Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM IV

PENYAKIT ASMA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi asma
2. Mengetahui fatopisiologi asma
3. Mengetahui klasifikasi asma
4. Mengetahui tatalaksana asma (Farmakologi & Non-Farmakologi)
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait asma secara mandiri dengan menggunakan metode
SOAP

II. DASAR TEORI


2.1 Definisi Asma
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai dengan
peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus dan sumbatan saluran napas yang
bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai (Depkes, 2007).
Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada
National Institute of Health (NIH) Amerika, asma didefinisikan sebagai penyakit
inflamasi kronik pada paru yang dicirikan oleh obstruksi salurannapas yang bersifat
reversibel, inflamasi jalan napas, peningkatan respon jalannapas terhadap berbagai
rangsangan (Ikawati, 2006).
2.2 Patogenesis Asma
Asma merupakan peradangan kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel.
Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain yang berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi ada pada berbagai
derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.Inflamasi dapat
ditemukan pada berbagai bentuk seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan
asma yang dicetuskan aspirin. (Dipiro, 2008)

1
1. Inflamasi Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh faktor lain antara lain alergen,
virus, iritan yang dapat memicu respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi
asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe cepat.
a. Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan dipindahkan pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi ini mengeluarkan mediator seperti
histamin, protease dan mediator baru seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF
yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan
vasodilatasi.
b. Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4 +, neutrofil dan makrofag
2. Inflamasi Kronik
Berbagai sel yang digunakan dan teraktivasi pada inflamasi kronik.Sel ini
adalah limfosit T, cosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos
bronkus.(Dipiro, 2008)
2.3 Klasifikasi Asma
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara.Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan.

Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan berat penyakit

2
2.4 Manifestasi Klinik
1. Asma Kronik
Asma klasik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan bengek, tapi
gambaran klinik asma beragam.Tanda-tandannya termasuk bunyi saat ekspirassi
dengan pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang berulang, atau tanda atopsi.
2. Asma Parah Akut
Asma yang tidak terkontrol dapat berubah menjadi akut di mana inflamasi edema
alan udara, akumulasi mucus berlebihan, dan bronkospasmus parah menyebabkan
penyempitan alan udara yang erius yang tidak responsive terhadap terapi
bronchodilator biasa. Pasien mungkin mengalami kecemasan dan mengeluhkan
dispnea parah, nafas pendek, sempit dada, atau rasa terbakar.Mereka mungkin
hanya dapat mengatakan beberapa kata dalam satu nafas.

2.5 Gejala Asma


Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan. Gejala awal berupa:
a) Batuk terutama pada malam atau dini hari
b) Sesak napas
c) Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
d) Rasa berat di dada
e) Dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang
termasuk gejala yang berat adalah:
a) Serangan batuk yang hebat
b) Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c) Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d) Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
e) Kesadaran menurun.

3
2.6 Tatalaksana Terapi Asma
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita dapat hidup normal tanpa tantangan
dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk olahraga
5. Menghindari efek samping obat
6. Mnecegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma

A. Terapi farmakologi
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.
Terbagi dalam 2 golongan :
1. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Mekanisme Kerja :
a. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya
vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
b. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas
dan irama jantung.
c. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens
mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Indikasi :
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol)
digunakan, bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang
terhadap gejala yang timbul pada malam hari.Obat golongan ini juga
dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan
fisik.Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin)

4
adalah terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang
diinduksi oleh latihan fisik.
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler).
Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan
Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts
Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang
sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

2. Xantin
Mekanisme Kerja :
Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan
merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal,
merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung,
menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus.
Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan.Aminofilin mempunyai efek
kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu
menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan
penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.
Indikasi :
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan
bronkospasma reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema.
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)

5
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan
asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena
sering merangsang lambung bentuk tablet atausirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu
hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
 Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma.Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat
setelah pemakaian satu bulan.
 Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari.Keuntungnan obat ini adalah dapat
diberika secara oral.
Secara mekanisme kerjanya, penggolongan obat asma dapat terbagi menjadi :
1. Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik
Merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma yang
terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh
olahraga.Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-
adrenergik.
Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik (misalnya
adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah,
sakit kepala dan tremor (gemetar) otot.
Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2 adrenergik (yang
terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek

6
samping terhadap organ lainnya.Bronkodilator ini (misalnya albuterol),
menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang
bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam
mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara
bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan
terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara
terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang bisa
menyebabkan:
a. Gangguan proses penyembuhan luka
b. Terhambatnya pertumbuhan anak-anak
c. Hilangnya kalsium dari tulang
d. Perdarahan lambung
e. Peningkatan kadar gula darah
f. Penambahan berat badan
g. Kelainan mental
Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk
mengurangi serangan penyakit asma yang berat.Kortikosteroid per-oral (ditelan)
diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat
mengendalikan gejala penyakit asma.
Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler kortikosteroid
karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak
dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.
3. Cromolin dan Nedocromil
Kedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari
sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran
udara.Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk
mengobati serangan.

