LK MATERNAL Ny. Sumiati
LK MATERNAL Ny. Sumiati
26/04/2019 G4P2A1, 40 tahun, uk 32 minggu, riwayat menikah 1x/20 thn yll, Fetal distress, PEB, 26/04/19 - Re-SCTP + MOW (secara
21.30 riwayat KB suntik 2 thn yll. Hpmt 15/09/18, Hpl 23/06/19 Penurunan kesadaran ec Hb 7.8, Hct 24, AL 11.7, linea mediana)
I : Abortus, uk 8 minggu, tidak kuret metabolic dd neurogenik AT 221, AE 2.81 - Protap PEB: O2 3 lpm
II : Laki-laki, 15 tahun, 2500 gram, SC a.i panggul sempit di RS pada multigravida hamil - Infus RL 20 tpm
Widodo Ngawi (2004) preterm DP kala I fase PT/APTT 13.5/23, INR - Inj. MgSO4 20% 4gr
III : Laki-laki, 4 tahun, 2500 gram, SC a.i panggul sempit di RS laten, Riwayat SC 2 kali, 1.050 dilanjut 0,5gr/jam selama
Widodo Ngawi (2015) Riwayat Operasi HNP 2 GDS 85, OT/PT 34/19, 24 jam
IV : hamil ini bulan yang lalu dengan Alb 3.1, CR 2.4, Ur 115 - Nifedipin 3x10mg
paraparese inferior + Insuf Na 137, K 3.4, CI 2.09 - Awasi KU/ VS/ DJJ/
Seorang G4P2A1, 40 tahun uk 32 minggu konsulan dari TS Neurologi renal (Ur 115, Cr 2,4) HbsAg NR, BJ 1.030, Tanda-tanda impending
dengan keterangan penurunan kesadaran e.c metabolic dd neurologik Protein (++), Eritrosit - Konsul Interna, Anestesi
dengan G4P2A1 hamil 32 minggu. Dari hasil alloanamnesis dengan (+++) - KIE
suami pasien, pasien mulai mengalami penurunan kesadaran sejak ± 3 - Post Op mondok ICU
hari yang lalu dan memberat sejak tadi pagi. Pasien gelisah dan bicara AGD:
meracau. 1 minggu yang lalu pasien dirawat di RS DR. Oen Surakarta PH 7.410, BE 0.7, PCO2
dengan nyeri pada kedua kaki. Sejak dirawat, pasien mulai sering 40.0, PO2 48.0, Hct 39,
gelisah sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga tampak bicara pelo sejak 1 HCO3 25.4, Total CO2
hari yang lalu. Pasien hamil 8 bulan, gerakan janin msih dirasakan, 26.6, O2 saturasi 84.0,
keluar air kawah disangkal, lendir darah (+), discharge (-), riwayat Arteri 2.10
kejang dirumah disangkal, demam (-).
RPD:
- HT/DM/Jantung/Asma/Alergi disangkal
- Pasien tidak bisa jalan (28/12/2018)
Kemudian kontrol ke RS Dr. Oen di diagnosis HNP
Dilakukan operasi (08/01/19)
Riwayat ANC:
- Di Sp.OG RS Dr. Oen rutin tiap bulan dengan dr. Panji, Sp.OG
- Di bidan rutin tiap bulan
Riwayat pengobatan:
26/04/19 pasien dibawa ke PKU Karanganyar kemudian dirujuk
(08.00) ke RSUD Soeroto Ngawi
N N +3 / +3 +3 / +3
Tx Anestesi:
Dx Anestesi: - Sonde 6x200
Post Re-SCTP EM a.i PEB - Morfin 20mcg/kgBB/jam
+ fetal distress dan - Metamizol 1gr/8jam
penurunan kesadaran - Midazolam 2mg/jam
- Ranitidin 50mg/12jam
- Ampicillin sulbactam
1.5gr/8jam
Dx Paru: Tx Paru:
Metastasis Ca di Paru - Perbaikan KU, atasi
nodular type kegawatdaruratan
- Pro MSCT setelah KU
perbaikan
Dx Interna: Tx Interna
- AKI dd acute on CKD - Inj. Ampicillin 1 gr/6 jam
stg IV - Inj. Levofloxacin
- Penurunan kesadaran e.c 750mg/24jam
metabolik (sepsis) dd
neurologik (infark
lacunar di capsula
interna)
- HAP
Dx Cardio: Tx Cardio:
Ax: HHD Metildopa dosis naik
Fx: NYHA de 500mg/8jam p.o
Ex: Hipertensi
Dx: Plan:
1. PEB pada multipara Echocardiography dari
hamil preterm ruangan (jika KU stabil)
2. Sepsis
3. Penurunan kesadaran
4. AKI dd acute on CKD
stg IV
Analisis Kasus
Melaporkan satu kasus kematian maternal dengan Seorang G4P2A1, 40 tahun uk 32 minggu konsulan dari TS Neurologi dengan keterangan penurunan kesadaran e.c metabolic dd
neurologik dengan G4P2A1 hamil 32 minggu. Dari hasil alloanamnesis dengan suami pasien, pasien mulai mengalami penurunan kesadaran sejak ± 3 hari yang lalu. Pasien hamil 8 bulan,
gerakan janin msih dirasakan, keluar air kawah disangkal, lendir darah (+), discharge (-), riwayat kejang dirumah disangkal, demam (-). Pada saat awal dikonsulkan, pasien di diagnosis dengan
Fetal distress, PEB, Penurunan kesadaran ec metabolic dd neurogenik pada multigravida hamil preterm DP kala I fase laten, Riwayat SC 2 kali, Riwayat Operasi HNP 2 bulan yang lalu dengan
paraparese inferior + Insuf renal (Ur 115, Cr 2,4). Tgl 27/04/2019 dilakukan Re-SCTP EM dan didiagnosis post SCTP-EM + MOW a.i fetal distress, penurunan kesadaran, PEB, hamil preterm
pada multipara + riwayat SC 2 kali. Tgl 01/05/10 pasien mengalami perburukan didiagnosis dengan Apneu, syok sepsis, ensefalopati metabolik, tumor mammae (D), metastase Ca di paru nodular
type post Re-SCTP EM + MOW a.i fetal distress PEB pada multipara hamil preterm, riwayat SC 2 kali, riwayat operasi HNP 2 bulan yang lalu, paraparese inferior, AKI dd acute on CKD,
anemia (8.3).
Preeklamsia Berat adalah penyakit yang dasar penyebabnya belum bisa dipahami secara pasti,namun begitu ada beberapa teori yang menjadi hipotesis terjadinya Preeklamsia. Kasus
preeklamsia- eklamsia didaptkan 74 kasus (5,1%). Disfungsi endotel ditandai peningkatan kadar sVCAM-1 vWF dan fibrin monomer sebagai petanda aktivasi koagulasi . Peningkatan
permeabilitas kapiler akibat timbulnya mediator inflamasi ( tromboksan dan endothelin ). Sebagian besar pasien memiliki tekanan darah tinggi yang kronik sebagai penyakit yang mendasarinya.
Dan cenderung terjadi pada multipara atau ibu yg hamil dengan usia tua. Salah satunya karena disfungsi endotel dari pembuluh darah.
Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan oleh gangguan repons tubuh terhadap infeksi.Tingkat kematian pasien sepsis di ICU sekitar 20%
untuk sepsis, 40% untuk sepsis berat, dan >60% untuk syok sepsis, pada pasien ini ditegakan diagnoisis syok septik adalah bagian dari sepsis yang didasari kelainan sirkulasi dan seluler/metabolik
yang cukup mendalam untuk secara substansial meningkatkan mortalitas. Port d entre terjadinya sepsis pada pasien ini, primer belum diketahui secara pasti, tetapi secara klinis terjadi akibat
metastasis Ca di paru dan sekunder karena adanya riwayat ReSC, di mana terjadi distensi abdomen 24 jam setelah tindakan. Hal yang telah dilakukan untuk penanganan Sepsis adalah pemberian
antibiotik triple drugs, yang kemudian diganti dengan meropenem setelah keluarnya hasil kultur darah, resusitasi cairan yang adekuat di ICU dengan balans negatif, serta pemantauan ketat
terhadap perburukan tanda vital.
Syok septik terjadi bila suatu mikroorganisme penyebab infeksi atau mediator berada di dalam darah menginduksi perubahan-perubahan kardiovaskuler. Syok septik pada fase awal
ditandai oleh adanya high cardiac output dan low systemic vascular resistance. Syok septik dimulai dengan adanya suatu infeksi setempat dengan masuknya mikroorganisme ke dalam aliran
darah. Efek toksik dapat berasal dari berasal dari mikroorganisme sendiri, atau dari komponen mikroorganisme misalnya endotoksin, LPS atau pelepasan eksotoksin. Efek bahan mediator
sepsis pada sistem kardiovaskuler dapat dibedakan dalam hal efek pada vaskuler perifer dan efek pada jantung. Meskipun pada pasien syok septik dijumpai peningkatan cardiac output, namun
ejection jantung kiri dan kanan berkurang. Terjadilah dilatasi ventrikel kiri. Dijumpai takikardi, cardiac output tetap. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya cardiac arrest
Penurunan Hb pada syok sepsis terjadi karena kebocoran cairan ke ekstravaskuler, pada permulaan sepsis menimbulkan hemokonsentrasi. Keadaan ini dapat menghasilkan eritrositosis
relatif selama fase inisial sepsis. Seiring dengan waktu bagaimanapuan perubahan paling umum pada eritron pasien sepsis adalah anemia. Anemia memicu penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen oleh darah. Anemia pada pasien sepsis bisa juga merupakan akibat dari kehilangan darah, penurunan produksi (Anemia hipoproliferatif) atau peningkatan dekstruksi sel darah merah
(anemia hemolitik). Sehinnga dapat disimpulkan bahwa anemia pada pasien sepsis mempunyai penyebab yg multifaktorial.
Pasien dengan syok septik dapat diidentifikasi dengan melihat klinis sepsis ditandai dengan hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga MAP ≥65 mmHg dan
memiliki serum laktat ≥2 mmol/L (18 mg/dL) meskipun resusitasi cairan telah cukup adekuat. Dengan adanya kriteria ini, tingkat kematian di rumah sakit adalah ≥ 40%. Pada pasien ini sudah
diberikan terapi N epi dosis maksimal ditambah dengan dobutamin. Tetapi dengan kondisi pasien yang sudah terminal, efek dari terapi vasopresin tidak memberikan banyak perubahan terhadap
tanda-tanda vital pasien. Dan disamping itu, saat terjadi cardiac arrest, keluarga menolak dilakukan resusitasi meningat kondisi pasien yang sudah mengalami banyak kegagalan organ.