Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arah kebijakan pendidikan nasional dititik beratkan pada peningkatan
mutu, otonomi, dan peningkatan daya saing bangsa. Daya saing dapat di
maknai sebagai kemampuan penyelenggaraan pendidikan yang di sanggup
berkompetisi dalam hal kualitas dengan bangsa-bangsa lain. Beberapa
komponen penting yang dapat di jadikan sebagai indikator untuk itu di
antaranya adalah penguasaan IPTEK bagi siswa dan sekaligus menjadi salah
satu kunci keunggulan suatu bangsa di era globalisasi ini. Sementara itu,
peningkatan sumber daya manusia merupakan faktor penentu lainnya
sekaligus merupakan aset bangsa.
Beberapa fakta menunjukan bahwa kualitas sumber daya manusia kita
cukup jauh tertinggal dari Negara maju lainnya. Indonesia harus bekerja keras
untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia yang masih jauh tertinggal
untuk kawasan asia sekalipun. Hasil peneliatian beberapa tahun lalu
menunjukan bahwa di antara tujuh sampel di Asia ternyata Indonesia
merupakan Negara yang memiliki produktivitas tenaga kerja paling rendah.

1
2

Upaya yang telah di lakukan untuk meningkatkan mut pendidikan sekolah di


Indonesia antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum, sistem
evaluasi, sarana pendidikan, materi, mutu guru, dan tenaga kependidikan
lainnya. Dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu
pendidikan selama ini kurang berhasil, strategi pembangunan pendidikan lebih
bersifat input-oriented bahwa apabila semua input pendidikan telah dipenuhi
seperti penyediakan buku paket dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana
pendidikan, pelatihan guru, dan tenaga kependidikan maka secara otomatis
sekolah dapat menghasilkan output yang bermutu sebagaimana yang di
harapkan, sedangkan, strategi pengelolaan yang macro oriented berarti bahwa
pengelolaan pendidikan diatur terlalu dominan oleh jajaran birokrasi di tingkat
pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat)
tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro.
Dari kenyataan di atas semakin menyadarkan kita bahwa
pembangunan pendidikan bukan hanya terokus pada penyediaan actor input
pendidikan semata-mata, tetapi harus memperhatikan factor proses
pendidikan, input pendidikan merupakan hal yang mutlak tetapi tidak menjadi
jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Di samping
itu, mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan ormal terdepan
dengan berbagai keragaman potensi anak didik, tentunya harus mampu
menyediakan layanan pendidikan yang beragam dan kondisi lingkungan yang
berbeda satu dengan lainnya. Maka dari itu dibuat makalah ini untuk
menganalisis kebijakan mutu pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan analisis kebijakan?
2. Bagaimana konsep dasar mutu?
3. Bagaimana analisis kebijakan mutu pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari analisis kebijakan.
2. Untuk mengetahui konsep dasar mutu.
3

3. Untuk mengetahui analisis kebijakan mutu pendidikan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara
sistematis disusun dalam rangka mengetahui substansi dari kebijakan agara
dapat diketahui secara jelas informasi mengenai masalah-masalah yang
dijawab oleh kebijakan dan masalah masalah yang mungkin timbul sebagai
akibat dari penerapan kebijakan. Ruang lingkup dan metode analisis
kebijakan umumnya bersifat deskritif dan faktual mengenai sebab-sebab dan
akibat-akibat suatu kebijakan.
Kebijakan pendidikan khususnya kebijakan tentang pengembangan
dan peningkatan profesi guru setidaknya harus memenuhi tantangan dan
tuntutan global dan perkembangan jaman sebagaimana diungkapkan oleh
Fatta & Latifah (2012:145) bahwa analisis kebijakan pendidikan
menggambarkan bagaimana Negara merencanakan dan menuju pada prioritas
pendidikan, kemudian hasil analisis tersebut harus di jelaskan oleh adanya
faktor-faktor global kebijakannya.
Dunn (2016:117) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah
disiplin ilmu social transparan yang menggunakan berbagai macam metode
penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi
yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat
politik dalam rangka memecahkan masalah masalah kebijakan. Dunn
(2016:117) membedakan tiga bentuk utama Analisis Kebijakan yaitu:
1. Analisis Kebijakan Prospektif

4
5

Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan transormasi


informasi sebelum aksi kebijakan di mulai di implementasikan.
Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan
informasi untuk di pakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi
kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam
bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau panutan dalam
pengambilan keputusan kebijakan.

