PEMBANDING PARASETAMOL
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat ini salah satu obat analgetik-antipiretik yang paling sering digunakan
adalah parasetamol. Akan tetapi, parasetamol mempunyai efek samping yang dapat
menyebabkan kerusakan pada hati (hepatotoksik). Kerusakan pada sel-sel hati ini
Imina). Cincin inti benzena dari NAPQI bersifat elektrofilik sedangkan sel-sel hati
yang bersifat nukleofilik akan berikatan dengan muatan positif NAPQI sehingga
terdaftar di Ditjen HAKI pada tahun 2012 dengan nomor permohonan paten
P00201200964 dan dengan inventor Drs. Hari Purnomo, M.S., Apt. Pada
mempunyai efek analgetik lebih poten dibanding parasetamol yang dapat dilihat
dari nilai ED50, yaitu MH2011 sebesar 10,98 mg/kgBB dan parasetamol 21,26
karbonil. Gugus alkil (CH3) yang terikat pada C karbonil digantikan oleh gugus 4-
1
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 2
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
menghilangkannya.
Hal ini sesuai dengan perhitungan komputasi muatan atom secara semi empirik
parasetamol karena atom karbon yang bermuatan positif tersebut dapat bereaksi
dengan sel-sel hati yang bersifat nukleofilik sehingga sel-sel hati menjadi rusak
secara irreversibel (tidak dapat pulih kembali). Dari hasil perhitungan komputasi
muatan atom secara semi empirik dengan metode AM1 maka dapat diketahui
bahwa senyawa MH2011 memiliki efek samping hepatotoksik yang lebih rendah
vivo pada mencit jantan galur Balb/c dengan jumlah mencit yang lebih banyak dan
dosis perlakuan yang diperbanyak sehingga diharapkan hasil uji hepatotoksik yang
A. Rumusan Masalah
diuji pada mencit jantan galur Balb/c berdasarkan analisis peningkatan kadar GPT
B. Tujuan Penelitian
yang diuji pada mencit jantan galur Balb/c berdasarkan analisis aktivitas GPT
C. Manfaat Penelitian
pada mencit jantan galur Balb/c dengan jumlah mencit yang lebih banyak dan dosis
dengan penemuan senyawa baru yang memiliki efek samping hepatotoksik yang
diduga lebih rendah dibanding parasetamol sehingga nantinya dapat menjadi obat
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Karakteristik Hati
Hati adalah organ terbesar kedua di tubuh (yang terbesar adalah kulit) dan
kelenjar terbesar, dengan berat 1,5 kg (2,5% berat badan orang dewasa normal).
Organ ini terletak dalam rongga perut di bawah diafragma. Hati merupakan organ
tempat pengolahan dan penyimpanan nutrien yang diserap dari usus halus untuk
dipakai oleh bagian tubuh lainnya. Hati menjadi perantara antara sistem pencernaan
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 5
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dan darah. Kebanyakan darahnya (70-80%) berasal dari vena porta, jumlah yang
lebih kecil berasal dari arteri hepatika. Seluruh materi yang diserap melalui usus
tiba di hati melalui vena porta, kecuali lipid kompleks (kilomikron), yang terutama
Hati dibungkus oleh stroma yaitu suatu simpai tipis jaringan ikat (kapsul
Glisson) yang menebal di hilus, tempat vena porta dan arteri hepatika memasuki
hati dan keluarnya duktus hepatika kiri dan kanan serta pembuluh limfe dari hati.
Komponen struktural utama hati adalah sel-sel hati atau hepatosit yang
lempeng yang saling berhubungan. Satuan struktural ini disebut lobulus hati. Celah
di antara lobulus mengandung kapiler yaitu sinusoid hati. Sinusoid hati adalah celah
Cabang
vena portal
Cabang arteri Hepatosit Saluran empedu
hepatika Normal Hepar
Tes fungsi hati yang umum adalah SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic
SGOT dan SGPT akan menunjukkan jika terjadi kerusakan atau radang pada
jaringan hati. Namun, SGPT lebih spesifik terhadap kerusakan hati dibanding
SGOT. Hal ini dikarenakan SGPT utamanya berada di hepar. Hepatosit pada
dasarnya adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi SGPT yang tinggi. Sedangkan
ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. SGPT dalam jumlah
yang lebih sedikit dijumpai di pankreas, paru, limpa, dan eritrosit. Sebaliknya,
SGOT banyak dijumpai di jantung, otot rangka, ginjal, dan otak sehingga kurang
spesifik sebagai parameter fungsi hati. Dalam hepatosit, SGPT ditemukan secara
eksklusif dalam sitosol, sedangkan isoenzim SGOT berada pada mitokondria dan
sitosol (Isselbacher dkk., 1995). SGPT mempunyai dua koenzim yaitu GPT1 dan
GPT2. GPT1 ini diekspresikan utamanya pada ginjal, hati, lemak, dan jaringan
jantung, sedangkan GPT2 banyak diekspresikan pada otot, lemak, otak, dan
termasuk SGPT dan SGOT. Sebagian besar SGOT terdapat di hati dan otot rangka,
hati. Oleh karena itu, SGPT merupakan petunjuk yang lebih spesifik terhadap
pemeriksaan kimia klinik, antara lain metode fotokalorimetri mengukur warna zat
zat, metode kinetik reaksi enzimatik berdasarkan aktivitas enzim, bahkan ada yang
enzim, reaksi kinetik enzimatik dapat pula digunakan untuk mengukur kadar
substrat. Metode reaksi kinetik enzimatik yang digunakan sesuai dengan IFCC
dari 2 macam yaitu pertama disebut metode IFCC dengan penambahan reagen
piridoksal fosfat yang biasa disebut metode "IFCC with PP" atau "substrate start",
yang kedua adalah metode IFCC tanpa penambahan reagen piridoksal fosfat yang
biasa disebut metode "IFCC without PP" atau "sample start". Aktivitas SGPT
bergantung pada kofaktor yaitu piridoksal fosfat yang merupakan metabolit aktif
pH, suhu, waktu, dan jenis substrat. Pada metode reaksi kinetik enzimatik yang
oleh kadar substrat dan aktivitas enzim. Bila aktivitas enzim berlebih, sedangkan
substrat terbatas dapat terjadi "substrate depletion" dan akan diperoleh hasil
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 8
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
pengukuran yang rendah palsu. Sebaliknya bila substrat sangat berlebih sedangkan
enzim terbatas dapat terjadi "substrate inhibition" dan akan diperoleh hasil
pengukuran yang juga rendah palsu. Perlu diusahakan agar pembacaan dilakukan
pada "zero order" yang artinya adalah pembacaan dilakukan pada saat seluruh
enzim dan substrat telah bereaksi secara sempuma, dan ini bisa terjadi apabila pH,
suhu, waktu, dan jenis substrat sesuai dengan yang dibutuhkan (Sardini, 2007).
Pada kenaikan suhu sebesar 10ºC, aktivitas enzim akan naik sebesar dua kali lipat.
Kenaikan suhu sebesar 1ºC, aktivitas enzim yang terukur sebesar 10%. Suhu harus
dikontrol dengan ketat dan sebaiknya tidak boleh melebihi 0,05ºC dari suhu yang
disarankan. Disarankan bahwa reaksi enzim sebaiknya dilakukan pada suhu 25 ºC,
Dasar reaksi metode kinetik adalah mengukur perbedaan absorbansi antara dua
titik selama periode waktu tertentu selama berlangsungnya reaksi. Biasanya, waktu
reaksi singkat untuk menghindari bahaya degradasi enzim. Dalam prosedur metode
kinetik, perbedaan absorbansi antara dua titik diambil selama tahap linear dari
ΔAbsorbansi yang diperoleh akan dikalikan dengan faktor yang sesuai untuk
Increasing Type dimana reaksi berlangsung ke arah yang positif dan absorbansi
awal selalu lebih rendah dari absorbansi yang terakhir dan Decreasing Type, yang
disebut juga sebagai tipe arah negatif, perbedaan antara titik terakhir dari absorbansi
dan titik awal selama periode waktu tertentu selalu negatif (Anonim, 2013).
