Anda di halaman 1dari 14

Tugas Individu

ETIKA

ANDI ALFIANI
G012182005

PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu Pengetahuan merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dengan ilmu dapat
diciptakan suasana yang lebih baik dan dengan demikian melalui ilmulah manusia
dapat lebih mudah mencapai tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan. Meskipun dalam perkembangannya kemajuan ilmu pengetahuan
tidak selalu mensejahterakan manusia, tetapi banyak pula keburukan bahkan
penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai dampak dari kemajuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Mengenai pemanfaatan ilmu, Jujun S. Suriasumantri
(2010 : 249) mengemukakan : “Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan
yang dapat dipakai untuk kemaslahatan manusia”.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi
yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari
ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat, akan membawa pada persoalan moral
keilmuan seorang ilmuwan.
Sebagai sebuah disiplin ilmu dan keilmuan, didalamnya tekandung nilai-nilai
seperti etika, moral, norma, dan kesusilaan. Demikian pula pada aplikasinya,
seorang ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, baik saat berpikir maupun bertindak.
Kendati tinggi ilmu seseorang, apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah
menjadi semacam aturan dalam kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang
dimilikinya untuk kebaikan dan kemaslahatan orang banyak orang tersebut tidak
akan dipandang tinggi.
Pertanyaan kemudian timbul: apakah ilmu selalu merupakan berkah dan
penyelamat bagi manusia? Memang sudah terbukti dengan kemajuan ilmu
pengetahuan manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya,
pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan
malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali. Masalah yang
terjadi, ilmu yang tadinya diciptakan sebagai sarana membantu manusia, ternyata
kemudian tersebut justru menambah masalah bagi manusia.
Dalam filsafat juga memiliki konsep pemikiran baik dan buruk yang dikenal
dengan nama etika, yakni aturan untuk membedakan baik dan buruk. Suatu ilmu
dan etika adalah sumber pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan
menghentikan perilaku menyimpang di kalangan masyarakat. Untuk itu peranan
ilmu sangat dibutuhkan sebagai sumber moralitas dalam mengembangkan
kesejahteraan dan kemaslahatan manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian etika ilmu
2. Hubungan antara ilmu pengetahuan dan etika
3. Persoalan etika ilmu pengetahuan
4. Sikap ilmiah dan tanggung jawab ilmuwan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika Ilmu


Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan
ethikos, ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik. Ethikos
berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata “etika”
dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik berarti kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti tata cara atau
adat, sopan santun dan lain sebagainya dalam masyarakat beradaban dalam
memelihara hubungan baik sesama manusia.
Sedangkan secara terminologis etika berarti pengetahuan yang membahas
baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus
menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Dalam Bahasa Gerik etika diartikan:
Ethicos is a body of moral principles or value. Ethics arti sebenarnya adalah
kebiasaan. Namun lambat laun pengertian etika berubah, seperti sekarang. Etika
ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku
manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai buruk dengan
memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna akal pikiran.
Di dalam kamus ensklopedia pendidikan diterangkan bahwa etika adalah
filsafat tentang nilai, kesusilaan tentang baik buruk. Sedangkan dalam kamus
istilah pendidikan dan umum dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat
yang mengajarkan keluhuran budi. Sedangkan kata ‘etika’ dalam kamus besar
bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 –
mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat
Etika mempunyai sifat yang sangat mendasar, yaitu sifat kritis. Etika
mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku, menyelidiki dasar norma-
norma itu, mempersoalkan hak dari setiap lembaga seperti orang tua, negara, dan
agama untuk memberi perintah atau larangan yang harus ditaati. Hak dan
wewenang untuk menuntut ketaatan dari lembaga tersebut harus dan perlu
dibuktikan. Dengan demikian, etika menuntut orang bersikap rasional terhadap
semua norma. Sehingga etika akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom.
Otonomi manusia tidak terletak pada kebebasan dari segi norma dan tidak
sama dengan kesewenang-wenangan, melainkan tercapai dalam kebebasan untuk
mengakui norma-norma yang diyakininya sendiri sebagai kewajibannya. Dengan
demikian, etika dibutuhkan sebagai pengantar pemikiran yang kritis, yang dapat
membedakan antara apa yang sah dan yang tidak sah, membedakan apa yang baik
dan apa yang tidak baik. Dengan demikian, etika memberikan kemungkinan
kepada kita untuk mengambil sikap individual serta ikut menentukan arah
perkembangan masyarakat.
Sebagai salah satu cabang aksiologi ilmu yang banyak membahas masalah
nilai-baik atau buruk etika mengandung tiga pengertian:
Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral
yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
a. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Misalnya kode etik.
b. Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru menjadi
ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang
yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu
masyarakat – seringkali tanpa disadari– menjadi bahan refleksi bagi suatu
penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam hal ini sama dengan filsafat
moral.
Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral dapat
dihampiri berdasarkan atas tiga macam pendekatan, yaitu: Etika Deskriptif, Etika
Normatif, dan Metaetika.
a. Etika deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas
seperti: adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang
diperbolehkan atau tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat
pada individu, kebudayaan atau sub-kultur tertentu. Oleh karena itu etika
deskriptif ini tidak memberikan penilaian apa pun, ia hanya memaparkan. Etika
deskriptif lebih bersifat netral. Misalnya: Penggambaran tentang adat
mengayau kepala pada suku primitif.
b. Etika normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan
norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa
mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif berarti
sistem-sistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk atau penuntun
dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik atau buruk. Etika normatif
ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Etika umum, yang menekankan pada tema-tema umum seperti: Apa yang
dimaksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana
hubungan antara tanggungjawab dengan kebebasan?
2) Etika khusus, upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke dalam
perilaku manusia yang khusus. Etika khusus juga dinamakan etika terapan.
c. Metaetika, yaitu kajian etika yang ditujukan pada ungkapan-ungkapan etis.
Bahasa etis atau bahasa yang dipergunakan dalam bidang moral dikaji secara
logis. Metaetika menganalisis logika perbuatan dalam kaitan dengan “baik”
atau “buruk”. Perkembangan lebih lanjut dari metaetika ini adalah Filsafat
Analitik. Etika tidak hanya berkutat pada hal-hal teoritis, namun juga terkait
erat dengan kehidupan konkret, oleh karena itu ada beberapa manfaat etika
yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kehidupan konkret, yaitu:
1. Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik menghadapkan
manusia pada sekian banyak pandangan moral yang bermacam-macam,
sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang etika. Contoh: etika medis
tentang masalah aborsi, bayi tabung, kloning, dan lain-lain.
2. Gelombang modernisasi yang melanda di segala bidang kehidupan masyarakat,
sehingga cara berpikir masyarakat pun ikut berubah. Misalnya: cara
berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern, dan lain-lain.
3. Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologi-ideologi asing yang
berebutan mempengaruhi kehidupan kita, agar tidak mudah terpancing. Artinya
kita tidak boleh tergesagesa memeluk pandangan baru yang belum jelas,
namun tidak pula tergesa-gesa menolak pandangan baru lantaran belum
terbiasa.
4. Etika diperlukan oleh penganut agama manapun untuk menemukan dasar
kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas wawasan
terhadap semua dimensi kehidupan masyarakat yang selalu berubah.
Sedangkan, ilmu berarti : 1) pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu; 2)
pengetahuan atau kepandaian (tentang soal dunia, akhirat, lahir, batin, dan
sebagainya) (Depdikbud, 1990 : 324 – 325).Bila dikaitan dengan ilmu (akhlak =
moral = etika), maka berarti pengetahuan tentang tabiat manusia; akhlak; budi
pekerti; kelakuan (Depdikbud, 1990 : 15). Istilah etika berasal dari bahasa Yunani
ethos yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang
berasal dari bahasa Latin mores, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam bahasa Arab disebut akhlak yang berarti budi pekerti dan dalam bahasa
Indonesia dinamakan tata susila. Etika ilmu adalah ilmu yang menyelidiki mana
yang baik dan mana yang buruk pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui akal pikiran (Hasbullah Bakry, 1989 : 70 – 71).

2.2 Hubungan Antara Ilmu Pengetahuan dan Etika


Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan
bagaimana seharusnya hidup, tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu Pengetahuan
dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan
menghentikan perilaku penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat.
Ilmu pengetahuan dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral
di lingkungan masayarakat sekitar agar dapat menjadi ilmuwan yang memiliki
moral dan akhlak yang baik dan mulia.
Sebagai suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
individu maupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dilakukan itu salah atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses
penilaiannya ilmu pengetahuan sangat berguna dalam memberikan arah atau
pedoman dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan
untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.\
Etika memberikan batasan maupun standar yang mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam aturan
tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang ada dan pada saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai pedoman untuk
melakukan tindakan tertentu terhadap segala macam tindakan yang secara umum
dinilai menyimpang dari kode etik yang telah ditentukan dan disepakati bersama.
Ilmu sebagai asas moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan
universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya.
Maka inilah pentingnya etika dalam ilmu pengetahuan yang menyangkut
tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena
dalam penerapannya ilmu pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan negatif
bahkan destruktif maka diperlukan nilai atau norma untuk mengendalikannya. Di
sinilah etika menjadi ketentuan mutlak yang akan menjadi pengendali bagi
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk meningkatkan derajat hidup
serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.

