Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA RINGAN

A. ANATOMI FISIOLOGI
Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,
loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
Sistem persarafan terdiri dari otak, medula spinalis, dan saraf perifer.
Struktur-struktur ini bertanggung jawab untuk kontrol dan koordinasi aktifitas sel
tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut melalui
serat-serat saraf dan jaras-jaras secara langsung dan terus menerus. Responnya
seketika sebagai hasil dari perubahan potensial elektrik, yang mentransmisikan
sinyal-sinyal.Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai
bentuk bervariasi.Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.Dalam
kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara
reseptor dan efektor.Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya
yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam
tubuh.Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap
rangsangan.Saraf merupakan sistem koordinasi pada tubuh kita.Sistem saraf
merupakan sistem kontrol tubuh yang memberitahukan bagian-bagian tubuh.Sistem
saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri
terutama dari jaringan saraf. Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang
berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan
koordinasi kegiatan tubuh

Fungsi sistem saraf yaitu :


1. Mendeteksi perubahan dan merasakan sensasi
2. Menghantarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Mengolah informasi sehingga dapat digunakan segera atau menyimpannya
untuk masa mendatang sehingga menjadi jelas artinya pada pikiran.
a. Otak
Dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, serebelum terdapat
tiga lapisan dalam otak yaitu: durameter, arakhnoid dan pirameter.
Durameter
Lapisan paling luar, menutup otak dan mendulla spinalis,sifatnya
liar,tebal dan tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu. Jika tekanan
dirongga otak meningkalt, jaringan tertekan kearah tentarium atau berpindah
kebawah, keadaan ini disebut herniasi.
Arakhoid
Membran bagian tengah yang bersifat tipis dan lembut, menyerupai
sarang laba-laba, oleh itu disebut arakhnoid, berwarna putih karena tidak dialairi
darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid yang bertanggung jawab
memproduksi cairan serebrosfinal (css). Pada usia dewasa normal css diproduksi
500 ml perhari, tetapi 150ml diabsorbsi oleh villi. Villi mengabsorbsi css juga
pada saat darah masuk kedalam sisem (akibat trauma, pecahnya aneurisma,
stroke dan lain-lain) dan yang mengakibatkan sumbatan. Bila villi arakhnoid
tersumbat dapat menyebabkan hidrosepalus.
Piameter
Membran yang paling dalam berupa dinding yang tipis, transparan yang
menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
1) Serebrum
Terdiri dari dua hemisfer yaitu substansia grisea terdapat pada bagian luar
dinding serebrum yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi
kortek serebri, nukleus dan basal gang lia. Substansia alba menutupi dinding
serebrum bagian dalam dan terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan
bagian-gabian otak dengan yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri (teten
sefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (ssp). Area inilah yang mengontrol
fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensia.
Lobus serebrum antara lin lobus frontal yang terletak pada fossa anterior.
Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri. Lobus parietal (lobus sensori). Area ini menginterprestasikan
sensasi, sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal
mengatur individu maupun mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran, ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
Lobus aksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggung jawab mengintepretasikan penglihatan
Dien sefalon
Fosa bagian tengah atau dien sefalon berisi talamus, hipotalamus dan
kelenjar hipofisis.
1) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktifitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua
impus memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom.
Mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan
suhu tubuh melalui peningkatan vasokontruksi atau vasodilatasi dan
mempengaruhi sekresi horonal dengan kelenjar hipofisis, sebagai pusat
lapar, mengontrol berat badan, mengatur tidur, tekanan darah, perilaku
agresif dan seksual dan respon emosional (malu, marah, depresi, panik
dan takut).
3) Kelenjar hipofisis
Hipofisis lobus anterior memproduksi hormon pertumbuhan, hormon
adrenakortikatropil (Acth), prolaktin, hormon perangsang tiroid (TSH),
Hormon folikel (FSH) dan luteinizing hormon (LH). Lobus posterior
berisi hormon antidiuretik (ADH) yang mengatur sekresi dan retensi
cairan pada ginjal. Dua syndrom yang sering muncul dihubungkan
dengan abnormalitas ADH adalah diabetes insipidus (DI) dan syndrom
ketidak tepatan ADH (SIADH)
Serabut syaraf dari semua bagian korteks membentuk bundel yang padat
yang disebut kapsul internal masuk pons dan medulla dengan masing-
masing bundel secara bersamaan menyilang ke posisi yang berlawanan.
Beberapa akson-akson ini membuat hubungan dengan akson-akson dari
serebelum, basal ganglia, talamus dan hipotalamus, beberapa akson lain
menyambung dengan sel-sel syaraf otak. Serabut-serabut syaraf lain dari
korteks dan pusat subkortikal melalui saluran pons dan medulla menuju
medulla spinalis.
2) Batang otak
Terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata, otak tengah
menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebelum. Bagian ini
berisi jalur sensorik dan morotik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan
penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan
medulla dan merupakan jembatan antara bagian serebelum, dan juga antara
medulla dan serebelum. Pons berisis jaras sensorik dan motorik.
Medulla oblongata meneruskan serabut-serbaut motorik dari otak ke
medulla spinalis dan serabur-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak.
Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan
dan tekanan darah dan sebagai asal usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
3) Serebelum
Terletak pada fossa pasterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan
durameter nentorium serebelum.
Serebelum mempunyai dua aksi yaitu
merangsang dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terhadap
koordinasi dan getaran halus.
Ditambah mengontrol getaran yang
benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.

