Anda di halaman 1dari 7

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lawe Alas adalah sebuah kecamatan di wilayah Kabupaten Aceh


Tenggara, Provinsi Aceh. Kecamatan Lawe Alas terdiri dari 28 desa dan 28
kepala desa/pengulu. Kecamatan Lawe Alas termasuk wilayah kerja Puskesmas
Ngkeran. Puskesmas Ngkeran adalah puskesmas yang ada di Kecamatan Lawe
Alas yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk
mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri dalam rangka mewujudkan desa sehat.
Sebuah desa dikatakan desa siaga apabila desa tersebut memiliki sekurang-
kurangnya sebuah pusat kesehatan desa (PUSKESDES).
Kecamatan Lawe Alas mempunyai 28 Pos Pelayanan Terpadu
(POSYANDU) dan 28 kader posyandu. Kegiatan Posyandu di Kecamatan Lawe
Alas rutin diadakan setiap satu bulan dengan hari dan minggu yang berbeda-beda
disetiap posyandu. Pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh Posyandu meliputi
pemeliharaan kesehatan bayi dan balita serta pemeliharaan ibu hamil, ibu
menyusui dan pasangan usia subur. Akses menuju Posyandu terjangkau oleh
warga yang tinggal di Kecamatan Lawa Alas, biasanya warga sering berjalan kaki
menuju posyandu. Dalam pelaksanaan tugas, kader posyandu selalu didampingi
oleh tim dari Puskesmas Lawe Alas, seperti pada pelaksanaan apabila kader
menemui masalah kesehatan, kader harus berkonsultasi pada petugas puskesmas
yang ada.
5.1.2. Data Geografis Puskesmas

Puskesmas Ngkeran terletak di Desa Cingkam Mrangun Kecamatan Lawe


Alas Kabupaten Aceh Tenggara dengan luas area 4.538 km2. Secara geografis
wilayah kerja Puskesmas berbatasan dengan :

27
 Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Babussalam
 Sebelah Selatan berbatas dengan kecamatan Tanoh Alas
 Sebelah Timur berbatas dengan Sungai Kali Alas
 Sebelah Barat berbatas dengan Kawasan Gunung Leuser
5.1.3. Pelayanan Puskesmas

Jenis pelayanan Puskesmas Ngkeran Kecamatan Lawe Alas terdiri dari


Rawat Inap, Unit Gawat Darurat (UGD), USG, Poned, promosi kesehatan,
kesehatan ibu dan anak, poliklinik pengobatan umum, poliklinik pengobatan gigi,
immunisasi, konsultasi kesehatan remaja dan usila, usaha kesehatan sekolah
(UKS)/UKGS, pencegahan dan pemberantasan penyakit, kesehatan lingkungan,
kesehatan Jiwa, dan pemeriksaan laboratorium sederhana.
5.1.2. Karakteristik Individu

Sampel pada penelitian ini berjumlah 132 orang. Data yang diperoleh
berdasarkan hasil wawancara dan pemeriksaan fisik berupa pengukuran tekanan
darah untuk mengetahui prevalensi penderita hipertensi sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi farmakologis dan penyuluhan pada masyarakat Kecamatan
Lawe Alas periode Mei-Juni 2018 serta distribusi frekuensinya berdasarkan jenis
kelamin, usia, dan klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7.

a. Prevalensi Penderita Hipertensi


Dari tabel 5.1. dapat diketahui bahwa dari 132 orang populasi terjangkau
dalam penelitian terdapat penderita hipertensi dengan prevalensi sebesar 43.9%
atau sebanyak 58 orang sebelum dilakukan intervensi farmakologis dan
penyuluhan Kemudian, sesudah dilakukan intervensi farmakologis dan
penyuluhan didapati prevalensi penderita hipertensi sebesar 37.8% atau sebanyak
50 orang. Prevalensi penderita hipertensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

28
Tabel 5.1. Prevalensi Penderita Hipertensi
Hipertensi/ Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
Tidak Hipertensi Farmakologis dan Farmakologis dan
Penyuluhan Penyuluhan
Frekuensi (n) % Frekuensi (n) %
Hipertensi 58 43.9% 50 37.8%
Tidak Hipertensi 74 56.1% 82 62.2%
Total 132 100% 132 100%

b. Jenis Kelamin
Dari tabel 5.2. dapat diketahui bahwa dari 58 orang penderita hipertensi
sebelum dilakukan intervensi farmakologis dan penyuluhan yang memiliki
proporsi terbesar adalah pada kelompok perempuan yaitu sebanyak 42 orang
(72.4%), sedangkan sisanya pada kelompok laki-laki yaitu sebanyak 16 orang
(27.6%). Selanjutnya, dari 50 orang penderita hipertensi sesudah dilakukan
intervensi farmakologis dan penyuluhan terdapat sebanyak 38 orang (76%)
perempuan dan sisanya 12 orang (24%) laki-laki. Berdasarkan karakteristik jenis
kelamin, dapat dilihat distribusi frekuensi datanya pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
Farmakologis dan Farmakologis dan
Penyuluhan Penyuluhan
Frekuensi (n) % Frekuensi (n) %
Laki-laki 16 27.6% 12 24%
Perempuan 42 72.4% 38 76%
Total 58 100% 50 100%

c. Usia
Secara keseluruhan, rata-rata usia sampel adalah 51 tahun. Sampel
termuda berusia 25 tahun dan sampel tertua berusia 87 tahun. Dari tabel 5.3. dapat
diketahui bahwa dari 58 orang penderita hipertensi yang memiliki proporsi
terbesar adalah kelompok usia 51-70 tahun yaitu sebanyak 32 orang (55.2%),
diikuti oleh kelompok usia 31-50 tahun sebanyak 19 orang (32.7%), kelompok
usia >80 tahun sebanyak 4 orang (7%), kelompok usia 71-80 tahun sebanyak 2
orang (3,4%), dan proporsi terkecil berada pada kelompok usia 10-30 tahun yaitu

29
sebanyak 1 orang (1,7%). Berdasarkan karakteristik usia, dapat dilihat distribusi
frekuensi datanya pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan


Pengelompokan Usia
Kelompok Usia Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
Farmakologis dan Farmakologis dan
Penyuluhan Penyuluhan
Frekuensi (n) % Frekuensi (n) %
10-30 1 1.7% 0 0%
31-50 19 32.7% 14 28%
51-70 32 55.2% 31 62%
71-80 2 3.4% 2 4%
>80 4 7% 3 6%
Total 58 100% 50 100%

d. Klasifikasi Tekanan Darah


Dari tabel 5.4. dapat diketahui bahwa dari 58 orang penderita hipertensi
yang memiliki proporsi terbesar adalah pasien dengan klasifikasi tekanan
darahnya termasuk hipertensi derajat 1 yaitu sebanyak 31 orang (53.4%), diikuti
oleh pasien yang klasifikasi tekanan darahnya termasuk hipertensi derajat 2 yaitu
sebanyak 27 orang (46.6%). Berdasarkan klasifikasi tekanan darah menurut JNC
7, dapat dilihat distribusi frekuensi datanya pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Klasifikasi


Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
Darah Menurut JNC Farmakologis dan Farmakologis dan
7 Penyuluhan Penyuluhan
Frekuensi (n) % Frekuensi (n) %
Hipertensi Derajat 1 31 53.4% 27 54%
Hipertensi Derajat 2 27 46.6% 23 46%
Total 58 100% 50 100%

e. Tingkat Pengetahuan Diet dan Terapi Obat Pasien Hipertensi


Dari tabel 5.5. dapat diketahui bahwa dari 58 orang penderita hipertensi
didapati proporsi terbesar tingkat pengetahuannya terhadap diet dan terapi obat
pasien hipertensi pada kategori kurang sebanyak 33 orang (56.9%) diikuti kategori
sedang sebanyak 20 orang (34.5%) dan kategori baik sebanyak 5 orang (8.6%).

30
Berdasarkan tingkat pengetahuan diet dan terapi obat pasien hipertensi, dapat
dilihat distribusi frekuensi datanya pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Tingkat


Pengetahuan Diet dan Terapi Obat Pasien Hipertensi
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) %
Baik 5 8.6%
Sedang 20 34.5%
Kurang 33 56.9%
Total 58 100%

f. Perilaku Diet Hipertensi


Dari tabel 5.6. dapat diketahui bahwa dari 58 orang penderita hipertensi
didapati proporsi terbesar perilaku diet hipertensinya pada kategori tidak baik
yaitu sebanyak 49 orang (84.5%), sisanya pada kategori baik sebanyak 9 orang
(15.5%). Berdasarkan perilaku diet hipertensi, dapat dilihat distribusi frekuensi
datanya pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Perilaku Diet


Hipertensi
Perilaku Diet Frekuensi (n) %
Baik 9 15.5%
Tidak Baik 49 84.5%
Total 58 100%

5.2. Pembahasan

Dari hasil awal penelitian, dari 132 orang populasi terjangkau, hampir
setengahnya atau sebesar 43.9% menderita hipertensi. Kecenderungan tingginya
prevalensi penderita hipertensi yang juga terjadi di seluruh dunia ini, menurut
Coresh et al (2007) disebabkan oleh karena hipertensi pada tahap awal tidak
menunjukkan gejala yang spesifik sehingga banyak yang tidak terdiagnosa lebih
dini. Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengetahui
dan mengontrol tekanan darah mereka juga menjadi salah satu faktor penentu
masih tingginya prevalensi penderita hipertensi di masyarakat. Menurut peneliti,
tingginya prevalensi penderita hipertensi ini salah satunya dikarenakan adanya

31
pergeseran budaya di masyarakat yang menuntut hidup serba cepat, sehingga
masyarakat menjadi kurang meperhatikan nutrisi dari asupan makanan mereka.
Masyarakat juga lebih banyak menjalani kehidupan sedentary lifestyle sehingga
jarang mempraktikkan kebiasaan berolahraga.

Berdasarkan tabel 5.1. dapat disimpulkan terdapat penurunan prevalensi


penderita hipertensi sesudah dilakukan intervensi farmakologis dan penyuluhan
sebesar 6.1% atau sebanyak 8 orang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Yenny
(2014) yang menyatakan bahwa intervensi hipertensi berupa modifikasi gaya
hidup ditambah dengan terapi farmakologis terbukti dapat menghambat
progresivitas hipertensi. Namun, sebagian besar pasien memerlukan obat anti
hipertensi seumur hidup dengan kombinasi lebih dari satu obat karena monoterapi
jarang dapat mengontrol tekanan darah. Respon terhadap berbagai klas
antihipertensi adalah heterogen, dimana beberapa pasien mungkin akan berespon
lebih baik daripada pasien yang lain.

Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa dari 58 orang penderita hipertensi


sebelum dilakukan intervensi farmakologis dan penyuluhan yang memiliki
proporsi terbesar adalah pada kelompok perempuan yaitu sebanyak 42 orang
(72.4%). Hal ini sejalan dengan laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang
menyatakan bahwa prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih banyak
ditemukan pada perempuan (28.8)% dibandingkan pada laki-laki (22.8%).
Namun, menurut Mackay dan Mensah (2004) dari berbagai penelitian, insidens
hipertensi lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita usia
premenopause. Selain itu menurut Ganong (2008) hormon estrogen yang lebih
dominan dimiliki oleh wanita dapat menurunkan kolesterol plasma secara
bermakna dan memiliki efek vasodilatasi dengan meningkatkan produksi NO
setempat sehingga dapat menghambat aterogenesis dan menurunkan kejadian
penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa penderita hipertensi di Kecamatan
Lawe Alas lebih banyak pada kelompok usia 51-70 tahun yaitu sebanyak 32 orang
(55.2%). Hal ini sejalan dengan laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang

32
menyatakan bahwa resiko terjadinya hipertensi meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%),
diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada
kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Selain itu, menurut Setiati et al (2009) terdapat
beberapa perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular dan tekanan darah
pada proses menua antara lain: peningkatan tekanan darah sistolik tetapi tekanan
darah diastolik tidak berubah, peningkatan resistensi vaskular perifer, lapisan
subendotel menebal dengan jaringan ikat,ukuran dan bentuk yang irregular pada
sel-sel endotel, dan berkurangnya vasodilatasi yang dimediasi beta-adrenergik.

Berdasarkan tabel 5.5. dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita


hipertensi di Kecamatan Lawe Alas memiliki tingkat pengetahuan yang kurang
terhadap diet dan terapi obat hipertensi. Dan berdasarkan tabel 5.6. dapat
disimpulkan bahwa kebanyakan perilaku diet hipertensi masyarakat kecamatan
Lawe Alas tergolong tidak baik (84.5%). Hal ini sejalan dengan laporan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 yang menyatakan bahwa prevalensi nasional
hipertensi cenderung lebih tinggi pada masyarakat pedesaan, pada kelompok
pendidikan lebih rendah, dan pada kelompok dengan kuintil indeks penghasilan
menengah ke bawah.

33

Anda mungkin juga menyukai