Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL


SEDIAAN KRIM ASAM SALISILAT
FUNGIKILL®

OLEH :
GOLONGAN I
KELOMPOK IV
Kalih Sindu Budari (1008505003)
Ngk. Gd Wahyu Indrayana (1008505014)
Ni Luh Putu Risna Dewi (1008505015)
Ni Luh Gde Vera Yanti (1008505017)
Ni Komang Wika Mirawati (1008505026)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2012

1
FORMULASI SEDIAAN KRIM ASAM SALISILAT
BAB I
TUJUAN DAN DASAR TEORI

1.1 LATAR BELAKANG


Kebutuhan akan sediaan topikal antijamur sampai saat ini masih
menempati peringkat atas, terutama bila dikaitkan dengan timbulnya gejala
resistensi senyawa-senyawa yang berkhasiat sebagai anti jamur. Infeksi jamur
pada kulit atau mikosis banyak diderita penduduk khususnya yang tinggal di
daerah tropis. iklim panas dan lembab merupakan salah satu penyebab tingginya
insiden tersebut. selain itu mikosis pada kulit dipredisposisi hygiene yang kurang
sehat, adanya sumber penularan, pemakaian antibiotika dan penyakit kronis
(Nurtjahja dkk.,2006).
Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan
tujuan untuk menghasilkan efek lokal, seperti lotio, salep, dan krim. Rute
pemberian obat secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk menghindari
variabilitas ketersediaan hayati obat pada penggunaan per oral, menghindari
kontak langsung obat dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek
samping obat tertentu, juga untuk memperoleh konsentrasi obat terlokalisir pada
tempat kerjanya. Pemilihan bentuk obat kulit topikal dipengaruhi jenis kerusakan
kulit, daya kerja yng dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang
diobati. Obat kulit topikal mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada
beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam,
misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik. Salah satu obat yang diberikan
melalui topikal adalah krim.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Mengetahui dan membuat formulasi sediaan krim asam salisilat
1.2.2 Mengetahui cara pembuatan krim asam salisilat
1.2.3 Mengevaluasi sediaan krim asam slisilat

2
1.3 DASAR TEORI
1.3.1 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk
produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air
(Anonim,2010).
Selain itu, Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental
mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe
krim ada dua yaitu:
1. Krim tipe air - minyak (A/M) contohnya sabun polivalen, span, adeps lanae,
kolesterol dan cera.
2. Krim tipe minyak - air (M/A) contohnya sabun monovalen seperti
triethanolaminum stearat, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium
stearat (Anief, 2005).
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-
surfaktan anionic, kationik dan nonionik (Anief, 2005).
Keuntungan penggunaan krim adalah umumnya mudah menyebar rata
pada permukaan kulit serta mudah dicuci dengan air (Ansel, 2005). Krim dapat
digunakan pada luka yang basah, karena bahan pembawa minyak di dalam air
cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut. Basis yang
dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang semipermeabel,
setelah air menguap pada tempat yang digunakan. Tetapi emulsi air di dalam
minyak dari sediaan semipadat cenderung membentuk suatu lapisan hidrofobik
pada kulit (Lachman, 2008).
Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan
(safonifikasi) dari suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan

3
dalam suasana panas yaitu temperatur 700- 800C. (Dirjen POM,1995). Krim
merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit
badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk
obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga,
obat wasir dan sebagainya. ( Anief, 1999 ).
Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar yang
digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim yang
diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Stabil
b. Lunak
c. Mudah dipakai
d. Dasar krim yang cocok
e. Terdistribusi merata
Fungsi krim adalah:
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung
dengan zat-zat berbahaya. (Anief,1999)
Stabilitas krim akan menjadi rusak, jika terganggu oleh sistem
campurannya terutama disebabkan perubahan suhu, perubahan komposisi dan
disebabkan juga oleh penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang
cocok yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan
harus digunakan dalam waktu satu bulan. Dalam penandaan sediaan krim, pada
etiket harus tertera “Obat Luar” dan pada penyimpanannya harus dalam wadah
tertutup baik atau tube dan disimpan di tempat sejuk (Depkes RI, 1979).
1.3.2 Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Kulit berfungsi sebagai

4
thermostat dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan
mikroorganisme, sinar ultraviolet, dan berperan pula mengatur tekanan darah.
Secara anatomi kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya
kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan : epidermis, dermis dan lapisan lemak
dibawah kulit (Lachman, et al., 2008).
Epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung
selmelanosit, langerhans dan merkel. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari
seluruhketebalan kulit. Terjadi regenerasi sel kulit pada epidermis setiap 4-6
minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai
yang terdalam) yaitu:
1. Stratum Korneum, terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
2. Stratum Lusidum, berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum, ditandai oleh 3 - 5 lapis sel poligonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granulakeratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin.
4. Stratum Spinosum, terdapat berkas - berkas filamen yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen - filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril
5. Stratum Basal (Stratum Germinativum), terdapat aktivitas mitosis yang
hebatdan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Stratum basal dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan
Malfigi.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini
tergantung letak, usiadan faktor lain. Stratum germinativum merupakan satu lapis
sel yang mengandung melanosit (Lachman, et al., 2008).