b. Sirkulasi serebral
Otak memerlukan aliran darah sekitar 750 mL/mnt agar dapat berfungsi
penuh. Artei dan cabangnya di dalam otak menerima suplai darah dari arteri
karotis interna kanan dan kiri, pembuluh arteri karotis memasuki cranium
dibagian anterior pada setiap sisinya melalui basis kranii, kemudian bercabang
membentuk arteri serebri anterior dan media yang menyuplai bagian anterior dan
medial hemisfer serebri. Bagian posterior hemisfer serenri yang meliputi lobus
oksipitalis, batang otak dan serebrum mendapat supali darah dari dua buah arteri
vertebralis yang memasuki foramen magnum untuk membentuk arteri
basalis.Arteri basalis ini, kemudian bercabang membentuk dua buah arteri
serebri posterior.Arteri komunikan anterior dan posterior bergabung dengan dua
sirkulasiini membentuk lingkaran pembuluh darah yang disebut siklus
wilisi.Siklus ini memungkinkan pembentukan sirkulasi kolaterar jika terjadi
okulasi pembuluh darah serebral.Autoregulasi didalam arteriola serebral
memungkinkan distribusi aliran darah regional yang tepat pada bagian daerah
otak.Drainase darerah vena terjadi secara langsung dari jaringan otak melalui
pembuluh vena ke dalam sinus venosus yang berada diantara dua lapisan
durameter, selanjutnya mengalirkan darah vena ke vena jugularis eksterna.
c. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007.
diproduksi didalam pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat.
Sistem ventrikular dan subarakhnoid mengandung kira-kira 150 ml air, 15
sampai 25 ml dari CSS. Terdapat di masing-masing ventikel lateral. CSS
mengandung protein, glukosa dan klorida, juga mengandung immunoglobulin.
Secara normal CSS mempunyai sedikit sel-sel darah putih dan tidak
mengandung sel darah merah.
d. Medulla Spinalis
Penghubung otak dan saraf perifer,
seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45
cm dan menipis pada jari-jari.
Saraf-saraf Spinal medula Spinalis,
tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen
Servikal , 12 segmen Torakal, 5 Lumbal, 5
Sakral dan 5 segmen koksigeus. Medula Spinalis, mempunyai 31 pasang saraf
spinal.
Kolumna vertebra melindung medula Spinalis, memungkinkan gerakan
kepala dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra
terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan kedua, sakral dan
tulang belakang koksigius.
Fungsi sumsum tulang belakang adalah :
1. Penghubung impuls dari dan ke otak
2. Memungkinkan jalan terpendek pada gerak refleks
3. Organ ini mengurus persyarafan tubuh, anggota badan dan bagian kepala
e. Jaras Visual
Serabut-serabut yang berhubungan dengan saraf optik berakhir pada
pangkal masing-masing hemisfer. Sel-sel penerima ini bertanggunga jawab
terhadap penglihatan. Pengkajian penglihatan pasien dilakukan melalui uji
ketajaman penglihatan dengan menggunakan kartu snellen dan cara biasa
dengan membaca koran. Penglihatan pasien harus diperiksa dengan dan tanpa
koreksi lenda.
f. Saraf Motorik Atas dan Bawah
Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua
kombinasi sel-sel syaraf. Salah satunya terdapat pada kortek motorik, serabut-
serabutnya berada tepat pada traktus. Piramida atau penyilangan traktus
piramida, dan serat lainnya berjalan menuju otot. Yang pertama disebut sebagia
neuron motorik atas (upper motor neuron [UMN]) dan yang terakhir disebut
sebagai neuron motorik bawah (lower motor neuron (LMN)). Setiap syaraf
motorik yang menggerakkan setiap otot merupakan komposisi gabungan ribuan
saraf-saraf motorik bawah.
Jaras motorik dari otak ke medulla spinalis dan juga dari sereberum ke
batang otak dibentuk oleh (UMN). UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang
berlawanan di otak, menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi
berlawanan di dalam batang otak. Menurun melalui trakrus kartikospinal dan
ujungnya berakhir pada sinaps LMN.
UMN seluruhnya berada dalam sistem syaraf pusat (ssp). LMN
menerima impuls di bagian ujung posterior dan berjalan menuju sambungan
mioneural. Berbeda dengan UMN, LMN berakhir didalam otot. Ciri-ciri klinik
pada lesi di UMN dan LMN dibicarakan pada bagian sebelumnya yang terdapat
dalam tabel berikut :
Akibat lesi Neuron Motor Atas (UMN) versus Neuron Motor Bawah (LMN)
LESI UMN LESI LMN
Kehilangan kontrol volunter Kehilangan kontrol volunter
Peningkatan tonus otot Penurunan tonus otot
Spastisitas otot Paralisis flaksid otot
Tidak ada atrofi otot Atrofi otot
Refleks hipertaktif dan abnormal Tidak ada / penurunan refleks

