Anda di halaman 1dari 13

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil
untuk berbagai fungsi biokimiawi dan umumnya tidak disintesis oleh tubuh
sehingga harus dipasok dari makanan.Vitamin yang pertama kali ditemukan
adalah vitamin A dan B , dan ternyata masing-masing larut dalam lemak dan larut
dalam air.Kemudian ditemukan lagi vitamin-vitamin yang lain yang juga bersifat
larut dalam lemak atau larut dalam air. Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air
dipakai sebagai dasar klasifikasi vitamin.Vitamin yang larut dalam air, seluruhnya
diberi symbol anggota B kompleks (kecuali vitamin C) dan vitamin larut dalam
lemak yang baru ditemukan diberi symbol menurut abjad (vitamin A,D,E,K
).Vitamin yang larut dalam air tidak pernah dalam keadaan toksisitas di didalam
tubuh karena kelebihan vitamin ini akan dikeluarkan melalui urin.
Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin
adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Terdapat 13 jenis
vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang
dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin,
riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat).
Walau memiliki peranan yang sangat penting, tubuh hanya dapat memproduksi
vitamin D dan vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak aktif. Oleh karena itu,
tubuh memerlukan asupan vitamin yang berasal dari makanan yang kita konsumsi.
Asupan vitamin dapat diperoleh melalui bahan makanan dan suplemen makanan.
Berbeda dengan vitamin yang larut dalam lemak, jenis vitamin larut dalam air
hanya dapat disimpan dalam jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang
bersama aliran makanan. Saat suatu bahan pangan dicerna oleh tubuh, vitamin
yang terlepas akan masuk ke dalam aliran darah dan beredar ke seluruh bagian
tubuh. Apabila tidak dibutuhkan, vitamin ini akan segera dibuang tubuh bersama
urin. Oleh karena hal itulah, tubuh membutuhkan asupan vitamin larut air secara
terus-menerus.
Mengingat kandungan vitamin sangat dibutuhkan untuk mencapai
kesehatan yang optimal, sama halnya dengan fungsi fisiologis normal seperti
tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup dan bereproduksi, maka setiap

1
2

hewan perlu mendapatkan vitamin termasuk unggas. Secara alamiah vitamin tidak
bisa dibentuk dalam tubuh unggas sehingga perlu tambahan vitamin pada
pakannya. Vitamin yang terkandung pada bahan penyusun pakan tersedia dalam
jumlah sedikit. Akibatnya apabila terjadi kekurangan vitamin pada pakan, maka
dapat mengakibatkan kesehatan serta produksi menjadi tidak optimal (Pullet,
2010).
Salah satu vitamin penting yang diperlukan pada unggas adalah Vitamin E.
Vitamin E merupakan salah satu mikronutrien yang sangat diperlukan dalam
pakan unggas dan berperan penting dalam proses pertumbuhan, reproduksi,
kesehatan atau sistem imun, dan kualitas daging unggas. Vitamin E berfungsi
sebagai pemelihara keseimbangan intraseluler dan sebagai antioksidan. Sebagai
antioksidan, vitamin E dapat melindungi lemak atau asam lemak yang terdapat
dalam membran sel agar tidak teroksidasi. Apabila terjadi defisiensi vitamin e pada
unggas makan akan menyebabkan ketidaksempurnaan pada reproduksi dan
unggas menjadi mudah terserang penyakit. Mengingat vitamin e maka dari itu
penulis tertarik untuk menulis paper yang berjudul “Peran Vitamin E dan Akibat
Defisiensinya pada Unggas”.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud dengan Vitamin E?
b. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari Vitamin E?
c. Apakah manfaat dan peran penting dari Vitamin E pada unggas?
d. Apakah dampak defisiensi Vitamin E pada unggas?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui pengertian dari Vitamin E.
b. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik dari Vitamin E.
c. Untuk mengetahui manfaat dan peran penting dari Vitamin E pada
unggas.
d. Untuk mengetahui dampak dari defisiensi Vitamin E pada unggas.

