Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

B.1 Pengertian Silase

Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian atau bijian
berkadar air tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan dalam tempat kedap udara
selama kurang lebih tiga minggu. Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut menyebabkan
terjadinya fermentasi pada bahan silase. Tempat penyimpanannya disebut silo. Silo bisa
berbentuk horizontal ataupun vertikal. Silo yang digunakan pada peternakan skala besar adalah
silo yang permanen, bisa berbahan logam berbentuk silinder ataupun lubang dalam tanah (kolam
beton). Silo juga bisa dibuat dari drum atau bahkan dari plastik. Prinsipnya, silo memungkinkan
untuk memberikan kondisi anaerob pada bahan agar terjadi proses fermentasi. Bahan untuk
pembuatan silase bisa berupa hijauan atau bagian-bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak
ruminansia, seperti rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan
lain-lain. Kadar air bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75% . Kadar air tinggi
menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur.
Kadar air yang rendah juga meningkatkan suhu silo dan meningkatkan resiko kebakaran
(Kartadisastra, 1997).
Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi
meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif
manis. Silase merupakan proses mempertahankan kesegaran bahan pakan dengan kandungan
bahan kering 30 – 35% dan proses ensilase ini biasanya dalam silo atau dalam lobang tanah, atau
wadah lain yang prinsifnya harus pada kondisi anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob
dapat melakukan reaksi fermentasi. Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan
kandungan nutrien yang dapat diawetkan. Selain bahan kering, kandungan gula bahan juga
merupakan faktor penting bagi perkembangan bakteri pembentuk asam laktat selama proses
fermentasi (Kartadisastra, 1997).
Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi hijauan dengan
kandungan uap air yang tinggi. Pembuatan silase tidak tergantung kepada musim jika
dibandingkan dengan pembuatan hay yang tergantung pada musim (Kartadisastra, 1997).

B.2 Metode dan Prinsip Dasar Pembuatan Silase


Metode dan prinsip dasar pembuatan silase menurut Sarwono, 2001 yakni :
1. Metode Pemotongan
- Hijauan dicincang dahulu dengan ukuran 3-5 cm.
- Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastic
- Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
- Tutup dengan plastik dan tanah

2. Metode Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat
fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-
sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam
klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok (Sarwono, 2001).
3. Metode Pelayuan
 Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40% 50%)
 Lakukan seperti metode pemotongan
Proses pembuatan silase secara garis besar terdiri atas empat fase : (1) fase aerob; (2) fase
fermentasi; (3) fase stabil dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan kepada ternak. Setiap fase
mempunyai ciri-ciri khas yang sebaiknya diketahui agar kualitas hijauan sejak dipanen,
pengisian ke dalam silo, penyimpanan dan periode pemberian pada ternak dapat dipelihara
dengan baik agar tidak terjadi penurunan kualitas hijauan tersebut (Sarwono, 2001).
Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses
ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam laktat
ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk
menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada
silase, mempercepat proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur,
merangsang produksi asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase
(Sarwono, 2001).
Proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet
sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat
dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan fermentasi secara
alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan
inokulum bakteri asam laktat (BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya
fermentasi asam laktat. Inokulum BAL merupakanadditive paling populer dibandingkan asam,
enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai probiotik, karena
inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak dan silase pakan ternak dapat
meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat badan pada sapi (Williamson,1993).

4. Fermentatsi

Setelah kadar oksigen habis , maka proses fermentasi di mulai. Fermentasi adalah
menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase sampai dengan kadar pH dimana tidak ada lagi
organisme yang dapat hidup dan berfungsi di dalam silo. Penurunan kadar pH ini dilakukan
oleh lactic acid ( asam laktat ) yang di hasilkan oleh bakteri Lactobacillus. Lactobasillus itu
sendiri sudah berada didalam bahan baku silase, dan dia akan tumbuh dan berkembang dengan
cepat sampai bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan mengkonsumsi karbohidrat untuk
kebutuhan energinya dan mengeluarkan asam laktat. Bakteri ini akan terus memproduksi asam
laktat dan menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase sampai pada tahap kadar pH yang
rendah, dimana tidak lagi memungkinkan bakteri ini beraktivitas, sehingga silo berada pada
keadaan stagnant, atau tidak ada lagi perubahan yang terjadi, dan bahan baku silase berada pada
keadaan yang tetap. Keadaan inilah yang di sebut keadaan terfermentasi, dimana bahan baku
berada dalam keadaan tetap , yang disebut dengan menjadi awet. Pada keadaan ini maka silase
dapat di simpan bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya
(Williamson,1993).

B.3 Kriteria Silase Yang Baik

Berdasarkan informasi dari (Kartadisastra, 2004) bahwa tempaeratur yang baik untuk
silase berkisar 270 C hingga 350 C. pada temperature tersebut, kualitas silase yang dihasilkan
sangat baik. Kualitas tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yaitu:
· Mempunyai tekstur segar
· Berwarna kehijau-hijauan
· Tidak berbau busuk
· Disukai ternak
· Tidak berjamur
· Tidak menggumpal

Silase yang baik biasanya berasal dari pemotongan hijauan tepat waktu (menjelang
berbunga), pemasukan ke dalam silo dilakukan dengan cepat, pemotongan hijauan dengan
ukuran yang memungkinkannya untuk dimampatkan, penutupan silo secara rapat (tercapainya
kondisi anaerob secepatnya) dan tidak sering dibuka. Silase yang baik beraroma dan berasa
asam, tidak berbau busuk. Silase hijauan yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan, dipegang
terasa lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir). Silase yang baik juga tidak menggumpal
dan tidak berjamur. Kadar keasamanya (pH) apabila dilakukan analisa lebih lanjut adalah 3,2-
4,5. Silase yang berjamur, warna kehitaman, berair dan aroma tidak sedap adalah silase yang
mempunyai kualitas rendah (Sapienza, 1993).
Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan nutrien yang dapat
diawetkan. Silase yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang berada
dalam tanaman dan yang tidak dikehendaki serta mendorong berkembangnya bakteri asam laktat
(Sapienza, 1993).

Anda mungkin juga menyukai