Anda di halaman 1dari 10

Dalam Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, ditetapkan bahwa dalam

upaya peningkatkan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala
3(tiga) tahun sekali dan akreditasi rumah sakit tersebut dapat dilakukan oleh suatu lembaga
independen baik dari dalam maupun luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
Akreditasi rumah sakit di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 1995. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang akreditasi ditetapkan bahwa
akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit, setelah dilakukan penilaian
bahwa rumah sakit telah memenuhi standar akreditasi. Sedangkan standar akreditasi adalah
pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam
meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Standar akreditasi yang diberlakukan terus berkembang mengikuti perkembangan akreditasi di
tingkat internasional. Pada 1998 diberlakukan standar akreditasi rumah sakit dengan 5(lima)
pelayanan yaitu:
1) Administrasi dan manajemen
2) Pelayanan medis
3) Pelayanan gawat darurat
4) Keperawatan
5) Rekam Medis
Setelah beberapa tahun standar akreditasi 5(lima) pelayanan bertambah menjadi 12(duabelas )
pelayanan yang terdiri dari:
1) Administrasi dan manajemen
2) Pelayanan medis
3) Pelayanan gawat darurat
4) Keperawatan
5) Rekam Medis
6) Kamar operasi
7) Laboratorium
8) Radiologi
9) Pelayanan risiko tinggi
10)Pengendalian infeksi
11)Pelayanan farmasi
12)Kesehatan, Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (K-3)
Setelah berlangsung beberapa tahun, pada 2002 standar akreditasi dikembangkan menjadi
16(enam belas) pelayanan yaitu:
1) Administrasi dan manajemen
2) Pelayanan medis
3) Pelayanan gawat darurat
4) Keperawatan
5) Rekam medis
6) Kamar operasi
7) Laboratorium
8) Radiologi
9) Pelayanan risiko tinggi
10)Pengendalian infeksi
11)Pelayanan farmasi
12)Kesehatan, Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (K-3)
13)Rehabilitasi medis
14)Pelayanan intensif
15)Pelayanan gizi
16)Pelayanan darah
Seiring perubahan paradigma pelayanan kesehatan yang berfokus pada pelayanan pasien, Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) mengembangkan standar akreditasi ke tingkat global. Sejak
2012 standar yang digunakan adalah standar akreditasi rumah sakit versi 2012. Sejak 2012
standar akreditasi berfokus pada pasien yang menggunakan metode survei pada dokumentasi.
Implementasinya menggunakan metodologi telusur dokumen. Standar akreditasi versi 2012
terdiri dari 15(lima belas) bab yang dibagi menjadi 4(empat) kelompok:
I. Pelayanan berfokus pada pasien
1. Akses Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)
2. Hak pasien dan keluarga (HPK)
3. Asesmen Pasien (AP)
4. Pelayanan Pasien (PP)
5. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
6. Manajemen Penggunaan Obat (MPO)
7. Pendidikan pasien dan keluarga (PPK)
II. Manajemen rumah sakit
1. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP)
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
3. Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan ( TKP)
4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
5. Kualifikasi dan Pendidikan Staff (KPS)
6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)
III. Sasaran keselamatan pasien
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
IV. Program millennium development goal’s
1. Penurunan angka kematian bayi dan peningkatan kesehatan ibu
2. Penurunan angka kesakitan HIV/AIDS
3. Penurunan angka kesakitan TB
Akreditasi dilakukan secara berkesinambungan, seperti telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang akreditasi. Pada pasal 4 ditetapkan bahwa akreditasi
dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang berasal dari dalam atau
luar negeri. Lembaga independen penyelenggara akreditasi harus telah terakreditasi oleh
lembaga International Society for Quality in Health Care (ISQua). Pelaksanaan akreditasi
dilakukan oleh KARS, meliputi survei akreditasi dan penetapan status akreditasi.
Dalam perjalanannya, KARS terus mengembangkan standar akreditasi yang mengacu pada Joint
Comission Internasional (JCI). Pada Agustus 2017 telah diterbitkan standar nasional akreditasi
rumah sakit (SNARS) Edisi 1 yang diberlakukan mulai 1 Januari 2018. Rumah sakit yang
diakreditasi pada 2018 akan menggunakan standar dan elemen penilaian sesuai SNARS Edisi 1.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 tahun 2017 ditetapkan bahwa akreditasi
rumah sakit adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit, setelah dilakukan penilaian
bahwa rumah sakit memenuhi standar akreditasi. Standar akreditasi adalah pedoman yang berisi
tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien. Adapun tujuan dari akreditasi rumah sakit seperti pada Pasal 2 Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 ditetapkan bahwa, pengaturan akreditasi bertujuan
untuk:
1. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan melindungi keselamatan pasien rumah sakit
2. Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di rumah sakit dan rumah
sakit sebagai institusi
3. Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan
4. Meningkatkan profesionalisme rumah sakit di Indonesia di mata internasional

Dalam Undang-Undang RI No. 44/2009 tentang Rumah Sakit ditetapkan bahwa setiap tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien. Dengan demikian pemberian pelayanan di rumah sakit harus berfokus pada
pasien (Patient Center Care). Pelayanan berfokus pada pasien (Patient Center Care) adalah
asuhan yang menghormati dan responsive terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi
pasien. Setiap rumah sakit wajib menghormati hak-hak pasien dan mengutamakan keselamatan
pasien.
Seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang akreditasi
bahwa rumah sakit wajib diakreditasi setiap 3(tiga) tahun. Akreditasi rumah sakit di Indonesia
dilaksanakan untuk menilai kepatuhan rumah sakit terhadap standar akreditasi
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2016) tentang Dokumen Rekam Medis Dalam Konteks
Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012, menyebutkan bahwa paradigma baru asuhan pasien telah
mengalami perubahan dari asuhan pasien tradisional menjadi asuhan berpusat pada pasien
(patient center care). Patient center care adalah asuhan yang menghormati dan responsive
terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien. Serta memastikan bahwa nilai-nilai
pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis.
Dengan terbitnya Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, maka rumah sakit harus
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam aspek hukum yang terkait dengan kewajiban
rumah sakit. Kewajiban rumah sakit dalam bentuk bantuan hukum kepada staf rumah sakit
karena harus bertanggung jawab secara hukum sesuai ketentuan Undang-Undang Rumah Sakit.
Sesuai Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi yang diterbitkan oleh KARS pada 2012 bahwa
pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit versi 2012 yang dilakukan dengan cara:
1. Wawancara kepada pasien dan atau keluarganya, serta kepada pimpinan rumah sakit dan atau
staf rumah sakit.
2. On-site observasi terhadap kegiatan pelayanan, maupun untuk melihat bukti secara fisik, baik
berupa dokumen maupun fasilitas rumah sakit.
Dalam SNARS Edisi 1 tahun 2017, pelaksanaan survei ditetapkan menggunakan metode telusur
yaitu proses survei oleh surveior KARS langsung di lokasi. Dalam metode aktivitas telusur,
surveior memilih pasien dari populasi pasien di rumah sakit dan melakukan telusur terhadap
asuhan yang diberikan kepada pasien oleh rumah sakit dan juga akan melakukan aktivitas telusur
terhadap sistem dan proses penting dalam pelayanan klinis dan manajerial. Dalam aktivitas ini
surveior dapat menemukan bukti masalah ketidakpatuhan terhadap standar dalam satu atau
beberapa langkah proses pelayanan dan asuhan pasien serta proses manajemen atau pada saat
acara pertemuan diantara proses-proses tersebut. Dalam proses survei, surveior dapat melakukan:
1. Wawancara kepada staf secara individual atau di dalam kelompok
2. Mengamati perawatan pasien
3. Wawancara kepada pasien dan keluarga
4. Meninjau rekam medis pasien
5. Meninjau catatan personel/file pegawai
6. Meninjau regulasi dan dokumen lainnya.
Dokumen akreditasi adalah semua dokumen yang harus disiapkan oleh rumah sakit dalam
memenuhi standar akreditasi rumah sakit. Dalam hal ini dokumen dibedakan menjadi 2(dua)
jenis, yaitu dokumen yang merupakan regulasi dan dokumen sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.
Untuk dokumen yang merupakan regulasi sangat dianjurkan untuk dibuat dalam bentuk panduan
tata naskah rumah sakit. Dokumen regulasi rumah sakit dapat dibedakan menjadi:
1. Regulasi pelayanan rumah sakit yang terdiri dari:
a. Kebijakan pelayanan rumah sakit
b. Pedoman/panduan pelayanan rumah sakit
c. Standar prosedur operasional (SPO)
d. Rencana jangka panjang (renstra, rencana strategis bisnis, bisnis plan, dll)
e. Rencana kerja tahunan (RKA, RBA atau lainnya)
2. Regulasi di unit kerja rumah sakit yang terdiri dari:
a. Kebijakan pelayanan rumah sakit
b. Pedoman/panduan pelayanan rumah sakit
c. Standar prosedur operasional (SPO)
d. Program (rencana kerja tahunan unit kerja) Kebijakan dan pedoman dapat ditetapkan
berdasarkan keputusan atau peraturan direktur sesuai dengan panduan tata naskah di
masing-masing rumah sakit.
