Anda di halaman 1dari 12

Makalah Bayi Tabung dalam pandangan Islam

28 November 2011

1. A. Pengertian Bayi Tabung

Pada kasus pasangan yang sulit mendapatkan anak mungkin kita sering mendengar sebuah solusi
yang ditawarkan yaitu “bayi tabung”. Apa sih bayi tabung itu?(NH)

Bayi tabung adalah proses pembuahan sel telur oleh sperma yang terjadi di luar tubuh wanita
atau sering dikenal dengan istilah In Vitro Fertilization (IVF). In Vitro berasal dari bahasa Latin
yang berarti di dalam sedangkan Fertilization adalah bahasa Inggris yang memiliki arti
pembuahan. Proses pembuahan atau bertemunya sel telur dan sperma terjadi di dalam cawan
petri (semacam mangkuk kaca berukuran kecil). Hasil dari pembuahan ini kemudian ditanamkan
kembali ke dalam rahim. Mungkin karena proses pembuahan tersebut terjadi di cawan kaca
(seolah seperti tabung), akhirnya masyarakat mengenalnya sebagai pengertian bayi tabung.

Pengertian bayi tabung sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Steptoe dan Edward sejak tahun
1977. Keduanya merintis program tersebut untuk pasangan yang susah mendapatkan keturunan.
Bayi pertama yang lahir dari program bayi tabung adalah Louise Brown. Ia lahir dengan
pertolongan langsung dari Dr. Robert G. Edwards dan C. Steptoe pada tanggal 25 Juli 1978 di
Manchester Inggris. Sejak saat itulah klinik yang menjalankan program bayi tabung berkembang
dengan pesat.

1. B. Alasan Mengikuti Program Bayi Tabung

Tidak ada patokan pasti berapa tahun setelah perkawinan sepasang suami istri segera dikaruniai
anak, namun jika tidak kunjung dikaruniai anak pula maka biasanya ada beberapa pasang suami
istri yang mengikuti program bayi tabung. Berikut beberapa alasan yang membuat pasangan
suami istri memilih mengikuti program bayi tabung

Mereka yang mengikuti program bayi tabung umumnya mempunyai masalah kesuburan.

 Masalah saluran telur.

Saluran telur tidak berfungsi dengan baik, atau tidak memungkinkan terjadinya pertemuan antara
sel telur dengan sperma, sehingga pembuahan tidak terjadi. Walaupun pembuahan bisa terjadi,
kemungkinan embrio tidak masuk ke rongga rahim, sehingga terjadi kehamilan di luar
kandungan.

 Masalah sperma.
- Jumlah sperma sangat sedikit (<10 juta/cc).

- Sebagian besar sperma tidak bergerak (30%)

- Gerakan sperma sangat lambat (Astenozoospermia).

- Sperma tidak keluar bersama air mani (Azoospermia).

 Endometriosis berat.

Kondisi dimana kelenjar dinding rahim tumbuh abnormal. Pada endometriosis berat, kecil
kemungkinan bisa terjadi kehamilan alami.

 Unexplained infertility

Unexplained infertility yaitu ketidaksuburan yang tidak diketahui penyebabnya. Pembuahan


normal sebenarnya bisa dilakukan, tapi tidak kunjung berhasil karena tidak bisa diketahui apakah
sperma dapat bertemu dengan sel telur, atau sperma dapat menembus sel telur untuk melakukan
pembuahan.

 Antibodi Antisperma.

Adanya antibodi terhadap sperma suami pada istri, atau adanya antibodi pada sperma itu sendiri
(sperma seperti memakai “helm”, sehingga tidak bisa menembus sel telur), sehingga
menghambat terjadinya pembuahan.

1. C. Hukum Bayi Tabung dalam Islam

Untuk mengkaji masalah bayi tabung ini digunakan metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para
ahli ijtihad agar ijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan Sunah yang
menjadi pegangan umat Islam. Selain itu, ulama yang akan melaksanakan pengkajian ijtihad
tentang bayi tabung ini memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya
bayi tabung dari cendekiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang bersangkutan dengan
masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi.

Adapun pandangan islam tentang hukum bayi tabung diantaranya :

1. Islam membenarkan bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan antara sel sperma dan
ovum suami istri yang sah dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk
istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), baik dengan cara mengambil sperma
suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan
dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal
keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami suami istri tidak berhasil
memperoleh anak.

Hal ini sesuai dengan hukum Fiqih Islam :

“Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan

terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan

melakukan hal-hal terlarang”.

1. Islam mengharamkan kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor
sperma dan atau ovum, maka hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan
dengan ibu yang melahirkannya. Oleh karena itu pemerintah harus melarang adanya bank
sperma atau donor spema karena itu melanggar hukum islam.

Menurut sumber yang saya dapatkan, dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum
untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut :

Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70 :

“Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Surat Al-Tin ayat 4 :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya”.
3. Jika inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri yang sah tetapi embrionya
ditransfer ke rahim wanita lain (ibu titipan), diperbolehkan islam dengan catatan keadaan /
kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk
kelinci percobaan atau main-main). Status anak hasil inseminasi seperti ini sah menurut Islam.

