Anda di halaman 1dari 6

Noorchasanah

NIM. 2190060025

FILSAFAT EMPIRISME DALAM IMPLEMENTASI PENGAJARAN


TEMATIK PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Abstrak :

Empirisme merupakan salah satu bentuk pemikiran yang inovatif. John Locke merupakan
pionir aliran empirisme dalam filsafat. Sebuah aliran yang berkiblat bahwa semua pikiran
dan gagasan manusia berasal dari sesuatu yang didapatkan melalui indera, melalui
pengalaman oleh sebab itu ide bawaan apriori yang diyakini Descrates adalah salah. John
Locke menyakini bahwa benak manusia sewaktu dilahirkan bagaikan kertas putih
(tabularasa). Ide yang terdapat di dalam benak manusia sesungguhnya berasal dari
pengalaman. Ia hadir secara aposteriori. Pengenalan manusia terhadap seluruh
pengalaman yang dilaluinya ( mencium, merasa, mengecap, mendengar, meraba ) menjadi
dasar bagi hadirnya gagasan-gagasan sederhana. Namun pikiran bukanlah sesuatu yang
pasif terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktivitas berlangsung dalam
pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indera diolah dengan cara berfikir, bernalar,
mempercayai, meragukan dan dengan demikian memunculkan apa yang disebut
perenungan. Empirisme timbul sebagai reaksi dari paham rasionalisme “Rene Descartes”dan
membawa kontribusi dalam Pendidikan , khusus pada pembahasan disini adalah dalam
implementasi pendidikan usia sekolah dasar (SD) spesifiknya pada pembelajaran tematik
yang secara mutakhir telah diterapkan pada sistem pendidikan usia sekolah dasar pada era
saat ini.

Kata kunci: pengalaman, SD, tematik

PENDAHULUAN

Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai


alat yang menggunakan sumber pengetahuan tersebut. Sumber al-Qur’an ini bukan
hanya mendampingi sumber pengetahuan lain, misalnya sumber empiris yang
faktual/induktif. Sumber pengetahuan yang mendasari kebenaran pada pengalaman
ini diistilahkan dengan empirisme.1
Salah satu tokoh empirisme adalah John Locke atau dikenal sebagai penemu
aliran empirisme yang lahir sebagai perkembangan dari filsafat rasionalisme atau
penolakan terhadap teori filsafat tersebut. John Locke menentang eksistensi ide dari
dalam diri manusia di mana tokoh ini berpandangan bahwa segala pikiran dan
gagasan pada manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. John Locke dengan
tegas mengatakan bahwa akal bersifat polos, terisi apabila manusia pemilik akal

