Anda di halaman 1dari 14

Teori kelas

Marxisme
kaum buruh dan kaum pemilik modal

Karl Marx
Teori kelas Maxisme bertumpu pada pemikiran
bahwa sejarah dari masyarakat yang ada
sampai sekarang adalah sejarah perjuangan
kelas.[1] Dengan kata lain, teori kelas
berpraanggapan bahwa pelaku utama dalam
masyarakat adalah kelas-kelas sosial.[2]
Misalnya saja keterasingan manusia adalah
hasil penindasan suatu kelas oleh kelas
lainnya.[2] Teori yang dikemukakan oleh Karl
Marx ini bukanlah teori yang eksplisit,
melainkan sebuah latar belakang uraian Marx
tentang hukum perkembangan sejarah,
kapitalisme dan sosialisme.[2] Dalam teori ini,
Marx membedakan masyarakat berdasarkan
mode produksi (teknologi dan pembagian
kerja).[3] Dari masing-masing mode produksi
tersebut lahir sistem kelas yang berbeda
dimana suatu kelas mengontrol sistem
produksi (kelas pemilik modal) dan kelas yang
lain merupakan produsen langsung serta
penyedia layanan untuk kelas dominan (kelas
buruh).[3] Faktor ekonomi inilah yang akhirnya
mengatur hubungan sosial pada masyarakat
kapitalisme.[4]

Kelas sosial
Menurut Lenin, kelas sosial dianggap sebagai
golongan sosial dalam sebuah tatanan
masyarakat yang ditentukan oleh posisi
tertentu dalam proses produksi.[2] Hal yang
serupa juga dikemukakan oleh Marx bahwa
kelas berakar dalam hubungan sosial produksi,
bukan hubungan dalam distribusi dan
konsumsi.[5] Menurut Marx, pelaku utama
dalam perubahan sosial bukanlah individu,
tetapi kelas-kelas sosial.[2] Dalam setiap
masyarakat terdapat kelas yang menguasai
dan kelas yang dikuasai atau dengan kata lain
terdapat kelas atas dan kelas bawah.[2] Marx
membagi kelas sosial ke dalam tiga kelas, yakni
kaum buruh, kaum pemilik modal dan tuan
tanah.[2] Namun, dalam masyarakat kapitalis,
tuan tanah dimasukkan ke dalam kaum pemilik
modal.[2]

Pemilik modal (borjuis)

Kaum pemilik modal merupakan pemilik alat-


alat produksi, membeli dan mengeksploitasi
tenaga kerja serta menggunakan nilai surplus
(nilai lebih) dari pekerja untuk mengakumulasi
atau memperluas modal mereka.[4]

Buruh (proletariat)

Kaum buruh merupakan tenaga kerja yang


hanya memiliki kemampuan untuk bekerja
dengan tangan dan pikiran mereka.[4] Para
pekerja ini harus mencari penghasilan kepada
para pemilik modal.[4]

Dalam sistem kapitalis, kaum buruh dan pemilik


modal memang saling membutuhkan.[2] Buruh
hanya dapat bekerja jika pemilik modal
membuka tempat kerja. Pemilik modal
membutuhkan buruh untuk mengerjakan
kegiatan usahanya.[2] Akan tetapi,
ketergantungan ini tidak seimbang.[2] Buruh
tidak dapat bekerja jika pemilik modal tidak
memberikan lapangan pekerjaan, tetapi pemilik
modal masih bisa hidup tanpa buruh karena ia
bisa menjual pabriknya kepada orang lain.[2]
Dapat dikatakan bahwa kaum buruh adalah
kelas yang lemah, sedangkan kaum pemilik
modal adalah kelas yang kuat.[2] Pembagian
masyarakat dalam kelas atas dan kelas bawah
merupakan ciri khas masyarakat kapitalis.[2]
Hubungan antarkelas tersebut pada
hakikatnya merupakan hubungan
eksploitasi.[2]