Jika UMN rusak atau hancur sering menyebabkan stroke, paralisis


(kehilangan gerakan yann disadari) karena pengaruh hambatan dari UMN utuh
pada keadaan ini mengalami kerusakan, gerakan refleks (tidak disadari) tidak
dihambat. Akibat otot tidak atrofi atau menjadi lumpuh, tetapi sebaliknya tetap
lebih tegang secara permanen daripada normal dan menunjukkan paralisis
spastik.
Akibat dari rusaknya LMN adalah otot menjadi lumpuh dan orang
tersebut tidak mampu menggerakkan otot. Paralisis flaksid (kelumpuhan dan
atrofi) pada otot-otot adalah tanda spesifik pada penyakit LMN
g. Kontrol Motor Ekstrapiramidal
Gerakan – gerakan otot yang halus, tepat dan kuat pada orang normal
diakibatkan oleh pengaruh serebelum dan basal ganglia.Distinesia akibat adanya
cedera pada intrakranial atau beberapa tipe perluasan massa (mis: hemoragi,
abses atau tumor) dapat menyebabkan kehilangan tonus otot, lemah dan
kelelahan pasien terlihat decorticate, decerebrate atau tubuh flaksid, terutama
pada trauma serebri.
h. Sistem Saraf Autonomik
Kontraksi otot-otot yang tidak di bawah kontrol kesadaran, seperti otot
jantung, sekresi semua digesti dan kelenjar keringat dan aktivitas organ-organ
endokrin dikontrol oleh sebagian besar komponen sistem saraf yang dikenal
sebagai sistem syaraf autonom (SSA).
SSA berpusat pada serebelum dan basal ganglia. Keunikan dari sistem
ini adalah :pertama SSA mempengaruhi pengaturan dimana sel-selnya tidak
bersifat indivudial tetapi meluas pada sebagian besar jaringan dan seluruh organ.
Kedua respon yang muncul tidak cepat tetapi hanya setelah periode yang lambat.
Respon ini bersifat terus-menerus dengan jangka waktu yang panjang, yang
tidak dimiliki oleh respon neurologik lainnya. Contohnya : pembuluh darah dan
isi rongga perut.

B. Pengertian Cedera Kepala


Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 1985)
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, otak, cedera
paling sering dan merupakan penyakit neuroligist yang serius diantara penyakit
neurologist dan merupakan proporsi epodemik sebagai hasil kecelakaan jalan
raya.(Bruner & Suddart, 2002)
Cedera kepala adalah cedera neurologik yang diakibatkan oleh suatu
benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak
oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke dalam otak dan
akhirnya oleh efek percepatan, perlambatan pada otak yang terbatas pada
kompartemen yang kaku.(Price. J. Wilson, 2006)
Cedera kepala atau (cedera otak) adalah gangguan fungsi otak normal
karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk) (Sandra. M. Nettima, 2002)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian terjadi akibat kecelakaan
lalulintas. (Arif Mansjoer, dkk. 1999)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan. (http//www.staroncology.)
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu cedera
atau trauma pada kulit kepala, tengkorak, otak yang diakibatkan oleh suatu
benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak,
merupakan penyakit neuroligis yang seirus diantara penyakit neurologis karena
menyebabkan kematian / kecacatan terutama pada kelompok usia produktif.

C. Etiologi
a. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau.
b. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dan
lain-lain yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan
terjadi ketika energi atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi
diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak dn
otak.