1
Jujun S. Surisumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1982),172
tersebut diisi melalui panca inderanya yang digunakan untuk memperoleh berbagai
pengalaman dalam kehidupan sehari-harinya. Interpretasi dari panca indra akan
menjadi pengontrol atas tindakan dan sikap berpikir untuk memperoleh sesuatu.
Inilah yang menjadi dasar sehingga John Locke dinyatakan sebagai penemu
“tabularasa” atau sumber pengetahuan utama. Hal ini pulalah yang banyak
mempengaruhi konsep pemahaman dalam metode penelitian.2 Berdasarkan
pemaparan tersebut, maka perlu kajian lebih lanjut untuk mengetahui teori
epistemologi empirisme.
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang lahir pada abad ke-17 dan
abad ke-18. empirisme menempatkan pengalaman sebagai sumber utama
pengenalan baik lahiriah maupun batiniah.3 Empirisme merupakan salah satu ilmu
pengetahuan yang berlandaskan sebuah pengalaman. Empirisme berasal dari bahasa
Yunani empeirikos, yang berasal dari kata emperia artinya pengalaman. Menurut
aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Dan bila
dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah
pengalaman inderawi. Manusia mengetahui api terasa panas karena ia pernah
menyentuhnya, garam terasa asin karena ia pernah mencicipinya.
Empirisme lahir di Inggris dengan tiga pencetusnya yaitu David Hume, John
Locke dan George Berkeley. Tokoh yang ketiga, George Berkeley tergolong sebagai
filsuf Inggris yang terkenal. Berkeley mengembangkan suatu pandangan tentang
pengenalan visual tentang jarak dan ruang. Inti pandangan filsafat Berkeley adalah
tentang “pengenalan”. Menurut Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena
hubungan antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan
justru terjadi karena hubungan pengamatan antara pengamatan indera yang satu
dengan indera yang lain. Dengan demikian Berkeley mengatakan bahwa pengenalan
hanya mungkin terhadap sesuatu yang konkret.4
Ajaran pokok Empirisme berpandangan bahwa semua ide atau gagasan
merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami dan
menekankan bahwa pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan,
dan bukan akal atau rasio serta semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung
pada data inderawi. Empirisme juga mengajarkan bahwa semua pengetahuan turun
secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali
beberapa kebenaran definisional logika dan matematika). Empirisme menekankan
bahwa akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas
tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal
budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman
dan terakhir empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
Dua ciri pokok empirisme adalah mengenai teori makna dan teori tentang asal
pengetahuan, yaitu asal-usul ide atau konsep. Sedangkan teori tentang pengetahuan
menyatakan bahwa semua kebenaran adalah kebenaran aposteriori, yaitu kebenaran

2 Juhari, Muatan Sosiologi dalam Pemikiran Filsafat John Locke. Al-Bayan. Vol. 19 No. 27. 2013. 7
3 Ahmad Tafsir, Filsafat umum; akal dan hati sejak Thales sampai Capra (Bandung: PT. Rosdakarya, 2012), 24.
4 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat. (Yogyakarta:Kanisius,2015), 53
yang diperoleh melalui observasi. Pembelajaran tematik terpadu pada usia sekolah
dasar merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja
mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata
pelajaran. Dengan adanya pedoman seperti itu, maka diharapkan peserta didik akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran
menjadi bermakna bagi peserta didik. Diharapkan peserta didik akan memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkan dengan konsep yang lain yang sudah mereka pahami.
Melalui hal tersebut diharapkan fokus pembelajaran terarah pada anak
sebagai pusat objek pembelajaran (learning object central). Anak diharapkan
mampu mengeksplor pengalaman yang dimilikinya dengan cara
mengimplementasikan hal-hal terkait materi pembelajaran tematik di sekolah.
Dengan pengalaman melalui panca indera yang dimiliki oleh murid. Diharapkan
mereka dapat memahami terkait setiap komponen baik dalam pelajaran matematika,
bahasa Indonesia, IPA,IPA, Pkn, pelajaran agama. Sehingga pembelajaran tidak
konvensional hanya berkutat pada menulis dan mendengarkan apa yang guru
sampaikan, melainkan murid mengeksplor hal-hal yang mereka belum ketahui
menggunakan panca indra yang mereka miliki dan menganalisis hal tersebut untuk
kemudian dapat diaplikasikan pada kegiatan kesehariannya sehingga tidak hanya
sekedar menjadi sebuah pengetahuan yang bersifat akademis melainkan dapat
menjadi pengetahuan yang aplikatif.
Pembelajaran tematik terpadu dikembangkan selain untuk mencapai
tujuan pembalajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat :
meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna,
mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan
informasi, menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-
nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan, menumbuhkembangkan
keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai
pendapat orang lain, meningkatkan minat dalam belajar, memilih kegiatan yang
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Karakteristik pembelajaran tematik terpadu, diantaranya berpusat pada
peserta didik, memberi pengalaman langsung pada peserta didik, pemisahan antar
mata pelajaran yang tidak begitu jelas, menyajika konsep dari berbagai mata
pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, bersifat luwes, hasil pembelajaran
dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, holistik yang
artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran
tematik terpadu diamati dan dikaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus
tidak dari satu sudut pandang dan bermakna artinya pengkajian suatu fenomena
dari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan
skemata yang dimiliki peserta didik, otentik yang berati informasi dan
pengetahuan yang diperoleh sifatnya real ada bukti fisiknya dan pada tujuan
akhirnya adalah aktif yakni peserta didik perlu terlibat langsung dalam
proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga proses penilaian.
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian


dengan studi kasus. Metode pengumpulan data adalah studi pustaka dan hasil
observasi lapangan. Data yang diperoleh dianalisis dan disimpulkan sehingga
mendapatkan kesimpulan mengenai studi kasus.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN TEMUAN