7
Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma karena
olah raga.Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara
teratur meskipun penderita bebas gejala.
4. Obat Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan
lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin.Lebih jauh lagi, obat ini
akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah
mengkonsumsi agonis reseptor beta 2-adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin
dan ipratropium bromida.
5. Pengubah Leukotrien
a. Merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan penyakit asma. Obat
ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh
tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya
montelucas, zafirlucas dan zileuton (Sudoyo, dkk. 2006.), (Robbins, dkk. 1999).
Pengobatan Untuk Serangan Penyakit Asma Akut.
Suatu serangan penyakit asma harus mendapatkan pengobatan sesegera
mungkin untuk membuka saluran pernafasan.Obat yang digunakan untuk
mencegah juga digunakan untuk mengobati penyakit asma, tetapi dalam dosis
yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.
Agonis reseptor beta-2 adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat
hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat).Nebulizer
mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat,
sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.
Pengobatan penyakit asma juga bisa dilakukan dengan memberikan
suntikan epinefrin atau terbutalin di bawah kulit dan aminofilin melalui infus
intravena.Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan
perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan kortikosteroid,
biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah).
Pada serangan penyakit asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya
rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi, mungkin

8
perlu diberikan cairan intravena.Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik.
Selama suatu serangan penyakit asma yang berat, dilakukan:
b. Pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
c. Pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow
meter)
d. Pemeriksaan ronggan dada (Sudoyo, dkk. 2006.), (Robbins, dkk. 1999).
Pengobatan Penyakit Asma Jangka Panjang
Inhalasi adalah suatu cara penggunaan adrenergik dan kortikosteroid yang
memberikan beberapa keuntungan dibandingkan pengobatan oral. Salah satu
pengobatan penyakit asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung
agonis reseptor beta-2 adrenergik.Efek yang lebih cepat, dosis jauh lebih renda
dan tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek samping lebih
ringan.Dalam sediaan inhalasi, obat dihisap sebagai aerosol atau sebagai serbuk
halus.Inheler digunakan 3-4 kali sehari 2 semprotan, sebaiknya pada saat
tertentu seperti sebelum atau sesudah mengeluarkan tenaga, setelah bersentuhan
dengan zat-zat yang merangsang asma dan saat sesak ditengah malam atau pagi
hari.Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya
gangguan irama jantung.
Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1
bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler
kortikosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap,
terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan teofilin per-oral (Robbins,
dkk, 1999 ).

B. Terapi Non Farmakologi Asma


1. Akupuntur dapat digunakan untuk pengobatan asma dengan mengetahui titik-titik
akupuntur yang menyalurkan energi untuk memperbaikiketidakseimbangan pada
tubuh. Di negera barat, ada sebagian praktisi akupuntur memadukan konsep
pemikiran tersebut berdasarkan hubungan fisiologi serta anatomi saraf-saraf
perifer tubuh. Konsep yang sering digunakan adalah mencari trigger points, yaitu
titik-titik tertentu di dalam tubuh yang meningkatkan sensitivitas dalam suatu otot

9
tertentu. Saat ini WHO atau badan kesehatan dunia telah mengakui penggunaan
terapi akupuntur untuk mengobati penyakit . Penyakit yang dapat diatasi seperti
ketergantungan obat, nyeri kepala, nyeri menstruasi, nyeri otot, fibromialgia dan
asma ( Sri nilawati, dkk, 2008,125), akupresur, refleksologi, aromaterapi,
meditasi dan yoga (Vita Health, 2005, 125).

2. Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam
penatalaksanaan asma.
Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan
pola penyakit asma sendiri)
b. Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)
c. Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
d. Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma
Bentuk pemberian edukasi
a. Komunikasi/nasehat saat berobat
b. Ceramah
c. Latihan/training
d. Diskusi
e. Tukar menukar informasi (sharing of information group)
f. Film/video presentasi
g. Leaflet, brosur, buku bacaan
h. dll
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya
meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap
tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya kegiatan
tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien

10
2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan
yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila mungkin
kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru).
3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien,
sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret.
6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama
dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7. Mengajak keterlibatan keluarga.
Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosial
ekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma
3. Pengukuran peak flow meter
Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran
Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :
 Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan
oleh pasien di rumah.
 Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
 Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten
usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah
sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal
berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu
pengobatan seperti :
 Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
 Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan
baik
 Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau
penghentian obat
 Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD
4. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

11
5. Pemberian oksigen
6. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
7. Kontrol secara teratur
8. Pola hidup sehat dapat dilakukan dengan :
- Penghentian merokok
- Menghindari kegemukan
Kegiatan fisik misalnya senam asma (Depkes, 2007, 16-19).
- Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah
sangat sesak, biarlah dai menghirup uap air tiga kali sehari.
- Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah
kompres lembab di atas dada sepanjang malam sambil menjaga
tubuhnya jangan sampai kedinginan.
- Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan latihan
pernapasan sesuai yang diajarkan tenaga medis serta stirahat yang
cukup.

12
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
 Form SOAP.
 Form Medication Record.
 Catatan Minum Obat.
 Kalkulator Scientific.
 Laptop dan koneksi internet.

3.2 Bahan
 Text Book
 Data nilai normal laboraturium.
 Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).

IV. STUDI KASUS


Pasien An. S, 8 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan batuk dan pilek tanpa demam. 1
hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan batuk semakin sering terutama pada malam hari
dan nafas berbunyi ngik-ngik disertai sesak berat badan pasien 19 kg dan tinggi badan 100
cm. pasien didiagnosis asma dan mendapat terapi intrizin syr 1 x 10 ml dan singulair
sachet 1 x 1

13

Anda mungkin juga menyukai