Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

Ny.”T” DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DM (DIABETES


MILITUS)

DI POLIKLINIK BEDAH RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan


Medikal Bedah I

Dosen Pembimbing : Barkah Wulandari, M.Kep

Oleh :

Mia Apriyani

2820173070

2B

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Asuhan keperawatan pada pasien Ny. ‘T’ dengan gangguan Sistem
Endokrin DM (Diabetes Militus) di Poliklinik Bedah RSUD Panembahan
Senopati Bantul. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas individu Praktik
Klinik Keperawatan Medikal Bedah I pada semester IV, pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 23 Mei 2019

Tempat : Poliklinik Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Praktikan

(Mia Apriyani)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

( Nunuk Hartanti, S.Kep ) ( Barkah Wulandari, M.Kep)


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan kondisi kadar glukosa di dalam darah


melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Insulin adalah hormon
yang dilepaskan oleh pankreas dan merupakan zat utama yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar tetap dalam
kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang membantu gula
berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan
sebagai cadangan energi (Mahdiana, 2010).

Negara indonesia salah satu negara penduduk semakin berubah pola


hidup, Menurut World Health Organization (WHO), meskipun termasuk
negara yang sedang berkembang, Indonesia menempati urutan keempat
terbesar dalam jumlah penderita diabetes. Pada tahun 2006, di Indonesia
diperkirakan terdapat 14 juta orang dengan diabetes, tetapi baru 50% yang
sadar mengidapnya. Diantaranya mereka baru sekitar 30% yang datang
berobat secara teratur (Nasriati, 2013).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,


prevalensi diabetes yang terdiagnosis oleh dokter sebesar 2,1% dimana
prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Provinsi
Yogyakarta 2,6% DKI Jakarta 2,5% Selawesi Utara 2,4% dan Kalimantan
Timur 2,3% (Muflihatin, 2015). Meningkatnya jumlah penderita DM dapat di
sebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor keturunan atau
genetik, obesitas, perubahan gaya hidup, pola makan yang salah,obat-obatan
yang mempengaruhi kadar glukosa darah, kurangnya aktivitas fisik, proses
menua, kehamilan, perokok dan stres (Muflihatin, 2015).
B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus pada
pasien Ny. T di Poliklinik Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mendapatkan gambaran nyata dalam melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada pasien Ny. “T” dengan diagnosa medis Diabetes
Mellitus, meliputi :

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Diabetes


Mellitus.
b. Menentukan masalah keperawatan klien dengan Diabetes Mellitus.
c. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Diabetes Mellitus.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Diabetes Mellitus
e. Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Diabetes Mellitus.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta mencari
solusi atau alternatif pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Diabetes
Mellitus.
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi

Diabetes Mellitus merupakan kondisi kadar glukosa di dalam darah


melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Insulin adalah hormon
yang dilepaskan oleh pankreas dan merupakan zat utama yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar tetap dalam
kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang membantu gula
berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan
sebagai cadangan energi (Mahdiana, 2010).

Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin


dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat
mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti dibetes ketoasidosis dan
sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia
jangka panjang dapat mengakibatkan komplikasi mikrovaskular yang kronis
(penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf).
DM juga meningkatkan insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup
insiden infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer. (Brunner &
Suddarth, 2012)

B. Etiologi
Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan Diabetes Mellitus (Brunner &
Suddarth, 2012) :

1. Hiperglikemi
2. Obesitas
3. Defisiensi sekresi insulin
4. Determinan genetic
5. Kurang gerak/malas.
C. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2012)
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
D. Patofisiologi
Menurut Crowin (2009), pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan


lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino
dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan


dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik
(HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang


berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).

E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu


- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa < 100 100-200 >200

- Plasma vena <80 80-200 >200


- Darah kapiler

<110 110-120 >126


<90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Menurut McCloskey & Bulechek (2015)
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah
vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah >
160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji
dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang
populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat
cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid,
3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal (Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel
insula langerhans ( islet cellantibody)

G. Komplikasi
Menurut McCloskey & Bulechek (2015)
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar non ketotik
2. Kronik
a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar
b. Mikroangiopati
c. Neuropati diabetik
d. Infeksi : gingivitis, ISK
e. Kaki diabetic

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
I. Pengkajian Fokus

1. Riwayat Kesehatan Keluarga


Wawancara mengenai riwayat penyakit keluarga
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
3. Aktivitas atau Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Nyeri
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
4. Kekurangan volume cairan

K. Intervensi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Tujuan : perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria Hasil :
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
b. Tidak ada ortostatik hipertensi
Intervensi :
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/
dingin/ tajam/ tumpul
2) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi
3) Kolaborasi pemberian analgetik
2. Nyeri
Tujuan : Nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
a. Pasien mampu mengenali nyeri (Paliatif, Qualitas, Region, Skala,
Timing)
b. Pasien mampu mengontrol nyeri
c. Pasien mampu menggunakan tehnik non farmakologi
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif, termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
2) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
3) Ajarkan tentang tehnik non farmakologis
4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
3. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
b. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.
5) Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
6) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.
7) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
8) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
9) Kolaborasi dengan ahli diet.
4. Kekurangan volume cairan
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
b. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
c. Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu
nafas
d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
e. Pantau masukan dan pengeluaran
f. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500
ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
g. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
h. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan
BB, nadi tidak teratur
i. Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa
dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, 2011, Diabetes Mellitus : Dalam Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas dan
Diabetes Mellitus. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. Jakarta :
EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Herlina & Sylvia (2014). Mudah Mempelajari Patofisiologi. Edisi 4.Manado :
Binarupa Aksara.
International Diabetes Federation (IDF). 2017. Diabetes Atlas: The Global
Burden. Retrieved from http://www.idf.org/diabetesatlas/5e/theglobal-
burden (Diakses pada Senin, 23 mei 2019, pukul 20.05 WIB)
Mahdiana, R. 2010. Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta: Tora
Book.
McCloskey&Bulechek, 2015, Nursing Interventions Classifications, Second edisi,
By Mosby-Year book.Inc,Newyork
Muflihatin, K.S. (2015). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Glukosa Darah
Pasien Diabetes Melitus tipe 2 Di RSUD Abdul Wahab Syahranie
Samarinda. Jurnal STIKES Muhammadiyah Samarinda.
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,
Philadelphia, USA
Nurarif Amin (2015). NANDA North American Nursing Diagnosis Association.
Jogyakarta : Mediaction Publishing. Nasriati, R. (2013). Stres dan Perilaku
Pasien DM dalam Mengontrol Kadar Gula Darah. Jurnal Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponogoro.

Anda mungkin juga menyukai