Zaydan Educare merupakan sekolah swasta dengan nama lengkap SD Zaidan


Educare, meskipun didalamnya juga terdapat daycare, TK A dan TK B namun fokus
pada pembahasan disini adalah menganalisis mengenai konsep sekolah Zaydan
Educare pada tingkatan SD, beralamat di Komplek. Giri Mekar Permai RT 03 RW 21,
Desa/kelurahan : Girimekar, Kecamatan: Cilengkrang Kabupaten/Kota Bandung,
Provinsi Jawa Barat .
Memiliki Misi untuk Pemberdayaan Potensi yakni fokus pada Membangun
layanan pembelajaran anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang
senantiasa memberdayakan 3 potensi yang dimilikinya (ruh, akal, jasad). Penerapan
Joyfull Learning dengan cara memfasilitasi kegiatan pembelajaran anak yang
menyenangkan (Joyful Learning). Dan menyediakan mediasi kebersamaan dengan
cara menyempurnakan kualitas layanan pembelajaran dengan memediasi
keragaman potensi orang tua, praktisi, pemerhati pendidikan, pemerintah, serta
pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan.
Pendidikan khas Zaidan Educare memiliki empat konsep yang mendasar dan
sangat mereduksi dari pola pemahaman filsafat empirisme yang berbasis pada
pengalaman dan analis terhadap hal tersebut fokusnya melalui panca indera yakmi :
1 .Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran yang dapat membangkitkan minat anak dan bersifat
kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep
secara mudah dan jelas melalui kegiatan problem solving dan berbagai percobaan
sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
2.Kelekatan Pengasuhan
Karena memang repotnya mengurus anak itu bukan untuk dikeluhkan, berarti
idealnya, kita bisa tetap bahagia dengan apa yang kita hadapi. Dan jangan-jangan,
kebahagian itulah yang dengan sendirinya menjadikan anak-anak kita lebih bisa
diatur, mudah diarahkan, tidak banyak membuat masalah, dan jauh lebih normatif. -
Inspirasi Pengasuhan
3.Pembentukan Karakter
Pendidikan karakter menjadi prioritas utama di Zaidan Educare. Berdasarkan
teori kompetensi "Gunung Es" - McLelland, pembentukan karakter seorang anak
(social role, self image, traits dan motives) lebih sulit dibandingkan pengembangan
keterampilan dan pengetahuannya. Untuk itulah perlu penanganan lebih dalam
pembentukan karakter ini.
4.Bermain sambil Belajar
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginannya sendiri
dan memperoleh kesenangan (Foster, 1989) .Bermain adalah cara alamiah bagi anak
untuk mengungkapkan konflik dalam diri yang tidak disadarinya (Miller dan Keong,
1983).
Dalam program yang dijalankan melalui kurikulumnya sudah menggunakan
kurikulum 2013 yang memiliki basis empirisme yang cukup kentara. Dimana dalam
kegiatan pembelajarannya peserta didik terbiasa mengeksplor sendiri setelah
mendapatkan arahan dari guru, contoh dalam pembelajaran bahasa Indonesia murid
di SD Zaydan sudah terbiasa untuk melakukan penelitian berbasis sendiri maupun
kelompok, dimulai dengan wawancara (dengan konsep 5 w+1 h) untuk mendapatkan
materi dan sudah mulai diproyeksikan untuk dipresentasikan bahkan hal ini sudah
mulai dilaksanakan semenjak kelas 1 SD tentunya dengan gaya penyampaian sesuai
kapasitas yang mereka miliki.
Dalam pembelajaran IPA atau sains, setelah guru menyampaikan materi,
anak-anak terbiasa untuk mengeksplor apa yang tadi telah disampaikan melalui
pengamatan panca inderanya masing-masing. Baik melalui pengamatan sendiri
dilingkungan sekitar sekolah, akses internet maupun perpustakaan sekolah terkait
materi, bahkan melalui field sekolah terkait materi pembelajaran tersebut. Hal
tersebut kemudian dianalisis dan menjadi pengetahuan yang tidak hanya bersifat
akademik namun aplikatif. Begitupun dengan pembelajaran lainnya. Seperti agama
melalui kunjungan ke masjid maupun lembaga keagamaan. Bahkan olahraga melalui
kunjungan ke lembaga olahraga.
Hal diatas sangat merefleksikan dari nilai empirisme dalam aplikasi
penerapan dalam pendidikan kurikulum sekolah dasar. Bukan hanya berdasarkan
pada kurikulum terpadu melainkan kurikulum sekolah Zaydan Educare yang sangat
memfasilitasi dan sangat aplikatif terhadap hal tersebut. Sehingga pengajar maupun
peserta didik tidak terjebak pada metode konvensional pada umumnya. Masing-
masing dari mereka dituntut untuk aktif mengaktualiskan pengalaman empiris
mereka terkait materi pembelajaran tersebut. Ditambah dengan pembelajaran
contectstual learning yang akan mengantarkan guru dan murid SD bukan hanya
pada ranah tahu melainkan paham dan tau implementasi dari hal tersebut (materi
pelajaran).