1.4 Manfaat Penulisan


Dari penulisan paper ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan Mata Kuliah
Farmakologi dan dapat memberikan informasi mengenai peran penting vitamin
khususnya vitamin E.
3

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Vitamin E


Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop pada tahun 1922. Vitamin E
merupakan nama umum dari semua derivate tokol dan tokotrienol yang secara
kualitatif memperlihatkan aktivitas alfa-tokoferol (tokos artinya kelahiran atau
turunan, pherson artinya memelihara, ol artinya alcohol). (Martha, 2013).
Penamaan ini adalah untuk semua metil-tokol. Istilah tokoferol bukanlah sinonim
vitamin E, walaupun dalam praktek sehari-hari kedua istilah ini selalu
disinonimkan.
Di pasaran, vitamin E tersedia dalam beberapa bentuk, yakni dalam bentuk
minyak pekat, emulsi cair, emulsi dalam tepung, emulsi dalam gelatin, gum,
akasia, gula dan lainnya serta dalam bentuk askorbat dalam bentuk tokoferil yang
difungsikan sebagai carrier untuk dicampurkan dalam bahan makanan.
Beberapa bahan makanan yang mengandung vitamin E yang direkomendasikan
seperti jagung, tepung ikan, tetes, beras pecah kulit, gandum, dedak gandum dan
biji-bijian bekas fermentasi.
Aktivitas vitamin E dalam makanan dan bahan pakan berasal dari
serangkaian senyawa asal tanaman. Vitamin E alami adalah campuran dari dua
kelas senyawa, tokoferol dan tokotrienol. Istilah vitamin E, menurut Perserikatan
Internasional dari Persatuan Ahli Kimia dan Biokimia Internasional (IUPAC-IUB)
tentang Nomenklatur Biokimia, digunakan sebagai pendeskripsi generik untuk
semua tocol dan tocotrienol derivatif yang secara kualitatif menunjukkan aktivitas
biologis dari alfa - tocopherol (IUPAC-IUB, 1973). Baik tokoferol dan tokotrienol
terdiri dari inti hidrokuinon dan rantai samping isoprenoid. Secara karakteristik,
tokoferol memiliki rantai samping jenuh, sedangkan tocotrienol memiliki rantai
samping tak jenuh yang mengandung tiga ikatan rangkap. Ada empat senyawa
utama dari masing-masing dua sumber aktivitas vitamin E ini (alfa, beta, gamma,
delta), dibedakan dengan adanya gugus metil (-CH3) pada posisi 5, 7 atau 8 dari
cincin chroman (Gambar 4). -1). Alpha-tocopherol, yang paling aktif secara
biologis dari senyawa ini, adalah senyawa aktif vitamin E yang dominan dalam
bahan pakan dan bentuk yang digunakan secara komersial untuk suplementasi
diet hewan (Schaffer et al., 2005; Freiser dan Jiang, 2009).