2. Analisis Kebijakan Retrospektif

Analisis kebijakan retrospektif adalah sebagai penciptaan dan


tranformasi informasi sesudah aksi kebijakan di lakukan, terdadapat 3
tipe analisis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok
analisis ini yakni analisis berorientasi pada disiplin, analisis
berorientasi pada masalah, analisis berorientasi pada aplikasi. Tentu
saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan
kelemahan.

3. Analisis Kebijakan yang Terintegrasi

Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis


yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh
perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan
sesudah tindakan kebijakan di ambil. Analisis kebijakan yang
terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analisis untuk
mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi
juga menuntut para analisis untuk terus menerus menghasilkan dan
mentransfromasikan informasi setiap saat.

B. Konsep Dasar Mutu


1. Sejarah Mutu
6

Konsep manajemen mutu merupakan sebuah konsep yang berasal dari


Total Quality Management (TQM). TQM pertamakali diperkenalkan pada
tahun 1920an oleh Edward Deming di Jepang. Konsep TQM pada awalnya
berkembang dari pemikiran untuk mewujudkan produk yang bermutu sampai
pada akhirnya meliputi semua aspek dalam organisasi.

Perkembangan upaya mewujudkan mutu dapat ditelusuri dari konsep


“inspection” kemudian berkembang “quality control and statistical theory”,
selanjutnya berkembang “quality in Japan” yang menghantarkan pada
konsep “total quality”. Perkembangan selanjutnya adalah “total quality
management” kemudian berkembang menjadi “quality awards and
excellence model”. Perkembangan selanjutnya adalah “business excellence”.

2. Pengertian Mutu

Dalam kamus Bahasa Indonesia mutu diartikan sebagai baik buruk


sesuatu, kualitas, taraf atau derajat. Mutu adalah gambaran dan karakteristik
menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan. Sallis (1993)
mendefinisikan mutu dalam dua perspektif, yaitu mutu absolut dan mutu
relatif. Mutu absolut merupakan mutu dalam arti yang tidak bisa ditawar lagi
atau bersifat mutlak. Dalam pandangan absolut, mutu diartikan sebagai
ukuran yang terbaik menurut pertimbangan produsen dalam memproduksi
suatu barang atau jasa. Sedangkan menurut mutu relatif diartikan sebagai
mutu yang ditetapkan oleh selera konsumen. Dengan demikian suatu barang
atau jasa dapat disebut bermutu oleh seorang konsumen, tetapi belum tentu
dikatakan bermutu oleh konsumen yang lainnya. Pandangan mengenai mutu
ini mengimplikasikan bahwa barang atau jasa yang diproduksi harus selalu
7

mengutamakan kesesuaian antara kebermutuan dalam perspektif absolut dan


relatif.

3. Definisi Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen mutu terpadu merupakan sebuah konsep yang


mengaplikasikan berbagai prinsip mutu untuk menjamin suatu produk barang
atau jasa memiliki spesifikasi. Pendekatan manajemen mutu dilakukan secara
menyeluruh yaitu mulai dari input, proses, output, dan outcome. Dilakukan
secara berkelanjutan untuk menunjukkan bahwa upaya mewujudkan mutu
merupakan bagian kerja keseharian bukan sesuatu yang temporal (sewaktu-
waktu).

Semua komponen sistem organisasi diposisikan sebagai bagian untuk


menjamin mutu dan disinergikan melalui kepemimpinan mutu. Beberapa isu
yang dibuat oleh konferensi Dewan Mutu pada Mei 1990 (Ross, 1993:1-2)
adalah sebagai berikut:

a. A cultural based on a management philosophy of meeting


customer requirements trough continous improvement (satu
perubahan budaya didasarkan pada filosofi manajemen sesuai
dengan tuntutan pelanggan melalui perbaikan berkelanjutan).
b. Management behavior that includes acting as role models, use
of quality processes and tools, encouraging communications,
sponsoring feedback activities and a supporting environment
(perilaku manajemen juga harus berperan sebagai model,
menggunakan alat dan proses mutu, mendorong komunikasi,
mensponsori umpan balik, dan mendukung lingkungan).
c. Mechanism of change including training, communications,
recognition, teamwork, and customer satisfaction program
8

(mekanisme perubahan meliputi: pelatihan, komunikasi


perubahan, pengenalan, kerjasama kelompok, dan program
pemuasan pelanggan).
d. Implementing TQM by defining the mission, identifying system
output, identifying customers, negotiating customers,
requirements, developing a suppliers specification that details
customer requirements and expectation, and determining the
necessary required to fulfill those requirements and expectations.
(pengimplikasian TQM dengan mendefinisikan misi,
mengidentifikasi system output, bernegosiasi dengan tuntutan
pelanggan, mengembangkan spesifikasi bagi supplier
sebagaimana diharapkan dan dituntut pelanggan, dan menentukan
syarat-syarat yang perlu untuk mengisi harapan dan tuntutan
pelanggan).