PEMBAHASAN

Empiris menjelaskan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, yaitu


segala sesuatu yang diketahui manusia berasal dari pengalaman indrawi. John Lock
dengan pemahaman tabularasa yang menekankan bahwa setiap anak adalah kertas
kosong sehingga penerapan pengetahuannya dapat diisi melalui pengalaman yang
mereka miliki ditekankan melalui indera perasanya. Adapun Berkeley menegaskan
pemahaman tersebut dan menekankan bahwa keberadaan substansi tergantung
pada persepsi. Berkeley berpendapat bahwasanya apa pun yang dapat dirasakan
melalui indra merupakan adalah "ide" atau sensasi yang tidak dapat eksis tanpa
dirasakan. Ide utama Berkeley menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari
pengalaman indrawi. Disini dapat dilihat bahwa peserta didik dalam usia SD
dituntut untuk mengeksplorasi pengalaman yang mereka miliki melalui panca indra
(melihat, merasa, mencium, mendengar, dan meraba) untuk lebih mengintensifkan
dalam menerima pembelajaran yang ada disekolah maupun diluar sekolah. Sehingga
hal didapatkan tersebut bukan hanya sekedar menjadi pengetahuan akademik
melainkan pengetahuan aplikatif.

SIMPULAN

Dari pembahasan tentang filsafat empirisme diatas, dapat dikatakan bahwa


pemikiran filsafat empirisme sangat erat melekat dengan dunia pendidikan fokusnya
pada anak usia sekolah dasar dengan penguatan dari kurikulum terpadu dan
kurikulum sekolah yang khas dengan implentasi pengalaman inderawi melaui
praktek langsung saat mengkaji pembelajaran terkait dan guru disini berperan
sebagai mediator sedangkan anak harus berperan aktif

DAFTAR PUSTAKA

Jujun S. Surisumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan, 1982)

Juhari, Muatan Sosiologi dalam Pemikiran Filsafat John Locke. Al-Bayan. Vol. 19
No. 27. 2013.

Ahmad Tafsir, Filsafat umum; akal dan hati sejak Thales sampai Capra (Bandung:
PT. Rosdakarya, 2012)

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat. (Yogyakarta:Kanisius,2015)

Anda mungkin juga menyukai