http://journal.fisika.or.id/rf
Volume 1
Nomor 2
Juli 2017
Risalah Fisika Vol. 1 No. 2 Halaman 29 - 62 Yogyakarta, Juli 2017 ISSN 2548-9011
ISSN 2548-9011
http://journal.fisika.or.id/rf
mempublikasikan hasil-hasil penelitian dalam bidang fisika teori, fisika terapan, dan pendidikan fisika
EDITOR KETUA
Dr. Pramudita Anggraita, Himpunan Fisika Indonesia
EDITOR
Anto Sulaksono, Fisika Bintang dan Struktur Nuklir, Universitas Indonesia
L.T. Handoko, Fisika Partikel Teori, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Nazli Ismail, Fisika Bumi, Universitas Syiah Kuala
Ni Nyoman Rupiasih, Biofisika dan Polimer, Universitas Udayana
Terry Mart, Fisika Nuklir dan Partikel Teori, Universitas Indonesia
Santoso Soekirno, Fisika Instrumentasi, Universitas Indonesia
MITRA BESTARI
Ariadne L. Juwono, Fisika Material, Universitas Indonesia
Bambang Heru Iswanto, Fisika Komputasi, Universitas Negeri Jakarta
Budhy Kurniawan, Fisika Material, Universitas Indonesia
Esmar Budi, Fisika Material, Universitas Negeri Jakarta
Mirza Satriawan, Fisika Partikel Teori, Universitas Gadjah Mada
Yetty Supriyati, , Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta
ADMINISTRASI
Dewita
Frida Iswinning Dyah
Idrus Abdul Kudus
Sumadi
Penerbit:
Himpunan Fisika Indonesia (HFI)
Komplek Batan Indah Blok L No 48 Serpong Tangerang 15314, Banten Indonesia
Phone: +62-21-7561609
Fax: +62-21-7561609
E-mail: hfipusat@gmail.com
Pengantar Redaksi i
PENGANTAR REDAKSI
Ketua Redaksi
Abstrak – Telah dibuat kajian pengaruh syarat batas efek proksimitas pada penyelesaian komputasi persamaan
Ginzburg-Landau Gayut Waktu. Bahan kajian adalah superkonduktor berbentuk kotak yang berbatasan dengan bahan
lain pada keempat sisinya dan dipengaruhi medan magnet luar. Metode pembuatan simulasi didasarkan pada
persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu serta persamaan syarat batas parameter benahan dan syarat batas medan
magnet. Persamaan-persamaan tersebut lalu didiskretkan dengan menggunakan metode U. Hasil kajian menunjukkan
bahwa nilai medan kritis permukaan membesar, medan kritis rendah mengecil pada ukuran bahan N x×Ny = 12×12 dan
membesar pada ukuran bahan Nx×Ny = 32×32 jika nilai panjang ekstrapolasi membesar.
Kata kunci: efek proksimitas, persamaan TDGL, superkonduktor
Abstract – We have made a study about influence of the boundary conditions with the proximity effect on the
computational solutions of the Time Dependent Ginzburg-Landau (TDGL) equations. The object of our study was a
rectangular superconductor bounded by other material and applied to an external magnetic field. The TDGL equations
and their boundary conditions was solved using U method. The result of this study shows that the surface critical field
increases, the lower critical field decreases at the size of N x×Ny = 12×12 and increases at the size of Nx×Ny = 32×32,
when the extrapolation length decreases.
Key words: proximity effect, TDGL equations, superconductor
r, t
iAr, t r, t r, t (r, t ) r, t ,
I. PENDAHULUAN 2 2
(1)
Kajian sifat-sifat superkonduktor dengan menggunakan t
persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu yang
Ar, t 1
t
2i
,
r, t r, t r, t r, t 2i r, t Ar, t
2
(2)
diselesaikan dengan menggunakan metode U telah T Ar, t H ext r, t
2
pada garis j = 1
berukuran Nx × Ny dianggap tersusun dari sekumpulan
U iy,1 (t ) i , 2 (t )
sel berukuran x × y. Di tiap sel tersebut, terdapat tiga i ,1 (t ) , (15)
y
besaran fundamental, yaitu , Ux dan Uy. Penjelasan 1
ketiga besaran tersebut pada keadaan superkonduktor b
yang dikaji adalah [1-3] dan
i,j adalah parameter benahan pada posisi (xi,yj) U ix,1 U iy1,1U iy,1U ix,2 exp ixyH ext , (16)
dengan i = 1,2,…Nx+1 dan j = 1,2,…,Ny+1. pada garis j = Ny+1
Ux disebut peubah pautan medan magnet pada arah U i ,yN y (t )ψ i , N y (t )
sumbu x dan didefinisikan sebagai ψ i , N y 1 (t ) (17)
, y j d ,
y
xi 1 1
U ix, j U ( xi , y j ) exp i
x
xi
Ax (5) b
dengan i = 1,2,…,Nx dan j = 1,2,…,Ny+1. dan
Uy disebut peubah pautan medan magnet pada arah U ix, N y 1 U iy1, N U i,yN U ix, N y exp ixyH ext . (18)
y y
sumbu y dan didefinisikan sebagai Dari hasil diskretisasi persamaan Ginzburg-Landau
U iy, j U y ( xi , y j ) exp i y j 1 Ay xi , d , (6)
y
gayut waktu dan syarat batasnya di atas, dapat dibuat
j program simulasi penyelesaian persamaan Ginzburg-
dengan i = 1,2,…,Nx+1 dan j = 1,2,…,Ny. Landau gayut waktu. Secara umum, proses pembuatan
Jika persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu program simulasi tersebut dimulai dengan menganggap
diterapkan pada keadaan superkonduktor di atas dan superkonduktor yang mempunyai nilai tertentu berada
didiskretkan dengan metode U serta diambil nilai = 1, pada keadaan suhu yang lebih kecil daripada suhu
maka didapat sekumpulan persamaan berikut [1-3] kritisnya dan dikenai medan luar Hext=0, sehingga seluruh
i , j (t t ) i , j (t ) bagian superkonduktor mempunyai nilai i,j = 1 serta Uxi,j
U x (t ) x =1 dan Uyi,j =1.
i, j i 1, j (t ) 2 i , j (t ) U i 1, j (t ) i 1, j (t )
t
Selanjutnya nilai medan luar Hext dinaikkan dengan
x 2 mengikuti persamaan
U y (t ) y
(7) H ext (t t ) H ext (t ) H ext , (19)
i, j i , j 1 (t ) 2 i , j (t ) U i , j 1 (t ) i , j 1 (t )
t dengan Hext dimaksudkan sebagai kenaikan nilai Hext
y 2
untuk setiap nilai waktu t yang ditentukan. Kenaikan
nilai Hext menyebabkan adanya perubahan nilai i,j serta
1 i , j (t ) i , j (t )t
2
C1 32 × 32 1
C2 32 × 32 3 Gambar 3. Grafik M-Hext pada
C3 32 × 32 10 — : masukan C (Nx×Ny = 32 × 32 dan tak ada efek proksimitas)
... : masukan C1 (Nx × Ny = 32 × 32 dan b=1)
... : masukan C2 (Nx × Ny = 32 × 32 dan b=3)
Pada penelitian ini, nilai masukan Nx × Ny dinyatakan ... : masukan C3 (Nx × Ny = 32 × 32 dan b=10)
dalam satuan x × y.
Dari masukan yang diberikan tersebut, jika program
simulasi ini dijalankan, maka akan didapat grafik
magnetisasi rata-rata sebagai fungsi medan magnet luar
atau M-Hext seperti terlihat di Gambar 1-3. Pustaka
sebelumnya [15] menyebutkan bahwa nilai medan kritis
rendah (Hc1) dan medan kritis permukaan (Hc3) dapat
ditentukan berdasarkan titik maksimum lokal pertama
dan titik nol grafik M-Hext. Dengan melihat Gambar 1-
3, maka nilai Hc1 dan Hc3 dapat ditentukan sebagaimana
terlihat di Gambar 4 dan 5.
'
H ext
Gambar 1. Grafik M-Hext pada
— : masukan A (Nx×Ny = 6×6 dan tak ada efek proksimitas)
... : masukan A1 (Nx×Ny = 6×6 dan b=1)
... : masukan A2 (Nx×Ny = 6×6 dan b=3)
... : masukan A3 (Nx×Ny = 6×6 dan b=10)
5, jika nilai b membesar, maka nilai Hc1 membesar [5] J. J. Barba, C. C. de Souza Silva, L. R. E. Cabral and J. A.
dan mendekati nilai Hc1 tanpa efek proksimitas. Aguiar, Flux Trapping and Paramagnetic Effects in
3. Pada semua masukan penelitian ini, sebagaimana Superconducting Thin Films: The Role of de Gennes
pada Gambar 5, jika nilai b membesar, maka nilai Hc3 Boundary Conditions, Physica C, no. 468, 2008, pp. 718-
721.
membesar dan mendekati nilai Hc3 tanpa efek [6] F. Anwar, M. Yunianto, R.A.S. Yosi, P. Nurwantoro,
proksimitas. B.S.U. Agung, A. Hermanto, Simulasi Komputer
V. KESIMPULAN Pengaruh Efek Proksimitas Pada Vorteks Superkonduktor,
Media Fisika, vol. 7, no. 2, 2008, pp. 1-9.
Telah dilakukan pengkajian pengaruh efek proksimitas [7] J. Barba-Ortega and J. A. Aguiar, De Gennes Parameter
pada nilai medan kritis superkonduktor tipe II melalui Limit for The Occurrence of a Single Vortex in a Square
penyelesaian komputasi Persamaan Ginzburg-Landau Mesoscopic Superconductor, Physica C, no. 469, 2009,
pp. 754-755.
Gayut Waktu dengan metode U. Hasil pengkajian
[8] F. Anwar, M. Yunianto, R.A.S. Yosi, P. Nurwantoro,
menunjukkan bahwa (1) pada ukuran Nx×Ny = 6×6 nilai B.S.U. Agung, A. Hermanto, Simulasi Komputer
Hc1 tidak muncul, pada ukuran Nx×Ny = 12×12 nilai Hc1 Pengaruh Efek Proksimitas Pada Vorteks Superkonduktor
mengecil jika nilai b membesar, dan pada ukuran Nx×Ny = Berlubang, Media Fisika, vol. 9, no. 2, 2010, pp. 7-16.
32×32 nilai Hc1 membesar jika nilai b membesar (2) pada [9] J. Barba-Ortega, A. Becerra, and J.A. Aguiar, Two
ukuran Nx×Ny = 6×6, Nx×Ny = 12×12, dan Nx×Ny = 32×32 Dimensional Vortex Structures in a Superconductor Slab
nilai Hc3 membesar jika nilai b membesar. at Low Temperatures, Physica C, no. 470, 2010,pp. 225-
230.
UCAPAN TERIMA KASIH [10] M.C.V. Pascolati, E. Sardella, and P.N. Lisboa-Filho,
Vortex Dynamics in Mesoscopic Superconducting Square
of Variable Surface, Physica C, no. 470, 2010, pp. 206-
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada 211.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti)- [11] J. Barba-Ortega, E. Sardella, J.A. Aguiar, and E.H.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)- Brandt, Vortex State in a Mesoscopic Flat Disk with
Indonesia untuk dukungan dana penelitian ini melalui Rough Surface, Physica C, no. 479, 2012, pp. 49-52.
beasiswa BPPS. [12] J. Barba-Ortega, E. Sardella, and J.A. Aguiar, Triangular
Arrangement of Defects in a Mesoscopic Superconductor,
PUSTAKA Physica C, no. 485, 2013, pp. 107-114.
[13] A. Presotto, E. Sardella and R. Zadorosny, Study of The
[1] C. Bolech, G. C. Buscaglia, and A. Lopez, Numerical Threshold Line between Macroscopic and Bulk Behaviors
Simulation of Vortex Arrays in Thin Superconducting for Homogeneous Type II Superconductors, Physica C,
Films, Phys. Rev. B, vol. 52, no. 22, 1995, pp. R15719- no. 492, 2013, pp. 75-79.
R15722. [14] F. Anwar, P. Nurwantoro, and A. Hermanto, Study of
[2] W. D. Gropp, H. G. Kaper, G. K. Leaf, D. M. Levine, M. Anisotropy Superconductor using Time-Dependent
Palumbo and V. M. Vinokur, Numerical Simulation of Ginzburg-Landau Equation, Journal of Natural Sciences
Vortex Dynamics in Type-II Superconductors, Journal of Research, vol. 3, no. 15, 2013, pp. 99-106.
Computational Physics, no. 123, 1996, pp. 254-266. [15] F. Anwar, P. Nurwantoro, A. Hermanto,. Kajian Medan
[3] T. Winiecki and C. S. Adams, A Fast Semi-Implicit Finite Kritis pada Penyelesaian Komputasi Persamaan
Difference Method for The TDGL Equations, Journal of Ginzburg-Landau Gayut Waktu, Prosiding Pertemuan
Computational Physics, no. 179, 2002, pp. 127-139. Ilmiah XXVIII Himpunan Fisika Indonesia Jateng & DIY,
[4] J. J. Barba, L. R. E. Cabral and J. A. Aguiar, Vortex Yogyakarta, April 2014, pp 145-148.
Arrays in Superconducting Cylinders, Physica C, no. 460- [16] M. Tinkham, Introduction to Superconductivity, McGraw-
462, 2007, pp. 1272-1273. Hill Inc, Singapore, 1996.
Abstrak – Radioiod-131 adalah nama lain dari radioisotop yodium-131 (131I) yang merupakan radioisotop pemancar
gamma pada energi 364 keV (81%) dan juga pemancar partikel beta dengan energi maksimum 610 keV dengan umur
paro (T½) 8,02 hari sehingga dapat digunakan di kedokteran nuklir untuk keperluan diagnosa fungsi ginjal, kerusakan
kelenjar gondok juga untuk terapi kanker thyroid, kanker kelenjar endoktrin, dan neuroblastoma. PTRR-BATAN telah
memproduksi 131I untuk mem-back up kebutuhan radioiod-131, namun dari batch RI-001 sampai dengan RI-008
radioiod-131 yang dihasilkan masih belum memenuhi persyaratan medis. Pada penelitian ini dilakukan optimasi
produksi dengan mengubah parameter proses seperti pabrikan bahan sasaran, setting temperatur, jumlah charcoal, dan
waktu elusi. Dari perubahan parameter tersebut pada batch RI-009 – RI-014 dihasilkan larutan produk 131I dalam
bentuk sodium iodida (Na131I) yang jernih tidak berwarna dengan pH = 12, konsentrasi radioaktif >100 mCi/ml dengan
kemurnian radionuklida >99% dan kemurnian radiokimia >95%. Dengan spesifikasi tersebut larutan produk 131I telah
memenuhi syarat untuk keperluan medis.
Kata kunci : optimasi produksi, telurium dioksida alam, radioiodine-131, aktivasi neutron, distilasi kering
Abstract – Radioiodine-131 is the other name of the radioisotope iodine-131 (131I) which is a gamma emitting
radioisotope at 364 keV energy (81%) and also a beta emitter with a maximum energy of 610 keV with halflife (T½) of
8.02 days so it can be used in nuclear medicine to diagnose kidney function, thyroid damage, also for the treatment of
thyroid cancer, endoktrin gland cancer, and neuroblastoma. PTRR-BATAN has produced 131I to back up the 131I demand,
but from batch RI-001 until RI-008 our product have not met the medical requirements. Therefore, the optimation of
production is needed by changing the process parameters such as manufacturer of target material, temperature setting,
amount of charcoal, and elution time. By Changing those parameters, we got product in the form of sodium iodide
solution which was colorless clear, pH 12, radioactive concentration of >100 mCi/ml, radionuclide purity >99% and
radiochemical purity >95%. With these specification, the product of batch RI-009 – RI-014 have met the medical
requirements.
Keywords : production optimation, natural tellurium dioxide, radioiodine-131, neutron activation, dry distillation
99
Mo Universal dari E. Merck. Kemudian bahan-bahan gelas
seperti ampul kuarsa, dan peralatan distilasi kering di
235 131 pasok dari dalam negeri.
U(n,f) I + neutron
Seperangkat alat las acetylene untuk penutupan ampul
kuarsa, dan untuk penutupan tabung aluminium (kapsul
Radioisotop lain iradiasi) digunakan las tig/argon Telwin, No. Seri
Gambar 1. Reaksi neutron-fisi (n,f). 096776 dari Italia, serta seperangkat alat uji gelembung
(bubble test) digunakan untuk uji kebocoran kapsul
iradiasi. Fasilitas hot cell digunakan untuk penanganan
130
Te ( n , ) 131Te meluruh 131
I sasaran paska iradiasi, glove box berperisai timbal (Pb)
yang dilengkapi dengan sistem ventilasi yang memadai
untuk proses distilasi kering. Dose calibrator ATOMLAB
Gambar 2. Reaksi aktivasi neutron (n,).
untuk pengukuran aktifitas produk 131I dan spectrometer
gamma untuk menentukan kemurnian radionuklida 131I,
kerja di BATAN di bawah Deputi Bidang Pendaya-
sedangkan untuk menentukan kemurnian radiokimia
gunaan Teknologi Nuklir mempunyai tugas
digunakan alat pencacah gamma (gamma counter).
melaksanakan perumusan dan pengendalian kebijakan
teknis, pelaksanaan, dan pembinaan dan bimbingan di Cara Kerja
bidang teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka,
Sebanyak 5 g serbuk sasaran TeO2 alam dipanaskan
maka BATAN khususnya PTRR harus mem-back up
kebutuhan dalam negeri akan radioisotop 131I tersebut. terlebih dahulu dalam furnace pada temperatur 500 oC
Kegiatan produksi radioisotop 131I melalui reaksi selama 1 (satu) jam dan dikemas dalam kapsul iradiasi
dari bahan aluminium kemurnian tinggi kemudian
penangkapan neutron (n,) terhadap sasaran TeO2 alam di
dikirim ke reaktor G.A. Siwabessy PRSG-BATAN
dalam fasilitas iradiasi reaktor nuklir G.A. Siwabessy
Serpong untuk diaktivasi di fasilitas iradiasi Central
PRSG-BATAN Serpong dan proses pemisahannya
Irradiation Position (CIP) selama sekitar 5 hari pada
melalui distilasi kering di dalam fasilitas hotcell dengan
daya 15 MW dengan melampirkan isian formulir iradiasi
kapasitas produksi dapat mencapai 12.000 mCi dari 100
dan formulir pengujian kapsul iradiasi dari Bidang
gram TeO2 alam. Proses pembuatan radioisotop 131I di
Teknologi Radioisotop - PTRR.
PTRR-BATAN masih mempunyai kendala yaitu proses
Paska iradiasi, kapsul iradiasi dipindahkan dari
pembuatannya masih menggunakan fasilitas glove box
fasilitas iradiasi (reaktor) ke fasilitas hotcell radioisotop
(bukan hotcell) yang hanya mampu untuk memproduksi
menggunakan wadah yang terbuat dari timbal (Pb). Di
kurang dari 1.000 mCi radioisotop 131I dari hasil aktivasi
dalam hotcell radioisotop, kapsul iradiasi dibongkar
neutron terhadap 5 gram serbuk sasaran TeO2 alam.
untuk mengeluarkan sasaran TeO2 alam teriradiasi yang
Dengan demikian perlu perubahan dimensi sistem
selanjutnya dimasukkan ke dalam labu distilasi dari
peralatan distilasi terutama ukuran vycor yang
bahan kuarsa berbentuk tabung (yang biasa disebut
berkapasitas sampai dengan 100 gram sasaran menjadi
vycor). Kemudian vycor tersebut dimasukkan ke dalam
hanya 5 gram sasaran. Setelah perubahan dimensi vycor
tungku pemanas dan selanjutnya disambungkan ke sistem
pada sistem distilasi tersebut PTRR telah melakukan
distilasi kering seperti pada Gambar 3.
proses mulai batch RI-001 sampai dengan RI-008 dan
Sebelum dilakukan proses produksi 131I dengan
dihasilkan 131I dengan radioaktivitas 300 – 700 mCi
metoda distilasi kering (Gambar 3) harus dilakukan uji
namun hasilnya masih belum memenuhi persyaratan
kebocoran di setiap sambungan pada sistem distilasi
medis, maka pada penelitian ini dilakukan optimasi
dengan cara vakum yaitu dengan menghidupkan pompa
produksi dengan melakukan perubahan beberapa
vakum kemudian mengatur kevakuman sistem sebesar
parameter proses di antaranya adalah: pabrikan bahan
1,5 inHg melalui kran pada pompa vakum, apabila tidak
sasaran TeO2, setting temperatur, jumlah charcoal, dan
ada gelembung udara pada botol trap maka semua
waktu elusi. Diharapkan dari perubahan parameter
sambungan dinyatakan tidak bocor.
tersebut dihasilkan larutan produk 131I dalam bentuk
Pada kondisi ini proses distilasi kering dimulai
sodium iodida (Na131I) yang jernih tidak berwarna dengan
dengan menghidupkan heating tape dan tungku pemanas
pH = 12, konsentrasi radioaktif >100 mCi/ml dengan
dengan setting temperatur secara bertahap mulai 100 °C
kemurnian radionuklida >99% dan kemurnian radiokimia
sampai 750 °C. Pada kondisi ini proses distilasi mulai
>95%.
berjalan dan dipertahankan selama 5 jam untuk memas-
II. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN tikan bahwa hampir semua uap yodium-131 dalam
bentuk yodida (131I2) telah terdistilasi dan terperangkap
Bahan dan Peralatan
dalam kolom charcoal aktif yang terpasang pada sistem.
Sebagai sasaran iradiasi digunakan serbuk tellurium Setelah proses distilasi berlangsung selama 5 jam,
dioksida (TeO2) alam dari Sigma-Aldrich, karbon aktif dilakukan pendinginan dengan menurunkan setting
untuk menangkap/menyerap uap yodium diperoleh dari temperatur menjadi 100 °C dan ditunggu sampai
Fisher Scientific, dan untuk mengikat yodium digunakan temperatur dalam tungku mencapai sekitar 250 °C.
larutan sodium hidroksida (NaOH) dari E. Merck, serta Selanjutnya sistem distilasi dihentikan dengan menutup
untuk mengukur pH larutan produk digunakan kertas pH semua valve dan sambungan ke pompa vakum dilepas.
30 mm
Yodium yang telah terperangkap dalam kolom charcoal
dikeluarkan dengan melewatkan larutan NaOH 0,05N ke
dalam kolom charcoal dengan cara elusi.
Larutan hasil elusi tersebut adalah sebagai larutan 30 mm
produk radioiod-131 dalam bentuk sodium yodida
(Na131I) yang selanjutnya disampling untuk dilakukan uji
40 mm
kualitas pengukuran radioaktivitas, pH, kemurnian
306 mm
122 mm
kali sampai tingkat keradioaktifan produk < 50 mCi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR)-
BATAN mulai tahun 2013 telah membuat radioisotop 131I
tersebut dengan fasilitas glove box yang hanya mampu 56 mm 40 mm
membuat 131I sebesar kurang dari 1000 mCi. Dengan
fasilitas yang dimiliki maka desain sistem distilasi untuk Gambar 4. Modifikasi ukuran vycor.
pembuatan radioisotop tersebut juga mengalami
perubahan terutama dimensi tabung vycor sebagai wadah
bahan sasaran teriradiasi dari kapasitas 100 gram menjadi Setelah dilakukan perubahan parameter proses mulai
5 gram sasaran TeO2. Perubahan dimensi vycor tersebut dari pasokan bahan sasaran TeO2, setting temperatur,
ditunjukkan pada Gambar 4. jumlah charcoal, dan waktu elusi seperti pada Tabel 1,
Mulai Mei 2013 sampai dengan Nopember 2014 terlihat bahwa hanya perubahan setting suhu dari 850 °C
PTRR-BATAN telah melakukan pembuatan radioisotop menjadi 750 °C saja yang memberikan efek yang sangat
131
I dengan menggunakan fasilitas dan sistem distilasi signifikan terhadap produk 131I yang dihasilkan.
yang baru. Dari batch RI-001 sampai dengan RI-008 Perubahan setting suhu tersebut dilakukan berdasarkan
dihasilkan produk 131I yang tidak memenuhi analisa hasil uji kualitas produk yang masih
persyaratan untuk keperluan medis seperti yang telah terkontaminasi Te dari bahan sasarannya sehingga larutan
disampaikan oleh Maskur, dkk.[9], maka pada batch RI- produk berwarna putih keruh, hal ini dimungkinkan
009 – RI-014 dilakukan optimalisasi produksi dengan karena terjadi panas belebih (over heating) di dalam
melakukan perubahan-perubahan parameter seperti vycor (wadah sasaran TeO2) yang mengakibatkan sasaran
penggantian pasokan bahan sasaran, preparasi sasaran, TeO2 tersebut bukan hanya meleleh tetapi kemungkinan
jumlah karbon aktif, setting temperatur, dan waktu elusi sampai mencair atau bahkan mendidih sehingga sebagian
produk. Dari hasil perubahan tersebut diperoleh data-data Te ikut terbawa oleh uap yodium dan terperangkap pada
produk radioiod-131 seperti pada Tabel 1. kolom charcoal dalam sistem distilasi.
Parameter Hasil
Kem. Kem.
Setting Jumlah Waktu Aktivitas pH Keterangan
Pasokan Visual Radio- Radio- Kem.
No. Batch Temp. Charcoal elusi Produk larutan
TeO2 Produk nuklida kimia Kimia
(°C) (mg) Produk (mCi) Produk
(%) (%)
Dibiarkanse Putih Terkontami
RI-001 38 12 99,99 < 95
Merck malam Keruh nasi Te
RI-002 Proses gagal karena filamen tungku pemanas putus
RI-003 Sigma- 11,5
Aldrich Produk tidak
RI-004 9 < 95
850 memenuhi persyaratan
Dibiarkan
RI-005 Merck 230 Putih Terkonta- medis
500 semalam
Keruh minasi Te
RI-006 370 95,72
RI-007 598 96,66
RI-008 344 90,14
12 99,99
RI-009 561 95,88 Produk memenuhi
RI-010 Sigma- 477 97,54 persyaratan medis
Aldrich
Langsung Jernih Bebas Produk tidak
RI-011 713 91,72
750 dielusi tidak kontamina- memenuhi persyaratan
RI-012 392 berwarna 90,23 si Te medis
300
RI-013 702 96,65 Produk memenuhi
RI-014 419 97,40 persyaratan medis
Berdasarkan hasil uji kualitas produk 131I tersebut, maka sasaran sehingga memudahkan pada saat penanganan target
dilakukan kalibrasi tungku pemanas dengan cara pengukuran paska iradiasi, yaitu saat mengeluarkan serbuk sasaran TeO 2
temperatur bagian dalam vycor dan dibandingkan dengan dari kapsul iradiasi supaya tidak menggumpal.
hasil pembacaan pada termokopel kontrol tungku pemanas.
Kalibrasi tungku pemanas tersebut dilakukan oleh P.T. Tabel 2. Hasil Kalibrasi Tungku Pemanas (furnace).
KALIMAN (Kalibrasi Instrumentasi Mandiri) dan hasilnya
seperti terlihat pada Tabel 2. Pengaturan Pembacaan Alat Pembacaan
Setting Reading Standard
Dari hasil kalibrasi seperti pada Tabel 2 terlihat bahwa (°C ) (°C ) (°C )
ada perbedaan temperatur dari hasil pengukuran standar 100 99 134,5
(dalam vycor) dengan setting temperatur yang sangat 150 150 199,7
signifikan yaitu hampir 60 °C, misalnya dengan setting 200 200 256,9
temperatur 850 °C ternyata temperatur yang sebenarnya 300 300 339,0
dalam vycor sebesar 906,2 °C, sedangkan titik leleh serbuk 400 400 438,4
TeO2 adalah 733 °C dan titik didih serbuk TeO2 pada 500 500 555,8
temperatur 1245 °C,[10, 11] ini membuktikan bahwa dengan 600 600 660,2
700 700 763,3
setting temperatur 850 °C terjadi over heating dan dengan
750 750 809,7
adanya sistem vakum maka mengakibatkan serbuk TeO 2 800 800 858,0
menjadi cair atau bahkan mendidih sehingga sebagian Te 850 850 906,2
terbawa oleh uap yodium dan terperangkap dalam kolom Ketidakpastian kalibrasi/calibration uncertainty
charcoal dan ketika kolom charcoal dielusi dengan larutan ± 1,0 %
NaOH 0,05N maka larutan produk 131I yang diperoleh
menjadi putih keruh sehingga tidak memenuhi persyaratan Setelah dilakukan perubahan setting temperatur dari
medis karena terkontaminasi Te. Setelah dilakukan 850 °C menjadi 750 °C mulai batch RI-009 sampai dengan
penurunan setting temperatur dari 850 °C menjadi 750 °C, RI-014 maka larutan produk 131I yang dihasilkan sudah tidak
maka larutan produk tidak lagi terkontaminasi Te dan terkontaminasi lagi telurium (Te) sehingga larutan produk
larutan menjadi jernih tidak berwarna seperti pada Tabel 1. menjadi jernih tidak berwarna. Namun produk 131I batch
Di samping itu juga dilakukan perubahan cara preparasi RI-011 dan RI-012 meskipun secara visual larutan produk
bahan sasaran yang akan diiradiasi di reaktor G.A. jernih tidak berwarna tetapi kemurnian radiokimianya diba-
Siwabessy yang sebelumnya bahan sasaran TeO2 langsung wah 95% (lihat Tabel 1). Hal ini disebabkan karena sebelum
dikemas dalam kapsul iradiasi. Mulai batch RI-008, sebelum kolom charcoal dielusi dengan larutan NaOH 0,05N sudah
dikemas bahan sasaran TeO2 dipanaskan terlebih dahulu mengalami kontak dengan udara sehingga sebagian 131I
dalam furnace pada temperatur 500 °C selama 1 jam. Ini dalam bentuk Na131I teroksidasi menjadi iodat (Na131IO3) dan
bertujuan untuk menghilangkan kadar air hidrat dalam bahan periodat (Na131IO4).
Kemudian untuk batch RI-013 dan RI-014 sebelum radiokimianya di atas 95% seperti yang terlihat pada
kolom charcoal dielusi dengan larutan NaOH 0,05N Tabel 3 tentang Laporan Hasil Uji yang berisi Standar
dijaga jangan sampai kontak dengan udara, sehingga Keberterimaan dan Hasil Analisis terhadap produk
dihasilkan produk 131I yang tingkat kemurnian 131
I.
Tabel 3. Hasil Uji yang berisi Standar Keberterimaan dan Hasil Analisis terhadap produk 131I.
No. Standar
Jenis Pengujian Metode Analisis (Method Hasil Analisis
Keberterimaan
(Parameters) of Analysis) (Result of Analysis)
(Range)
1 Kejernihan Jernih Visual Jernih
(Clarity)
2 Derajad 10 – 12 Indikator pH 12,0
Keasaman (pH) (SOP.016.3.10/RR 00
04/TRR.5)
3 Konsentrasi >100 mCi/ml Dose Calibrator Aktivitas saat pengujian
Radioaktif (SOP.016.3.10/RR 00 112,13 mCi/ml
(Radioactive 04/TRR.5) Tgl. 21-10-2014 pkl. 09.02
Concentration) Ketidakpastian bentangan 2,28%
4 Kemurnian >99 % Spektrometri Gamma 99,99 %
Radionuklida (SOP.016.3.10/RR 00 Ketidakpastian bentangan 2,00%
(Radionuclide 04/TRR.5)
Puryti)
5 Kemurnian > 95 % Kromatografi Lapis Tipis 96,65 %
Radiokimia (SOP.016.3.10/RR 00 Ketidakpastian bentangan 2,39%
(Radiochemical 04/TRR.5)
Purity)
Simposium Fisika Nasional ke-30 (SFN XXX) adalah kegiatan yang diadakan oleh
Himpunan Fisika Indonesia (HFI). Kegiatan ini adalah agenda tahunan HFI dan
diselenggarakan berpindah dari satu kota besar ke kota besar lain. SFN XXX tahun
2017 dilaksanakan oleh HFI cabang Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta di
Yogyakarta pada tanggal 6 s.d. 8 September 2017 dengan mengangkat tema
"Physics for the Sustainability". Tujuan utama simposium adalah menampilkan,
membangun, dan menyebarluaskan hasil riset interdisiplin dari berbagai cabang
ilmu fisika. Peneliti dari universitas, institut, dan industri yang bekerja di beragam
bidang fisika di undang untuk berpartisipasi dan menampilkan hasil risetnya sebagai
pemakalah atau menyampaikan wawasannya sebagai peserta. Simposium ini
mencakup, namun tidak dibatasi, berbagai bidang berikut: fisika teori dan
komputasi, fisika material dan teknologi nano, biofisika dan fisika medik, fisika
nuklir dan partikel, geofisika, astrofisika, fisika instrumentasi, laser dan
optoelektronika, fisika energi dan lingkungan, pendidikan fisika, dan bidang
fisika lain.
Organized by
Supported by
Abstrak –Prisma berongga telah dibuat dari lembaran kaca komersial biasa sebagai instrumen optik sederhana dan
murah untuk penentuan secara cepat kualitas minyak goreng dengan pengukuran indeks biasnya. Dimensi lembaran
kaca komersial tersebut yang dijadikan sisi-sisi prisma tersebut adalah 10 cm × 10 cm dengan ketebalan 5 cm.
Pengukuran indeks bias minyak goreng dilakukan dengan memasukkan sampel minyak goreng ke dalam rongga prisma
tersebut, kemudian dilewatkan berkas cahaya helium neon (He-Ne) dan diukur sudut deviasi berkas laser tersebut
setelah lewat melalui prisma berongga tersebut. Indeks bias minyak goreng kemudian dihitung menggunakan besarnya
sudut deviasi hasil pengukuran dan sudut apit prisma tersebut. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis,
yaitu minyak goreng kualitas baik (minyak baru) dan minyak goreng kualitas rendah (minyak bekas pakai). Ditemukan
bahwa indeks bias minyak goreng kualitas bagus (minyak goreng baru) adalah 1,5054. Sebagai pembanding,
pengukuran indeks bias juga dilakukan untuk sampel air terdistilasi (aquades) dan ditemukan bahwa hasil pengukuran
menggunakan prisma berongga yang dibuat dari kaca komersial biasa ini sangat dekat dengan hasil pengukuran
menggunakan refraktometer Abbe. Ini menunjukkan bahwa indeks bias minyak goreng dapat diukur menggunakan
prisma berongga yang dibuat dari kaca komersial biasa dengan akurasi yang relatif tinggi. Selanjutnya, telah ditemukan
juga bahwa indeks bias minyak goreng kualitas rendah (bekas pakai) meningkat seiring meningkatnya frekuensi
pemakaiannya, di mana minyak goreng yang telah dipakai tiga kali indeks biasnya adalah 1,5402. Hasil pengukuran
indeks bias ini memperlihatkan bahwa indeks bias minyak goreng kualitas bagus (minyak baru) lebih rendah
dibandingkan indeks bias minyak goreng kualitas rendah (minyak bekas pakai). Hal ini menyiratkan bahwa indeks bias
minyak goreng semakin meningkat seiring penurunan kualitas minyak goreng sehingga dapat dikatakan bahwa indeks
bias adalah sifat optik yang representatif untuk menyatakan kualitas minyak goreng. Hasil penerapan awal ini
membuktikan prisma berongga yang dibuat dari lembaran kaca komersial biasa ini dapat digunakan sebagai instrumen
optik sederhana untuk pengukuran secara cepat, murah, dan akurat indeks bias minyak goreng guna penentuan
kualitasnya.
Kata kunci: prisma berongga, kaca komersial, indeks bias, kualitas minyak goreng, laser He-Ne
Abstract – A hollow prism was made from ordinary commercial glass plate as simple, cheap optical instrument for
examining quickly the quality of edible oil by measuring its refractive index. The thickness of the glass plate is 5 mm with
a dimension of 10 cm × 10 cm used for each sides of the prism. The refractive index was measured by filling the edible
oil sample into the prism cavity and passing a He-Ne laser light through the prism and then the deviation angle of the
laser light after passing through the filled prism was measured. The refractive index was calculated using the measured
deviation angle of the laser light and the apex angle of the prism. There were two kinds of oil samples used in this work,
namely good quality edible oil (new edible oil) and low quality edible oil (used edible oil). As the results, it was found
that refractive index of the good quality edible oil (new oil) was 1.5054. It was also found that refractive index of the
distilated water sample measured using the constructed hollow prism is extremely close to the result measured by the
well established optical instrument, Abbe refractometer. This shows that refractive index of edible oil can be measured
by using the hollow prism made from the ordinary commercial glass plate with very high accuracy. It was also found that
refractive index of the low quality edible oil (used oil) increased with increasing its using frequency. The refractive index
of the edible oil sample used 3 times was 1.5054. These results displayed that refractive index of good quality edible oil is
lower than that of the used edible oil. This implies that the refractive index increases with lowering the quality of edible
oil, confirming that refractive index is a representative optical property of the quality of edible oil. These preliminary
results proved that the hollow prism made from the ordinary commercial glass plate can be used as a simple optical
method for measuring quickly, cheaply and accurately refractive index to certify the quality of edible oils.
Keywords: hollow prism, ordinary commercial glass plate, refractive index, quality of edible oil, He-Ne laser
T
d m d sin 1 (3)
P
dengan d sudut deviasi antara berkas cahaya datang tanpa
adanya fluida dalam prisma berongga dengan berkas
cahaya yang dibiaskan setelah lewat melalui fluida dalam
prisma berongga, T jarak antara titik acuan berkas cahaya
laser pada layar ketika prisma tidak diisi fluida dengan
sisi (permukaan) keluar prisma, dan P jarak pembiasan
Gambar 1. Prinsip pembiasan cahaya pada sebuah prisma,
cahaya laser, yaitu jarak antara titik keluar berkas cahaya
termasuk prisma berongga (hollow prism).
laser He-Ne pada sisi keluaran (permukaan) prisma ke
Indeks bias fluida dalam prisma berongga tersebut layar pengamatan. T dan P diukur dalam eksperimen dan
dapat ditentukan dengan persamaan [23-25] kemudian sudut deviasi berkas laser d dihitung
menggunakan persamaan (3).
Indeks bias dihitung dengan memasukkan nilai atau
sin
1
d m A besarnya sudut deviasi berkas laser d yang diperoleh dari
n 2 (1) persamaan (3) ke dalam persamaan (1) dan besarnya
1 sudut apit prisma. Diasumsikan bahwa nilai indeks bias
sin A minyak goreng hasil pengukuran dengan pendekatan ini
2
tidak akan berbeda secara signifikan dengan nilai indeks
dengan dm sudut deviasi minimum antara berkas cahaya yang diukur menggunakan sudut deviasi minimum dm.
datang dengan cahaya yang dibiaskan oleh fluida Meskipun akan muncul sedikit perbedaan namun
tersebut, A sudut apit prisma (apex angle), dan n indeks diasumsikan bahwa secara sistematik perbedaan tersebut
bias prisma atau fluida dalam prisma tersebut. Untuk akan muncul dalam setiap pengukuran karena
perhitungan indeks bias menggunakan sudut deviasi pengukuran dilakukan dengan prinsip yang sama. Hal ini
minimum tersebut mengharuskan pengukuran sudut pada dasarnya tidak terlalu berpengaruh pada hasil akhir
datang cahaya pada prisma dan sudut keluar cahaya dari penelitian karena fokus penelitian adalah pembandingan
prisma tersebut. Dalam penelitian ini sudut deviasi indeks bias minyak goreng kualitas bagus (minyak baru)
minimum diaproksimasi menjadi sudut deviasi berkas dengan minyak goreng kualitas rendah (bekas pakai).
cahaya saja sehingga tidak memerlukan pengukuran
sudut datang berkas cahaya. Besarnya sudut deviasi II. BAHAN DAN METODE
berkas cahaya keluar dari prisma berongga berisi fluida Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap
ditentukan dengan formula Phytagoras seperti perancangan dan konstruksi prisma berongga dan tahap
ditunjukkan dalam Gambar 2. pengujian awal untuk pengukuran indeks bias guna
penentuan kualitas minyak goreng. Prisma dirancang
dengan sudut apit 60° dan sudut-sudut lainnya juga 60°
seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.
10
cm
o
60
m
5m
d=
60 60
menggunakan prisma berongga dengan melewatkan berkas
10
kaca yang digunakan adalah 5 mm. Prisma berongga mengalami deviasi karena pembiasan (refraksi) oleh
dibuat dengan melekatkan lembaran-lembaran pelat kaca sampel minyak goreng tersebut. Selanjutnya dilakukan
tersebut membentuk segi tiga sama sisi menggunakan pengukuran jarak P dari sisi permukaan keluar prisma,
bahan perekat. Kemudian pada salah satu sisi samping dan kemudian besarnya sudut deviasi d diestimasi
prisma tersebut dibuat lubang yang digunakan untuk menggunakan persamaan (3). Jarak antara posisi titik
memasukkan dan mengeluarkan sampel minyak goreng ujung T dan posisi titik ujung P pada layar pengamatan
ke rongga tengah prisma tersebut. juga diukur, sehingga sudut deviasi d dapat diestimasi
Setelah prisma berongga dibuat, tahap berikutnya menggunakan prinsip Phytagoras.
adalah pengujian kemampuan prisma berongga tersebut Untuk melihat tingkat keakuratan hasil pengukuran
untuk menentukan indeks bias guna menentukan kualitas indeks bias minyak goreng menggunakan prisma
minyak goreng. Pada pengujian awal kemampuan refrak- berongga yang dibuat dari lembaran kaca komersial biasa
tometer sederhana ini, sampel minyak yang digunakan tersebut, pengukuran indeks bias juga dilakukan untuk
adalah satu jenis saja, yaitu minyak goreng curah. Sampel sampel fluida standar yaitu air terdistilasi (aquades), yang
minyak goreng curah tersebut ada 2 macam, minyak indeks biasnya telah diketahui dengan baik. Sebagai
goreng curah kualitas baik, yaitu minyak goreng curah pembanding, pengukuran indeks bias sampel air
baru dan minyak goreng curah kualitas rendah, yaitu terdistilasi (aquades) juga dilakukan menggunakan alat
minyak goreng curah bekas pakai. Minyak goreng curah ukur indeks bias standar laboratorium, yaitu
baru tersebut adalah minyak goreng curah yang dijual refraktometer Abbe.
secara komersial di pasar-pasar, sedangkan minyak
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
goring bekas pakai adalah minyak goreng curah baru
tersebut yang kemudian dipakai menggoreng bahan Gambar 4 memperlihatkan foto prisma berongga (hollow
makanan berupa ikan secara berulang. Kondisi pada prism) yang telah dikonstruksi menggunakan lembaran
setiap kali perulangan pemakaian dibuat sedemikian rupa kaca komersial biasa sesuai dengan rancangan yang
sehingga sama, yaitu volume bahan makanan yang ditunjukkan dalam Gambar 3. Prisma berongga yang
digoreng dan durasi penggorengan serta suhu dibuat ini berbentuk segitiga sama sisi dengan dimensi
penggorengan dijaga sama. masing-masing sisi adalah 10 cm × 10 cm. Sudut apit
Untuk pengukuran indeks bias, ada beberapa (apex angle) dan sudut-sudut lainnya prisma berongga
perangkat lain yang digunakan dalam penelitian ini yang tersebut adalah 60°. Foto tersebut diambil ketika prisma
terdiri dari sebuah sumber cahaya yaitu sebuah laser He- berongga tersebut belum diisi dengan sampel minyak
Ne (λ = 594 nm, daya 4 mW), layar, gelas beaker goreng.
bervolume 50 ml, dan penggaris. Prinsip pengujiannya
adalah minyak yang akan diuji dimasukkan ke dalam
rongga hollow prism kemudian berkas laser tersebut
diarahkan pada sudut tertentu dengan normal permukaan
salah satu miring prisma agar lewat melalui sampel
minyak goreng di dalam prisma tersebut sehingga berkas
laser yang keluar mengalami refraksi pada sudut tertentu
seperti ditunjukkan dalam sketsa diagram penelitian pada
Gambar 2.
Proses pengujian dimulai dengan penentuan titik
acuan posisi berkas laser pada layar pengamatan ketika
prisma berongga berada dalam keadaan kosong, belum
diisi sampel minyak goreng. Dalam keadaan prisma
berongga belum diisi dengan sampel minyak goreng,
berkas laser dilewatkan melalui prisma tersebut sehingga
berkas laser keluar menuju layar pengamatan pada posisi
tertentu. Titik ini menjadi titik acuan untuk pengukuran
T. Kemudian dilakukan pengukuran T, jarak referensi
yang ditempuh berkas cahaya setelah keluar prisma
ketika rongga prisma belum diisi sampel minyak. Selain
Gambar 4. Foto prisma berongga atau prisma fluida yang telah
itu titik tersebut juga menjadi titik acuan pengukuran dikonstruksi dari lembaran kaca komersial biasa.
posisi berkas laser pada layar setelah prisma berongga
diisi dengan sampel minyak yang hendak diukur indeks Seperti dapat dilihat dalam gambar tersebut,
biasnya. meskipun dibuat dari lembaran-lembaran kaca komersial
Tahap berikutnya adalah memasukkan sampel biasa, transmitansi sisi-sisi prisma berongga tersebut
minyak goreng ke dalam rongga prisma tersebut seperti sangat baik, di mana setiap sisi prisma dapat dilihat
ditunjukkan dalam Gambar 2. Kemudian berkas laser He- dengan jelas dari sisi-sisi prisma yang lain. Pada salah
Ne dilewatkan dari sisi miring masukan prisma melalui satu sisi samping prisma berongga tersebut dibuat sebuah
sampel minyak goreng dalam rongga tersebut sehingga lubang yang dapat dibuka dan ditutup untuk dapat
berkas laser He-Ne yang keluar dari sisi keluaran prisma memasukkan atau membuang sampel minyak goreng dari
(a)
visual dapat dilihat bahwa warna minyak bekas pakai sensitivitas pengukuran indeks bias cukup tinggi,
berbeda dengan minyak baru, dan perbedaan warna mendekati akurasi dan sensitivitas refraktometer yang
semakin nyata terjadi ketika frekuensi perulangan dibuat menggunakan bahan-bahan optik berkualitas
pemakaian semakin tinggi seperti ditunjukkan secara tinggi. Hal ini menyiratkan bahwa prisma berongga
berturutan dalam Gambar 6a dan Gambar 6b. Minyak (fluida) untuk pengukuran indeks bias minyak makan
baru memperlihatkan warna kuning cerah, seperti dapat atau fluida-fluida lain dapat dibuat menggunakan kaca
dilihat dalam Gambar 6a. Begitu dipakai sekali, warna komersial biasa dengan hasil pengukuran yang sangat
minyak goreng tersebut langsung mengalami degradasi. akurat dan sensitif. Selain itu, prinsip kerja pengukuran
Minyak yang telah dipakai secara berulang, misalnya 3 indeks bias minyak goreng menggunakan perangkat
kali perulangan pemakaian, memperlihatkan warna prisma berongga yang dibuat dari kaca komersial ini
kuning gelap bahkan kelihatan coklat seperti ditunjukkan sangat sederhana sehingga mudah digunakan. Pada sisi
dalam Gambar 6b. Dengan demikian dapat dipahami lain, karena menggunakan kaca komersial biasa, secara
bahwa sifat fisis minyak berubah ketika minyak goreng ekonomi harga prisma berongga yang dibuat menjadi
tersebut dipakai untuk menggoreng, dan perubahan murah, sehingga dapat dijangkau oleh sebagian besar
tersebut terus terjadi seiring peningkatan frekuensi masyarakat.
perulangan pemakaiannya. Hal ini menyiratkan bahwa
adanya hubungan yang sangat erat antara perubahan sifat IV. KESIMPULAN
fisika minyak goreng, di antaranya indeks bias dan warna
dengan kualitasnya karena seperti disebutkan di atas Prisma berongga (hollow prism) telah dapat dibuat
bahwa secara umum dipahami minyak goreng bekas menggunakan lembaran kaca komersial biasa dengan
pakai kualitasnya menjadi rendah, dan kualitasnya terus ketebalan 5 mm. Prisma berongga yang dibuat memiliki
menurun seiring dengan peningkatan frekuensi sudut apit 60° dan dimensi sisi-sisinya 10 cm ×10 cm.
perulangan pemakaiannya. Oleh karena itu, hasil Prisma berongga tersebut dan sebuah laser He-Ne (λ =
pengukuran indeks bias minyak goreng seperti 589 nm) sebagai sumber cahaya telah dipakai sebagai
ditunjukkan dalam Tabel 1, di mana indeks bias minyak refraktometer sederhana untuk mengukur indeks bias
goreng bekas pakai meningkat seiring peningkatan minyak goreng guna pengujian kualitasnya. Kemampuan
frekuensi perulangan pemakaian, dapat merepresentasi- dan akurasi prisma berongga yang dibuat dari kaca
kan kualitas minyak goreng. komersial biasa ini untuk pengukuran indeks bias cairan
Hasil pengukuran indeks bias tersebut menyiratkan telah diuji dengan mengukur indeks bias sampel air
minyak goreng kualitas bagus (minyak baru dan belum terdistilasi (aquades) dan ditemukan bahwa hasil
pernah dipakai) memiliki indeks bias yang lebih kecil pengukuran indeks bias air terdistilasi menggunakan
dibandingkan dengan indeks bias minyak goreng kualitas prisma berongga ini cukup akurat karena hasil
rendah (bekas pakai). Indeks bias minyak goreng pengukuran sangat dekat nilainya dengan indeks bias
meningkat seiring dengan menurunnya kualitas minyak hasil pengukuran menggunakan instrumen yang telah
atau dengan kata lainnya semakin rendah kualitas minyak diuji dan dikenal dengan baik, yaitu refraktometer Abbe.
goreng semakin tinggi indeks biasnya dan sebaliknya Pengukuran indeks bias minyak goreng dengan prisma
semakin bagus kualitas minyak gorengnya semakin kecil berongga (hollow prism) yang dibuat menggunakan
nilai indeks biasnya. Dengan demikian untuk penentuan lembaran kaca komersial biasa menemukan bahwa nilai
kualitas minyak goreng secara cepat, sebagai sebuah indeks bias minyak goreng tersebut merefleksikan
kebutuhan masyarakat umum sekarang mengingat banyak kualitas minyak goreng, di mana minyak goreng kualitas
sekali peredaran minyak goreng kualitas rendah atau bagus memiliki nilai indeks bias kecil sedangkan minyak
banyaknya para pengusaha makanan seperti tukang goreng kualitas rendah nilai indeks biasnya lebih besar.
gorengan menggunakan minyak goreng secara berulang- Nilai indeks bias minyak goreng terus meningkat seiring
ulang, dapat dilakukan dengan pengukuran indeks penurunan kualitas minyak goreng tersebut. Dengan
biasnya menggunakan prisma berongga yang dibuat dari demikian kualitas minyak goreng dapat ditentukan
kaca komersial biasa ini. melalui pengukuran indeks biasnya menggunakan
Selain cukup akurat, pengukuran indeks bias dengan refraktometer sederhana dan murah yang terdiri dari
prisma berongga yang dibuat dari lembaran kaca sebuah prisma berongga yang dibuat dari lembaran kaca
komersial biasa ini juga sangat sensitif. Seperti dapat komersial biasa dan laser He-Ne sebagai sumber cahaya.
dilihat dalam Tabel 1, meskipun minyak goreng baru Pengukuran indeks bias minyak goreng menggunakan
dipakai sekali, artinya perubahan sifat kimia dan fisika prisma berongga yang dibuat dari kaca komersial biasa
minyak goreng tersebut akibat residu dan asam lemak ini sangat akurat dan sangat sensitif karena instrumen
bebas karena pemakaian masih sangat kecil, namun nilai dapat mengukur dengan tepat perubahan sangat kecil
indeks bias yang diukur menggunakan prisma berongga indeks bias minyak goreng. Pada dasarnya, instrumen
tersebut langsung berubah. Hal ini menyiratkan prisma optik sederhana ini masih dapat dikembangkan lagi baik
berongga yang dibuat dari kaca komersial biasa ini dapat dengan miniaturisasi dimensi prisma berongga (hollow
digunakan untuk mengukur indeks bias minyak dengan prism) sehingga dapat lebih menghemat volume sampel
sensivitas tinggi. Hasil ini sangat menarik, meskipun minyak goreng yang digunakan maupun dengan
prisma berongga atau prisma fluida ini dibuat kemungkinan penggunaan laser yang lebih kecil seperti
menggunakan kaca komersial biasa, namun akurasi dan laser dioda sehingga secara keseluruhan sistem menjadi
lebih fleksibel, murah dan mudah digunakan dan ini [12] Nita Noriko, Dewi Elfidasari, Analekta Tiara Perdana,
menjadi target penelitian berikutnya. Ninditasya Wulandari, Widhi Wijayanti, 2012. Analisis
dan Penggunaan Syarat Mutu Minyak Goreng pada Penjaja
Makanan di Food Court UAI. Jurnal Al–Azhar Indonesia
UCAPAN TERIMA KASIH
Seri Sains dan Teknologi. Vol.1 (3) : 147 – 154.
[13] Mujadin, A. 2014. Pengujian Kualitas Minyak Goreng
Para penulis berterimakasih kepada Direktorat Berulang Menggunakan Metode Uji Viskositas dan
Pembelajaran dan kemahasiswaan (BELMAWA) Perubahan Fisis. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Teknologi.
(KEMENRISTEKDIKTI) Republik Indonesia atas [14] Sutiah, K., S. Firdausi, dan Budi, W. S. 2008. Studi
pemberian dana hibah Program Kreatifitas Mahasiswa Kualitas Minyak Goreng Dengan Parameter Viskositas
(PKM) tahun 2016 untuk pelaksanaan kegiatan penelitian dan Indeks Bias. Berkala Fisika, 11, 53-58.
ini. Para penulis juga berterimakasih atas saran [15] Yunus, W. M. M., Y.W. Fen and M.Y. Lim. 2009.
konstruktif Dr. Eng. Elin Yusibani dari Jurusan Fisika Refractive Index and Fourier Transform Infrared Spectra
of Virgin Coconut Oil and Virgin Olive Oil. American
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Journal of Applied Sciences 6 (2): 328-331.
Universitas Syiah Kuala untuk pengujian akurasi [16] Siagian, H. 2004. Pemanfaatan Interferometer Michelson
refraktometer yang dibuat. dalam Menentukan Karakteristik Parameter Fisis Zat
Cair. Jurnal Penelitian “SAINTIKA” 4 (2): 127-132.
PUSTAKA [17] Govindan, G. and S.G. Raj. 2009. Measurement of
Refractive Index of Liquids using Fiber Optic
[1] Ayutaningwarno dan Fitriyono. 2012. Pengolahan dan Displacement Sensors. Journal of American Sciences 5:
Aplikasi Minyak Sawit Merah Pada Industri Pangan. 13-17.
Vitasphere. Vol 2.1-11 [18] Winarno, F. G., Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka
[2] Khomsan, A. 2010. Pangan Dan Gizi Untuk Kesehatan, Utama, Jakarta, 2004.
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. [19] Ketaren, S., Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak
[3] Ayu, D. F., dan Hamzah, F. H. 2010. Evaluasi Sifat Fisiko- Pangan. Jakarta: UI Press, 1986.
Kimia Minyak Goreng yang Digunakan oleh Pedagang [20] Widayat, Suherman dan K. Haryani, 2006. Optimasi
Makanan Jajanan di Kecamatan Tampan Kota Pekan Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorbent
Baru. SAGU, Algricultural Science and Technology Zeolit alam: Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal
Journal. Vol. 9 (1): 4-14 Teknik Gelagar, 17, 77 – 82.
[4] Dewi, M. T. I. dan N. Hidajati. 2012. Peningkatan Mutu
[21] Sackheim, J. I. and D. D. Lehman, Chemistry for the
Minyak Goreng Curah Menggunakan Adsorben Bentonit
Health Sciences, 5th ed., Macmillan Publisher Company,
Teraktivasi. UNESA Journal of Chemistry, 1, 47-53.
1995.
[5] Zulkarnain, E., Suyuthie, H., Yerizal, E., dan Sulastri, D.
2011. Pengaruh pemanasan terhadap kejenuhan asam [22] Brewster, S. D., Optics, Vol. 7, 1829.
lemak minyak goreng sawit dan minyak goreng jagung, J. [23] Southall, P.C. J, Mirrors, Prisms and Lenses (A Text-Book
Indo. Med. Assoc. Vol. 61 (6), hal. 248 – 252 of Geometrical Optic), New York . The Mac Millan
[6] Gunawan, dan A. .Rahayu. 2003. Analisis Pangan: Company, 1933.
Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada [24] Guenther, R. D., Modern Optics, Wiley New York, 1990.
Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. JSKA, VI. [25] Singh, S., Refractive Index Measurement and its
[7] Suirta, I., 2007, Preparasi Biodiesel dari Minyak Applications, Physica Scripta, 65(2), 2002.
Jelantah Kelapa Sawit, Journal of Chemistry
Universitas Udayana, Bali [26] Khodier, S. A., Refractive index of standard oils as a
[8] Tanaka, T., Kohno, H., dan Mori, H. 2001, function of wavelength and temperature, Optics & Laser
Cemoprevention of Colon Carcinogenis by Dietery Non- Technology, Vol. 34 (2), 2002, 125–128.
Nutritive Compounds, Asian Pacific Journal of Cancer. [27] Synowickia, R. A., Greg K. Pribil, Gerry Cooney, Craig
Vol. 2 (3): 165-177. M. Herzinger, and Steven E. Green, 2004, Fluid refractive
[9] Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak index measurements using rough surface and prism
Pangan. UI-Press. Jakarta. minimum deviation techniques, Journal of Vacuum Science
[10] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Minyak Goreng SNI & Technology B, Nanotechnology and Microelectronics:
01-3741-2002. Dewan Standarisasi. Jakarta. Materials, Processing, Measurement, and Phenomena 22,
[11] Supriyadi, Misto, dan Y. Hartanti, Pengukuran Indeks Bias 3450.
Minyak Kelapa Sawit dengan Menggunakan Metode [28] Mahmood bin Mat Yunus, W. and Azizan bin Abdul
Difraksi Fraunhofer Celah Tungga. 2014. Jurnal ILMU Rahman, 1988, Refractive index of solutions at high
DASAR, Vol. 15 (2) : 97-101. concentrations, Applied Optics 27 (16), pp. 3341-3343.
Abstrak – Telah dilakukan pembuatan dan pengujian sistem fotoakustik berbasis laser dioda dan mikrofon kondenser
untuk pengukuran konsentrasi darah. Karakterisasi terhadap mikrofon Arduino Uno R3, dan laser dilakukan sehingga
diperoleh pengaturan sistem yang sesuai. Sampel berupa darah dengan konsentrasi 10%, 30%, 50%, 70%, dan 90% di
dalam medium phospate buffered saline (PBS) diuji masing-masing sebanyak 5 kali menggunakan sistem yang telah
dibuat sehingga diperoleh persamaan kalibrasi taraf intensitas sinyal fotoakustik terhadap konsentrasi darah. Terakhir,
sistem diuji untuk mengukur sampel dengan konsentrasi darah 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Diperoleh hasil
bahwa pengaturan sistem yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) frekuensi modulasi laser senilai
(18.420 80) Hz dan (2) duty cycle senilai (50,0 0,8)%. Nilai gradien dan yang diperoleh berdasarkan hasil
pengujian mendekati 1, yaitu 0,8 0,2 dan 0,85. Hasil tersebut membuktikan bahwa sistem cukup akurat dan linear
dalam mengukur konsentrasi darah.
Kata kunci: fotoakustik, laser dioda, mikrofon condenser, konsentrasi darah
Abstract – Photoacoustic system based on diode laser and condenser microphone had been created and examined for
blood concentration measurement. Characterization of microphone Arduino Uno R3 and laser were done to get the most
appropriate setting for the system. Samples of this study were blood in phosphate buffered saline (PBS) medium with
various concentration. The photoacoustic system was used to examine sample of 10%, 30%, 50%, 70%, and 90% blood
concentration, 5 times for each sample, so that the calibration equation of the acoustic intensity level vs blood
concentration was obtained. Finally, the system was examined for measuring sample of 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, and
100% blood concentration. Results of this study show that the appropriate setting of the photoacoustic system for blood
concentration measurement are: (1) the laser modulation frequency is (18,420 80) Hz and the duty cycle is
(50.0 0.8)%. The tangent value and obtained from the examination are close to 1, they are 0.8 0.2 and 0.85
respectively. This results proved that the system is accurate and linear enough for blood concentration measurement.
Key words: photoacoustic, diode laser, condenser microphone, blood concentration
pembeda antara jaringan kanker dan jaringan sehat adalah adalah kalor jenis (dalam J/(K kg)), adalah koefisien
konsentrasi darahnya. Ketika jaringan kanker mulai serapan optik (dalam cm-1), adalah fluence (energi yang
tumbuh, terjadi proses pembentukan pembuluh darah tertransfer per satuan luas, dalam J/cm2). disebut
yang masif milik jaringan kanker itu sendiri untuk koefisien Grüneisen yang dinyatakan sebagai
memenuhi kebutuhan nutrisinya, sehingga konsentrasi dan adalah rapat energi lokal yang
darah di jaringan kanker lebih tinggi dibandingkan terdeposisi dalam J/cm3.
jaringan sehat [7]. Oleh karena itu, pada penelitian ini Apabila laser berbentuk pulsa atau termodulasi,
dilakukan pembuatan dan pengujian sistem fotoakustik tekanan akibat ekspansi termal akan bersifat fluktuatif
berbasis laser dioda dan mikrofon condenser untuk sehingga membangkitkan gelombang tekanan atau
mengukur konsentrasi darah. gelombang panas yang kemudian dapat dideteksi secara
II. LANDASAN TEORI langsung maupun dirambatkan sebagai gelombang
akustik dalam suatu medium terlebih dahulu [11].
A. Pembangkitan Efek Fotoakustik Persamaan tekanan yang dibangkitkan akibat sumber
Efek fotoakustik merupakan fenomena munculnya radiasi yang termodulasi tersebut adalah [8]
suara setelah radiasi nonstasioner (termodulasi atau
pulsa) dipaparkan kepada suatu material [8]. Gambar 1 (2)
menjelaskan tahap demi tahap proses pembangkitan
sinyal fotoakustik [9]. dengan koefisien serapan optik, panjang lintasan
optik, daya radiasi yang datang, satuan imajiner,
frekuensi sudut dari modulasi radiasi, volume sel
fotoakustik (sistem sel tertutup), dan koefisien
adiabatik dari gas pengisi sel fotoakustik.
Tabel 1. Komposisi darah dan PBS pada pembuatan sampel sampel laser aktif. Spektrum suara yang dihasilkan dari
darah berbagai konsentrasi. kedua kondisi dianalisa sehingga diperoleh informasi
No.
Konsentrasi Hb (%) Darah (µl) PBS (µl)
mengenai karakteristik suara latar yang selanjutnya
Tabung diasumsikan sebagai derau (noise). Berdasarkan
1 0 0 1000 informasi tersebut kemudian ditentukan frekuensi
2 10 100 900 modulasi laser yang sesuai untuk digunakan dalam
3 20 200 800
penelitian ini.
4 30 300 700
5 40 400 600 Uji fotoakustik pada sampel dilakukan dalam kondisi
6 50 500 500 duty cycle yang kecil. Frekuensi modulasi laser diatur
7 60 600 400 berdasarkan hasil pengukuran suara latar. Besaran fisis
8 70 700 300 yang diukur adalah taraf intensitas sinyal akustik
9 80 800 200 yang dihasilkan sampel akibat paparan sinar
10 90 900 100 laser termodulasi. Sampel yang digunakan pada
11 100 1000 0 pengambilan data awal adalah sampel dengan konsentrasi
darah ( ) 10%, 30%, 50%, 70%, dan 90%. Pengambilan
Sampel yang diuji berupa darah dalam medium data dilakukan masing-masing 5 kali untuk setiap sampel.
phospate buffered saline (PBS) dengan volume total Dengan demikian, diperoleh hubungan taraf intensitas
darah + PBS 1 ml. Sampel dibuat dengan mencampurkan sinyal fotoakustik terhadap konsentrasi darah pada duty
darah dengan PBS dalam tabung eppendorf dan diaduk cycle kecil sehingga dapat ditentukan pengaturan duty
menggunakan vortex mixer untuk menghasilkan sampel cycle ( ) yang sesuai untuk digunakan dalam
darah dengan konsentrasi tertentu sesuai dengan Tabel 1. penelitian ini.
Pengukuran volume darah dan PBS menggunakan
mikropipet. C. Karakterisasi Sistem Fotoakustik
Rangkaian sistem fotoakustik dan penempatan sampel Pengukuran taraf intensitas sinyal fotoakustik dari
pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2. Sumber sampel dengan konsentrasi darah 10%, 30%, 50%, 70%,
radiasi yang digunakan berupa laser dioda 450 nm 300 dan 90% dilakukan kembali dengan pengaturan frekuensi
mW sedangkan modulator laser berupa Arduino Uno R3. modulasi dan duty cycle yang telah ditentukan
Laser dioda dimodulasi oleh Arduino sehingga radiasi berdasarkan hasil dari percobaan sebelumnya. Digunakan
menjadi nonstasioner. Radiasi tesebut kemudian dua software dalam pengolahan hasil ukur, yaitu
dipaparkan pada sampel sehingga muncul sinyal Audacity dan MatLab, guna proses verifikasi dan
fotoakustik. Sinyal fotoakustik kemudian dideteksi pendalaman analisa. Skema rangkaian sistem fotoakustik
menggunakan detektor akustik berupa mikrofon ditunjukkan pada Gambar 2.
condenser ECM8000 (Behriger, Germany). Berdasarkan percobaan ini dapat diperoleh persamaan
kalibrasi taraf intensitas sinyal fotoakustik terhadap
konsentrasi darah. Persamaan tersebut dapat digunakan
untuk mengukur konsentrasi darah dari suatu sampel
berdasarkan nilai taraf intensitas sinyal fotoakustik yang
dihasilkannya. Selain itu, dari persamaan tersebut juga
dapat diketahui sensitivitas dan linearitas sistem
fotoakustik dari nilai gradien ( ) dan koefisien
determinasinya ( ).
D. Pengujian Sistem Fotoakustik
Pengujian sistem fotoakustik dilakukan dengan cara
mengukur konsentrasi darah dari sampel berdasarkan
taraf intensitas sinyal fotoakustik yang dihasilkannya
melalui persamaan kalibrasi yang telah diperoleh
sebelumnya. Sampel yang digunakan adalah sampel
Gambar 2. Skema rangkaian sistem fotoakustik untuk peng-
dengan konsentrasi darah 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan
ujian konsentrasi darah.
100%. Data konsentrasi darah terukur dengan konsentrasi
Mikrofon berfungsi untuk mengukur taraf intensitas darah yang telah diketahui kemudian diplot dan
bunyi terhadap waktu (sinyal akustik) di sekitar dilakukan fitting dengan garis linear.
permukaan sampel. Sinyal akustik kemudian dikuatkan
menggunakan sound card UMC202 (Behringer, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Germany) dan kemudian diolah di laptop. A. Pengukuran Suara Latar dan Percobaan Duty Cycle
B. Pengukuran Suara Latar dan Percobaan Duty Cycle Kecil
Kecil Berdasarkan Gambar 3a dan Gambar 3b, tampak
Pengukuran suara latar dilakukan pada 2 kondisi, yaitu perbedaan pada spektrum suara latar saat laser tidak aktif
kondisi tanpa sampel laser tidak aktif dan kondisi tanpa dan saat laser aktif. Hal ini karena saat laser aktif, kipas
pendingin laser ikut aktif dan suara kipas tersebut ikut sensitivitas dan linearitas sistem dengan duty cycle
terekam oleh mikrofon. Suara kipas ini mencapai = (50,0±0,8)% lebih baik daripada sensitivitas
frekuensi sekitar 15.000 Hz. Oleh karena itu, diperoleh dan linearitas sistem dengan duty cycle =
informasi bahwa idealnya frekuensi sinyal fotoakustik (4±0,4)%. Hal ini karena sampel telah berinteraksi
yang dibangkitkan pada penelitian ini lebih besar dari dengan laser pada duty cycle yang cukup tinggi sehingga
15.000 Hz. perbedaan konsentrasi darah menjadi berpengaruh
terhadap taraf intensitas sinyal fotoakustik yang
dihasilkan.
(a) (b)
Gambar 3. Spektrum suara latar (taraf intensitas bunyi vs
frekuensi) kondisi tanpa sampel laser tidak aktif (a)
dan kondisi tanpa sampel laser aktif (b)
Berdasarkan hasil fitting (Gambar 4) diperoleh bahwa
nilai mendekati nol. Artinya, sistem tidak sensitif (a) (b)
terhadap perubahan konsentrasi darah yang terjadi. Selain
itu, sistem juga tidak memiliki linearitas yang baik. Hal Gambar 5. Hasil plot dan fitting data vs dengan
ini terlihat dari nilai yang kurang dari 1. Hasil kondisi =(50,0±0,8)%, berdasarkan hasil
pengukuran konsentrasi darah menggunakan persamaan olahan data menggunakan: (a) Audacity, (b)
kalibrasi yang diperoleh menjadi tidak akurat. Penyebab MatLab.
dari hal ini diduga adalah intensitas laser yang terlalu C. Pengujian Sistem Fotoakustik
kecil akibat duty cycle yang terlalu kecil. Sampel darah
diduga belum berinteraksi dengan laser pada intensitas Berdasarkan hasil fitting (Gambar 6), Audacity
yang kecil sehingga besar kecilnya konsentrasi darah maupun MatLab memberikan alur data yang relatif sama.
tidak berpengaruh pada taraf intensitas sinyal fotoakustik Keduanya juga memberikan hasil pengukuran konsentrasi
yang dihasilkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan darah yang cukup akurat terlihat dari nilai yang cukup
bahwa perlu digunakan duty cycle yang lebih besar dalam mendekati 1. Namun, nilai b pada grafik dari hasil olahan
penelitian ini untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Audacity lebih mendekati 1 (b=0,8) daripada yang
Berdasarkan hasil kedua percobaan tersebut, dihasilkan MatLab (b=0,7). Hal tersebut menunjukkan
ditentukan bahwa pengaturan sistem yang sesuai untuk bahwa pengukuran konsentrasi darah menggunakan data
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) frekuensi yang diolah Audacity lebih akurat.
modulasi laser senilai (18.420 ± 80) Hz dan (2) duty cycle Ketidakpastian pengukuran konsentrasi darah yang
senilai (50,0±0,8)%. Nilai tersebut diperoleh dari hasil dihasilkan dari analisa menggunakan Audacity lebih kecil
kalibrasi frekuensi modulasi dan duty cycle yang daripada menggunakan MatLab. Hal ini terlihat dari
sebelumnya telah dilakukan. bendera di setiap titik data Gambar 6b yang lebih besar
dari Gambar 6a.
menggunakan power spectrum. Penggunaan PSD tersebut [2] S. Warnakulasuriya, Global epidemiology of oral and
menjadikan sensitivitas sistem meningkat sehingga oropharyngeal cancer, Oral Oncol., vol. 45, no. 4–5,
memungkinkan terjadinya peningkatan akurasi dan 2009, pp. 309–316.
[3] J. Ferlay, I. I. Soerjomataram, R. Dikshit, S. Eser, C.
presisi, seperti yang terlihat dari perbandingan nilai
Mathers, M. Rebelo, D. M. Parkin, D. Forman, and F.
pada Gambar 5. Bray, Cancer incidence and mortality worldwide : sources
Peningkatan sensitivitas tersebut menyebabkan , methods and major patterns in GLOBOCAN 2012, Int.
ketidakpastian pengukuran konsentrasi darah yang J. Cancer, 2012, pp. 1–76.
dihasilkan menjadi lebih kecil dikarenakan rumus [4] S. Vidya, K. Rao, G. Mejia, and K. Roberts-Thomson,
ketidakpastian konsentrasi darah yang digunakan adalah Epidemiology of Oral Cancer in Asia in the Past Decade-
An Update ( 2000-2012 ), Asian Pasific J. Cancer
(3) Prevention, vol. 14, 2013, pp. 5567–5577.
[5] J. Fraser and M. Reed, Appropriateness of Imaging in
Dengan demikian, jika sensitivitas alat meningkat, maka Canada, Can. Assoc. Radiol. J., vol. 64, no. 2, 2013, pp.
82–84.
penyebut pada persamaan (3) akan bertambah besar.
[6] M. G. S. Perez, J. V. Bagan, Y. Jimenez, M. Margaix, and
V. KESIMPULAN C. Marzal, Utility of imaging techniques in the diagnosis
of oral cancer, J. Cranio-Maxillo-Facial Surg., vol. 43,
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan 2015, pp. 1880–1894.
bahwa adanya hubungan linear antara taraf intensitas [7] J. A. Nagy, S. Chang, A. M. Dvorak, and H. F. Dvorak,
sinyal fotoakustik terhadap konsentrasi darah. Adapun Why are tumour blood vessels abnormal and why is it
pengaturan sistem yang sesuai untuk digunakan dalam important to know ?, Br. J. Cancer, vol. 100, no. 6, 2009,
penelitian ini adalah: (1) frekuensi modulasi laser senilai pp. 865–869.
[8] A. Miklós and P. Hess, Modulated and Pulsed
(18.420 80) Hz dan (2) duty cycle senilai (50,0 0,8)%.
Photoacoustics in Trace Gas Analysis, Anal. Chem., 2000,
Sistem juga terbukti cukup akurat dan linear dalam pp. 30–37.
mengukur konsentrasi darah karena nilai gradien dan [9] A. Miklós, S. Schäfer, and P. Hess, Photoacoustic
dari hasil pengujian mendekati 1, yaitu 0,8 0,2 dan Spectroscopy , Theory, 1999, pp. 1815–1822.
0,85. [10] M. Xu and L. V Wang, Photoacoustic imaging in
biomedicine, Rev. Sci. Instrum., vol. 77, 2006, pp. 1–22.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas [11] D. V Bageshwar, A. S. Pawar, V. V Khanvilkar, and V. J.
Kadam, Photoacoustic Spectroscopy and Its Applications
Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada selaku – A Tutorial Review, Eurasian J. Anal. Chem., vol. 5, no.
lembaga penyedia dana penelitian. 2, 2010, pp. 187–203.
PUSTAKA
[12] J. F. Wakerly, Digital Design Principles and Practices,
[1] S. Warnakulasuriya, Living with oral cancer : 4th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc., 2006.
Epidemiology with particular reference to prevalence and
life-style changes that influence survival, Oral Oncol., [13] M. McRoberts, Beginning Arduino. New York: Apress,
vol. 46, no. 6, 2010, pp. 407–410. 2010.
Terima kasih diucapkan kepada para mitra bestari yang telah terlibat dalam penilaian makalah-
makalah yang diterbitkan dalam Risalah Fisika Vol. 1 No. 2 Juli 2017:
Abstrak – Material roda gigi buatan lokal Indonesia telah diteliti dan ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan
alat DC-Plasma Nitrocarburizing buatan BATAN, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan waktu perlakuan yang
bervariasi 1-5 jam dengan pemanasan 400 °C. Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat uji kekerasan
Vicker, sedangkan pengamatan struktur mikro dilakukan dengan alat SEM dan EDS. Hasilnya menunjukkan bahwa
kekerasan sampel awal adalah 177,88 HV, sedangkan sampel lokal yang dinitrocarburizing pada 400 °C selama 5 jam,
kekerasannya adalah 328,96 HV. Hal ini sudah melebihi kekerasan material roda gigibuatan Jepang, yaitu 317,54 HV.