1. D. Pendapat Para Ulama

 Menurut MUI

Menurut Fatwa MUI (hasil komisi fatwa tanggal 13 Juni 1979), Dewan Pimpinan Majelis Ulama
Indonesia memfatwakan sebagai berikut :

1. Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah
(boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.

2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari
isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah
( ), sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah
warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu
yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).

3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya
haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah ( ), sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang
pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal
kewarisan.

4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami isteri yang sah
hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar
pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah ( ), yaitu untuk
menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

 Nahdlatul Ulama (NU)


Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas
Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama
NU terkait masalah bayi tabung:

Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata
bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram.

Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW
bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT,
dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim
perempuan yang tidak halal baginya.”

Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya
tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. “Mani muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’,” papar ulama NU dalam fatwa
itu.

Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari
Kifayatul Akhyar II/113. “Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya
(dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri
memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.”

Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk
muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi
mubah (boleh).

 Ulama Saudi Arabia

Menurut salah satu putusan Fatwa Ulama Saudi Arabia, disebutkan bahwa Alim ulama di
lembaga riset pembahasan ilmiyah, fatwa, dakwah dan bimbingan Islam di Kerajaan Saudi
Arabia telah mengeluarkan fatwa pelarangan praktek bayi tabung. Karena praktek tersebut akan
menyebabkan terbukanya aurat, tersentuhnya kemaluan dan terjamahnya rahim. Kendatipun
mani yang disuntikkan ke rahim wanita tersebut adalah mani suaminya. Menurut pendapat saya,
hendaknya seseorang ridha dengan keputusan Allah Ta’ala, sebab Dia-lah yang berfirman dalam
kitab-Nya:

Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. (QS. 42:50)

 Majelis Mujamma’ Fiqih Islami


Majelis Mujamma’ Fiqih Islami ini menetapkan sebagai berikut:

1. Lima perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali, karena dapat
mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta perkara-perkara
lain yang dikecam oleh syariat.

1. Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang
bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.

2. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari
pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.

3. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri,
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian
benih mereka tersebut.

4. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim si istri.

5. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya,
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.

1. Dua perkara berikut ini boleh dilakukan jika memang sangat dibutuhkan dan setelah
memastikan keamanan dan keselamatan yang harus dilakukan, sebagai berikut:

1. Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian
disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.

2. Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung
ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.

Secara umum beberapa perkara yang sangat perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah aurat
vital si wanita harus tetap terjaga (tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan proses
operasi persemaian sperma dan indung telur itu sangat perlu diperhitungkan. Demikian pula
perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran amanah dari orang-orang yang lemah
iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti sperma ataupun indung telur supaya
operasi tersebut berhasil demi mendapatkan materi dunia. Oleh sebab itu dalam melakukannya
perlu kewaspadaan yang ekstra ketat.

 Syaikh Nashiruddin Al-Albani


Syaikh Nashiruddin Al-Albani sebagai tokoh ahli sunnah wal jamaah berpendapat lain, beliau
berpendapat sebagai berikut : “Tidak boleh, karena proses pengambilan mani (sel telur wanita)
tersebut berkonsekuensi minimalnya sang dokter (laki-laki) akan melihat aurat wanita lain. Dan
melihat aurat wanita lain (bukan istri sendiri) hukumnya adalah haram menurut pandangan
syariat, sehingga tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan darurat.

Sementara tidak terbayangkan sama sekali keadaan darurat yang mengharuskan seorang lelaki
memindahkan maninya ke istrinya dengan cara yang haram ini. Bahkan terkadang
berkonsekuensi sang dokter melihat aurat suami wanita tersebut, dan ini pun tidak boleh.

Lebih dari itu, menempuh cara ini merupakan sikap taklid terhadap peradaban orang-orang Barat
(kaum kuffar) dalam perkara yang mereka minati atau (sebaliknya) mereka hindari. Seseorang
yang menempuh cara ini untuk mendapatkan keturunan dikarenakan tidak diberi rizki oleh Allah
berupa anak dengan cara alami (yang dianjurkan syariat), berarti dia tidak ridha dengan takdir
dan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Jikalau saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menganjurkan dan membimbing kaum muslimin untuk mencari rizki berupa usaha dan
harta dengan cara yang halal, maka lebih-lebih lagi tentunya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menganjurkan dan membimbing mereka untuk menempuh cara yang sesuai dengan
syariat (halal) dalam mendapatkan anak.” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah hal. 288).

 Ulama di Malaysia

Ulama di Malaysia yang tergabung dalam Jabatan Kemajuan Islam Malaysia memberi fatwa
tentang bayi tabung yang menghasilkan keputusan sebagai berikut:

Keputusan 1

a. . Bayi Tabung Uji dari benih suami isteri yang dicantumkan secara “terhormat” adalah sah di
sisi Islam. Sebaliknya benih yang diambil dari bukan suami isteri yang sah bayi tabung itu adalah
tidak sah.

b. .Bayi yang dilahirkan melalui tabung uji itu boleh menjadi wali dan berhak menerima harta
pesaka dari keluarga yang berhak.

c. .Sekiranya benih dari suami atau isteri yang dikeluarkan dengan cara yang tidak bertentangan
dengan Islam, maka ianya dikira sebagai cara terhormat.

Keputusan 2

a. Bayi Tabung Uji dari benih suami isteri yang dicantumkan secara “terhormat” adalah sah di
sisi Islam. Sebaliknya benih yang diambil dari bukan suami isteri yang sah bayi tabung itu adalah
tidak sah.
b. .Bayi yang dilahirkan melalui tabung uji itu boleh menjadi wali dan berhak menerima harta
pesaka dari keluarga yang berhak.

c. .Sekiranya benih dari suami atau isteri yang dikeluarkan dengan cara yang tidak bertentangan
dengan Islam, maka ianya dikira sebagai cara terhormat.

 Pendapat lain pertama mengatakan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’. Sebab upaya
tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu
kelahiran dan berbanyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu
pernikahan. Diriwayatkan dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah bersabda :

“Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab
sesungguhnya aku akan berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada
Hari Kiamat nanti.” (HR. Ahmad)

 Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA bahwa Rasulullah saw telah bersabda :

“Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak) karena sesungguhnya aku
akan membanggakan (banyaknya) kalian pada Hari Kiamat nanti.”(HR. Ahmad)

Dengan demikian jika upaya pengobatan untuk mengusahakan pembuahan dan kelahiran alami
telah dilakukan dan ternyata tidak berhasil, maka dimungkinkan untuk mengusahakan terjadinya
pembuahan di luar tenpatnya yang alami. Kemudian sel telur yang telah terbuahi oleh sel sperma
suami dikembalikan ke tempatnya yang alami di dalam rahim isteri agar terjadi kehamilan alami.
Proses ini dibolehkan oleh Islam, sebab berobat hukumnya sunnah (mandub) dan di samping itu
proses tersebut akan dapat mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu terjadinya
kelahiran dan berbanyak anak.

Pada dasarnya, upaya untuk mengusahakan terjadinya pembuahan yang tidak alami tersebut
hendaknya tidak ditempuh, kecuali setelah tidak mungkin lagi mengusahakan terjadinya
pembuahan alami dalam rahim isteri, antara sel sperma suami dengan sel telur isterinya.
Dalam proses pembuahan buatan dalam cawan untuk menghasilkan kelahiran tersebut,
disyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan sel telur isteri yang
telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus diletakkan pada rahim isteri.

Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah terbuahi diletakkan dalam rahim perempuan lain
yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti” (surrogate mother). Begitu pula
haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami
dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam
rahim isteri. Demikian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel
sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya
diletakkan dalam rahim isteri.

Ketiga bentuk proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan
pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam.

 Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW
bersabda ketika turun ayat li’an :

“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan
dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan
pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya
sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan
membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada
Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad Darimi)

 Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda :

“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang
budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah,
para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)

Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja
di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan
perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan
tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli).
1. E. Dalil tentang Program Bayi Tabung

Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk
senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara
pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah
hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan
kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi
(QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi
kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka
bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.

Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer
ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut
Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh
para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan
jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian
masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para
ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh
kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran,
peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.

Bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan
dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami
kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara
pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri;
maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi
buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai
dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat
mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).

Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum,
maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil
inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum
haram inseminasi buatan dengan donor ialah:

1. Firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4

Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang
mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan
Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa
menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini
inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar
dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.

1. Hadits Nabi Saw

Hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada
Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang
lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).

Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan
seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah
atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan
senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para
imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa
memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.

Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia
dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan
atau air secara umum, seperti dalam At-Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma
seperti dalam An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.

1. 3. Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari
ssperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang
mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari
mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik
maslahah/kebaikan.

LAMPIRAN

 Surat al-isra’ ayat 70

Artinya :

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan (862) , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (al-isra’:70)

 Surat at-tin ayat 4

ْ َ‫سافِ ِلينَ أ‬
‫س َف َل َر َد ْدنَاهُ ثُم‬ َ
Artinya:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (at-tin:4)

Sumber:

http://www.kesuburanwanita.com/artikel/Gizi+dan+Kesehatan/Prakonsepsi/alasan.mengikuti.pro
gram.bayi.tabung/001/001/1539/1

http://keperawatanreligionsrikandipuspaamandaty.wordpress.com/2010/12/17/bayi-tabung-
dalam-pandangan-islam/

http://tauvhk.wordpress.com/2008/11/17/bayi-tabung-dalam-persepsi-islam/

http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/13/bayi-tabung/

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/05/08/114856-apa-hukum-bayi-
tabung-menurut-islam-

http://shohwatulislam.multiply.com/journal/item/16

Anda mungkin juga menyukai