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 9
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dianalisis direaksikan dengan kit reagen GPT yang terdiri dari dua macam reagen
berfungsi sebagai buffer yang menjaga pH plasma selama reaksi pemeriksaan ini
supaya menjaga kestabilan aktivitas GPT karena enzim sangat sensitif terhadap
perubahan pH. L-alanin berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah menjadi
dikatalisis oleh enzim GPT. LDH (Laktat Dehidrogenase) merupakan enzim yang
akan mengkatalisis reaksi dari produk perubahan L-alanin yang dikatalis oleh GPT,
yaitu piruvat, yang akan diubah menjadi laktat. NADH (Nicotinamide Adenine
Prinsip kerja enzim GPT adalah mengkatalisis secara reversibel transfer gugus
amino dari L-alanin ke 2-oksoglutarat dalam larutan buffer menjadi piruvat dan L-
GPT
Kemudian piruvat mengalami reduksi menjadi laktat dengan adanya LDH dan
bersamaan dengan itu terjadi oksidasi NADH menjadi NAD+ dalam persamaan (2)
berikut ini :
LDH
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 10
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Konversi NADH menjadi NAD+ ini proporsional dengan aktivitas GPT pada
(suhu 37ºC) karena merupakan serapan maksimal NADH. Hasil pengukuran berupa
menit ke-1, 2, dan 3 setelah pemberian reagen. Diperkirakan pada menit tersebut
aktivitas enzim sedang berada pada puncaknya (Richterich & Colombo, 1981).
Nilai normal aktivitas GPT pada manusia adalah 0 - 35 U/L (Isselbacher dkk.,
1995). Sedangkan pada mencit, nilai normalnya adalah 26,40 - 60,70 U/L
(Nurrochmad, 2013).
3. Metabolisme Obat
Metabolisme obat biasanya dibagi menjadi dua fase yaitu fase 1 dan fase 2.
Namun, banyak senyawa dapat dimetabolisme oleh fase 2 secara langsung. Tahap
1 merupakan reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, dan banyak reaksi kimia
lainnya. Proses ini cenderung meningkatkan kelarutan obat dalam air dan dapat
menghasilkan metabolit yang lebih aktif dan berpotensi beracun. Sebagian besar
dari reaksi fase 2 berlangsung di sitosol dan melibatkan konjugasi dengan senyawa
endogen melalui enzim transferase (Gordon & Skett, 2001). Sekelompok enzim
dikenal sebagai CYP450, memiliki peran paling penting dari metabolisme obat
dalam hati (75% total metabolisme). Enzim CYP450 bukan merupakan senyawa
tunggal, melainkan terdiri dari keluarga protein terkait erat 57 isoform pada
resistensi terhadap efek obat pada dosis normal. Polimorfisme juga bertanggung
jawab untuk respon obat yang variabel antara pasien. Obat yang dapat menghambat
metabolik dari satu atau beberapa enzim CYP450. Di sisi lain, induser dapat
4. Parasetamol
Parasetamol adalah salah satu derivat anilin yang memiliki kerja analgesik dan
anti piretik yang baik. Parasetamol murah, mudah diperoleh, rentang terapetiknya
Pada saat mengalami luka, dinding sel akan rusak sehingga menghasilkan
fosfolipid oleh enzim fosfolipase-A2, dimana fosfolipid ini akan diubah menjadi
menghambat pada enzim COX-2 (Hinz & Brune, 2011). Molecular Docking aksi
menghambat di COX-2 dengan nilai skor penambatan molekul (-165,9) dan lemah
lebih dari 4000 mg dalam jangka 24 jam bagi orang dewasa dan anak berusia di atas
setiap 4-6 jam untuk dewasa dan 10-15 mg/kgBB (BB ≤ 50 kg) untuk anak-anak di
bawah usia 12 tahun (Farrell, 2013). Pada dosis terapi, parasetamol tidak
dalam jumlah yang besar disertai kondisi lain seperti puasa dan kekurangan
gram per hari atau konsumsi jangka panjang parasetamol dosis 500 mg akan
(hepatotoksik).
Pada dosis terapetik, lebih dari 90% parasetamol akan dimetabolisme menjadi
dalam bentuk utuh, sekitar 5-10% dimetabolisme oleh enzim CYP450, terutama
bersifat reaktif dan elektrofilik yang menyebabkan kerugian karena berikatan secara
kovalen dengan protein intraseluler. Namun, reaksi NAPQI tersebut dicegah oleh
glutation dan reaksi selanjutnya menghasilkan satu produk larut air yang
CYP450 dan menghasilkan NAPQI dengan jumlah yang dapat menguras glutation
menimbulkan muatan positif pada cincin benzen NAPQI. Atom karbon yang
bermuatan positif (elektrofilik) tersebut dapat bereaksi dengan sel-sel hati yang
bersifat nukleofilik sehingga sel-sel hati menjadi rusak secara irreversible (tidak
(Parasetamol) (NAPQI)
Terjadinya ikatan kovalen antara NAPQI dengan sel hepar adalah pada posisi
orto dari gugus fenol parasetamol seperti pada gambar di bawah ini:
+ GSH S Protein
Peroksida Lipid
(Keseimbangan Ca terganggu)
Agen untuk detoksifikasi NAPQI yaitu metionin, sisteamin, dan NAC (N-
percobaan acak, metionin, dan sisteamin menyebabkan efek lebih buruk pada
gastrointestinal dan sistem saraf pusat bila dibandingkan dengan NAC. NAC
sekarang diterima secara luas sebagai obat penawar paling potensial mengurangi
ireversibel yang menyebabkan Acute Liver Failure. NAC dapat mencegah gagal
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 15
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
hati pada pasien dengan overdosis parasetamol jika diberikan lebih awal. Ini sangat
efektif dalam melindungi terhadap kerusakan hati yang parah, gagal ginjal, dan
kematian jika diberikan dalam waktu 8-10 jam setelah kejadian dan dapat
mengurangi keparahan kerusakan hati bahkan jika diberikan dalam waktu 16 jam
setelah kejadian. Saat ini, dosis yang dianjurkan dari NAC adalah 140 mg / kg,
diencerkan sampai 5 % secara oral, diikuti oleh 70 mg / kg secara oral setiap 4 jam
selama 17 dosis. Untuk pasien yang tidak dapat menelan, rute intravena dapat
menit dan dosis pemeliharaan 50 mg / kg lebih dari 4 jam diikuti oleh 100 mg / kg
konsumsi (sumbu x) dengan kadar parasetamol dalam darah pada waktu tersebut
(sumbu y). Kemudian dicari titik pertemuan keduanya. Apabila titik tersebut berada
di bawah kedua garis (risk factor atau low risk) maka tidak perlu diberikan NAC
karena kemungkinan hepatotoksik rendah, tetapi jika di atas kedua garis (probable
risk) maka perlu diberikan NAC. Sedangkan jika berada di antara kedua garis
(Dawson, 2013).
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 17
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5. Senyawa MH2011
menggantikan gugus alkil (CH3) parasetamol yang terikat pada C karbonil dengan
gugus lain sehingga terbentuklah senyawa MH2011, seperti yang terlihat pada
urea, suatu senyawa berbahan dasar urea dikombinasikan dengan naftol dan para-
mengkilap seperti yang terlihat pada Gambar 11, tidak berbau dan berasa pahit
dengan berat molekul (BM) yaitu 294. Jika dibandingkan dengan parasetamol,
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 18
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
senyawa MH2011 bersifat lebih nonpolar. Hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien
partisi (log P) dari kedua senyawa tersebut. Log P dari MH2011 yaitu 2,73 nilainya
lebih besar jika dibandingkan dengan log P parasetamol yaitu sebesar 0,28.
Semakin besar nilai koefisien partisi (log P) suatu senyawa, maka semakin bersifat
dan prosentase obat yang diserap juga akan semakin besar (Susilowati &
Handayani, 2006).
parasetamol dan hal ini dapat dilihat dari nilai ED 50, yaitu MH2011 sebesar 10,98
mg/kgBB dan parasetamol 21,26 mg/kgBB yang didapat dari uji analgetik dengan
6. Molecular Docking
aktivitas suatu ligand didasarkan pada skor penambatan molekul. Penurunan skor
diindikasikan sebagai kestabilan ikatan ligand dengan reseptor, semakin kecil skor
yang dihasilkan maka akan semakin stabil ikatannya sehingga dapat diprediksi
Senyawa MH2011 sudah terdaftar di Ditjen HAKI pada tahun 2012 dengan
nomor permohonan paten P00201200964 dan dengan inventor Drs. Hari Purnomo,
M.S., Apt.
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 19
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
molekul secara numerik dan dapat mensimulasi aksi molekul tersebut dengan
secara geometri dan energi dalam menempati binding site suatu protein. Program
yang menyediakan aplikasi ini diantaranya adalah MOE, PLANTS, Autodock, Dock,
Parameter kuat interaksi suatu ligan dan reseptor dinyatakan dalam nilai skor.
Prinsip skor penambatan molekul yaitu melakukan identifikasi posisi ikatan yang
dihasilkan, berarti semakin kuat interaksi yang terjadi antara ligand dan reseptor
(Purnomo, 2009).
7. Hepatotoksisitas
Sejumlah enzim dalam serum telah digunakan untuk membedakan dan menilai
cedera hepatoseluler dan disfungsi atau obstruksi saluran empedu (Isselbacher dkk.,
1995). Dua macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati
pemindahan gugusan amino secara irreversibel antara asam amino dan asam alfa
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 20
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
1989).
kelainan atau kerusakan hepar seperti nekrosis, sirosis, dan neoplasma. Jika ada sel
hepar yang rusak maka kedua enzim tersebut akan dikeluarkan dari sel dan masuk
Saluran Vena
Arteri empedu portal Terminal
hepatika vena hepatika
a
Saluran empedu
Kanal hering
Vena Sentral
Arteriola
Gambar 12. Pembagian zona pada lobus hati (Haschek dkk., 2010)
Pada hati terdapat lobus yang dibagi menjadi tiga zona yaitu periportal (zona
1), midzonal (zona 2), dan centrilobular (zona 3). Pada zona 1 merupakan zona yang
paling dekat dengan masuknya darah, zona 2 merupakan intermediet, dan zona 3
dibandingkan dengan zona 3 yang hanya 4-5% karena itu hepatosit pada zona 3
rendah. Begitu pula dengan garam empedu. Uptake garam empedu lebih banyak
empedunya lebih sedikit. Hepatosit pada zona 1 kaya akan mitokondria yang
menjadi urea. Selain itu, zona 1 juga tinggi akan glutation. Sedangkan pada zona 3
banyak terdapat enzim CYP450, terutama isoenzim CYP2E1 yang diinduksi oleh
Nekrosis pada hati dibagi menjadi 3 yaitu zonal, masif, dan difus (fokal). Untuk
zonal nekrosis dibagi lagi menjadi 3 bagian menurut lokasinya yaitu sentrilobuler
nekrosis ini berhubungan dengan mekanisme luka pada beberapa senyawa toksik
(Zimmerman, 1978).
Sentrilobuler nekrosis biasanya disertai dengan luka pada vena hepatika atau
langsung dengan organel vital atau secara tidak langsung dengan meningkatkan
lipid peroksidase dari membran asam lemak tak jenuh (Greaves, 2007). Ciri yang
dimana warnanya menjadi lebih tajam dinding sitoplasma normal, inti sel
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 22
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mengalami lisis tetapi tidak piknosis, dan dapat disertai dengan inflamasi (Thoolen
areanya yang sangat tipis dan hepatositnya yang sangat bervariasi dalam hal
seperti pita yang membengkak dan hipereosinofilik, inti sel mengalami lisis, dan
sentrilobuler. Zona periportal merupakan zona yang pertama kali terpapar senyawa
toksik karena aliran darah pertama kali melewati zona periportal. Hepatosit pada
zona periportal menerima dosis senyawa toksin yang lebih besar. Namun, paparan
senyawa toksik ini masih berupa senyawa utuh yang belum mengalami
senyawa utuhnya. Akan tetapi, pada beberapa kasus lainnya toksisitas yang terjadi
nekrosis periportal terjadi sangat cepat. Pada hewan pengerat, terdapat sel oval satu
minggu setelah terjadi nekrosis akut. Penambahan jumlah sel oval dihambat ketika
regenerasi hepatosit lengkap atau paling tidak separuh proses. Ciri-ciri nekrosis
periportal ini yaitu hepatosit membengkak dan hipereosinofilik, inti sel mengalami
Nekrosis masif, cirinya adalah terjadinya nekrosis pada seluruh lobus hepar
dimulai dari vena sentral hingga ke daerah portal dan seringnya mempengaruhi
keseluruhan lobus yang ada di hepar. Lobus yang terkena nekrosis masif tidak dapat
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 23
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
lobus. Pada fase awal nekrosis masif, area hepar yang terserang akan berwarna lebih
pucat dan sedikit bengkak. Beberapa hari kemudian, letak daerah yang terserang
akan lebih radah dibanding jaringan yang berdekatan. Jika seluruh hepar terserang,
maka hepar akan menjadi lebih kecil dan lembek. Regenerasi hepatosit dilakukan
oleh area hepar yang tidak terkena nekrosis. Meskipun begitu, setelah perbaikan
selesai ukuran dan bentuk hepar tidak akan normal. Nekrosis masif ini terjadi ketika
hepar terpapar senyawa hepatotoksik dengan dosis yang amat tinggi atau karena
Terakhir, nekrosis fokal yang banyak terjadi pada hewan pengerat disertai
dengan inflamasi maupun tidak. Nekrosis fokal terjadi hanya pada 3-4 hepatosit
atau kurang dari diameter 1mm, tetapi pada perkembangan nekrosis ini hepatosit
yang terkena bisa lebih luas. Hepatosit terlihat berwarna lebih pucat daripada
atau virus hepatitis dimana respons imun dan pelepasan sitokin inflamasi secara
adanya kerusakan dapat dilihat ≤48 jam setelah perlakuan (Maronpot dkk., 2010).
dengan protein hati merupakan mekanisme yang sudah diterima secara luas
bersifat reaktif dan elektrofilik yang menyebabkan kerugian karena berikatan secara
kovalen dengan protein intraseluler. Jika kebutuhan glutation tidak dipenuhi maka
dengan protein seluler dan memodifikasi struktur dan fungsi mereka. Kerusakan
pada membran sel dan hilangnya integritas sel. Bukti juga menunjukkan overdosis
mitokondria yang dimodifikasi NAPQI dan tingginya kadar kalsium sitosol dapat
menekan respirasi mitokondria dan sintesis ATP, dan menginduksi stres oksidan
gangguan sintesis ATP, pelepasan protein mitokondria ke dalam sitoplasma sel, dan
nekrosis onkotik hepatosit. Sistem imun pada hati juga terbukti memainkan peran
penting dalam perkembangan kerusakan hati karena parasetamol. Sel endotel dalam
sinusoid tidak memiliki membran basal, yang memungkinkan kesiapan akses sel
imun dari aliran darah ke dasar hepatosit. Sel yang mati karena metabolit toksik
nekrosis yang mengaktifkan natural killer (NK) dan limfosit T. Aktivasi NK dan
peningkatan aktivasi sel Kuppfer, dan stimulasi produksi lokal dari kemokin.
dalam hati dan memperburuk cedera hati (Chun, 2009). Parasetamol biasanya
menyebabkan nekrosis pada zona sentrilobuler. Hal ini dikarenakan pada zona
memetabolisme parasetamol menjadi NAPQI, serta zona ini hanya terdapat sedikit
glutation dibanding zona periportal. Zona sentrilobuler ini juga hanya terdapat
sedikit oksigen.
E. LANDASAN TEORI
menggantikan gugus alkil (CH3) parasetamol yang terikat pada C karbonil dengan
pada posisi orto sehingga dapat menurunkan efek hepatotoksik, bahkan jika
mungkin menghilangkannya.
sedangkan sel-sel hati bersifat nukleofilik, sehingga sel-sel hati tersebut akan
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 26
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
berikatan dengan muatan positif NAPQI pada posisi orto dan terjadilah
NAPQI pada posisi orto. Dengan kata lain, NAPQI yang dihasilkan oleh MH2011
NAPQI dengan sel-sel hepar juga akan semakin rendah. Secara teori dapat
parasetamol.
bermuatan positif tersebut dapat bereaksi dengan sel-sel hati yang bersifat
nukleofilik sehingga sel-sel hati menjadi rusak secara irreversibel (tidak dapat pulih
kembali). Dari hasil perhitungan komputasi muatan atom secara semi empirik
dengan metode AM1 maka dapat diketahui bahwa senyawa MH2011 memiliki efek
parasetamol.
UJI HEPATOTOKSIK SENYAWA MH2011 PADA MENCIT JANTAN GALUR BALB/c DENGAN
PEMBANDING PARASETAMOL 27
HESTI PRIHASTUTI D
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
F. HIPOTESIS
hepatotoksik yang lebih rendah secara in vivo jika dibandingkan parasetamol pada