5
1.3.3 Asam Salisilat
Salah satu sediaan semisolid yang memiliki efek anti fungi adalah krim
asam salisilat. Asam salisilat dapat digunakan untuk efek keratolitik dimana akan
mengurangi ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan
semen interseluler dan menyebabkan desintegrasi dan pengelupasana kulit (Anief,
1997). Asam salisilat berkasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi
3-6% dalam salep. Disamping itu zat ini berkasiat bakteriostatis lemah dan
berdaya keratolitis, yaitu dapat melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi
5-10%. Asam salisilat banyak digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi
jamur ringan. Asam salisilat juga digunakan sebagai obat ampuh terhadap kutil
kulit yang berciri penebalan epidermis setempat dan disebabkan oleh infeksi virus
vapova (Tjay, 2007).

6
BAB II
PRAFORMULASI

3.1 Farmakologi Bahan Obat


3.1.1 Indikasi
Asam salisilat dapat digunakan untuk efek keratolitik yaitu akan
mengurangi ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan cara
melarutkan semen interseluler dan menyebabkan desintegrasi dan
pengelupasana kulit (Anief, 1997). Asam salisilat berkasiat fungisid
terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6% dalam salep. Disamping itu
zat ini berkasiat bakteriostatis lemah dan berdaya keratolitis, yaitu dapat
melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%. Asam salisilat
banyak digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur ringan.
Asam salisilat juga digunakan sebagai obat ampuh terhadap kutil kulit yang
berciri penebalan epidermis setempat dan disebabkan oleh infeksi virus
vapova(Tjay, 2007).

3.1.2 Farmakokinetik
Asam salisilat adalah asam organik sederhana dengan pKa
3,0.Aspirin (asam asetilsalisilat, ASA) memilikipKa 3,5. Natrium salisilat
dan aspirin sama-sama efektif antiinflamasiobat-obatan, meskipun aspirin
mungkin lebih efektif sebagai analgesik. Salisilatcepatdiserap dari perut dan
usus kecil bagian atas, menghasilkan tingkat plasma puncak salisilatdalam
waktu 1-2 jam. Aspirin diserap seperti dan cepat dihidrolisis (serum
setengah-hidup 15menit) menjadi asam asetat dan salisilat oleh aster dalam
jaringan dan darah. Seiring dengan meningkatnya aspirin, eliminasi salisilat
meningkat dari 3-5 jam (untuk 600 mg/d dosis) hingga 12-16 jam (dosis>
3,6 g/d).Alkalinisasi urin meningkatkan laju ekskresi salisilat bebas dan
yang larut dalam airkonjugasi (Bruntan, 2008).Sering kali asam salisilat ini

7
dikombinasi dengan asam benzoat (salep whitfield) dan belerang (sulfur
precipitatum) yang keduanya punya kerja fungistatis maupun bakteriostatis.
Bila dikombinasi dengan obat lain misalnya kortikosteroid, asam salisilat
meningkat penetrasinya ke dalam kulit. Tidak dapat dikombinasi dengan
sengoksida karena akan terbentuk garam seng salisilat yang tidak aktif
(Tjay, 2007).

3.1.3 Mekanisme kerja


Asam salisilat diserap dengan cepat dari kulit terutama ketika
diterapkan dalam linimenta berminyakatau salep.Volume distribusi dosis
biasa rata-rata aspirin adalah 170 mL/kg berat badan, padadosis terapi yang
tinggi, volume ini meningkat menjadi 500 mL/kg karena ikatan jenuh pada
protein plasma. Aspirin dapat dideteksi dalam plasma hanya untuk waktu
yang singkat sebagai akibat darihidrolisis dalam plasma, hati, dan
eritrosit.Sekitar 80-90% dari salisilat dalam plasma terikat dengan protein
terutama albumin, pada konsentasi klinis, proporsi dari total yang terikat
menurun seiring dengan menigkatnya konsentrasi plasma (Bruntan, 2008).