D. Klasifikasi cedera kepala


Klasifikasi cedera kepala dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Menurut jenis luka atau cedera
1) Cedera kepala terbuka
Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
2) Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan dengan edema
serebral yang luas
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Gaslow Coma Scale)
1) Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari
30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
2) Cedera kepala sedang: (CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3) Cedera kepala berat(CKB)


GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral,
laserasi atau hematoma intracranial.
c. Menurut aktif tidaknya kepala
1) Akselerasi
Kepala diam, benda aktif mendekati kepala benda
2) Deselerasi
Kepala aktif mendekati kepala benda

E. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan letak perdarahan tanda dan gejalanya sebagi berikut :
a. Epidural hematoma
Perdarahan di ruang epidural diantara tulang tengkorak dan durameter.
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah atau cabang-cabang arteri meningeal media yang
terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri
karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2
hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
1) Penurunan kesadaran 6) Pernapasan dalam cepat
2) Nyeri kepala kemudian dangkal irregular
3) Muntah 7) Penurunan nadi
4) Hemaparesis 8) Peningkatan suhu
5) Dilatasi pupil ipsilateral
b. Subdural hematoma
Perdarahan di ruang subdural antara durameter dengan
araknoid.Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat
terjadi akut dan kronik.Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan
lambat dan sedikit.Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu
dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri kepala 5) Berpikir lambat
2) Bingung 6) Kejang
3) Mengantuk 7) Odem perut
4) Menarik diri
c. Subaraknoid hematoma
Perdarahan di ruang subaraknoid antara araknoid dengan
piameter.Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya
pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala
yang hebat.
Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri
2) Penurunan kesadaran
3) Hemiparese
4) Dilatasi pupil ipsilateral
5) Kaku kuduk
d. Hematoma intraserebral
Perdarahan pada jangka otakkarena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler,
vena.Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Perubahan tanda-tanda vital
4) Dilatasi pupil

F. PATHOFISOLOGI
CEDERA KEPALA RINGAN
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala
berdarah bila mengalami cedera dalam.Kulit kepala juga merupakan tempat
masuknya infeksi intrakranial.Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio,
laserasi atau avulsi.
CEDERA KEPALA SEDANG
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma.Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan
otak.Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan
yang kuat.Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup.Bila fraktur
terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah
kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang
kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur
dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau
lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi
dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur
dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna.
Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang
bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk
memperoleh makanan.Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat
diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja
dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

CEDERA KEPALA BERAT


Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik
sementara tanpa kerusakan struktur.Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena,
pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus
temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.
Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi.Pasien berada pada periode tidak
sadarkan diri.Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah,
pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.
Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah
akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang
epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura.Keadaan ini sering
diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri
meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada
diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis
tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada
otak.
2. Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan
dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural
lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh
darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat
terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah
yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut:
dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau
laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan
dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma
kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor
dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera
tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.
3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
Hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi
otak.Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan
mendesak kepala sampai daerah kecil.Hemoragi in didalam menyebabkan
degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer,
tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.
G. KOMPLIKASI
1. Herniasi otak : akibat dari edema dan peningkatan TIK
2. Hidrosefalus : akibat peningkatan akumulasi cairan serebrospinal
3. Infeksi : terjadi pada cedera kepala terbuka
4. SIADH : terjadi bila lesi mengenai hipotalamus

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT-Scan : untuk menentukan tempat luka atau jejas, mengevaluasi gangguan
strukrutal
b. MRI : mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
c. X-Ray : mendeteksi dan mengidentifikasi fraktur
d. AGP : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan sirkulasi
e. Cerebral Anglography : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
f. Lumbal fungsi : untuk menentukan ada atau tidaknya darah dalam CSS.
g. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
h. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
i. EEG : untuk memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
j. BAER(Brain Auditory Evoked Respon) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
k. PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak.
l. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggungjawab
terhadap penurunan kesadaran.

I. PENATALAKSANAAN
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan hemastatis otak dan
mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi
kardiovaskuler dan fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral
adekuat. Hemoragi terkontrol, hipovotemia diperbaiki, dan nilai - nilai gas darah
dipertahankan pada nilai yang diinginkan.
a. Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal
1) Menilai jalas nafas : Bersihkan jalas nafas dari debris atau muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan
memasang kolar servikal, pasang guedel bila ditolerir, jika pasien cedera
orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2) Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak.
Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas
spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotorak. Pasang
oksimetri nadi jika tersedia dengan tujuan menjaga saturasi oksigen
minimun 95%.
3) Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya, perhatikan secara khusus
adanya cedera intraabdomen atau dada, ukur dan catat frekuensi denyut
jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG. Pasang jalur
intravena yang besar, ambil darah vena untuk meperiksaan darah perifer
lengkap, ureum, elektrolit, glutosa dan analisa gas darah arteri.
4) Menilai tingkat kesadaran :
a) Cedera kepala ringan (GCS13-15)
b) Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
c) Cedera kepala berat (GCS 3-8)
b. Mengontrol TIK pada cedera kepala :
1) Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30 derajat
2) Pertahankan kepala dan leher pasien dalam kesejajaran sentral (tidak
memutar).
3) Memberikan medikasi yang diserarkan untuk menurunkan TIK (misal :
diuretik, kortikosteroid)
4) Mempertahankan suhu tubuh normal
5) Hiperventilasi pasien pada ventilasi mekanik : memberikan O2
6) Mempertahankan pembatasan cairan
7) Memberikan sedasi untuk menurunkan kebutuhan metabolik
c. Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Membuka mata (E)
4 : spontan atau membuka mata spontan.
3 : terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil atau
diperintah.
2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan pada jari.
1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.

