Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun)
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kondisi ini
diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari dua standar deviasi standar median
pertumbuhan anak WHO yang mana menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) stunting
didefinisikan sebagai anak balita dengan nilai z-score yang kurang dari -2SD (stunted) dan
kurang dari -3SD (severely stunted) (Tim Nasional Percepatan Penanggulan Kemiskinan,
2017).

Kejadian balita stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di
dunia saat ini termasuk Indonesia. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia
berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6
juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi
paling sedikit di Asia Tengah (0,9%) Direktorat Gizi Masyarakat, 2017).

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO),
Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia
tahun 2005- 2017 adalah 36,4%. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga
tahun terakhir, balita pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi
lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami
peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017 (Direktorat Gizi
Masyarakat, 2017 ; Pusat Data dan Informasi, 2018).

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung antara lain kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya
asupan gizi, kurangnya akses ke pelayanan kesehatan, pola makan gizi tidak seimbang, serta
lingkungan yang tidak sehat. Tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh
ibu hamil maupun anak balita, stunting juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tidak langsung
seperti praktek pengasuhan yang kurang baik, kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke
makanan bergizi, tingkat ekonomi, sistem kesehatan, serta kurangnya akses ke air bersih dan
sanitasi (Tim Nasional Percepatan Penanggulan Kemiskinan, 2017 ; Soeranto, 2018 ; Kakietek,
2017).

Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor
keturunan. Kehidupan anak sejak dalam kandungann ibu hingga berusia dua tahun (1000 Hari
Pertama Kehidupan) merupakan masa-masa kritis dalam mendukung pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal. Faktor lingkungan yang baik, terutama di awal-awal
kehidupan anak, dapat memaksimalkan potensi genetik (keturunan) yang dimiliki anak
sehingga anak dapat mencapai tinggi badan optimalnya. Faktor lingkungan yang mendukung
ditentukan oleh berbagai aspek atau sector (Kakietek, 2017).

Permasalahan stunting akan berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Stunting menyebabkan organ tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal yang
dampaknya akan menghambat perkembangan kognitif dan motorik, gangguan metabolisme,
serta gangguan struktur dan fungsi saraf yang menyebabkan penuruna kemampuan menyerap
pelajaran di usia sekolah dan akan berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa
(Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2018).

Upaya penurunan angka stunting dilakukan melalui dua macam intervensi, yaitu
intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk
mengatasi penyebab tidak langsung. Intervensi gizi spesifik merupakan intervensi yang
ditujukan kepada anak dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada
30% penurunan stunting. Kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor
kesehatan dengan sasaran intervensi antara lain ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-6
bulan, serta ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan. Sedangkan intervensi gizi sensitif
merupakan pembangunan di luar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% intervensi
stunting. Sasaran dari intervensi gizi sensitif adalah masyarakat umum dan tidak khusus ibu
hamil dan balita pada 1000 HPK (Tim Nasional Percepatan Penanggulan Kemiskinan, 2017).
Intervensi gizi sensitif mencakup: (a) Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi;
(b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; (c) Peningkatan kesadaran,
komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; (c); serta (d) Peningkatan akses pangan
bergizi (Kakietek, 2017).

Penelitian tentang faktor-faktor penyebab stunting sudah banyak dilakukan, tetapi


belum banyak penelitian yang intervensi gizi sensitif sehingga peneliti mengambil topik ini
guna mengetahui gambaran peran intervensi sensitif terhadap stunting di Desa Kadugadung,
Pandeglang, Banten.

Anda mungkin juga menyukai