Dokumen sebagai bukti pelaksanaan terdiri dari:
1. Bukti tertulis kegiatan/rekam kegiatan
2. Dokumen pendukung lainnya: ijasah, sertifikat pelatihan, setifikat perijinan, kalibrasi, dll
Kebijakan, pedoman/panduan dan SPO merupakan kelompok dokumen regulasi sebagai acuan
untuk melaksanakan kegiatan, dimana kebijakan merupakan regulasi yang tertinggi di rumah
sakit. Selanjutnya diikuti dengan pedoman/panduan dan kemudian SPO. Oleh karena itu untuk
menyusun pedoman/panduan harus mengacu pada kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan
oleh rumah sakit, sedangkan untuk menyusun SPO harus berdasarkan kebijakan dan
pedoman/panduan.

Dalam memenuhi standar akreditasi setiap unit kerja di rumah sakit, termasuk unit kerja rekam
medis dan informasi kesehatan wajib memenuhi kelengkapan dokumen yang terdiri dari:
1. Kebijakan pelayanan Kebijakan rumah sakit adalah penetapan direktur/pimpinan rumah
sakit pada tatanan strategis atau bersifat garis besar yang mengikat. Karena kebijakan
bersifat garis besar maka untuk penerapannya di unit kerja rekam medis dan informasi
kesehatan, perlu disusun pedoman/panduan dan prosedur sehingga ada kejelasan langkah-
langkah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Kebijakan ditetapkan dengan peraturan
atau keputusan direktur/pimpinan rumah sakit. Kebijakan dapat dituangkan dalam pasal-
pasal di dalam peraturan/keputusan tersebut, atau merupakan lampiran dari
peraturan/keputusan.
2. Pedoman pengorganisasian adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah
bagaimana sesuatu harus dilakukan, dengan demikian merupakan hal pokok yang
menjadi dasar untuk menentukan organisasi. Sedangkan panduan adalah merupakan
petunjuk dalam melakukan kegiatan. Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi
pedoman/panduan maka sulit untuk dibuat standar sistematikanya atau format bakunya.
Oleh karena itu rumah sakit dapat menyusun/membuat sistematika pedoman/panduan
sesuai kebutuhan.
3. Pedoman pelayanan adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana
sesuatu harus dilakukan, dengan demikian merupakan hal pokok yang menjadi dasar
untuk melakukan kegiatan di unit rekam medis dan informasi kesehatan. dapat
menyusun/membuat sistematika pedoman/panduan sesuai kebutuhan.
4. Setelah menyusun panduan yang mengatur 1(satu) kegiatan, dan agar panduan dapat
diimplementasikan dengan baik dan benar diperlukan pengaturan melalui standar
prosedur operasional (SPO). Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit yang dimaksud dengan SPO adalah suatu perangkat
instruksi/langkahlangkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin
tertentu. Menurut Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi dari Komisi Akreditasi
Rumah Sakit tahun 2012, yang dimaksud dengan SPO adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin
tertentu.
5. Setiap kegiatan yang dilakukan di unit rekam medis dan informasi kesehatan wajib dibuat
dokumentasinya sebagai bukti pelaksanaan. Contoh kegiatan:
a. Melakukan in house training
b. Melakukan perhitungan pola ketenagaan
c. Melakukan pengembangan sistem
d. Melakukan review formulir rekam medis
e. Melakukan penyusutan rekam medis
f Melakukan perencanaan pemusnahan rekam medis, dll Setiap kegiatan dibuat
pembuktian dengan lengkap, seperti proposal, undangan, daftar hadir, materi yang
dibahas, hasil test pelatihan, dll.
6. Program kerja
Dalam Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi (KARS, 2012) ada beberapa
pengertian tentang program, diantaranya pengertian program menurut Collins Cobuild
English Language Dictionary, program adalah rencana berskala besar dan terperinci yang
dibuat untuk suatu tujuan tertentu. Dapat juga berarti sebuah rencana kegiatan atau
pekerjaan yang akan dilaksanakan termasuk waktu kapan setiap kegiatan itu harus terjadi
atau akan dilaksanakan. Menurut Buku Panduan Perencanaan Strategis dan Pengukuran
Kinerja yang dikeluarkan oleh Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, yang
dimaksud program adalah penjabaran terperinci tentang strategi dan langkah-langkah
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga. KARS menyimpulkan bahwa
program berisi rencana kegiatan yang akan dilaksanakan yang disusun secara rinci yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga/unit kerja.