3.1.4 Peringatan dan Perhatian


Sediaan asam salisilat harus tidak digunakan untuk pengobatan
bayi kecil atau kulit terkelupas yang luas karena dapat terjadi absorbsi
perkutan dan mengakibatkan salisilisme (Arvin, 2000). Asam salisilat dapat
menimbulkan gangguan saraf tepi, pada pasien diabetes rentan terhadap
ulkus neuropati, hindari kontak dengan mata, mulut, area kelamin dan anus,
dan selaput lendir, hindari penggunaan pada area yang luas. Asam salisilat
dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mukosa serta menghancurkan sel-
sel epitel (Bruntan, 2008).

3.1.5 Efek Samping


Dapat menyebabkan iritasi, rasa panas pada kulit.

8
3.1.6 Kontra Indikasi
Jangan digunakan pada luka eksim, dan luka pada mata.
3.1.7 Interaksi Obat
Tidak ditemukan interaksi obat yang signifikan namun dihindari
penggunaan bersama obat topikal lainnya.
3.1.8 Penyimpanan
Disimpan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979).

3.2 Sifat Fisika Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan


3.2.1 Bahan Obat
3.2.1.1 Asam Salisilat

Gambar 1. Struktur Kimia Asam Salisilat

Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak


lebih dari 101,0% C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Pemeriaan : Hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau
serbuk hablur halus putih; rasa agak manis, tajam dan
stabil diudara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak
berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat
berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau
lemah mirip mentol.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzena; mudah larut
dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air mendidih;
agak sukar larut dalam kloroform.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

9
Kegunaan : Bahan aktif, anti fungi
(Depkes RI, 1979)

3.2.2 Bahan Tambahan


3.2.2.1 Asam Stearat

Gambar 2. Struktur Kimia Asam Stearat (Rowe, et al., 2009).


Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang
diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat,
C18H36O2 dan asam heksadekanoat C16H32O2.
Pemerian : Zat padat keras mengkilat susunan hablur; putih
atau kuning pucat; mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20
bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform
P dan dalam 3 bagian eter P.
Suhu lebur : Tidak kurang dari 54°.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat tambahan(emulgator) (Depkes RI, 1979).
Stabilitas :Asam stearat merupakan bahan stabil ; antioksi
dan juga dapat ditambahkan kedalamnya.
Inkompatibilitas: Asam stearat tidak kompatibel dengan logam
hidroksida dan mungkin tidak kompatibel dengan
basa, bahan pereduksi, danoksidator.

(Rowe et al, 2003)

10
3.2.2.2 Gliserin (C3H8O3)

Gambar 3. Struktur Kimia Glycerin (Rowe, et al., 2009).


Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari
101,0 % C3H8O3. BM : 92,10.
Pemerian : Cairan seperti sirup; jernih; tidak berwarna; tidak
berbau; manis diikuti rasa hangat. Higroskopis. Jika
disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentuk masa hablur tidak berwarna dan
tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang
20oC.
Kelarutan : Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) P;
praktis tidak larut dalam kloroform P dalam eter P dan
dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Zat tambahan (pelembab)
(Depkes RI, 1979)

3.2.2.3 Purified water (Air suling)


Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
BM : 18,02
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : sebagai fase air
(Depkes RI, 1979)

11
3.2.2.4 Metylparaben (C8H8O3)

Gambar 4. Struktur Kimia Methyl Paraben (Rowe, et al., 2009).

Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna, atau serbuk hablur putih,


tidak berbauatau berbau khas lemah, mempunyai
sedikit rasa yang terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam
karbon terklorida, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter.
Kegunaan : Pengawet (konsentrasi untuk sediaan topikal adalah
0,02-0,3%)

(Rowe, et al., 2003)


3.2.2.5 Setil alcohol

Gambar 5. Struktur Kimia Cetyl Alcohol (Rowe, et al., 2009).

Pemerian : Berupa serpihan putih atau granul seperti lilin,


berminyak, memiliki bau dan rasa yang khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutannya
meningkat dengan peningkatan suhu, tidak larut
dalam air. HLB setil alkohol yaitu 15.

12
Kegunaan : Sebagai emulsifying agent, stiffening agent, dan
coating agent. Dalam sediaan losio, krim, dan salep
biasa digunakan sebagai emolien dan
emulsifyingagent dengan konsentrasi antara 2-5%.
Setil alkohol dapat meningkatkan konsistensi emulsi
W/O dengan konsentrasi 2-10%, dan meningkatkan
stabilitas semisolid.

3.2.2.6 Trietanolamina (TEA)

Gambar 6. Struktur Kimia Triethanolamin (Rowe, et al., 2009).

