Anda di halaman 1dari 6

1.

ARTIKEL Gizi Seimbang dan Penanganan Anemia pada Remaja Putri

Gizi Seimbang Bagi Remaja


13 November 2016 07:15 Diperbarui: 13 November 2016 08:31 3296 2 2

dr.Lucy Widasari,MSi

Di Indonesia sejak tahun 1955 dikenalkan konsep pola makan “4 Sehat 5 Sempurna” agar
masyarakat memahami pola makan yang benar. Tetapi, seiring perkembangan ilmu gizi,
konsep ini sudah tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, karena kebutuhan manusia akan
gizi berbeda-beda tergantung berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya. Karena itulah,
dikembangkan konsep atau pola gizi seimbang untuk menyiapkan pola hidup sehat
masyarakat Indonesia menghadapi tantangan kelebihan gizi.

Pedoman gizi seimbang (PGS) merupakan pengembangan dari konsep 4 sehat 5 sempurna.
Prinsip 4 sehat 5 sempurna menyamaratakan kebutuhan gizi semua orang yang berusia di atas
usia 2 tahun, hanya jenis zat gizi yang harus ada dalam menu makanan–sifatnya kwalitatif,
berapa jumlah yang harus dimakan–kwantitas tidak disebutkan, sedangkan PGS berprinsip,
tiap golongan usia, status, kesehatan dan aktivitas fisik memerlukan PGS berbeda yang
sesuai.

Masa remaja akan mengalami pacu tumbuh, baik fisik dan proses pematangan seksual atau
pubertas, timbul ciri-ciri seks sekunder, perubahan psikologik dan perubahan komposisi
tubuh, yang meliputi massa otot, jaringan lemak, tulang dan jaringan penunjang lainnya.
Gaya hidup remaja yang aktif dan dinamis seringkali menyebabkan remaja mengkonsumsi
makanan berdasarkan kebutuhan sosial dan atau emosional, sedangkan pertimbangan aspek
nutrisi sering terabaikan. Meningkatnya restoran cepat saji, mudahnya memperoleh makanan
ringan (snacks) dan besarnya pengaruh media massa serta aplikasi online untuk pemesanan
makanan (go food) menyebabkan remaja cenderung memilih mengkonsumsi makanan jenis
ini.

Hanya perlu diketahui bahwa umumnya makanan ringan kurang mengandung serat, vitamin
A, kalsium dan zat besi, sedangkan penelitian tentang makanan cepat saji menunjukkan
umumnya jenis makanan ini tinggi akan kolesterol, lemak dan sodium. Gizi seimbang
merupakan cara yang dapat dipraktikkan oleh remaja untuk dapat memenuhi peningkatan
kebutuhan zat gizi dan untuk mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal.

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi (seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral) dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekargaman makanan, yang memenuhi
kriteria cukup secara kuantitas (porsinya) dan kualitas (zat gizinya), aktivitas fisik, perilaku
hidup bersih, dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah malnutrisi.
Malnutrisi adalah ketidakseimbangan nutrisi, bisa terjadi kelebihan (obesitas) atau
kekurangan (gizi kurang dan gizi buruk) selain mencegah beberapa masalah gizi yang biasa
terjadi pada remaja antara lain anemia, pola makan yang salah, persepsi kurus baik pada
remaja dan penggunaan suplemen yang berlebihan.

Kebutuhan zat gizi untuk setiap individu berbeda, tidak ada gizi seimbang yang “fit for
all” tetapi sesuai dengan jenis aktivitas, iklim, status gizi dan kesehatannya. Makin aktif
bergerak dan berolah raga, makin tinggi energi yang dibutuhkan, berarti makin banyak porsi
makanan. Ibu hamil, bayi, baduta, remaja,dewasa, usia Lanjut, berbeda kebutuhan zat gizinya
– berbeda porsi makanan – berbeda komposisinya. Gizi seimbang menekankan keseimbangan
antara kebutuhan gizi dengan konsumsi makanan, dengan memperhatikan segala faktor yang
berpengaruh pada keseimbangan tersebut (termasuk aspek non makanan yang berpengaruh
pada keseimbangan).

Masa remaja termasuk dalam golongan rentan gizi karena beberapa faktor. Pertama karena
bertambahnya kebutuhan nutrient dan kalori akibat meningkatnya pertumbuhan dan
perkembangan fisik dalam waktu relatif singkat. Kedua, karena berubahnya gaya hidup dan
kebiasaan makan yang akan mempengaruhi asupan dan kebutuhan makanan, disamping
terdapat juga kelompok remaja yang membutuhkan nutrien khusus seperti misalnya remaja
yang aktif berolah raga, remaja yang mengalami bulimia dan obesitas.Dalam hal kebutuhan
akan zat gizi perlu perhatian khusus, karena terdapat beberapa nutrien yang diperlukan untuk
menunjang proses tumbuh kembang, khususnya fase pacu tumbuh (catch up growth) antara
lain kalsium, besi, zink, vitamin B6, asam folat, vitamin B12, A,C dan E.

Defisiensi nutrien dapat ditemukan pada remaja karena berbagai sebab. Defisiensi besi sering
ditemukan terutama pada remaja putri. Demikian juga kalsium dan zink mungkin tidak
adekuat, dibawah angka kecukupan gizi (AKG) harian yang dianjurkan. Kebutuhan zat gizi
untuk setiap individu remaja berbeda, sesuai dengan jenis aktivitas, iklim, status gizi dan
kesehatannya. Faktor stress, aktivitas berlebihan dan remaja yang menderita kurang gizi
sering disertai penyakit infeksi, menyebabkan kebutuhan zat gizinya lebih tinggi
dibandingkan dengan remaja yang sehat.

Pada gambar tupeng gizi seimbang (TGS), terdiri dari 4 pilar utama, yaitu pilar-1 adalah
makan makanan beranekaragam, dimana susunan lapisan tumpeng mempresentasikan
makanan yang beragam mulai dari yang paling banyak dikonsumsi (lapisan paling dasar)
hingga yang konsumsinya harus dibatasi (bagian puncak tumpeng). Apabila konsumsi
makanan sehari-hari kurang beranekaragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara
masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Bahan
makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi, yang dikenal dengan istilah TRI
GUNA MAKANAN, yaitu

Sumber tenaga (padi-padian, umbi-umbian dan tepung-tepungan)

Sumber zat pengatur(sayuran dan buah)

Sumber zat pembangun(kacang-kacangan, makanan hewani dan hasil olahannya)


Dalam TGS digambarkan kelompok bahan makanan yang penggunaannya dibatasi, yaitu
gula, garam (6 gram / 1 sendok teh/hari), minyak dan lemak yang dibatasi ¼ dari kecukupan
energi

Tidak ada satu jenis makanan (kecuali ASI) yang mengandung semua jenis zat gizi yang
dibutuhkan untuk hidup sehat. Secara alami, komposisi zat gizi setiap jenis makanan
memiliki keunggulan dan kelemahan tertentu, sehingga dengan mengkonsumsi makanan
sehari-hari yang beraneka ragam kekurangan zat gizi pada satu jenis makanan akan
dilengkapi zat gizi dari makanan lain, sehingga diperoleh asupan zat gizi yang seimbang.

Contohnya adalah dua jenis protein yang terbatas dalam asam amino yang berbeda bila
dimakan secara bersamaan di dalam tubuh akan menjadi susunan protein komplet. Bila nasi
(terbatas dalam lisin) dicampur dengan tempe (terbatas dalam metionin) didapatkan
campuran yang memungkinkan untuk pertumbuhan. Menambahkan sedikit susu
(mengandung semua jenis asam amino) ke dalam bubur beras akan memberikan cukup lisin
kepada bubur tersebut yang memungkinkan untuk pertumbuhan.

Pilar ke-2 dalam TGS adalah membiasakan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) yang terlihat
pada gambar mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, sehingga terhidar dari
risiko menderita dari berbagai penyakit infeksi seperti diare, kecacingan dan tifus. Remaja
yang sering sakit akan terganggu status gizinya dan terhambat pertumbuhan, perkembangan
serta prestasi belajarnya. PHBS yang berhubungan dengan gizi selain membiasakan cuci
tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan, setelah buang air kecil dan besar, juga
memotong dan membersihkan kuku tangan dan kaki secara teratur, mencuci buah dan
sayuran yang akan dimakan/dimasak dengan air bersih mengalir serta menutup makanan dan
minuman agar tidak dihinggapi lalat. PHBS yang berhubungan dengan gizi lainnya adalah
dengan memilih jajanan yang sehat dan aman.

MD
Makanan yang dibuat di dalam negeri
ML
Makanan luar negeri (import)
Exp
Tanggal kadaluarsa
SNI
Standart Nasional Indonesia à mutu makanan telah sesuai dengan
persyaratan
SP
Sertifikat penyuluhan

Jika mengkonsumsi makanan dalam kemasan disarankan memilih makanan yang berlabel
agar dapat diketahui komposisi bahan, kandungan zat gizi, tanggal kadaluarsa dan kehalalan
makanan. Jika membeli makanan yang tidak dikemas, maka pilih makanan yang disajikan
secara tertutup dengan peralatan yang bersih, dibungkus dengan pembungkus yang aman
untuk makanan dan disajikan dalam keadaan segar. Sebaiknya hindari makanan atau
minuman yang berwarna menyolok, meninggalkan rasa pahit atau tidak enak di tenggorokan
setelah dimakan/diminum, berlendir, berjamur, dihinggapi lalat atau berbau
busuk/menyengat, hindari makanan jajanan yang digoreng ulang atau makanan yang
digoreng dengan minyak yang sudah berwarna hitam. Tanda lain dari makanan yang tidak
memenuhi syarat aman, adalah bila dalam pengolahannya ditambahkan bahan tambahan
berbahaya, seperti asam borax/bleng, formalin, zat pewarna rhodamin B dan methanil
yellow, seperti banyak dijumpai pada makanan jajanan pasar.

Pilar ke-3 dalam TGS adalah melakukan aktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik
dikategorikan cukup apabila seorang remaja melakukan aktivitas fisik atau olahraga selama
30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu, termasuk aktivitas fisik yang
dapat meningkatkan kekuatan tulang dan otot minimal 3 kali seminggu. Aktivitas fisik secara
teratur memberikan manfaat antara lain merangsang perkembangan otot, tulang, dan sendi
untuk menunjang pertumbuhan, meningkatkan kebugaran dan ketangkasan, merangsang
pembentukan antibodi sehingga daya tahan tubuh meningkat, melancarkan peredaran darah,
aliran oksigen dan zat gizi ke otak, sehngga lebih mudah berpikir dan meningkatkan prestasi
belajar, meningkatkan kesehatan jantung dan paru-paru serta mengurangi stress dan
memperlambat proses penuaan.

Pilar ke 4 dalam TGS adalah memantau dan mempertahankan berat badan normal, yang
menunjukkan kondisi kesehatan seseorang yang diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
atau Body Mass Indeks (BMI) menurut umur dan jenis kelamin yang diperoleh dari
penghitungan berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter
(kg/m2). IMT bermanfaat untuk mengukur presentase lemak tubuh dan mengestimasikan
berat badan yang ideal bagi usia dewasa. Klasifikasi WHO Western Pacific Region (WPRO)
merupakan kriteria WHO yang telah disesuaikan untuk pengukuran BMI orang Asia
termasuk Indonesia

Kategori

BMI (kg/m2)

Risiko Penyakit Penyerta

Underweight
< 18.5 kg/m2
Rendah (tetapi risiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)
Batas Normal
18.5 – 22.9 kg/m2
Rata rata
Overweight:
> 23

At Risk
23.0 – 24.9 kg/m2
Meningkat
Obese I
25.0 – 29.9kg/m2
Sedang
Obese II
> 30.0 kg/m2
Berbahaya

Dalam TGS juga digambarkan konsumsi air putih paling sedikit sebanyak 8 gelas per
hari atau 50 ml/kg BB/hari atau sekitar 2 liter/hari terutama jika aktivitas cukup tinggi dan
berada pada udara yang panas untuk membantu proses metabolisme sel, melancarkan
peredaran zat gizi dalam tubuh, mengatur keseimbangan cairan dan garam mineral tubuh,
mengatur suhu agar tetap normal dan mengeluarkan bahan sisa tubuh melaui keringat dan
urin. Dalam sajian piring makanku, digambarkan komposisi bahan makanan pokok, lauk
pauk, buah-buahan dan sayuran yang dianjurkan untuk dikonsumsi dan pembatasan gula,
garam dan lemak/minyak serta mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun
sebelum makan.

Gambar 1 : Tumpeng Gizi Seimbang

Gambar 2 : Piring makanku, sajian sekali makan

Vitamin dan mineral adalah zat gizi mikro, yang berperan penting pada masa remaja. Asupan
kalsium pada masa remaja menjadi penting, Karena kecukupan kalsium pada saat remaja
akan membantu pencapaian potensi genetik puncak masa tulang (peak bone mass), separuh
atau lebih tulang skeletal manusia dibentuk pada masa remaja dan secara fisiologis
penyerapan kalsium pada masa remaja sangat efisien. Kalsium bersama-sama dengan vitamin
D dan fosfor sangat penting pada proses pembentukan tulang. Defisiensi zink umumnya
terjadi karena diet yang kurang mengandung mineral zink atau gangguan penyerapan zink
akibat mengkonsumsi sereal yang mengandung fitat. Zat besi dibutuhkan terutama pada
remaja putri yang sudah menstruasi, untuk pembentukan hemoglobin sebagai pengganti darah
yang keluar. Jumlah zat besi yang hilang karena menstruasi dirata-ratakan per hari adalah 0,5
mg. Jumlah zat besi yang hilang untuk 75% populasi wanita dewasa adalah 0,8 mg/hari, 90%
adalah 1,3 mg/hari, dan 95% adalah 1,6 mg/hari. Apabila jumlah yang hilang karena
menstruasi ini ditambahkan pada basal loss jumlahnya menjadi 2,4 mg/hari pada 95%
populasi.

Anemia pada remaja, khususnya remaja putri sering merupakan akibat dari sejumlah faktor,
antara lain asupan zat besi dari makanan yang kurang, gangguan penyerapan zat besi,
kehilangan darah yang antara lain dapat disebabkan oleh perdarahan saluran pencernaan,
menstruasi, donor darah berulang, serta gangguan hemostasis atau gangguan pembekuan
darah. Disamping itu kekurangan zat besi dapat terjadi karena perdarahan akibat cacingan
atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang mengganggu penyerapan seperti penyakit
saluran pencernaan.

KESIMPULAN

Masa remaja termasuk dalam golongan rentan gizi karena beberapa faktor. Gizi seimbang
merupakan cara yang dapat dipraktikkan oleh para remaja untuk dapat memenuhi
peningkatan kebutuhan zat gizi dan untuk mencapai status gizi dan kesehatan optimal.
Kebutuhan zat gizi untuk setiap individu remaja berbeda, tidak ada gizi seimbang yang “fit
for all” tetapi sesuai dengan jenis aktivitas, iklim, status gizi dan kesehatannya. Terdapat 4
pilar utama dalam tumpeng gizi seimbang yang tidak hanya berhubungan dengan pola
konsumsi makan, yaitu makan makanan yang beraneka ragam, membiasakan pola hidup
bersih, melakukan aktivitas fisik dan memantau serta mempertahankan berat badan normal.

DAFTAR PUSTAKA

 Departemen Kesehatan Republik Indonesia Buku Saku Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
untuk usia 14-19 tahun
 Departemen Kesehatan RI. Pedoman Umum Gizi Seimbang 2003
 Heald FP, Gong EJ. Diet,Nutrition and adolescence. Dalam : Shills ME et al, penyunting
Modern nutrition health and disease. Lippincott, Philadelphia 1999.
 Nicklas TA. Calcium intake trends and health consequences from childhood through
adulthood. J. of the American College of nutrition 22 (5): 340-356
 Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi
Klinik Indonesia (PDGKI) Buku saku gizi seimbang bagi remaja, 2014
 Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. 1998. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta :863-4

Anda mungkin juga menyukai