7. Laporan (bulanan, tahunan) Sebagai unit kerja dalam suatu organisasi mempunyai
kewajiban menyusun laporan hasil kerja selama periode tertentu. Unit rekam medis dan
informasi kesehatan wajib membuat laporan rutin dan tidak rutin. Laporan rutin adalah
pelaksanaan kegiatan yang terjadwal setiap hari, bulanan atau tahunan. Laporan tidak
rutin dibuat jika ada hal-hal insidentil yang wajib dilaporkan kepada atasan.
8. Rapat adalah suatu bentuk media komunikasi kelompok resmi yang bersifat tatap muka,
yang diselenggarakan oleh sebuah organisasi. Rapat dapat bersifat rutin atau insidentil.
Pembuktian kegiatan rapat dilengkapi dengan undangan rapat, daftar hadir rapat, topik
yang dibahas, dan notulen rapat. Dalam notulen rapat berisi: topik yang dibahas, hasil
pembahasan, kesimpulan dan rencana tindak lanjut. Setiap rapat harus terdokumentasi
baik rapat rutin maupun insidentil.
9. Setiap pegawai baru di rumah sakit atau institusi kesehatan wajib diikutsertakan dalam
kegiatan orientasi. Orientasi ada 2(dua) macam, yaitu: Akreditasi fasilitas pelayanan
kesehatan Page 11 orientasi umum dan khusus. Orientasi umum dilakukan untuk
mengenalkan situasi dan kondisi rumah sakit secara umum. Orientasi khusus diberikan
untuk mengenalkan organisasi dan sistem kerja di unit kerja dimana pegawai tersebut
akan bertugas. Apabila pegawai baru telah mengikuti orientasi umum, dokumentasi bukti
pelaksanaan harus disiapkan. Undangan, daftar hadir, materi orientasi, dan jadwal
orientasi serta sertifikat orientasi. Program orientasi khusus sebaiknya dibuat secara
berurutan agar pegawai selama masa orientasi dapat mengenal dan menyesuaikan sistem
kerja di masing-masing unit. Berdasarkan rangkaian sistem yang ada di unit rekam medis
dan informasi kesehatan, sebaiknya semua sistem pelayanan dikenalkan ke setiap
pegawai baru. Selama masa orientasi di unit rekam medis dan informasi kesehatan dapat
diatur seperti pada gambar di bawah ini.
10. Pelatihan
Untuk pengembangan kompetensi dan ketrampilan pegawai di unit rekam medis dan
informasi kesehatan secara periodik diikutkan dalam pelatihan. Apabila pegawai
mengikuti pelatihan baik di dalam rumah sakit maupun di luar, harus dapat dibuktikan
dengan dokumentasi. Untuk pelatihan di dalam rumah sakit, wajib dibuktikan dengan
proposal, undangan, daftar hadir, hasil pre-post tes, materi pelatihan, jadwal pelatihan,
sertifikat pelatihan. Jika pelatihan dari luar rumah sakit wajib dapat dibuktikan dengan
sertifikat peserta mengikuti pelatihan tersebut

Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2017 menyatakan rekam medis memiliki aspekaspek
yang sangat penting, yaitu:
1. Aspek administrasi, karena isi rekam medis menyangkut tindakan berdasarkan atas
wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan profesional pemberi asuhan
(PPA) dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2. Aspek medis, karena isinya catatan/rekaman tersebut dipergunakan sebagai dasar
merencanakan pengobatan/asuhan yang harus diberikan kepada seorang pasien.
3. Aspek hukum, karena isinya menyangkut masalah jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan dalam rangka upaya menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti
untuk menegakkan keadilan.
4. Aspek keuangan, karena isinya mengandung data/informasi yang dapat dipergunakan
sebagai dasar pembiayaan.
5. Aspek penelitian, karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan
sebagai dasar penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
6. Aspek pendidikan, karena isinya menyangkut data/informasi perkembangan kronologis
dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan referensi pengajaran di bidang kesehatan.
7. Aspek dokumentasi, karena menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan
dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban serta laporan rumah sakit. Rekam medis
memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Alat komunikasi antar profesional pemberi asuhan (PPA) yang memberikan asuhan
pasien (communication)
2. Dasar dalam perhitungan biaya pelayanan kepada pasien (Financial billing)
3. Penyedia data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan
(research and education)
4. Dasar untuk merencanakan asuhan yang harus diberikan kepada pasien (assessment)
5. Bahan yang berguna untuk analisis, penelitian, dan evaluasi kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pasien (audit klinis)
6. Sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan pertanggung
jawaban dan pelaporan
7. Bukti tertulis/terekam atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit, dan
pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit
8. Pelindung kepentingan hukum bagai pasien, rumah sakit, maupun profesional pemberi
asuhan (legal documentation).

Anda mungkin juga menyukai