3
4

2.2 Farmakokinetik dan Farmakodinamik Vitamin E


2.2.1 Farmakodinamik Vitamin E
Vitamin E berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi kerusakan
membrane biologis akibat radikal bebas. Vitamin E melindungi asam lemak tak
jenuh pada membrane fosfolipid. Radikal peroksil bereaksi 1000 kali lebih cepat
dengan vitamin E daripada dengan asam lemak tak jenuh dan membentuk radikal
tokoferoksil. Radikal ini selanjutnya berinteraksi dengan antioksidan yang lain
seperti vitamin C yang akan membentuk kembali tokoferol. Vitamin E juga penting
untuk melindungi membrane sel darah merah yang kaya asam lemak tak jenuh
ganda dari kerusakan akibat oksidasi. Vitamin ini berperan dalam melindungi
lipoprotein dari LDL teroksidasi dalam sirkulasi. LDL teroksidasi ini memegang
peranan penting dalam menyebabkan aterosklerosis. Selain efek antioksidan,
vitamin E juga berperan mengatur proliferasi sel otot polos pembuluh darah,
menyebabkan vasodilatasi dan menghambat baik aktivasi trombosit maupun
adhesi lekosit. Vitamin E juga melindungi beta;-karoten dari oksidasi (Dewoto
2007).
2.2.2 Farmakokinetik Vitamin E
Vitamin E diabsorpsi baik melalui saluran pencernaan. Beta-lipoprotein
mengikat vitamin E dalam darah dan mendistribusikan ke semua jaringan. Kadar
plasma sangat bervariasi diantara individu normal, dan berfluktuasi tergantung
kadar lipid. Rasio vitamin E terhadap lipid total dalam plasma digunakan untuk
memperkirakan status vitamin E. Nilai di bawah 0,8 mg/g menunjukkan keadaan
defisiensi. Pada umumnya kadar tokoferol plasma lebih berhubungan dengan
asupan dan gangguan absorpsi lemak pada usus halus daripada ada tidaknya
penyakit. Vitamin E sukar melalui sawar plasenta sehingga bayi baru lahir hanya
mempunyai kadar tokoferol plasma kurang lebih seperlima dari kadar tokoferol
plasma induknya. Air susu akan mengandung α-tokoferol yang cukup bagi
anaknya. Ekskresi vitamin sebagian besar dilakukan dalam empedu secara lambat
dan sisanya diekskresi melalui urin sebagai glukoronida dari asam tokoferonat
atau metabolit lain.
5

2.3 Manfaat dan Peran Penting Vitamin E pada Unggas


2.3.1 Sebagai Antioksidan Biologis
Salah satu fungsi penting Vitamin E adalah sebagai antioksidan inerseluler
dan intraseluler. Vitamin E berperan penting dalam membentuk sistem pertahanan
tubuh terhadap efek buruk oksigen reaktif dan radikal bebas. Vitamin E berfungsi
sebagai antioksidan yang mengikat membran, memerangkap lipid radikal bebas
peroksil yang dihasilkan dari asam lemak tak jenuh di bawah kondisi stres oksidatif.
Vitamin E berfungsi sebagai agen quenching untuk molekul radikal bebas dengan
elektron tunggal yang sangat reaktif di kulit terluarnya. Karena itu, antioksidan
sangat penting untuk pertahanan kekebalan dan kesehatan manusia dan hewan.
Dikemukakan, peranan vitamin E dalam sistem kekebalan tubuh unggas
didasarkan pada kemampuannya mencegah peroksidasi lipid oleh radikal peroksil
lipid dalam membran. Menghadapi E.coli, dosis suplementasi 300 mg/kg vitamin
E dapat mengurangi tingkat kematian unggas. Efek yang sama diperoleh dengan
dosis 100–300 mg/kg menghadapi colibacillosis, coccidiosis dan listeriosis pada
ayam kalkun. Vitamin E memperkuat kekebalan pada vaksinasi terhadap
Newcastle disease dan bronchitis. Juga dalam menghadapi penyakit atau
kelemahan lainnya.