4. Prinsip Mutu

Prinsip mutu adalah sejumlah asumsi yang dinilai dan diyakini memiliki
kekuatan untuk mewujudkan mutu. Akan hal ini, berbagai ahli dan organisasi
mencoba merumuskan prinsip-prinsip yang paling tepat untuk dapat
mewujudkan mutu dalam organisasi. Ada delapan prinsip mutu berdasarkan
versi ISO (Igit,2007:1), yaitu:

a. Customer Focused Organization


b. Leadership
c. Involvement of People
d. Process Aproach
e. System Aproach to Management
f. Continual Improvement
g. Factual Aproach to Decision Making
h. Mutually Beneficial Supplier-relationship.
5. Komponen Mutu
9

Komponen mutu merupakan bagian-bagian yang harus ada dalam upaya


untuk mewujudkan mutu. Bagian-bagian ini merupakan pendukung dan
menjadi prasyarat dimilikinya mutu, beberapa komponen mutu yang
dimaksud adalah:

a. Kepemimpinan yang berorientasi pada mutu


b. Pendidikan dan pelatihan (diklat)
c. Struktur pendukung
d. Komunikasi
e. Ganjaran dan pengakuan
f. Pengukuran

C. Analisis Kebijakan Mutu Pendidikan

Upaya menghadirkan pendidikan bermutu tentu saja bukan merupakan


pekerjaan yang tanpa halangan. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa meskipun
berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan, seperti
pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kualitas guru,
pengawas, kepala sekolah melalui berbagai pendidikan dan pelatihan, pengadaan
dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan dan lain sebagainya. Namun
realitas menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan mutu pendidikan antara
berbagai jenis, jenjang dan lembaga Pendidikan.

Banyak faktor yang menentukan mutu pendidikan, baik secara internal


maupun eksternal. Sebagai sebuah organisasi, Davis dan Newstrom (1985: 152)
mengatakan bahwa mutu pendidikan ditentukan oleh sumber daya manusia
(people), sistem organisasi (structure), sarana dan prasarana (technology), dan
lingkungan tempat madrasah itu diselenggarakan (environment). Pada sisi lain,
sebagai sebuah sistem mutu pendidikan dapat dilihat dari efektifitas input,
proses, output dan outcome.
10

Analisis kebijakan mutu pendidikan tidak hanya melakukan analisis terhadap


data dan informasi tetapi juga memerhatikan seluruh aspek yang menyangkut
dalam proses pembuatan suatu kebijakan. Mulai dari analisis masalahnya,
pengumpulan informasi, penentuan alternatif kebijakan sampai penyampaian
alternatif terhadap para pembuat keputusan. Rumusan alternatif kebijakan yang
dihasilkan dari proses analisis kebijakan tidak secara langsung dapat dijadikan
suatu kebijakan. Jika rumusan kebijakan ini didukung oleh kekuatan otoritas,
alternatif kebijakan tersebut akan berubah menjadi suatu kebijakan. Dengan
demikian, prosedur yang dapat menghasilkan alternatif kebijakan merupakan
proses rasional. Adapun terjadinya kebijakan merupakan proses politik.

Pendidikan memiliki fungsi yang hakiki dalam mempersiapkan sumber daya


manusia yang akan menjadi aktor-aktor dalam bidang kependudukan, politik,
ekonomi, ketenagakerjaan dan sosial budaya. Oleh karena itu, hubungan antara
pendidikan dan kehidupan di luar pendidikan perlu dibahas agar terjadi sinergi
antara sistem pendidikan internal dan eksternal. Tantangan eksternal dari sistem
pendidikan merupakan sumber inspirasi yang paling utama dalam melakukan
perubahan dan pembaruan sistem pendidikan secara internal. Tantangan masa
depan bagi mutu pendidikan di Indonesia tidak semata-mata menyangkut cara
meningkatkan mutu pendidikan secara internal tetapi juga meningkatkan
kesesuaian pendidikan dengan bidang-bidang kehidupan lain.

Tuntutan yang paling mendesak dalam memacu pembangunan pendidikan


yang bermutu dan relevan adalah peningkatan kemampuan dalam melakukan
analisis kebijakan mutu pendidikan. Oleh karena itu, para analis kebijakan mutu
pendidikan tidak hanya dituntut untuk menguasai teknik-teknik penelitian dan
pengembangan, tetapi juga dituntut untuk menguasai isu-isu pendidikan yang
relevan, baik isu pendidikan yang relevan, internal maupun isu-isu pendidikan
dalam kaitannya secara lintas sektoral.
11

Analisis kebijakan merupakan prosedur berpikir yang sudah lama dikenal dan
dilakukan dalam sejarah manusia. Analisis kebijakan merupakan proses yang
dapat menghasilkan informasi teknis sebagai salah satu masukan bagi perumusan
beberapa alternatif kebijakan yang didukung oleh informasi teknis. Informasi
teknis merupakan suatu satuan pernyataa kebenaran induktif yang didukung oleh
kebenaran secara empiris sebagai hasil dari rangkaian analisis data.

Analisis kebijakan bersifat deskriptif. Oleh karena itu, analisis kebijakan


bersandar pada ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan tingkah laku yang berfungsi
untuk membuat dan membenarkan klaim tentang penyebab dan akibat dari suatu
kebijakan. Akan tetapi, analisis kebijakan juga berpijak pada norma. Hal tersebut
didukung oleh etika dan cabang sosial lainnya serta filosofi politik. Norma
tersebut berfungsi untuk mengevaluasi dan membenarkan klaim tentang moral
dan kegunaan yang diharapkan. Perlu adanya aspek pengaruh analisis kebijakan
yang berdasarkan norma karena relevansi kebijakan dengan pengetahuan dan
mempertimbangkan akibat dan prosesnya berlandaskan etika. Dalam analisis
kebijakan, pilihan akhir dan pemaknaan memerlukan usaha berkelanjutan yang
mempersaingkan nilai-nilai, efisiensi, keamanan dan kebebasan serta demokrasi
(Fattah, 2013:6).

Aspek yang harus dikaji dalam analisis kebijakan pendidikan adalah konteks
kebijakan. Hal ini harus dilakukan karena kebijakan tidak muncul dalam
kehampaan, melainkan dikembangkan dalam konteks seperangkat nilai, tekanan,
kendala, dan dalam pengaturan struktural tertentu. Kebijakan juga merupakan
tanggapan terhadap masalah-masalah tertentu, kebutuhan serta aspirasi yang
berkembang. Aspek selanjutnya yang harus dikaji dalam analisis kebijakan
pendidikan adalah sebagai berikut:
12

1. Pelaku Kebijakan/ Aktor kebijakan

Aktor kebijakan pendidikan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: para


pelaku resmi dan pelaku tak resmi. Pelaku resmi kebijakan pendidikan adalah
perorangan atau lembaga yang secara legal memiliki tanggungjawab
berkenaan dengan pendidikan. Aktor tak resmi kebijakan pendidikan adalah
individu atau organisasi yang terdiri dari kelompok kepentingan, partai politik,
dan media.

2. Implementasi Kebijakan

Dalam memahami suatu proses kebijakan, terdapat aspek yang sangat


penting yaitu implementasi kebijakan. Tolok ukur keberhasilan suatu kebijakan
adalah pada tahap implementasi. Menurut Dunn (1994) seperti yang dikutip
Yoyon Bahtiar Irianto, implementasi kebijakan lebih bersifat kegiatan praktis,
termasuk di dalamnya mengeksekusi dan mengarahkan. Dengan demikian,
implementasi kebijakan dapat disebut sebagai rangkaian kegiatan tindak lanjut
setelah sebuah kebijakan ditetapkan, baik yang terdiri atas pengambilan
keputusan, langkah-langkah yang stratejik, maupun operasional yang ditempuh
guna mewujudkan suatu program atau kebijakan menjadi kenyataan, guna
mencapai sasaran dari kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. Tingkat
keberhasilan proses ini akan dipengaruhi berbagai unsur, baik yang bersifat
mendukung atau menghambat, serta lingkungan, baik fisik, sosial maupun
budaya.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

14
15

Daftar Pustaka

Anonim. (2000). Panduan Manajemen sekolah. Depdiknas. Dikmenum.


Arcaro, J.S. (2007), Pendidikan berbasis Mutu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hanafiah, dkk. (1994). Pengelolaan Mutu Total pendidikan Tinggi. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri.
Raharjo, Budi. (2004). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Rusdiana. (2015). Kebijakan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Santoso. (2001). Hubungan Ideal Pemerintah Pusat dan daerah. Bandung:
Langgeng Press.
Subardi. (2001). Sistem Otonomi. Surakarta: Cakra.
Suripto. (2001). Strategi Kebijakan Pemerintahan. Pati: Candra Press.

Anda mungkin juga menyukai