Pemerian : Cairan agak higroskopis, kental, tidak berwarna


sampai kuning muda; bau amoniak.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; larut
dalam kloroform.
Kegunaan : pengatur pH, surfaktan.

3.2.2.7 Propil paraben

Gambar 7. Struktur Kimia Propyl Paraben (Rowe, et al., 2009).

Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna

13
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam
etanol, dan dalam eter; sukar larut dalam air
mendidih.
Kegunaan : zat pengawet

3.3 Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemakaian


Bentuk sediaan yang akan di buat adalah krim (cream). Krim adalah bentuk
sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depker RI, 1995). Krim adalah
sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60%
air, dimaksudkan untuk pemakaian luar (Anief, 1997).
Asam salisilat merupakan agen keratolitik yang efektif dan dapat
dicampurkan ke dalam berbagai zat pembawa dalam konsentrasi sampai 6% untuk
digunakan dua sampai tiga kali sehari (Arvin, 2000). Krim merupakan obat luar
sehingga penggunaannya tanpa menggunakan dosis tertentu. Cara pemakaiannya
adalah dengan cara dioleskan pada permukaan kulit yang akan diobati.

14
BAB III
FORMULA KERJA

3.1 Formula yang digunakan


No. Ingredients Quantity
A.1 Salicylic acid 6.00
2 Stearic acid 15.00
3 Cetyl alcohol 0.50
B.4 Glycerin 5.00
5 Trietanolamin (TEA) 1.00
6 Propyl paraben 0.05
7 Methyl paraben 0.10
8 Purified water 73.25
Total 100.00

3.2 Penimbangan Bahan


Sediaan krim akan dibuat sebanyak 50 gr dan 100 gr, jadi jumlah
masing-masing bahan yang diambil adalah:
Untuk massa krim yang dibuat = 50 gr
6
 Massa asam salisilat = 100 × 50 gr =3 gr
15
 Massa asam stearat = 100 × 50 gr = 7,5 gr
0,5
 Massa setil alcohol = 100 × 50 gr = 0.25 gr
5
 Massa gliserin = 100 × 50 gr = 2,5 gr
1
 Massa trietanolamin = 100 × 50 gr = 0,5 gr
0,05
 Massa propel paraben = × 50 gr = 0,025gr
100
0,1
 Massa metal paraben = 100 × 50 gr = 0,05 gr
73,25
 Air suling = 100 × 50 gr = 36, 625gr = 36,625 mL

15
Untuk massa krim yang dibuat = 100 gr
6
 Massa asam salisilat = 100 × 100 gr = 6 gr
15
 Massa asam stearat = 100 × 100 gr = 15 gr
0,5
 Massa setil alcohol = 100 × 100 gr = 0.5 gr
5
 Massa gliserin = 100 × 100 gr = 5 gr
1
 Massa trietanolamin = 100 × 100 gr = 1 gr
0,05
 Massa propel paraben = × 100 gr = 0,05 gr
100
0,1
 Massa metal paraben = 100 × 100 gr = 0,1 gr
73,25
 Air suling = × 100 gr = 73,25 gr = 73,25 mL
100

16
BAB IV
ALAT DAN BAHAN

4.1 Alat
 Beaker glass pyrex
 Gelas ukur pyrex
 Sendok tanduk
 Sudip
 Pot cream
 Penangas air
 Cawan petri
 Batang pengaduk
 Timbangan analitik merck Adam Avanta
 Termometer
 Kertas perkamen
 Mortar dan stamper

4.2 Bahan
 Asam salisilat
 Asam stearat
 Gliserin
 Propil paraben
 Metal paraben
 Trietanolamin (TEA)
 Setil alkohol
 Air suling

17
BAB V
PROSEDUR KERJA

5.1 Pembuatan Krim Asam Salisilat

Asam salisilat, setil alcohol, asam stearat, gliserin, propel paraben,


metal paraben, trietanolamin dan purified water

Ditimbang masing-masing sesuai dengan


formula yang diajukan

Asam stearat dan setil alcohol (fase minyak)

Dicampur dalam cawan porselen, dilebur


bersama diatas penangas air pada suhu 700 C

Leburan fase minyak

Gliserin, trietanolamin dan akuades (fase air)

Dicampur, dipanaskan pada suhu 700 C

Fase air

Ditambahkan perlahan kedalam fase minyak,


dilakukan pengadukan yang konstan

Basis krim

18
Asam salisilat (zat aktif)

Ditambahkan sedikit demi desikit ke basis,


diaduk konstan ad homogen

Campuran homogen (basis dan zat aktif)

Propil paraben dan metal paraben (pengawet)

Ditambahkan pada campuran setelah suhu


400 C, diaduk hingga homogen

Krim asam salisilat

Dimasukkan kedalam pot, diberi etiket dan


brosur dimasukkan kedalam kemasan
sekunder
Krim asam salisilat dalam kemasan sekunder

5.2 Evaluasi Sediaan Krim Asam Salisilat


6.2.1 Uji Organoleptis

Krim asam salisilat

Diamati warna krim, Diamati bentuk dan


tekstur krim, serta baunya

Data uji organoleptis

19
6.2.2 Uji Homogenitas

Krim asam salisilat

Diambil sedikit, dioleskan pada gelas obyek

Krim asam salisilat dalam gels obyek

Diamati dibawah mikroskop, diamati


homogenitasnya (bentuk yang terlihat di
mikroskop

Data uji homogenitas

6.2.3 Uji Daya Rekat

0,25 gram krim asam salisilat

Diletakkan diatas 3 obyek gelas, masing-


masing diberi beban 5 kg, dibiarkan selama
5 menit
Krim asam salisilat dalam obyek gelas

Dipasangkan pada alat uji

Krim asam salisilat pada alat uji

Diberi beban 80 kg, dicatat waktu


pelepasannya dari gelas obyek (daya
rekatnya)

Data uji daya rekat

20
6.2.4 Uji Daya Sebar

0,5gram krim asam salisilat

Diletakkan dengan hati-hati diatas kertas


grafik yang dilapisi kaca transparan, tutup
dengan kaca kembali , dibiarkan sesaat ( 15
detik)
Sebaran krim 1

Dihitung luas daerah sebar


Ditutup dengan kaca transparan
Ditambahkan beban tertentu (1, 2 dan 5 g)
Dibiarkan selama 60 detik

Sebaran krim 2

Dihitung pertambahan luas daerah sebar


krim

Data uji daya sebar

21
BAB VI
HASIL PRAKTIKUM
6.1 Hasil Pengamatan
6.1.1 Uji Organoleptis

Batch Bau Warna Bentuk/tekstur


1 Tengik Putih Lembut

6.1.2 Uji Homogenitas


(Data Terlampir)
6.1.3 Uji Daya Lekat
Batch 1
Beban Waktu I Waktu II Waktu III
80 gram 2 detik 1 detik 1 detik

6.1.4 Uji Daya Sebar


Batch Beban Diameter I Diameter II Diameter D rata-
III rata
1 - 5 cm 5 cm 5,5 cm 5,16 cm
1 mg 5,3 cm 5,3 cm 5,7 cm 5,43 cm
2 mg 5,5 cm 5,5 cm 5,9 cm 5,63 cm
5 mg 5,8 cm 5,6 cm 6,0 cm 5,8 cm

6.1.5 Pengukuran pH
Batch pH
1 6,73

22
BAB VII
PEMBAHASAN HASIL

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan membuat formulasi sediaan


krim asam salisilat, cara pembuatan sediaan krim asam salisilat serta melakukan
evaluasi terhadap krim asam salisilat tersebut. Krim adalah sediaan setengah padat
berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, yang dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Keuntungan penggunaan krim adalah umumnya mudah
menyebar rata pada permukaan kulit serta mudah dicuci dengan air (Ansel,
2005).
Pada praktikum kali ini, dibuat tiga buah sediaan farmasi dalam bentuk
krim, dua sediaan krim dibuat sebanyak 50 gram untuk dikumpul dan tiga sediaan
lainnya dibuat sebanyak 100 gram untuk diuji. Bahan yang digunakan dalam
formulasi krim asam salisilat ini adalah asam salisilat, asam stearat, setil alkohol,
Gliserin, Propyl Paraben, Methyl Paraben, Triethanolamine, dan aquadest. Asam
salisilat yang berfungsi sebagai zat aktif dalam sediaan krim ini memiliki efek
keratolitik dan digunakan secara topikal untuk pengobatan penyakit kulit. Asam
salisilat memiliki sifat fungisida dan digunakan secara topikal pada pengobatan
infeksi jamur kulit.
Asam salisilat digunakan sebanyak 6% pada formulasi ini karena krim yang
akan dibuat diindikasikan sebagai antifungi. Asam stearat dan setil alkohol
berfungsi sebagai pengemulsi. Dalam sediaan krim ini asam stearat dan setil
alkohol digunakan sebagai basis krim (fase minyak). Penggunaan setil alkohol
sebagai agen pengemulsi adalah 2-5 % (Anggraini, 2008). Gliserin berfungsi
sebagai emolien, solven atau kosolven dalam emulsi krim. Penggunaan gliserin
dalam sediaan topikal sebagai emolien ataupun humektan adalah ≤ 30% (Rowe, et
al., 2003). Trietanolamin (TEA) juga berfungsi sebagai pengemulsi. Metil
paraben dan propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet untuk mencegah
tumbuhnya mikroba dalam sediaan krim. Bahan pengawet antara metil paraben
dan propil paraben dikombinasikan karena aktivitas antimikroba propil paraben
dapat meningkat bila dikombinasikan dengan golongan paraben lainnya (Rowe, et