2) Respon verbal (V)


5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,
dimana berada, bulan dan tahun.
4 : bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.
3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapat
bertahan, susunan kata-kata kacau atau tidak tepat.
2 : tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih)
tetapi tidak ada kata - kata yang dapat dikenal.
1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.
3) Respon motorik (M)
6 : mematuhi perintah misal ”angkat tangan”
5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi berusaha
menunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut
4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan tanpa
posisi fleksi abnormal
3 : fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasi
tangan mengepal (postur dekortitasi)
2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lengan
biasanya adduksi dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)
1 : tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid.
d. Pemeriksaan sistem motorik
Mencakup pengkajian pada ukuran otot , tonus atot, kekuatan otot,
koordinasi dan keseimbangan.Pasien diintruksikan untuk berjalan menyilang
di dalam ruangan , sementara pengkaji mencatat postur dan gaya berjalan.
Lihat keadaan ototnya, dan bila perlu lakukan palpasi untuk melihat ukuran
dan keadaan simetris. Keadaan atrofi atau gerakan tidak beraturan (tremor)
perlu dicatat. Tonus otot dievaluasi dengan palpasi yaitu dengan berbagai
variasi pada saat otot istirahat dan selama gerakan pasif. Pertahankan seuruh
gerakan tetap dicatat dan didokumentasikan . keadaan tonus yang tidak
normal mencakup spastisitas (kejang), rigititas (kaku atau fleksiditas).
1) Kekuatan otot
Kekuatan otot diuji melalui pengkajian kemampuan pasien untuk
melakukan fleksi dan ekstremitas sambil dilakukan penahanan.Beberapa
dokter mempunyai lima angka untuk menilai ukuran kekuatan otot. Nilai
5 adalah indikasi terhadap kekuatan konstraksi maksimal, nilai 4 untuk
kekuatan sedang, nilai 3 indikasi kekuatan hanya cukup untuk mengatasi
kekuatan gravitasi, nilai 2 menunjukkan kemampuan untuk
menggerakkan tapi tidak dapat mengatasi kekuatan gravitasi, nilai 1
mengindikasikan kekuatan kontraksiminimal, dan 0 mengindikasikan
ketidakmampuan sama sekali dalam melakukan kontraksi.
2) Keseimbangan dan koordinasi
Pengaruh serebelum pada sistem motorik terliaht pada kontrol
keseimbangan dan koordiasi. Koordinasi tangan dan ekstremitas atas
dikaji dengan cara meminta pasien melakukan gerakan cepat, berselang-
seling dan ini manunjuk satu titik ke titik lain. Pertama pasien diminta
untuk menepukkan tangan ke paha secepat mungkin , masing-masing
tagan diuji secara terpisah. Kemudian pasien diinstruksikan untuk
membalikkan tangan dari posisi telentang ke posisi telungkup dengan
gerakan cepat. Selanjutnya pasien diperintahkan untuk menyenyuh
masing-masing jari dengan ibu jarisecara berurutan.catat setiap gerakan
cepat, simetris dan derajat kesulitan.
Tes Romberg dilakukan dengan menginstruksikan pasien berdiri
dengan menggunakan satu kali dengan tangan diturunkan pada sisi yang