2.3.2 Meningkatkan Sistem Pertahanan Tubuh Unggas


Vitamin E mungkin merupakan nutrisi yang paling banyak dipelajari terkait
dengan respon imun (Meydani dan Han, 2006). Bukti yang terkumpul selama
bertahun-tahun dan dalam banyak spesies menunjukkan bahwa vitamin E adalah
nutrisi penting untuk fungsi normal sistem kekebalan tubuh. Selanjutnya, penelitian
menunjukkan bahwa efek menguntungkan dari nutrisi tertentu, seperti vitamin E
yang mengurangi risiko penyakit, dapat melalui efeknya pada respon
imun. Konsentrasi d-tocopherol yang lebih tinggi (50 dan 100 mg per kg atau 22,7
dan 45,5 mg per lb) dalam pakan mengurangi aktivitas peroksidasi lipid dan
meningkatkan aktivitas enzim anti-oksidatif dan juga meningkatkan respon imun
berperantara sel pada broiler komersial (Ram Rao et al., 2011).
Vitamin E telah terlibat dalam stimulasi sintesis antibodi serum, khususnya
antibodi IgG (Tengerdy, 1980). Vitamin E pada tingkat suplementasi tinggi memiliki
respon imun yang kuat dengan meningkatkan sistem ketahanan unggas terhadap
penyakit infeksi (Silva et al., 2009). Vitamin E bekerja dengan mempengaruhi
fungsi kekebalan seluler dan humoral, yaitu dengan meningkatnya T lymphocytes
6

(Abdukalykova et al., 2008). Sebelumnya, Moriguchi dan Muraga (2000)


mengamati bahwa vitamin E memperbaiki sistem kekebalan tubuh dengan
meningkatkan aktivitas antiviral host dan produksi intervion sitokin antivirus, yang
diproduksi oleh sel T teraktivasi. Vitamin E juga berperan dalam mengurangi
glukokortikoid, yang dikenal sebagai imunosupresif (Golub dan Gershwin, 1985).

2.3.3 Berperan dalam Sistem Reproduksi Unggas


Dalam sistem reproduksi, vitamin E yang cukup dalam diet induk
menimbulkan efek jelas pada turunannya. Vitamin E yang disimpan dalam hati
disalurkan juga ke oocyte yang sedang bertumbuh. Suplementasi vitamin E di atas
kebutuhan minimum dapat memperbaiki ovulasi selama fase akhir bertelur,
menguatkan sistem kekebalan dan mencegah pengaruh negatif terhadap produksi
telur. Vitamin E mencegah terjadinya oksidasi dalam sperma, kuning telur dan
saluran embrionik.
Menurut hasil penelitian Rengaraj (2015), pemberian suplement vitamin E
pada unggas jantan secara signifikan dapat mempertahankan fungsi kesuburan
unggas jantan, termasuk volume air mani, konsentrasi sperma, viabilitas sperma,
motilitas sperma, dan kapasitas sperma, pada spesies unggas. Selain itu
pemberian suplemen vitamin E pada unggas betina juga secara signifikan
mempertahankan kesuburan wanita pada spesies unggas, termasuk produksi
telur, kesuburan telur, dan daya tetas telur. Telah dipahami bahwa pemeliharaan
kesuburan pada unggas jantan dan betina oleh vitamin E didasarkan pada
perannya sebagai mekanisme pertahanan terhadap kerusakan oksidatif, yang
terutama hasil dari pemecahan asam lemak tak jenuh ganda.

2.3.4 Meningkatkan Mutu Telur dan Daging


Peningkatan asupan vitamin E pada ayam petelur akan menaikkan
kandungan vitamin E telur sehingga nilai nutrisinya lebih baik. Suplementasi
vitamin E pada ayam petelur pada dosis 400 mg/kg meningkatkan kandungan
alpha-tocopherol kuning telurnya mencapai 477 mcg/g dibanding 144 mcg/g pada
kontrol. Pada ayam pedaging, suplementasi vitamin E dosis lebih tinggi mampu
meningkatkan kualitas sensoris daging unggas. Suplementasi vitamin E menahan
penurunan pH daging unggas post mortem sehingga potensial digunakan
mencegah daging menjadi pucat, lembek dan mengalami exudative meat
syndrome (PSE).
7

Dalam hal meningkatkan mutu telur vitamin E bekerja sama dengan vitamin
A. Sehingga dampak yang ditimbulkan apabila ransum kekurangan vitamin A dan
E yaitu menurunkan daya tetas telur dan juga kematian embrio pada masa
inkubasi pertama karena vitamin A dan E berperan sebagai antioksidan dalam
telur yang melindungi embrio dari radikal bebas yang menyebabkan kerusakan
jaringan dan meningkatkan daya tahan tubuh sampai menetas sehingga apabila
terjadi kekurangan vitamin A dan E akan mengakibatkan embrio di dalam telur
tidak berkembang dengan baik (Kusumasari et al, 2013).