23
al., 2009). Selain itu penambahan metil paraben dapat meningkatkan kepolaran
propel paraben, sehingga zat pengawet dapat bercampur ke dalam krim yang
bertipe o/w.
Praktikum diawali dengan penimbangan dan pengukuran bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan krim asam salisilat. Selanjutnya fase minyak
yang terdiri dari setil alkohol dan asam stearat di dalam cawan petri serta fase air
yang terdiri dari TEA, air dan gliserin di dalam gelas beker dilebur secara
bersamaan diatas penangas air dengan suhu 70oC. Selanjutnya diaduk konstan
dengan magnetic stirrer hingga terbentuk fase air dan fase minyak yang homogen.
Pengadukan konstan bertujuan agar campuran dapat tercampur homogen.
Setelah fase minyak melebur sempurna, kemudian dituangkan ke dalam
mortir. Kemudian fase air ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak
yang telah diletakkan di dalam mortir. Selanjutnya diaduk secara konstan hingga
terbentuk emulsi. Ketika suhu campuran kira-kira sudah mencapai 40oC,
selanjutnya asam salisilat sebagai zat aktif yang sebelumnya sudah digerus
dimasukkan secara perlahan-lahan ke dalam campuran fase minyak dan fase air
dengan metode lavigasi setelah konsistensi krim mulai mengeras atau memadat.
Kemudian diaduk konstan hingga membentuk emulsi yang stabil.
Penambahan asam salisilat dilakukan dengan metode levigasi karena asam
salisilat sukar larut dalam air, sehingga dengan metode ini diharapkan dapat
melarutkan asam salisilat dalam basis krim yang bertipe o/w. Namun saat
penambahan asam salisilat dalam praktikum ini basis yang terbentuk pecah
kembali menjadi fase minyak dan fase air, sehingga gagal membentuk krim. Hal
ini bisa disebabkan karena kurang tepatnya metode levigasi yang dilakukan.
Metode levigasi harus dilakukan dengan penambahan zat sedikit demi sedikit
dengan pengadukan yang konstan. Selain itu, pada formula zat pengemulsi
triethanolamin yang digunakan terlalu sedikit yaitu 1%, padahal menurut teori
jumlah triethanolamin yang biasanya digunakan dalam emulsifikasi adalah 2- 4%
v/v triethanolamin (Rowe, et al., 2009). Dalam pembuatan krim tipe o/w ini
tentunya pengemulsi fase air sangat memiliki peranan penting dalam
pembentukan basis yang baik.

24
Hal ini terjadi sebanyak 2 kali. Hal inilah yang menyebabkan praktikan
tidak bisa membuat dua sediaan lainnya yang akan digunakan untuk pengujian.
Pada pembuatan yang ketiga praktikan memanaskan fase minyak dan fase air
secara bersamaan, dengan suhu dan tempat yang sama. Setelah fase minyak dan
fase air tercampur, kemudian diaduk secara cepat dan konstan hingga terbentuk
emulsi, dijaga agar campuran tidak terlalu dingin, selanjutnya asam salisilat
dimasukkan ke dalam campuran secara perlahan-lahan. Hingga akhirnya terbentuk
emulsi yang stabil. Setelah zat aktif terdispersi dalam basis krim, kemudian
ditambahkan zat pengawet berupa propil paraben dan metil paraben sedikit demi
sedikit pada suhu 40oC sambil diaduk hingga homogen. Krim asam salisilat
kemudian dimasukkan ke dalam tempat krim, diberi etiket dan dimasukkan ke
dalam kemasan kotak. Krim harus disimpan pada tempat yang sejuk dan terhindar
dari sinar matahari. karena suhu, kelembaban dan tempat penyimpanan krim akan
mempengaruhi sifat fisikokimia zat yang terkandung dalam krim dan dapat
menyebabkan krim menjadi tidak stabil. Sediaan krim dapat menjadi rusak bila
sistem campurannya Setelah zat aktif terdispersi dalam basis krim, kemudian
ditambahkan zat pengawet berupa propil paraben dan metil paraben sedikit demi
sedikit pada suhu 40oC sambil diaduk hingga homogen. Krim asam salisilat
kemudian dimasukkan kedalam wadah pot, diberi etiket dan dimasukkan dalam
kemasan kotak. Krim harus disimpan pada tempat yang sejuk dan terhindar dari
sinar matahari karena tingginya suhu akan mempengaruhi sifat fisikokimia zat
yang terkandung dalam krim dan menyebabkan krim menjadi tidak stabil. Sediaan
krim dapat menjadi rusak bila sistem campurannya terganggu (Anief, 1997).
Selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan krim. Evaluasi yang dilakukan
adalah uji organoleptis, uji homogenitas, uji daya sebar, uji daya lekat dan uji pH.
Uji viskositas pada sediaan krim tidak dilakukan karena keterbatasan waktu
praktikum. Uji organoleptis menunjukkan bahwa satu batch krim yang diuji
memiliki organoleptis yaitu berwarna putih, berbentuk semisolid (lembut) dan
baunya sedikit tengik. Bau tengik ini disebabkan karena konsentrasi pengawet
yang sedikit dan kurang homogen saat pengadukan. Selain itu dapat pula

25
disebabkan karena suhu tempat penyimpanan yang kurang sejuk sehingga
menyebabkan krim kurang stabil.
Uji homogenitas dilakukan secara mikroskopik menggunakan mikroskop
cahaya. Uji homogenitas ini menunjukkan bahwa sediaan krim yang dibuat tidak
homogen, karena masih terlihat ada gelembung-gelembung air dan udara serta
sedikit partikel. Ketidakhomogenan ini terjadi akibat proses pengadukan yang
kurang konstan. Selanjutnya dilakukan uji daya sebar. Uji daya sebar ini
dilakukan dengan meletakkan 0,5 gram krim diatas kertas grafik yang dilapisi
oleh kaca bening. Kertas grafik ini berfungsi untuk mempermudah dalam
pengukuran diameter krim yang tersebar. Dalam uji daya sebar, dilakukan 3 kali
agar dapat dilihat presisi dari hasil yang diperoleh. Dari hasil uji dapat dilihat
penambahan diameter sebar rata-rata pada batch 1 setelah penambahan beban
sebesar 1 gram adalah 5,3 cm dengan penambahan beban 2 gram adalah 5,5 cm
sedangkan dengan beban 5 gram adalah 5,8 cm. Dari hasil tersebut diketahui
bahwa pada batch 1 penambahan diameter sebar terbesar diperoleh dari
penambahan beban seberat 5 gram. Perbedaan hasil ini dapat terjadi karena
pengukuran diameter dilakukan secara manual dengan menggunakan penggaris,
sehingga diperlukan ketelitian untuk memperoleh hasil yang baik. Secara umum
semakin bertambahnya beban maka diameter sebarnya akan semakin besar. Pada
uji daya sebar ini diketahui bahwa krim yang diberikan beban 1 mg memiliki daya
sebar paling rendah. Hal ini dilihat dari kecilnya penambahan diameter yang
terjadi.
Uji daya lekat dilakukan dengan meletakkan 0,25 gram krim pada 2 buah
kaca objek. Diberi beban 1 kg selama 5 menit agar krim dapat menempel pada
kaca objek. Kemudian beban diangkat. Lempeng kaca yang berisi krim
dipasangkan pada alat uji. Diberi beban 80 gram. Dicatat waktu pelepasan krim
pada gelas objek. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Waktu rata-rata yang
diperoleh pada pengujian pertama adalah 2 detik, pada pengujian kedua adalah 1
detik dan pada penguyjian ketiga adalah 1 detik. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa krim pada pengujian pertama memiliki daya lekat paling tinggi. Semakin
tinggi daya lekat maka waktu pelepasan krim dari kaca akan semakin lama. Uji

26
evaluasi yang terakhir adalah uji pengukuran pH. Uji pengukuran pH dilakukan
dengan menggunakan pH meter. Hasil uji menunjukkan bahwa krim yang dibuat
memiliki pH 6,73. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan krim yang dibuat dapat
diaplikasikan sebagai sediaan topikal, karena masih dalam rentang pH normal
yang sesuai untuk kulit.

27
BAB VIII
KESIMPULAN

8.1 Formulasi yang digunakan untuk membuat krim asam salisilat pada praktikum
ini adalah :
No. Ingredients Quantity
A.1 Salicylic acid 6.00
2 Stearic acid 15.00
3 Cetyl alcohol 0.50
B.4 Glycerin 5.00
5 Trietanolamin (TEA) 1.00
6 Propyl paraben 0.05
7 Methyl paraben 0.10
8 Purified water 73.25
Total 100.00

8.2 Krim dibuat dengan melebur fase minyak yang terdiri dari setil alkohol dan
asam stearat di dalam cawan petri serta fase air yang terdiri dari TEA, air dan
gliserin di dalam gelas beker dilebur secara bersamaan diatas penangas air
dengan suhu 70oC. Kemudian fase air ditambahkan sedikit demi sedikit ke
dalam fase minyak yang telah diletakkan di dalam mortir. Selanjutnya diaduk
secara konstan hingga terbentuk emulsi. Ketika suhu campuran kira-kira sudah
mencapai 40oC, selanjutnya asam salisilat sebagai zat aktif yang sebelumnya
sudah digerus dimasukkan secara perlahan-lahan hingga terbentuk emulsi
yang stabil.
8.3 Krim asam salisilat yang dihasilkan memiliki organoleptis yaitu tidak berbau,
berwarna putih, berbentuk semisolid, berbau agak tengik serta kurang
homogen. Pada uji daya sebar pada diketahui bahwa penambahan diameter
sebar terbesar diperoleh dari penambahan beban seberat 5 gram. Hal ini dilihat
dari besarnya penambahan diameter yang terjadi. Dari uji daya lekat diketahui

28
bahwa pada pengujian pertama sediaan krim memiliki daya lekat paling
tinggi. Dan pH krim yang diperoleh adalah 6,73.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, C.A. 2008. Pengaruh Bentuk Sediaan Krim, Gel dan Salep terhadap
Penetrasi Aminofilin sebagai Anti Selulit secara In Vitro Menggunakan
Sel Difusi Franz. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia : Depok

Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press

Anonim. 2010. Tinjauan Pustaka. Available at: http://repository.usu. ac.id/ bitstre


am/123456789/26573/4/Chapter%20II.pdf (Last opened: 18 Oktober
2012)

Ansel C. Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta. UI Press.

Arvin, B.K. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Ed.5 Vol.3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Bruntan, Laurence, Keith P, dkk. 2008. Goodman and Gillman’s Manual of


Pharmacology and Therapeutic. New York: Mc Graw Hill Medical

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia

Lachman,L., Herbert A.L., and Joseph L.K, 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri ed. 3, UI Press, Jakarta

McEvoy, G.K. 2002. AHFS Drug Information. American Society of Health-


System Pharmacistsm,Inc: USA

Nurtjahja, Kiki., Dwi Suryanto dan Lavarina Winda. 2006. Identifikasi Jenis dan
Jumlah Bakteri Pada Pasien Mikosis Kulit vol.1, No 1, hlm.1-2 ISSN
1907-5537. Medan: Departemen Biologi, FMIPA Universitas Sumatera
Utara

Padmadisastra, Yudi dkk. 2007. Formulasi Sediaan Krim Antikeloidal yang


Mengandung Ekstrak Terfasilitasi Panas Microwave dari Herba Pegagan
(Centella asiatica (l.) urban). Cited 2010 September 30. Available at
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/06/makalah_formulasi
_sed_salep_akeloidal_mic_oven_2007.pdf

30
Purushothamrao K, Khaliq K., Sagare P., Patil S. K., Kharat S. S., Alpana.K.
2010. Formulation and evaluation of vanishing cream for scalp psoriasis.
Cited 2010 September 2010. Available at
http://www.ijpst.com/files/IJPST-Vol-4,I-Art-3--2010.pdf

Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook of Pharmaceutical


Exipients. London: Pharmaceutical Press

Tjay, T.H. 2007. Obat-obat Penting Edisi ke Enam. Jakarta: Elex Media
Komputindo

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press: Yogyakarta

31
LAMPIRAN

Etiket Kemasan Sediaan Krim

Kemasan Sekunder

32
Brosur

Fungikill®

Netto 50 gram

mengandung 3 gram asam salisilat

Komposisi :

Dalam 30 gram mengandung

Asam salisilat ……………………………… 3 gram

Mekanisme kerja:

Asam Salisilat diserap dengan cepat dari


kulit terutama ketika diterapkan dalam
linimenta berminyakatau salep. Sekitar 80-
90% dari salisilat dalam plasma terikat
dengan protein terutama albumin, pada
konsentasi klinis, proporsi dari total yang
terikat menurun seiring dengan menigkatnya
konsentrasi plasma.

Indikasi:
33
Asam salisilat digunakan sebagai anti fungi,
dermatofitosis dan mikosis pada kulit.

Anda mungkin juga menyukai