Kata kunci: pengerasan permukaan, roda gigi, buatan Indonesia, DC-Plasma nitrocarburizing
Abstract – Material gears locally made in Indonesia has been investigated and improved by using a DC-Plasma
Nitrocarburizing at BATAN, Yogyakarta. This study uses the variations of treatment time 1-5 hours and by heating to 400
°C. Hardness testing was done using Vicker`s hardness tester, while the microstructure observation was performed using
SEM and EDS. The results show that the hardness of the initial sampel was 177.88 HV, while local sampel after
nitrocarburizing at 400 °C for 5 hours, the hardness was 328.96 HV. This already exceeds the material hardness gear
made in Japan, namely = 317.54 HV.
II. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN sampel lokal awal tak mengalami proses nitrocar-
burizing, untuk studi banding.
Material yang akan diteliti dipotong menjadi 6 sampel
dengan menggunakan mesin potong. Penandaan Pengamatan struktur mikro dan kedalaman nitro-
diberikan pada setiap sampel sesuai dengan waktu proses carburizing dilakukan dengan optical microscope dan
nitrocarburizing. Penandaan terdiri dari awal, A, B, C, D, SEM (Scanning Electron Microscope). Pengujian
dan E, yang menyatakan waktu pada proses nitrocar- komposisi kimia di dalam matriks menggunakan EDS
burizing yaitu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. (Energy Dispersive Spectroscopy). Pengujian kekerasan
Temperatur proses nitrocarburizing pada sampel A dengan menggunakan alat uji kekerasan Vickers.
sampai E adalah 400 °C. Penandaan sampel ini akan Gambar 1 menggambarkan aliran penelitian yang di-
sangat berguna dan memudahkan peneliti dalam lakukan. Gambar 2 merupakan peralatan nitrocar-
membedakan sampel pasca treatment. Sampel Jepang dan burizing.
Proses nitrocarburizing adalah perlakuan termokimia anti gores dari komponen-komponen teknik, dengan cara
yang melibatkan penambahan unsur nitrogen dan karbon menambahkan suatu senyawa pada permukaannya, se-
dengan cara difusi. Biasanya terhadap permukaan hingga permukaan itu memiliki sifat ketahanan keausan
material ferrous, pada suatu temperatur tertentu di mana atau ketahanan gesekan.
telah terbentuk fase ferrite secara lengkap. Oleh karena Nitrocarburizing dilakukan pada banyak komponen
itu tujuan dari proses nitrocarburizing pada steinless teknik seperti textile machinery gears, pump cylinder
steel 304 adalah untuk memasukkan unsur nitrogen dan blocks, nozzles, dan lain-lain di mana diperlukan sifat ta-
karbon ke dalam permukaan SS 304. Tujuan utama dari han aus, sedangkan pada crank-shaft dilakukan proses ni-
perlakuan ini adalah untuk meningkatkan karakteristik trocarburizing untuk meningkatkan sifat anti kelelahan.
Diagonal (d) yang digunakan dalam perhitungan adalah rata-rata diagonal yang diukur terhadap diagonal
horisontal dan diagonal vertikal pada masing-masing titik.
Dari Tabel 2 terlihat sampel A,B,C,D, dan E menga- Jepang seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Kekerasan
lami kenaikan kekerasan (HV) rata-rata yang proporsional rata-rata sampel E dengan waktu 5 jam adalah sebesar
terhadap waktu treatment surface harderning sesuai 328,96 kgf/mm2, dan untuk kekerasan rata-rata produk
parameter yang digunakan. Bahkan pada sampel E Jepang sebagai pembanding adalah sebesar 317,54
mampu melampaui kekerasan rata-rata sampel produk kg/mm2.
Hasil Uji Scanning Electron Microscope (SEM) seperti pada Gambar 4a. Pada gambar tersebut permukan
ferrite dan perlite lebih mendominasi dibanding austenite.
Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan Scanning Pada penampang struktur mikro pada sampel B seperti
Electron Microscope, kemudian hasil struktur micro di terlihat pada Gambar 4b matriks yang terlihat adalah
foto dengan pembesaran 3000 kali setelah mengalami ferrite, austenite, dan perlite. Secara keseluruhan masih
proses nitrocarburizing pada suhu 400 °C dengan waktu 1 didominasi oleh perlite, meskipun perlite masih perlu
jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Hasil pengamatan ini diuji secara pasti dengan alat SEM untuk mendapatkan
dapat di lihat pada Gambar 4. hasil mikrostruktur yang lebih jelas. Matriks yang
Pada penampakan struktur mikro pada sampel A terbentuk pada pada sampel C bagian permukaannya
dengan perbesaran 3000 kali didapatkan struktur mikro didominasi oleh austenite seperti yang terlihat pada
material yang memiliki matriks terdiri dari ferrite, Gambar 4c, menunjukkan bahwa permukaan material
austenite, dan perlite. Ferrite ditandai dengan warna ge- tersebut semakin keras seiring lamanya waktu treatment
lap, dan memiliki tingkat kekerasan rendah. Austenite nitrocarburizing. Penampakan struktur mikro sampel D
yang ditandai dengan warna terang (putih) dan memiliki pada Gambar 4d, menunjukkan bahwa semakin sedikit
tingkat kekerasan tinggi, serta perlite yang ditandai de- matriks ferrite dan perlite, sehingga semakin tinggi nilai
ngan warna kecoklatan dan memiliki tingkat kekerasan HV yang diperoleh. Semakin banyaknya matriks austenite
yang sedang. Posisi ferrite, austenite, dan perlite tampak yang terbentuk semakin keras permukaannya.
(d) (e)
Gambar 4. Penampang struktur mikro sampel (a) A, (b) B, (c) C, (d) D, (e) E dengan perbesaran 3000 kali.
Gambar 6. Grafik analisis kualitatif plasma nitrocarburizing Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
selama 1 jam. besarnya kepada Kepala Pusat Sains dan Teknologi
Askselerator (PSTA)-BATAN, Yogyakarta yaitu Bapak
Dr. Susilo Widodo, kepada Bapak Drs. B.A. Tjipto
Sujitno, MT, Bapak Sayono, ST, Ibu Wiwien
Andriyanti, MT, dan seluruh staf di laboratorium Fisika
Partikel PSTA-BATAN Yogyakarta yang telah
memfasilitasi peralatan dan membantu dalam penelitian
hingga terselesainya penulisan ini.
PUSTAKA
[6] Mitsuharu Konuma, (1992). Film Deposition by Plasma Corrosion Resistance, The Microstructure and The Phase
Techniques. Heidelberg: Springer-Verlag Structure of The Biomaterial Austenitic Stainless Steel
[7] Kosmac, Alenka & Brussels (2015). Surface Hardening 316L. Ganendra Journal of Nuclear Science and
of Stainless Steels 2nd Ed., Brussels: Euro Inox Technology, 19, 47-54.
[8] John R. Reitz, dkk, (1993). Dasar Teori Listrik Magnet.
Bandung: ITB Press [10] Widdi Usada (2010). Perhitungan Kerapatan Ion
[9] R.M.L. Susita, B. Siswanto, I. Aziz , H.A. Anggraini, Nitrogen Pada Pembentukan Ion FeN Dalam Proses
Sudjatmoko (2016). Effect of Nitrogen Ion Dose On the Nitridasi, Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, 14, 41-46.
Indeks Penulis
A N
Abidin 33 [1,2] Nurhadi, T.P. 53 [1,2]
Amri, Iful 15 [1,1] Nurwantoro, Pekik 29 [1,2]
Anwar, Fuad 29 [1,2]
P
Ariasoca, Thomas Aquino 5 [1,1]
Panuluh, Albertus Hariwangsa 1 [1,1]
C
S
Chotijah, Siti 53 [1,2]
Sanjaya, Yogie 21 [1,1]
D
Santoso, Iman 5 [1,1]
Djamal, Mitra 15, 21 [1,1] Sari, Mona Berlian 21 [1,1]
Sarina 39 [1,2]
H
Satriawan, Mirza 1 [1,1]
Hambali 33 [1,2] Sriyono 33 [1,2]
Hartanto, Theo Jhoni 9 [1,1] Sudjadi, Usman 53 [1,2]
Hermanto, Arief 29 [1,2] Suprapto 53 [1,2]
Susilayani, Devi 39 [1,2]
I
T
Idris, Nasrullah 39 [1,2]
Triyanto 33 [1,2]
K
W
Kurniawan, Eddy 47 [1,2]
Widyaningrum, Rini 47 [1,2]
M
Maskur 33 [1,2]
Y
Maswati 39 [1,2]
Mitrayana 47 [1,2] Yuliantini, Lia 15 [1,1]
1. Contoh (template) yang berisi petunjuk penulisan dan formulir penyerahan makalah dapat diunduh
(download) di situs Risalah Fisika (http://journal.fisika.or.id/rf).
2. Makalah yang ditulis dalam Microsoft Word dengan format sesuai contoh (template) disertai formulir
penyerahan makalah (sebagai supplementary file) yang telah diisi dan ditandatangani oleh semua penulis
dapat diunggah (upload) melalui situs Risalah Fisika setelah melakukan pendaftaran.
3. Pendaftaran dalam situs akan memberikan nama pengguna (user name) dan sandi pengguna (password)
untuk masuk dalam situs dan memeriksa status makalah tersebut.
4. Pada pendaftaran mohon diberikan data pengguna lengkap dengan alamat surat elektronik (email) dan
telepon (khususnya telepon gengggam/handphone) untuk komunikasi lebih lanjut dengan penulis.
5. Jika terjadi kesulitan dalam pendaftaran dan pengunggahan makalah maupun masalah lain terkait dengan
Risalah Fisika, dapat dihubungi pengelola melalui alamat surat elektronik: rf@fisika.or.id.
ISSN 2548-9011
Volume 1 Nomor 2
Juli 2017
Daftar Isi
Pengantar Redaksi…………………………………………………………………………………………….. i
Optimasi Produksi Radioiod-131 dari Aktivasi Neutron Sasaran Telurium Dioksida Alam
Sriyono, Maskur, Abidin, Triyanto, Hambali ................................................................................. 33
Pengembangan Alat Ukur Indeks Bias Mengunakan Prisma Berongga dari Lembaran Kaca Komersial
Biasa dan Laser He-Ne untuk Pengujian Kualitas Minyak Goreng
Nasrullah Idris, Sarina, Maswati, Devi Susilayani ……… …………………………….......………… 39
Sistem Fotoakustik Sederhana Berbasis Laser Dioda dan Mikrofon Condenser untuk Pengukuran
Konsentrasi Darah
Eddy Kurniawan, Rini Widyaningrum, Mitrayana .................……….…………………… ……. 47
Studi Surface Hardening pada Bahan Roda Gigi Buatan Indonesia dengan Menggunakan DC-Plasma
Nitrocarburizing
T.P. Nurhadi, Usman Sudjadi, Suprapto, Siti Chotijah ………………………………………..... 53