sama, sementara kaki yang satu diangkat dan tangan yang satunya
dinaikkan ke atas.
e. Pemeriksaan saraf kranial
I. Saraf olfaktorius.
Sensasi terhadap bau-bauan.
Pemeriksaan dilakukan dengan mata tertutup, pasien diperintahkan
mengeidentifikasikan bau yang sudah dikenal (kopi, tembakau). Masing-
masing lubang hidung di uji secara terpisah.
II. Saraf optikus
Ketajam penglihatan
Pemeriksaan dengan kartu snellen, lapang pandang, pemeriksaan
oftalmoskopi.
III, IV, VI (Okulomotorius, Traklear, abdusen)
Fungsi saraf kranal III, IV, dan VI dalam pengaturan gerakan-gerakan
mata :
Syaraf kranial III turut dalam pengaturan gerakan kelopak mata, kontrol
otot pada pupil dan otot siliaris dengan mengontrol akomodasi pupil.
Pemeriksaan : kaji rotasi akular, mengkonjugasikan gerakan nistagmus,
kaji reflek pupil dan periksa kelopam mata terhadap adanya ptosis
V. (Trigeminal)
1) Sensasi pada wajah
Pemeriksaan : anjurkan pasien menutup kedua mata, sentuhkan
kapas pada dahi, pipi dan dagu, bandingkan kedua sisi yang
berlawanan. Sensitivitas terhadap nyeri daerah permukaan diuji
dengan menggunakan benda runcing dan diakhiri dengan spatel lidah
yang tumpul, lakukan pengkajian dengan benda tajam dan tumpul
secara bergantian.
2) Refleks kornea
Pemeriksaan : pada saat pasien melihat ke atas, lakukan sentuhan
ringan dengan sebuah gumpalan kapas kecil di daerah temporal
masing – masing kornea, bila terjadi kedipan mata keluarnya air mata
adalah respons yang normal.
3) Mengunyah
Pegang daerah rahang pasien dan rasakan gerakan dari sisi ke
sisi.Palpasi otot maseter dan temporal, apakah kekuatannya sama
atau tidak sama.
VII. (Fasial)
Gerakan otot wajah, ekspresi wajah, sekresi air mata dan ludah.
Observasi simetrisitas gerakan wajah saat : tersenyum, bersiul,
mengangkat alis, mengerutkan dahi, saat menutup mata rapat-rapat.
Rasa kecap : dua pertiga anterior lidah.
Pasien mengekstensikan lidah, kemampuan lidah membedakan rasa gula
dan garam.
VIII. Vestibulokoklear (auditorius)
Keseimbangan dan pendengaran
Pemeriksaan : uji bisikan suara / bunyi detak jam, uji untuk lateralisasi
(weber), uji untuk konduksi udara dan tulang (Rinne).
IX. Glosofaringeus
Rasa kecap : sepertiga lidah bagian pasterior.
X. Vagus
Konstraksi faring dengan tekan spatel lidah pada lidah posterior, atau
menstimulasi faring posterior untuk menimbulkan refleks menelan.
Gerakan simetris dari pita suara, gerakan simetris palatum mole minta
pasien mengatakan ah, observasi terhadap peninggia ovula simetris dan
palatum mole.
XI. Aksesorius spinal
Gerakan otot sternokleidomastoid dan trapezius
Palpasi dan catat kekuatan otot trapezius pada saat pasien mengangkat
bahu sambil dilakukan penekanan.
Palpasi dan catat kekuatan otot sternokleidomastoid pasien saat memutar
kepala sambil dilakukan penahanan dengan tangan penguji ke arah yang
berlawanan.
XII. Hipoglosus
Gerakan lidah
Bila pasien menjulurkan lidah keluar, terdapat devlasi atau tremor.
Kekuatan lidah dikaji dengan cara pasien menjulurkan lidah dan
menggerakkan ke kiri atau kanan sambil diberi tahanan.
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

A. PENGKAJIAN

Data fokus yang perlu dikaji:


a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab
cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat
kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)
b) Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil,
orientasi waktu dan tempat)
c) Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan
jalan nafas)
d) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi)
e) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum,
peristaltik, eliminasi)
f) Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi)
g) Sistem reproduksi
h) Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
3) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat obatan)
b) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
c) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
d) Pola eliminasi
e) Pola tidur dan istirahat
f) Pola kognitif dan perceptual
g) Persepsi diri dan konsep diri
h) Pola toleransi dan koping stress
i) Pola seksual dan reproduktif
j) Pola hubungan dan peran
k) Pola nilai dan keyakinan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera


kepala adalah sebagai berikut:
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri
dan atau vena terputus.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3. Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan batang
otak)
4. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
5. Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, afektif, dan motorik)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektif.
7. Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan
fisik dan nyeri.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektif.
9. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
10. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.
11. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah.
13. PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/
darah di dalam otak.
C. RENCANA KEPERAWATAN

N Diagnosa Tujuan dan kriteria


Intervensi
o Keperawatan hasil

1 Perfusi jaringan tak NOC: Monitor Tekanan Intra


efektif (spesifik 1. Status sirkulasi Kranial
sere-bral) b.d aliran 2. Perfusi jaringan 1. Catat perubahan respon
arteri dan atau vena serebral klien terhadap stimu-lus /
terputus, dengan rangsangan
batasan karak- Setelah dilakukan 2. Monitor TIK klien dan
teristik: tindakan keperawatan respon neurologis terhadap
- Perubahan selama ….x 24 jam, aktivitas
respon motorik klien mampu men- 3. Monitor intake dan output
- Perubahan capai : 4. Pasang restrain, jika perlu
status mental 1. Status sirkulasi 5. Monitor suhu dan angka
- Perubahan dengan indikator: leukosit
respon pupil - Tekanan darah 6. Kaji adanya kaku kuduk
- Amnesia sis-tolik dan 7. Kelola pemberian antibiotik
retrograde diastolik dalam 8. Berikan posisi dengan
(gang-guan rentang yang kepala elevasi 30-
memori) diharapkan 40Odengan leher dalam
- Tidak ada posisi netral
ortostatik 9. Minimalkan stimulus dari
hipotensi lingkungan
- Tidak ada tanda 10. Beri jarak antar tindakan
tan-da PTIK keperawatan untuk
2. Perfusi jaringan meminimalkan peningkatan
serebral, dengan TIK
indicator : 11. Kelola obat obat untuk
- Klien mampu mempertahankan TIK
berko-munikasi dalam batas spesifik
dengan je-las
dan sesuai ke- Monitoring Neurologis (2620)
mampuan 1. Monitor ukuran,
- Klien kesimetrisan, reaksi dan
menunjukkan bentuk pupil
perhatian, 2. Monitor tingkat kesadaran
konsen-trasi, klien
dan orientasi 3. Monitor tanda-tanda vital
- Klien mampu 4. Monitor keluhan nyeri
mem-proses kepala, mual, dan muntah
informasi 5. Monitor respon klien
- Klien mampu terhadap pengobatan
mem-buat 6. Hindari aktivitas jika TIK
keputusan de- meningkat
ngan benar 7. Observasi kondisi fisik
- Tingkat klien
kesadaran klien
Terapi Oksigen (3320)
membaik
1. Bersihkan jalan nafas dari
secret
2. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan
humidifier
5. Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur

2 Nyeri akut b.d NOC: Manajemen nyeri (1400)


dengan agen injuri 1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
fisik, dengan 2. Tingkat Nyeri karakteristik, onset/durasi,
batasan 3. Tingkat frekuensi, kualitas, dan
karakteristik: kenyamanan beratnya nyeri.
- Laporan nyeri 2. Observasi respon
ke-pala secara Setelah dilakukan ketidaknyamanan secara
verbal atau non asuhan keperawatan verbal dan non verbal.
verbal selama …. x 24 jam, 3. Pastikan klien menerima
- Respon klien dapat : perawatan analgetik dg
autonom 1. Mengontrol nyeri, tepat.
(perubahan vital de-ngan indikator: 4. Gunakan strategi
sign, dilatasi - Mengenal komunikasi yang efektif
pupil) faktor-faktor untuk mengetahui respon
- Tingkah laku penyebab penerimaan klien terhadap
eks-presif - Mengenal onset nyeri.
(gelisah, me- nyeri 5. Evaluasi keefektifan
nangis, - Tindakan penggunaan kontrol nyeri
merintih) pertolong-an 6. Monitoring perubahan nyeri
- Fakta dari non farmakologi baik aktual maupun
observasi - Menggunakan potensial.
- Gangguan tidur anal-getik 7. Sediakan lingkungan yang
(mata sayu, - Melaporkan nyaman.
menye-ringai, gejala-gejala 8. Kurangi faktor-faktor yang
dll) nyeri kepada dapat menambah ungkapan
tim kesehatan. nyeri.
- Nyeri terkontrol 9. Ajarkan penggunaan tehnik
2. Menunjukkan relaksasi sebelum atau
tingkat nyeri, sesudah nyeri berlangsung.
dengan indikator: 10. Kolaborasi dengan tim
- Melaporkan kesehatan lain untuk
nyeri memilih tindakan selain
- Frekuensi nyeri obat untuk meringankan
- Lamanya nyeri.
episode nyeri 11. Tingkatkan istirahat yang
- Ekspresi nyeri; adekuat untuk meringankan
wa-jah nyeri.
- Perubahan
Manajemen pengobatan
respirasi rate
(2380)
- Perubahan
1. Tentukan obat yang
tekanan darah
dibutuhkan klien dan cara
- Kehilangan
mengelola sesuai dengan
nafsu makan
anjuran/ dosis.
3. Tingkat
2. Monitor efek teraupetik dari
kenyamanan,
pengobatan.
dengan indicator :
3. Monitor tanda, gejala dan
- Klien
efek samping obat.
melaporkan
4. Monitor interaksi obat.
kebutuhan tidur
5. Ajarkan pada klien /
dan istirahat
keluarga cara mengatasi
tercukupi
efek samping pengobatan.
6. Jelaskan manfaat
pengobatan yg dapat
mempengaruhi gaya hidup
klien.