2.3 Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan


Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu memerlukan
pertimbangan-pertimbangan dari dimensi etis dan hal ini tentu sangat berpengaruh
pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan. Tanggung
jawab etis ini menyangkut kegiatan atau penggunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu sendiri. Sehingga seorang ilmuwan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi harus selalu memperhatikan kodrat dan martabat
manusia, ekosistem dan bertanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang
akan datang dan kepentingan umum, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan
teknologi itu bertujuan untuk pelayanan eksistensi manusia dan bukan sebaliknya
untuk menghancurkan eksistensi manusia itu sendiri.
Tanggung jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan
akibat ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan
datang. Jadi bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
menghambat atau meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusia itu
sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk
kepentingan manusia. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni
kedewasaan untuk menentukan mana yang layak atau tidak layak, mana yang baik
dan mana yang buruk.
Beberapa problem yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
seperti dicontohkan oleh Amsal Bakhtiar (2010) pada perkembangan ilmu
bioteknologi, perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika
yang menghkhawatirkan banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan
pemerhati hak-hak asasi manusia tetapi para ahli bioteknologipun juga semakin
khawatir karena jika akibatnya tidak bisa dikendalikan maka akan terjadi
bencana besar bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa genetika
yang dahulunya bertujuan untuk mengobati penyakit keturunan seperti diabetes,
sekarang rekayasa tidak hanya bertujuan untuk pengobatan tetapi untuk
menciptakan manusia-manusia baru yang sama sekali berbeda baik secara fisik
maupun sifat-sifatnya. Dengan rekayasa tersebut manusia tidak memiliki hak yang
bebas lagi. Meskipun teori ini belum tentu terwujud dalam waktu singkat tetapi
telah menimbulkan persoalan dan kekhawatiran di kalangan ahli etika dan para
agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa yang lalim pasti dampaknya akan
sangat membahayakan karena bisa menghancurkan eksistensi manusia. Maka
disinilah diperlukan kedewasaan dari manusia itu sendiri untuk menentukan mana
yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan
bantuan agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang
martabat dirinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk
mengembangkan diri manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan
kreatifitas manusia untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia baik
dalam hubungan sebagai pribadi dengan lingkungannya, maupun sebagai makhluk
yang bertanggung jawab terhadap Allah Swt.

2.4 Sikap Ilmiah dan Tanggung Jawab Ilmuwan


Ilmu adalah suatu cara berpikir tertentu mengenai suatu obyek dengan
pendekatan yang khas sehingga menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan
ilmiah, dalam arti bahwa sisten dan struktur ilmu itu dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan
yang bersifat kritis, rasional dan logis, obyektif dan terbuka. Namun yang juga
penting adalah apakah pengembangan pengetahuan ilmiah itu membawa dampak
positif`dan baik bagi manusia atau sebaliknya justru membawa keburukan.
Oleh karena itu penting sekali sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh
seorang ilmuwan. Dan di sini letak moralitas dari seorang ilmuwandalam
penembangan ilmu, baik itu menyangkut tanggungjawabnya terhadap tata
alamiah, terhadap manusia maupun terhadap Allah Swt. Sikap ilmiah yang sesuai
bagi seorang ilmuwan antara lain: i) tidak adanya rasa pamrih yaitu suatu sikap
yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektih; ii) Bersikap
selektif yang menyangkut cara mengambil kesimpulan yang beragam, macam-
macam metodologi dan lain-lain; iii) selalu tidak merasa puas dengan hasil
penelitiannya sehingga selalu ada dorongan untuk melakukan riset dalam
hidupnya dan iv) Memiliki sikap etis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
demi kebahagiaan manusia dan untuk pembangunan bangsa dan negara.
Ilmu pengetahuan menghasilkan teknologi yang diterapkan pada
masyarakat. Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya dapat menjadi
berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi
manusia. Disinilah pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu
diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
Proses transformasi ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
tidak terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-
kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada
persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak berhenti
pada penelaah dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggungjawab
agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan
dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Sekiranya hasil karya itu memenuhi
syarat-syarat keilmuan maka dia diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu
pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat tersebut. Dengan perkataan lain,
penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggu naan ilmu
adalah bersifat sosial. Peranan individu inilah yang bersifat dominan dalam
kemajuan ilmu yang dapat mengubah wajah peradaban. Kreatifitas individu yang
didukung oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses
pengembangan ilmu berjalan secara efektif. Maka jelaslah bahwa
seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Bukan saja karena
dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di
masyarakat, namun yang lebih penting adalah adalah karena dia mempunyai
fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
Implikasi penting dari tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah
bahwa setiap pencarian dan penemuan kebenaran secara ilmiah harus disertai
dengan landasan etis yang utuh.. Proses pencarian dan penemuan kebenaran
ilmiah yang dilandasi etika, merupakan kategori moral yang menjadi dasar sikap
etis seorang ilmuwan. Ilmuwan bukan saja berfungsi sebagai penganalisis materi
tersebut, tetapi juga harus memiliki moral yang baik.
Kaum ilmuwan tidak boleh menganggap ilmu dan teknologi adalah segala-
galanya, masih terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban
manusia dengan baik. Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain
disamping kebenaran keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki.
Jika kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya baik secara moral
maupun intelektual maka salah satu penyangga masyarakat modern ini, yaitu ilmu
pengetahuan akan berdiri secara kokoh.
Di bidang etika tanggung jawab ilmuwan bukan lagi hanya memberikan
informasi namun juga memberikan contoh bagaimana bersifat obyektif, terbuka,
menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh pada pendirian yang
dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus
menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin berdasarkan rasionalitas dan
metodologis yang tepat. Secara moral seorang ilmuwan tidak akan membiarkan
hasil penelitiannya digunakan untuk tujuan yang melanggar asas-asas
kemanusian.
Pengetahuan merupakan sarana yang dapat digunakan
untuk kemaslahatan manusia dan dapat pula disalahgunakan. Sehingga tanggung
jawab ilmuwan sangatlah besar, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab
moral. Jika ilmuwan telah dapat memenuhi tanggung jawab sosialnya, maka ilmu
penetahuan itu akan berkembang dengan pesat, ilmu pengetahuan itu akan dapat
memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia, dan ilmu pengetahuan itu
tidak akan menimbulkan kerusakan dan konflik di masyarakat
BAB 1V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Etika ilmu adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang
buruk pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal
pikiran.
2. Ilmu pengetahuan dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran
moral di lingkungan masayarakat sekitar agar dapat menjadi ilmuwan yang
memiliki moral dan akhlak yang baik dan mulia.
3. Seorang ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
harus selalu memperhatikan kodrat dan martabat manusia, ekosistem
dan bertanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang
dan kepentingan umum, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan
teknologi itu bertujuan untuk pelayanan eksistensi manusia dan bukan
sebaliknya untuk menghancurkan eksistensi manusia itu sendiri.
4. Sikap ilmiah yang sesuai bagi seorang ilmuwan antara lain: i) tidak adanya
rasa pamrih yaitu suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan
ilmiah yang obyektih; ii) Bersikap selektif yang menyangkut cara
mengambil kesimpulan yang beragam, macam-macam metodologi dan lain-
lain; iii) selalu tidak merasa puas dengan hasil penelitiannya sehingga selalu
ada dorongan untuk melakukan riset dalam hidupnya dan iv) Memiliki sikap
etis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demi kebahagiaan manusia
dan untuk pembangunan bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar,Amsal, Filsafat Ilmu, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004


Bakry, Hasbullah, Sistematik Filsafat, Widjaya, Jakarta, 1989
Binta Cecilia blog, http://bintacecilia.blogspot.co.id/2014/09/aksiologi-ilmu-
pengetahuan-dan.html, tanggal 24 Maret 2016
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990
Fuad, Ihsan, Filsafat Ilmu, Rineka Cipta, Jakarta, 2010
Fuadalmasum. 2016. ”etika keilmuan,”
dalam https://fuadalmasum.wordpress.com/2016/04/09/makalah-etika-
keilmuan-filsafat/ , diakses pada Selasa, 3 September, 2019.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan.
Manaf, Mudjahid Abdul, Sejarah Agama-Agama, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1996
Mohammad Adib, MA,2011. Filsafat Ilmu ( Ontologi, Epistimologi, Aksiologi
dan Logika Ilmu Pngetahuan), Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
MS, Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya, 1986
Nottingham, Elizabeth K., Agama dan Masyarakat (Suatu Pengantar Sosiologi
Agama), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996
Rahmawati Blog, http://rahmawatiblog.blogspot.co.id/2012/01/aksiologi-ilmu-
dan- moral-tanggung-jawab.html, diakses pada Selasa, 3 September,
2019.
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1999
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Bumi Aksara,
Jakarta, 2010
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 2010
Sya'roni, M. 2014. Etika Keilmuan: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu. Teologia,
Volume 25, Nomor 1, Januari-Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai