Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan non formal yang


dikenal memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang khas. Keberadaannya dikenal
sebagai basis transformasi ilmu keislaman yang bersumber dari kitab- kitab
klasik dan sesuai dengan perintah dari seorang Kyai.
Disamping sebagai institusi yang berbasis mengembangkan ilmu
keislaman, pesantren juga memiliki fungsi sebagi agent of change, layaknya
institusi formal lainnya, untuk memberikan perubahan bagi seluruh umatnya
dlama pemberdayaan dan pengembangan umat.
Menurut Nurcholish Madjid, Dewasa ini Pesantren dihadapkan pada
banyak tantangan, termasuk di dalamnya modernisasi pendidikan Islam.
Dalam banyak hal, sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi dan
disesuaikan dengan tuntutan pembangunan, terutama dalam aspek
kelembagaan yang secara otomatis akan mempengaruhi penetapan kurikulum
yang mengacu pada tujuan institusional lembaga tersebut.
Dari perkembangan dan kemodernisasian zaman, maka perlulah
adanya kemajuan dalam pendidikan pondok pesantren. Kemajuan tersebut bisa
dilihat dari manajerialistiknya, penggunaan kurikulum yang sesuai dengan
perkembangan zaman, tanpa mengurangi ciri khas dari pondok pesantren itu
sendiri. Dan dengan perkembangan manajerialistik dan kurikulum tersebut
akan mempengaruhi sarana prasarana yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Maka perlulah membahas tentang manajemen di pesantren
modern agar dapat terdapat gambaran manajemen dalam pondok pesantren.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian manajemen di pesantren modern


M. Arifin memberikan defenisi pondok pesantren sebagai
berikut :“Suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta
diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana
santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian
atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan
dariLeadershipseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas
yang bersifat kharismatik serta independent dalam segala hal”.1
Dari berbagai tingkatan konsistensi dengansistem lama dan
keterpengaruhan oleh sistem modern, secara garis besar pondok
pesantren dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu
a) Pondok Pesantren Salafiyah
Salafartinya “lama”, ”dahulu”, atau “tradisional”. Pondok
pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang
menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional,
sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya.
Pembelajaran agama Islam dilakukan secara individual atau
kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa
Arab.

b) Pondok Pesantren Khalafiyah


Khalafiyah (‘Ashriyah)Khalafartinya “kemudian” atau
“belakangan”, sedangkan “ashri”artinya “sekarang” atau “modern”.
Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang
menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan
modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah (MI,

1
Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, 2005,
Jakarta: Erlangga, hlm. 2

2
MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMA dan
SMK) atau nama lainnya.
c) Pondok Pesantren Campuran/kombinasi
Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah sebagaimana penjelasan
di atas. Sebagian besar yang ada sekarang adalah pondok pesantren
yang berada di antara rentangan dua pengertian di atas. Sebagian
besar pondok pesantren yang mengaku dan menamakan diri
pesantren salafiyah, pada umumnya juga menyelenggarakan
pendidikan secara klasikal dan berjenjang.2
2. Sejarah manajemen pesantren modern
Keparipurnaan pondok pesantren harus di fahami dari berbagai
aspek. Apakah aspek politik, sosial dan perjuangannya sekalipun.
Ibaratnya, kita mengangkat satu kasus sebagai bukti perjuangan
pondok pesantren. Di awal tahun 70an, ketika ada kalangan yang
mengupayakan pondok pesantren perlu memberikan pendidikan/
pelajaran umum bagi santrinya.
Dan sejarah mencatat pondok pesantren (surau) yang pertama
membuka madrasah formal ialah Tawalib di Padang Panjang pada
1921 dibawah pimpinan Syekh Abdul Karim Amrullah, ayahnya
Hamka. Sedangkan di Jawa pondok pesantren Tebuireng Jombang
pada 1919 didirikan Madrasah formal, bernama Salafiyah yang diasuh
oleh K.H. Ilyas. Menyusul pondok modern Gontor Ponorogo pada
tahun 1926 oleh K.H. Imam Zarkasi dan K.H. Sahal.3
Perubahan dan perkembangan pondok pesantren tidak sampai
disana, seiring berkembangnya jaman dan kebutuhan masyarakat, kini
hadir perkembangan perguruan tinggi di pondok pesantren,
mempunyai arti penting di dalam proses dialog masyarakat yang
sedang mengalami perubahan dengan identitas budayanya. Perguruan

2
Departeman Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, 2003, Jakarta: Direktorat
Jendral Kelembagaan Agama Islam, hlm. 29
3
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, 1992, Jakarta: Bumi aksara, hlm. 193

3
tinggi di lingkungan pondok pesantren merupakan pengembangan dan
perluasan fungsi pendidikan. 4
Menanggapi hal tersebut K.H. Ilyas Ruchyat (sesepuh Ponpes
Cipasung/ Rektor) menjelaskan, Perguruan Tinggi di Pesantren tidak
akan menyebabkan dikotomi kedua lembaga pendidikan tersebut.
Kalaupun harus ditanggung dan diusahakan terus perbaikannya.
Mahasiswa dapat memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki pesantren
atau sebaliknya. Sedangkan ukuran mutu mahasiswa yang diharapkan
yaitu sama. Yakni; manusia yang takwa berahlakulkarimah, maupun
menjadi mubaligh, mufakir, mujahid dan mujtahid. Singkatnya
mencetak ulama yang intelek dan intelek yang ulama, memanjukan
agama dan menyampaikan ajaranya.5
3. Ciri khas dari pondok pesantren modern/ kholafiyah
Ada beberapa beberapa ciri khusus dari pesantren khalafiyah/moderen
yaitu:
a) Bangunan dan ruang belajar yang memadai
b) Sarana dan prasarana yang memadai, dan untuk pengembangan
tersedia
c) Jumlah muridnya banyak
d) Tenaga pengajar memadai
e) Tersedianya struktural kurikulum pengajaran
f) Bahasa sebagai prioritas pengajaran utama
g) Tersedianya administrasi dan koprasi pesantren
h) Sistem pengajaran formal dan mengacu pada Sistem Pendidikan
Nasional UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 30 Ayat 3 dan 4.
Kelemahan dan Kekurangan yang terdapat di lingkungan
pondok pesantren, bukan berarti untuk di permalukan ataupun jadi
tontonan bahkan dibiarkan berlanjut. Namun perlu diupayakan ke arah
perbaikan, diminimalisir, dalam upaya pemberdayaan pondok

4
Noor,Mahuddin,H,Potret dunia pesantren,2006, Bandung: Humaniora, hlm. 73
5
Ibid, hlm. 86

4
pesantren kini sedang dan tengah dilakukan. Sehingga fungsi dan
peranannya dalam pelayanan terhadap masyarakat akan lebih optimal.
4. Transformasi Pondok Pesantren
Pondok pesantren modern merupakan transformasi sistem dan
kulturdari pondok pesantren yang sebelumnya dikenal dengan
Salafiyah (Kuno) menjadi Khalafiyah (Modern) sebagai jawabah atas
kritik-kritik terhadap pesantren. Diantara bentuk-bentuk transformasi
tersebut misalnya:
a) Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan (sorogan) menjadi
sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah
(sekolah)
b) Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan
pengetahuan agama dan bahasa Arab
c) Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantran, misalnya
keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih kedisiplinan dan
pendidikan agama, kesehatan dan olahraga, serta kesenian yang
islami.6
d) lulusan pondok pesantren diberikan Syahadah (Ijazah) sebagai
tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian Syahadah
tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.
Dalam melakukan transformasi tersebut tentu saja tidaklam
mudah, ada beberapa komponen penting untuk mendukung tercapainya
tujuan pondok pesantren dalam melakukan transformasi, yaitu:
a) Planning (Perencanaan)

Planning tersebut dapat berupa:

(1) Ideal, dasar dan cita-cita perlu mendapatkan penegasan secara


formal

6
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. 2008, Jakarta: Kencana, hlm. 237

5
(2) Operasional, menyangkut ketatalaksanaan, metodologi,
pengembangan kurikulum
(3) Fungsional, menyangkut rehabilitasi pondok pesantren dalam
hubungan dan fungsinya di masyarakat, sehingga tak terjadi
penyimpangan yang mengurangi kewibawaan pondok
pesantren.
b) Organizing (Organisasi)

Pondok pesantren yang ada tidak memiliki keseragaman


struktur organisasi dan administrasi serta tidak mempunyai
kesepakatan struktur kurikulumnya. Sehingga perlu adanya seperti
menetapkan kriteria pondok Takhassus atau pondok campuran,
pembentukan badan-badan dan lainnya.
c) Staffing

Guru dan pengurus perlu diberikan up-grading, penataran,


kursus-kursus, dan pengaderan sebagai bentuk pembinaan
personal.7
d) Coordinating

Melakukan kerja sama yang baik antar pesantren. Misalnya,


membentuk Majelis Pembinaan Pondok Pesantren yang terdiri dari
para kiyai dan yang lainnya.

e) Reporting (Pembuatan Laporan)

Mengadakan laporan khusus di akhir tahun yang berguna


sebagai laporan objektif juga merupakan evaluasi tentang
pelaksanaan dan kehidupan di pesantren.
f) Budgetting (Anggaran belanja)

Karena Pesantren bersifat swasta maka pembiayaan


bersumber dari pewakafan, hibah, dinatur-donatur iuran, baik tetap

7
Ibid., hlm. 238

6
maupun tidak. Seorang kiyai dituntut untuk mempunyai kharisma
yang tinggi agar mendapatkan kepercayaan dari pihak luar.8
5. Kurikulum Pesantren Modern
Kurikulum pada dasarnya merupakan seperangkat perencanaan
dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan untuk
mewujudkan lembaga pendidikan yang diidamkan. Pesantren dalam
kelembagaannya, mulai mengembangkan diri dengan jenis dan corak
pendidikannya yang bermacam-macam. Pesantren besar, pesantren
Tebuireng Jombang, misalnya, di dalamnya telah berkembang
madrasah, sekolah umum, sampai perguruan tinggi yang dalam proses
pencapaian tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum.9
Pengembangan kurikulum pesantren dapat ditakrifkan sebagai
upaya pembaharuan pesantren dibidang kurikulum sebagai akibat
kehidupan masyarakat yang berubah dalam rangka mendukung
pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik (santri).10
Kurikulum pendidikan pesantren modern merupakan
perpaduan antara pesantren salaf dan sekolah (perguruan tinggi),
diharapkan akan mampu memunculkan output pesantren berkualitas
yang tercermin dalam sikap aspiratif, progresif dan tidak “ortodoks”
sehingga santri bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk
perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat
karena mereka bukan golongan eksklusif dan memiliki kemampuan
yang siap pakai.11
Dalam mengemangkan kurikulum, menurut Tyler berpegang
pada prinsip bahwa kebermaknaan kurikulum akan ditentukan oleh
empat asas utama:

8
Ibid. hlm. 239
9
Dwi Priyanto, Inovasi kurikulum pesantren,2006,Yogyakarta,vol.4,No.1, hlm. 1
10
Syulthon Masymud,Manajemen Pondok Pesantren,2003,Jakarta: DIVA PUSTAKA, hlm. 76
11
Op.Cit. Dwi Priyanto. hlm. 4

7
a) Falsafah bangsa, masyarakat, sekolah dan guru. Nilai filosofis ini
nampaknya telah tertanam secara kuat di dunia pesantren walau
dengan artikulasi yang khas.
b) Harapan dan kebutuhan masyarakat, termasuk orang tua,
kebudayaan masyarakat, pemerintah, agama, ekonomi, dan
sebagainya.
c) Hakikat antara lain taraf perkembangan fisik, mental,psikologis,
emosional, social, serta cara anak belajar.
d) Hakikat pengetahuan atau disiplin ilmu.12
Pengembangan kurikulum pesantren maupun kurikulum
pendidikan harus menempuh dua proses yaitu pedoman kurikulum dan
pengembangan intruksional. Pedoman kurikulum disusun untuk
menentukan garis- garis besar isi kurikulum. Setidaknya mencakup
tentang apa, siapa, sebab, dan urutan yang akan diajarka kepada
peserta didik. Selanjutnya harus dilengkapi dengan falsafah dan misi
lembaga pendidikan, alasan kurikulum berhubungan dengan kebutuhan
masyarakat sasaran, tujuan filosofis mengenai bahan yang akan
diajarkan, dan organisasi bahan pelajaran secara umum.13
Langkah pengembangan kurikulum pesantren:
a) Melakukan needs assessment untuk memperoleh factor penentu
kurikulum serta latar belakangnya.
b) Menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan
c) Merumuskan tujuan pembelajaran
d) Menetukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap
mata pelajaran
e) Menentukan topic- topic tiap matapelajaran
f) Menentukan syarat- syarat yang ditentukan dari siswa
g) Menentukan bahan yang harus dibaca siswa

12
Ibid. hlm. 77
13
Ibid. hlm. 78

8
h) Menentukan strategi mengajar yang serasi serta menyediakan
berbagai sumber atau alat peraga proses belajar mengajar
i) Menentukan evaluasi hasil belaar siswa serta skala penilaiannya
j) Membuat rancangan rencana penilaian kurikulum secara
keseluruhan dan strategi perbaikannya.14
Selain langkah- langkah, untuk mengembangkan kurikulum
dibutuhkan beberapa pendekatan, pendekatan tersebut antara lain:
a) Pendekatan bidang ilmu
Pendekatan ini menggunakan matapelajaran sebagai dasar
organisasi kurikulum. Pendekatan ini mengutamakan penguasaan
bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.
b) Pendekatan interdisipliner
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa masalah-
masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin
melainkan berbagai ilmu secara interdisipliner.15
c) Pendekatan rekonstruksionisme
Pendekatan ini memfokuskan kurikulum pada masalah-
maslah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi,
ledakan penduduk, HAM dan lain- lain.
d) Pendekatan humanistic
Kurikulum ini berpusat pada siswa dan mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian
integral dari proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsep diri berkorelasi tinggi dengan prestasi akademik.16
e) Pendekatan pembangunan nasional
Pendekatan ini terdiri dari tiga unsur utama, diantaranya:
(1) Pendidikan kewarganegaraan, yaitu dengan berorientasi pada
system politik Negara yang menentukan peranan, hak dan
kewajiban tiap warganegara.

14
Ibid. hlm.81
15
Ibid. hlm. 83
16
Ibid. hlm. 86

9
(2) Pendidikan sebagai alat pembangun nasional, yaitu pendidikan
yang bertujuan mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
(3) Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari- hari,
yaitu dengan menggabungkan humanism dengan pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.17
6. Sarana prasarana Pesantren Modern
Secara sederhana sarana didefinisikan sebagai perangkat,
peralatan, bahan, perabot yang secara langsung digunakan dalam
proses pendidikan seperti gedung, bangku, kursi, papan tulis, maupun
alat lainnya. Sedangkan prasarana didefinisikan sebagai perangkat,
peralatan, bahan, perabot, yang secara tidak langsung digunakan dalam
proses pendidikan seperti lapang sepak bola, taman bunga, pagar, dan
lain sebagainya.
Dari definisi diatas, kita bisa memahami bahwa manajemen
sarana prasarana adalah proses pengelolaan terhadap seluruh
perangkat, alat, bahan, dan fasilitas lainnya yang digunakan dalam
kegiatan proses belajar mengajar sehingga proses kegiatan belajar bisa
berjalan secara efektif. Suharsimi Arikunnto menjelaskan bahwa
sarana pendidikan memiliki beberapa klasifikasi yang bisa dibedakan
sebagai berikut :18
a) Bangunan pesantren/sekolah (tanah dan gedung) yang meliputi :
lapangan, halaman sekolah, ruang kelas, ruang guru, kantor ruang
praktik, ruang tamu, ruang kepala sekolah, ruang perpustakaan,
laboratorium, ushola, dan kamar kecil.
b) Perabot pesantren/ sekolah, yang meliputi : meja guru, meja murid,
kursi, lemari, rak buku, sapu, dan kotak sampah.

17
Ibid. hlm.87
18
Jaja Jahari, Amirullah Sarbini, Manajemen Madrasah, 2013, Bandung: Alfabeta. hlm. 65

10
Agar proses manajemen sarana dan prasarana berjalan dengan
baik, maka dalam proses implementasinya harus didasarkan pada
prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan, diantaranya adalah :
a) Efektif
Manajemen sarana prasarana harus dilakukan secara efektif,
artinya pengelolaan terhadap sarana dan prasarana harus
menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
b) Efisien
Pengelolaan sarana dan prasarana terkait dengan
pembiayaan, oleh karena itu, pengelolaan sarana dan prasarana
harus dilakukan secara efisien sesuai dengan dana dan kemampuan
lembaga pendidikan.19

19
Ibid. hlm. 66

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manajemen pesantren modern merupakan pengalolaan yang
dilakukan di pesantren, dengan selalu menggunakan pendekatan modern,
yaitu dengan selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, tanpa
harus mengurangi sifat kepesantrenannya.
Manajemen peantren modern dapat dilihat dari kurikulum yang
digunakan oleh pesantren itu, yaitu kurikulum sudah tidak terpaku lagi
dengan keputusan seorang Kiai, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan
yang ada dan perkembangan zaman. Sarana prasarana yang digunakanpun
sudah dipadukan dengan teknologi yang berkembang. Dan pesantren
modern sudah memadukan pendidikan pesantrennya dengan pendidikan
formal.

12

Anda mungkin juga menyukai