2.3.4 Berperan dalam Respirasi Seluler, Transpor Elektron, dan Asam


Deoksiribonukleat (DNA)
Ada bukti terbatas bahwa vitamin E terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi
biologis. Vitamin E juga tampaknya mengatur biosintesis DNA di dalam
sel. Vitamin E tampaknya sangat penting dalam respirasi seluler otot jantung dan
skeletal (Leeson dan Summers, 2001).

2.3.5 Berperan dalam Mengurangi Toksisitas Terhadap Logam berat


Vitamin E sangat efektif dalam mengurangi toksisitas logam seperti perak,
arsenik dan timbal, dan menunjukkan sedikit efek terhadap toksisitas kadmium dan
merkuri. Vitamin E juga dapat efektif melawan zat beracun lainnya.

2.4 Akibat Defisiensi Vitamin E


2.4.1 Diathesis Eksudatif
Diatesis eksudatif pada anak ayam merupakan bentuk edema berat yang
dihasilkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler yang nyata. Edema subkutan
segera berkembang menjadi stadium hemoragik, menghasilkan perubahan warna
biru-hijau pada kulit. Anak ayam yang terpengaruh menunjukkan berkurangnya
aktivitas spontan dan asupan makanan. Jika tidak diobati dengan vitamin E atau
selenium, mereka bertahan hidup biasanya tidak lebih dari dua hingga enam
hari. Baik vitamin E dan selenium terlibat dalam pencegahan diatesis eksudatif dan
distrofi otot nutrisi. Dalam diet yang sangat kekurangan selenium, bagaimanapun,
vitamin E tidak mencegah atau menyembuhkan diatesis eksudatif, sedangkan
penambahan sesedikit 0,05 ppm selenium makanan sepenuhnya mencegah
penyakit ini (DSM, 2015)
8

Gambar 2.1 Patologi Anatomi Ayam yang Terdiagnosa Diatesis Eksudatif


Sumber: LE Krook, Universitas Cornell

2.4.2 Encephalomalacia (Crazy Chick Syndrome)


Encephalomalacia umumnya mempengaruhi anak ayam dari dua sampai
enam minggu usia dan hasil dari perdarahan dan edema dalam otak kecil (Illus. 4-
6). Setidaknya satu fungsi penting dari vitamin E adalah mengganggu produksi
radikal bebas pada tahap awal encephalomalacia. Kebutuhan kuantitatif untuk
vitamin E untuk fungsi ini tergantung pada jumlah asam linoleat dalam
makanan. Pakan diet tinggi asam linoleat dengan atau tanpa suplementasi vitamin
E. Anak ayam yang menerima diet tinggi dalam asam linoleat atau vitamin E tidak
akan terlihat patologi ensefalomalasia. Otak cerebellum adalah yang paling rentan
terhadap perubahan status vitamin E karena kandungan vitamin E yang
rendah. Selenium tidak efektif dalam mencegah encephalomalacia, sementara
antioksidan sintetik sebagian efektif. Fakta bahwa konsentrasi rendah antioksidan
mampu mencegah encephalomalacia pada anak ayam, tetapi gagal untuk
mencegah diatesis eksudatif atau distrofi otot pada anak ayam yang sama sangat
menyarankan bahwa dalam mencegah encephalomalacia vitamin E bertindak
sebagai antioksidan (DSM, 2018).
Gejala klinis yang ditimbulkan pada kejadian encephalomalacia adalah
ataksia(kehilangan keseimbangan dan kepala tertarik ke belakang), kelemahan
dan tergolek miring dengan kaki dan sayap kejang-kejang, jari kaku. Edema
mungkin akan tampak berwarna agak hijau kebiruan, karena kerusakan
hemoglobin sel darah merah. Jika edemanya meluas dan berkembang, unggas
muda tersebut akan mengalami kesulitan berjalan dan berdiri dengan posisi kaki
melebar (Beng, 2015).
9

Gambar 2.2 Ayam yang Terdiagnosa Encephalomalacia


Sumber: ML Scott, Universitas Cornell

2.4.3 Distrofi Otot


Ketika kekurangan vitamin E disertai dengan kekurangan asam amino
sulfur, anak ayam menunjukkan distrofi otot yang parah, terutama otot payudara,
pada usia sekitar empat minggu. Cystine efektif dalam mencegah distrofi otot gizi
pada anak ayam yang defisiensi vitamin E. \ Meskipun vitamin E dan selenium
umumnya sangat efektif dalam mencegah diatesis eksudatif, selenium hanya
sebagian efektif dalam melindungi terhadap distrofi otot pada anak ayam ketika
ditambahkan dengan adanya tingkat rendah vitamin E diet. Jumlah yang jauh lebih
besar dari selenium diperlukan untuk mengurangi kejadian distrofi pada anak
ayam yang menerima diet defisiensi vitamin E rendah dalam metionin dan sistin
(Scott et al., 1982).

2.3.4 Menganggu SIstem Reproduksi dan Menurunnya Daya Tetas Telur


Kekurangan vitamin E yang berkepanjangan dapat menyebabkan
kegagalan reproduksi dan sterilitas permanen. Vitamin E telah terbukti penting
untuk daya tetas normal. Daya tetas telur dari ayam yang kekurangan vitamin E
berkurang, dan mortalitas embrionik mungkin tinggi selama empat hari pertama
inkubasi dan selama tahap selanjutnya sebagai akibat kegagalan
sirkulasi. Defisiensi vitamin E menyebabkan peningkatan mortalitas embrio
selama minggu terakhir inkubasi di White Leghorns dan selama minggu kedua dan
ketiga inkubasi di Rhode Island Reds.
10

2.4.5 Mengganggu Sistem Pertahanan Tubuh


Kekurangan vitamin E memungkinkan virus yang biasanya jinak
menyebabkan penyakit (Beck et al., 1994).
11

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan pustaka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop pada tahun 1922. Vitamin E
merupakan nama umum dari semua derivate tokol dan tokotrienol yang
secara kualitatif memperlihatkan aktivitas alfa-tokoferol.
b. Vitamin E mengatur proliferasi sel otot polos pembuluh darah,
menyebabkan vasodilatasi dan menghambat baik aktivasi trombosit
maupun adhesi lekosit. Vitamin E juga melindungi beta;-karoten dari
oksidasi. Vitamin E diabsorpsi baik melalui saluran pencernaan. Beta-
lipoprotein mengikat vitamin E dalam darah dan mendistribusikan ke
semua jaringan.
c. Manfaat vitamin E pada unggas adalah, sebagai antioksidan biologis,
meningkatkan sistem pertahanan tubuh unggas, berperan dalam sistem
reproduksi unggas, berperan dalam respirasi seluler, transpor elektron, dan
asam deoksiribonukleat (DNA), berperan dalam mengurangi toksisitas
terhadap logam berat.
d. Akibat yang disebabkan oleh defisiensi vitamin e adalah diathesis
eksudatif, encephalomalacia (crazy chick syndrome), distrofi otot,
menganggu sistem reproduksi dan menurunnya daya tetas telur, dan
mengganggu sistem pertahanan tubuh.

3.2 Saran
Penulis berharap ke depannya lebih banyak lagi peneliti yang meneliti
mengenai Vitamin E.

11
12

DAFTAR PUSTAKA

Beng, Amirudin Aidin. 2015. Defisiensi Vitamin E. Terdapat pada


http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/9914/penyakit-
pada-unggas-yang-disebabkan-oleh-gangguan-nutrisi-bagian-2.
Diakses tanggal 29 April 2018
Dahlke, F, A. Maiorka. 2015. Vitamin E and Selenium in Broiler Breeder Diets:
Effect on Live Performance, Hatching Process, and Chick Quality.
Poultry Science Volume 94: Issue 5
DSM. Vitamin E. Terdapat pada
https://www.dsm.com/markets/anh/en_US/Compendium/companion_a
nimals/vitamin_E.html. Diakses pada tanggal 29 April 2018
Freiser, H., and Q. Jiang. 2009. Gamma-tocotrienol and gamma-tocopherol are
primarily metabolized to conjugated 2-(beta-carboxyethyl)-6-hydroxy-
2,7,8-trimethylchroman and sulfated long-chain carboxychromanols in
rats. J Nutr. 139: 884-889. 6
Kusumasari, D. P, I. Mangisah, I. Estiningdriati. 2013. Pengaruh Penambahan
Vitamin A Dan E Dalam Ransum Terhadap Bobot Telur dan Mortalitas
Embrio Ayam Kedu Hitam. Animal Agriculture Journal. Vol. 2. No. 1
2013, p191-200
Martha, Sabrina Aprilisa, Ferry F. Karwur, Ferdy S. Rondonuwu. 2013. Mekanisme
Kerja dan Fungsi Hayati Vitamin E pada Tumbuhan dan Mamalia.
Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana
McDowell, Lee R. 2013. Vitamin History The Early Years. University of Florida
IFAS
Mutia, Rita, Ridho Kurniawan Rusli, Komang Gede Wiryawan, Tototahormat,
Jakaria. 2017. Pengaruh Suplementasi Tepung Kulit Manggis dan
Vitamin E di Dalam Ransum Ayam Ras Petelur Strain Lohmann
Terhadap Kualitas Fisik Telur yang Disimpan Pada Waktu dan Suhu
yang Berbeda. Buletin Peternakan Vol. 41 (1): 79-90, Februari 2017
Murwani Sri, Dahliatul Qosimah, Indah Amalia Amri. 2017. Penyakit Bakterial pada
Ternak Hewan Besar dan Unggas. Malang: UB Press
Nasiu, Firman. Lies Mira Yusiati. Supadmo. 2013. Pengaruh Suplementasi Vitamin
E Dalam Ransum Yang Mengandung Capsulated Crude Palm Oil
13

Terhadap Kandungan Polyunsaturated Fatty Acid Daging Dan


Performan Kambing Bligon
Rengaraj, Deivendran, Yeong Ho Hong. 2015. Effects of Dietary Vitamin E on
Fertility Functions in Poultry Species. International Journal of Molecular
Sciences: 16(5): 9910-9921
Roziana, Hertanto Wahyu Subagio, Nyoman Suci Widyastiti. 2016. Pengaruh
suplementasi vitamin e (α-tokoferol) terhadap kadar gamma glutamil
transferase (ggt) dan kadar nitric oxide (no) pada tikus (Studi pada tikus
rattus novergicus strain wistar jantan terpapar inhalasi uap benzene).
Jurnal Gizi Indonesia (ISSN : 1858-4942)
Rusmana, Denny, Dulatif Natawiharja, Happali. 2008. Pengaruh Pemberian
Ransum Mengandung Minyak Ikan Lemuru dan Vitamin E terhadap
Kadar Lemak dan Kolesterol Daging Ayam Broiler. Jurnal Ilmu Ternak,
Juni 2008, Vol. 8, No. 1, 19 – 24
Schaffer, S., W.E, Muller and G.P. Eckert. 2005. J. Nutr. 135:151

Anda mungkin juga menyukai