Individu, kepentingan kelas


dan revolusi
Pertentangan antara buruh dan pemilik modal
bukan dikarenakan para buruh iri atau para
majikan egois, melainkan karena kepentingan
dua kelas itu secara objektif berlawanan satu
sama lain.[2] Terdapat tiga unsur dalam teori
kelas yang dikemukakan Karl Marx.[2]
Pertama, besarnya peran segi struktural
dibandingkan segi kesadaran dan moralitas.[2]
Pertentangan antara buruh dan pemilik modal
bersifat objektif karena kepentingan mereka
ditentukan oleh kedudukan masing-masing
dalam proses produksi.[2] Oleh sebab itu,
seruan agar masing-masing pihak bisa
menyelesaikan konflik secara musyawarah
tidak bisa dilakukan.[2] Kedua, kepentingan
kelas pemilik modal dan buruh secara objektif
sudah bertentangan.[2] Hal ini menyebabkan
masing-masing pihak mengambil sikap yang
berbeda terhadap perubahan sosial.[2] Kaum
pemilik modal bersikap konservatif, sedangkan
kaum buruh bersikap revolusioner.[2] Pemilik
modal sebisa mungkin mempertahankan status
quo, sedangkan buruh berkepentingan untuk
melakukan perubahan.[2] Ketiga, kemajuan
dalam susunan masyarakat hanya bisa dicapai
melalui revolusi.[2] Kelas bawah
berkepentingan untuk melawan dan
menggulingkan kelas atas.[2] Sebaliknya, kelas
atas berusaha mempertahankan
kekuasaanya.[2] Oleh sebab itu, perubahan
sistem sosial hanya bisa dilakukan dengan jalan
kekerasan, melalui revolusi.[2]

Negara kelas
Menurut Marx, negara secara hakiki
merupakan negara kelas yang berarti negara
secara langsung ataupun tidak langsung
dikuasai oleh kelas yang menguasai bidang
ekonomi.[2] Oleh sebab itu, negara bukanlah
lembaga yang mengatur masyarakat tanpa
pamrih, tetapi merupakan alat bagi kelas atas
untuk mengamankan kekuasaan mereka.[2]
Kedudukan negara tidak netral, melainkan
berpihak pada kelas tertentu.[2] Negara hanya
berpura-pura bertindak atas nama
kesejahteraan rakyat, tetapi sebenarnya hanya
siasat untuk mengelabui kelas pekerja.[2]

Ideologi
Ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu
keadaan, terutama struktur kekuasaan
sehingga orang menganggapnya sah padahal
tidak sah.[2] Pendekatan ideologis ini misalnya
klaim negara bahwa ia mewujudkan
kepentingan umum padahal ia melayani
kepentingan kelas atas.[2] Ideologi dalam arti
yang sebenarnya bukan sarana yang digunakan
kelas atas untuk menipu.[2] Ideologi benar-
benar dipercayai seluruh masyarakat dengan
polos. Akan tetapi, agama, moralitas dan
berbagai nilai budaya dengan sendirinya
menguntungkan kelas atas.[2] Hal ini
disebabkan karena kelas atas yang menguasai
sarana produksi materil dan spiritual yang
berarti hanya kelas atas yang mampu
meresmikan dan menyebarkan pikiran-pikiran
mereka.[2] Kesimpulan dari kritik Marx
terhadap ideologi adalah kita sebaiknya curiga
jika penguasa mengkhotbahi masyarakat
tentang nilai-nilai luhur serta kewajiban-
kewajiban moral mereka karena tanpa disadari,
khotbah seperti itu penuh dengan pamrih.[2]

Kritik
Kelas pekerja di negara-negara kapitalis maju
yang menurut Marx akan menuju revolusi
proletariat justru berhasil memperbaiki
keadaan mereka dan menjadi pendukung
sistem ekonomi kapitalis.[2] Kemajuan pekerja
ini tentu bukan hadiah dari kaum pemilik modal,
tetapi merupakan hasil perjuangan para
pekerja itu sendiri tanpa perlu melakukan
revolusi.[2] Oleh karena itu, apa yang
dikatakan Marx bahwa perbaikan sosial hanya
bisa tercapai melalui revolusi itu tidak benar.[2]
Hal yang benar adalah setiap perbaikan sosial
harus diperjuangkan.[2] Selain itu, pandangan
bahwa negara secara hakiki adalah negara
kelas belum tentu benar.[2] Di negara yang
tidak menganut sistem demokrasi hal itu
memang terjadi.[2] Namun, di negara dengan
sistem demokrasi, negara bukanlah negara
kelas. Semakin demokratis suatu negara maka
negara tersebut semakin tidak menjadi negara
kelas.[2]

Referensi
1. ^ (Inggris) "Class Theory" . Diakses
tanggal 28 April 2014.
2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa
ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as

Franz Magnis Suseno (2010). Pemikiran


Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme . Gramedia
Pustaka Utama. hlm. 110-134.
ISBN 978-979-655-331-0.
3. ^ a b (Inggris) "Karl Marx's Social Theory
of Class" . Diakses tanggal 28 April
2014.
4. ^ a b c d (Inggris) "Marx's Theory of Social
Class and Class Structure" . Diakses
tanggal 28 April 2014.
5. ^ (Inggris) "Marxism & the Class
Struggle" . Diakses tanggal 1 Mei 2014.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?


title=Teori_kelas_Marxisme&oldid=15548682"

Terakhir disunting 1 bulan yang lalu oleh Me iwan

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali


dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai