikotinik yang lain diluar otot rangka. Efek vagolitik
yang ringan, yang tampak pada dosis yang lebih tinggi dari rokuronium dapat
membantu pencegahan bradikardia intraoperatif.13,32,33
28
Kurangnya efek blok ganglion otonom secara relatif atau efek
simpatomimetik, biasanya tidak menyebabkan permasalahan pada pasien-pasien
yang menggunakan terapi (antidepresan, β blocker) yang mana targetnya adalah
sistem simpatik.13,32,33
2.4.5 Farmakokinetik
Pada orang dewasa yang sehat, waktu paruh eliminasi rata-rata 73 menit,
volume distribusi 203 ml/kg dan bersihan plasma adalah 3,7 ml/kg/menit.
Rocuronium terutama dieliminasi melalui jalur hepatobilier dan 10% di ginjal.
29
Pada umumnya kumulasi berdasarkan pada pemakaian dosis dan sifat farmakologi
obat.10,13
Pada penyakit hepar stadium lanjut terjadi pemanjangan masa kerja obat
tetapi dosis awal sedikit ditingkatkan karena volume distribusi yang lebih lama
dan pada keadaan gagal ginjal bersihan plasma menurun, volume distribusi
menjadi meningkat dan terjadi pemanjangan masa kerja obat yang signifikan
dengan sekali pemberian. Pemanjangan masa kerja juga terjadi pada wanita hamil
dan orang tua akibat fungsi hati yang menurun. Selain itu pemanjangan kerja
rocuronium dapat disebabkan akibat penambahan dosis dari 0,6 mg/kg iv menjadi
1 mg/kg iv (37–95 menit).10,13,32,33
2.4.6 Farmakodinamik
30
cepat. Dosis 0,6 mg/kg iv (2xED95) memberikan kondisi intubasi yang baik
hampir pada semua pasien.10,32,33
2.5 Atracurium
31
2.5.2 Mekanisme Kerja
2.5.3 Bersihan
32
khususnya terhadap pasien dengan fungsi hepar dan/atau ginjal yang
terganggu.10,11,13,37
Masa kerja atracurium tidak berbeda diantara pasien normal dan pasien-
pasien dengan penurunan fungsi ginjal dan hati serta pasien dengan kelainan
cholinesterase plasma yang atipikal.13 Tidak terjadinya pemanjangan kerja
atracurium pada pasien-pasien dengan cholinesterase atipikal menunjukkan
ketergantungan hidrolisis ester pada plasma esterase yang non-spesifik yang tidak
berkaitan dengan cholinesterase plasma.37
Konsistensi dari mula kerja hingga masa pulih setelah dosis tambahan
atracurium berulang merupakan karakteristik dari obat ini dan menunjukkan tidak
terdapatnya efek kumulatif obat yang signifikan. Tidak terdapatnya obat yang
signifikan karena bersihan atracurium yang cepat dari plasma yang mana tidak
tergantung pada fungsi renal dan hepar. Sedikitnya efek kumulatif memperkecil
kecendrungan blokade yang persisten ketika prosedur pembedahan yang lama
membutuhkan dosis berulang atau infus kontinu.10,11,13
2.5.4 Laudanosine
33
dibius karena atracurium menyebabkan kelumpuhan otot dan disisi lain sedasi
hipnotik akan mendepresi susunan saraf pusat.13
34
tidak tergantikan dalam beberapa hari. Oleh karenanya penurunan tekanan darah
sistemik minimal terjadi pada pengulangan dosis yang sama.13
2.6 Efedrin
35
sehingga diabsorpsi dalam bentuk tidak berubah oleh saluran cerna. Hingga 40%
efedrin juga diekskresi ginjal dalam bentuk utuh. Tidak seperti epinefrin, efedrin
tidak menyebabkan hiperglikemia. Efek stimulasi saraf pusat juga tidak sekuat
amfetamin. Efedrin 25 mg sampai 50 mg intramuskular atau subkutan bisa
digunakan untuk mengatasi keadaan hipotensi, efedrin 25 mg per oral sekali
sehari untuk mengatasi hipotensi ortostatik, juga sebagai bronkodilator dan
dekongestan. Gangguan-gangguan alergi juga bisa diatasi dengan efedrin, seperti
asma bronchial, kongesti nasal karena koriza, rhinitis dan sinusitis.33,38,50
2.6.1 Farmakokinetik
36
Efedrin dimetabolisme oleh hati dalam jumlah kecil melalui proses
deaminasi oksidasi, demetilasi, hidroksilasi aromatis dan konjugasi. Metabolitnya
adalah p-hidroksiefedrin, p-hidroksinorefedrin, norefedrin dan konjugasinya.
Efedrin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui urine dan dalam bentuk
yang tidak berubah. Eliminasinya dipengaruhi oleh keasaman urin.13,33,41 Efek
puncak efedrin terhadap curah jantung dicapai sekitar 4 menit setelah injeksi.21
37
2.6.3 Kontraindikasi
38
stimulasi yang cukup, maka semua serat otot yang dipersarafi akan berkontraksi
dan mencapai level maksimum. Pada penggunaan klinis stimulus supramaksimal
sebesar 15-20 % diatas level maksimum.44
Alternatif lain bila pasien dalam posisi telungkup, saraf tibialis posterior
dan otot flexor hallucis brevis dapat digunakan. Pilihan lain lagi adalah nervus
fasialis untuk menilai kontraksi otot orbicularis occuli dan otot corrugators
supercilii. Intensitas aliran listrik juga berbeda untuk setiap unit otot saraf yang
digunakan.44
39
Gambar 2.7.1. Pemantauan pelumpuh otot dengan acceleromiografi.44
Grup otot yang berbeda akan menunjukkan respon yang berbeda dalam
onset, offset, dan efek puncak dari pelumpuh otot saraf. Penelitian menunjukkan
bahwa kondisi intubasi yang optimal dan paralisis otot diafragma dan dinding
perut dapat diprediksi oleh pemantauan nervus fasialis dan otot corrugators
supercilii, sedangkan nervus ulnaris dan adductor pollicis merupakan pilihan yang
baik untuk mengetahui pemulihan otot faring.44,45
40
Single twitch (kedutan tunggal) merupakan pemberian stimulus
supramaksimal kepada saraf dengan frekuensi antara 0.1–1 Hz. Respon terhadap
rangsangan dapat dilihat dari kontraksi otot yang menetap hingga 75% reseptor
diduduki oleh pelumpuh otot. Penilaian penurunan respon hingga tidak adanya
respon menunjukkan blokade 95% reseptor.51
Train of four diperkenalkan pada tahun 1970 oleh Ali dan kawan-
kawan.44,47
41
amplitude (tinggi) dari respon keempat dengan amplitudo dari respon pertama.
Hal ini untuk menilai pemulihan saraf otot selama pemberian pelumpuh saraf-
otot. Rasio TOF 0.7 merepresentasikan pemulihan diafragma yang adekuat.
Adapun untuk memastikan kembalinya fungsi otot faring yang adekuat
membutuhkan rasio TOF >0.9. 44,46,47
Tabel 2.7.3 Hubungan antara reseptor yang diduduki, T1, T4, T4/T1 T1 selama
blok pelumpuh otot non depolarisasi44
Hubungan antara reseptor yang diduduki , T1, T4, T4/T1 selama blok pelumpuh
otot non depolarisasi
Presentasi T1 T4 T4/T1
penghambatan (% normal) (% normal) (% normal)
100 - - -
95 - - -
0 - Hilang T1
90 10 - Hilang T2
20 - Hilang T3
80 25 0 Hilang T4
- 80-90 55-65 0.6-0.7
- 95 70 0.7-0.75
75 100 75-100 0.75-1
- 100 - 0.9-1
50 100 - -
30 - - -
42
Stimulasi tetanik adalah pola stimulasi frekuensi tinggi (50-100 Hz) yang
berulang. Respon otot yang didapatkan adalah kontraksi tetanik ketika tidak
dalam pengaruh blok saraf-otot. Pada kasus pemulihan saraf otot yang tidak
komplit, efek fade dapat dilihat selama stimulasi. Penelitian terbaru menunjukkan
sensitivitas stimulasi tetanik untuk mendeteksi kurarisasi residual hanya sekitar
70% dengan spesifisitas hanya 50%.44,46,51
Post tetanic count (PTC) mengizinkan evaluasi taktil dan visual terhadap
blok pelumpuh otot yang tidak respon dengan stimulasi TOF. Selama stimulasi
PTC, stimulasi 50 Hz diaplikasikan selama 5 detik diikuti stimulus tunggal
supramaksimal dengan frekuensi 1 Hz setelah interval 3 detik. PTC akan
menghasilkan respon stimulus tunggal yang mengikuti stimulasi tetanik dan
idealnya harus 0 jika blok saraf otot yang dalam diperlukan.44,46,51
2.8 Akseleromiografi
43
percepatan dinilai. Pergerakan dari organ akhir seperti ibu jari, akan menghasilkan
tegangan dalam elemen piezo elektrik yang berkorelasi dengan percepatan otot.44
Aplikasi klinis lain dari monitoring ini adalah untuk menilai mula kerja
pelumpuh otot dan menilai kondisi intubasi yang adekuat. Mula kerja laten dari
obat adalah waktu yang dibutuhkan mulai dari injeksi sampai dijumpainya efek
yang dapat diukur. Mula kerja didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan
44
sampai efek puncak. Pengukuran mula kerja bervariasi tergantung pada unit saraf
otot yang distimulasi. Onset di laring, diafragma, dan pita suara lebih cepat
dibandingkan mula kerja pada otot adductor pollicis. Pemantauan otot orbicularis
occuli lebih berguna selama menilai mula kerja pelumpuh otot untuk RSI.47
45
2.9 Kerangka Teori
Priming
10 % dosis intubasi
Efedrin
Pelumpuh otot non-depolarisasi
Meningkatkan curah
jantung
Menutup sebagian saluran
natrium paska sinaps
Potensiasi
Non-depolarisasi
pelumpuh otot
46
2.10 Kerangka Konsep
Mula Kerja
Rocuronium 1 mg/kg
Variabel Tergantung
Variabel Bebas
47