Pengelolaan analgetik (2210)


1. Periksa perintah medis
tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe
dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV
atau IM untuk pengobatan,
jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian
analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis
analgetik, observasi tanda
dan gejala efek samping,
misal depresi pernafasan,
mual dan muntah, mulut
kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter
untuk obat, dosis &cara
pemberian yg diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip
5 benar
11. Dokumentasikan respon
dari analgetik dan efek yang
tidak diinginkan

3 Defisit self care b.d NIC: Membantu perawatan diri


de-ngan kelelahan, klien Mandi dan toiletting
nyeri Aktifitas:
7. Tempatkan alat-alat mandi
NOC:
di tempat yang mudah
Perawatan diri :
dikenali dan mudah
(mandi, Makan
dijangkau klien
Toiletting, berpakaian)
8. Libatkan klien dan
Setelah diberi motivasi
dampingi
perawatan selama
9. Berikan bantuan selama
….x24 jam, ps
klien masih mampu
mengerti cara
mengerjakan sendiri
memenuhi ADL secara
bertahap sesuai NIC: ADL Berpakaian
kemam-puan, dengan Aktifitas:
kriteria : 1. Informasikan pada klien
- Mengerti secara dalam memilih pakaian
seder-hana cara selama perawatan
mandi, makan, 2. Sediakan pakaian di tempat
toileting, dan yang mudah dijangkau
berpakaian serta 3. Bantu berpakaian yang
mau mencoba se- sesuai
cara aman tanpa 4. Jaga privcy klien
cemas 5. Berikan pakaian pribadi yg
- Klien mau digemari dan sesuai
berpartisipasi
NIC: ADL Makan
dengan senang hati
1. Anjurkan duduk dan
tanpa keluhan
berdo’a bersama teman
dalam memenuhi
2. Dampingi saat makan
ADL
3. Bantu jika klien belum
mampu dan beri contoh
4. Beri rasa nyaman saat
makan

4 PK: peningkatan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala


tekan-an tindakan keperawatan peningkatan TIK
intrakranial b.d pro- selama ….x 24 jam - Kaji respon membuka
ses desak ruang dapat mencegah atau mata, respon motorik,
akibat penumpukan meminimalkan dan verbal, (GCS)
cairan / darah di komplikasi dari - Kaji perubahan tanda-
dalam otak peningkatan TIK, tanda vital
(Carpenito, 1999) dengan kriteria : - Kaji respon pupil
Batasan · Kesadaran stabil - Catat gejala dan tanda-
karakteristik : (orien-asi baik) tanda: muntah, sakit
- Penurunan · Pupil isokor, kepala, lethargi, gelisah,
kesadar-an diameter 1mm nafas keras, gerakan tak
(gelisah, disori- · Reflek baik bertujuan, perubahan
entasi) · Tidak mual mental
- Perubahan · Tidak muntah 2. Tinggikan kepala 30-
motorik dan 40O jika tidak ada kontra
persepsi sensasi indikasi
- Perubahan 3. Hindarkan situasi atau
tanda vi-tal (TD manuver sebagai berikut:
meningkat, nadi - Masase karotis
kuat dan - Fleksi dan rotasi leher
lambat) berlebihan
- Pupil melebar, - Stimulasi anal dengan
re-flek pupil jari, menahan nafas, dan
menurun mengejan
- Muntah - Perubahan posisi yang
- Klien mengeluh cepat
mual 4. Ajarkan klien untuk
- Klien mengeluh ekspirasi selama perubahan
pandangan posisi
kabur dan 5. Konsul dengan dokter untuk
diplopia pemberian pe-lunak faeces,
jika perlu
6. Pertahankan lingkungan
yang tenang
7. Hindarkan pelaksanaan
urutan aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK (misal:
batuk, penghisapan,
pengubahan posisi, meman-
dikan)
8. Batasi waktu penghisapan
pada tiap waktu hingga 10
detik
9. Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien se-
belum dan sesudah
penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter
tentang pemberian lidokain
profilaktik sebelum
penghisapan
11. Pertahankan ventilasi
optimal melalui posisi yang
sesuai dan penghisapan
yang teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan
protokol atau kolaborasi
dengan dokter untuk terapi
obat yang mungkin
termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat
(menurunkan laju meta-
bolisme serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah
kejang)
15. Diuretik osmotik
(menurunkan edema
serebral)
16. Diuretik non osmotik
(mengurangi edema
serebral)
17. Steroid (menurunkan
permeabilitas kapiler,
membatasi edema serebral)
18. Pantau status hidrasi,
evaluasi cairan masuk dan
keluar)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II.Edisi
8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi.Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II.Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marion Johnson, dkk. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
Mosby.

Mc. Closkey dan Buleccheck. 2014. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. Mosby.

NANDA.2014. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North


American Nursing Diagnosis Association.

Anda mungkin juga menyukai