A. Pengertian
Tidak hanya itu, orang yang memiliki skizofrenia paranoid juga sering
menunjukkan perilaku kacau yang menyebabkan diri mereka tidak dapat
mengendalikan perilakunya. Akibatnya, pengidap skizofrenia paranoid sering
berperilaku tidak pantas, sulit mengendalikan emosi, hasrat, serta keinginannya.
B. Gejala
Gejala awal skizofrenia umumnya muncul di masa remaja. Oleh karena itu,
gejala awal ini sering disalahartikan, karena dinilai wajar terjadi pada masa remaja.
Pada pria, gejala awal muncul di usia 15-30 tahun. Sedangkan pada wanita, gejala
biasanya menyerang kelompok usia 25-30 tahun.
Halusinasi. Halunasi adalah perasaan mengalami sesuatu yang terasa nyata, namun
sebenarnya perasaan itu hanya ada di pikiran penderitanya. Misalnya, merasa
mendengar sesuatu, padahal orang lain tidak mendengar apapun.
Delusi. Delusi atau waham adalah meyakini sesuatu yang bertolak belakang dengan
kenyataan. Gejalanya beragam, mulai dari merasa diawasi, diikuti, bahkan sedang
Sebagian besar penderita skizofrenia mengalami gejala ini.
Kacau dalam berpikir dan berbicara. Gejala ini dapat diketahui dari kesulitan
penderita dalam berbicara. Penderita skizofrenia sulit berkonsentrasi, bahkan
membaca koran atau menonton televisi saja sangat kesulitan. Caranya berkomunikasi
juga membingungkan, sehingga sulit dimengerti oleh lawan bicaranya.
Perilaku kacau. Perilaku penderita skizofrenia sulit diprediksi. Bahkan cara
berpakaiannya juga tidak biasa. Secara tidak terduga, penderita dapat tiba-tiba
berteriak dan marah tanpa alasan.
Gejala negatif mengacu pada hilangnya minat yang sebelumnya dimiliki oleh penderita.
Gejala negatif dapat berlangsung beberapa tahun, sebelum penderita mengalami gejala awal.
Seringkali, hubungan penderita dan keluarga rusak akibat gejala negatif. Hal ini karena
gejala negatif seringkali disalahartikan sebagai sikap malas atau tidak sopan. Gejala negatif
umumnya muncul bertahap dan memburuk seiring waktu, di antaranya adalah:
Respons emosional yang ganjil, seperti ekspresi wajah dan nada bicara yang tidak
berubah (monoton).
Sulit untuk merasa senang atau puas.
Enggan bersosialisasi dan lebih memilih berdiam di rumah.
Kehilangan minat dan motivasi pada berbagai aktivitas, seperti menjalin hubungan
atau berhubungan seks.
Pola tidur yang berubah.
Tidak nyaman berada dekat orang lain, dan tidak mau memulai percakapan.
Tidak peduli pada penampilan dan kebersihan diri.
C. Penyebab
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan skizofrenia. Namun demikian,
skizofrenia dikaitkan dengan sejumlah faktor risiko, seperti:
Faktor genetik
Seseorang dari keluarga penderita skizofrenia, 10% lebih berisiko mengalami kondisi
yang sama. Risiko akan menjadi 40% lebih besar bila kedua orang tua sama-sama menderita
skizofrenia. Pada orang yang memiliki saudara kembar dengan skizofrenia, risiko meningkat
hingga 50%.
Telah diketahui juga, terdapat perbedaan struktur dan fungsi otak pada penderita skizofrenia.
Sejumlah perbedaan tersebut, antara lain:
Sejumlah kondisi yang terjadi pada masa kehamilan diduga berisiko menyebabkan
skizofrenia pada anak yang dilahirkan. Di antaranya adalah kekurangan nutrisi, paparan racun
dan virus, preeklamsia, diabetes, serta perdarahan dalam masa kehamilan.
Selain sejumlah faktor risiko di atas, ada yang disebut faktor pemicu skizofrenia. Pada
orang dengan faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, stres merupakan faktor psikologis
paling utama yang dapat memicu timbulnya skizofrenia. Stres bisa terjadi karena perceraian,
kehilangan pekerjaan atau tempat tinggal, dan ditinggal orang yang dicintai. Pelecehan
seksual, atau kekerasan fisik dan emosional juga dapat menyebabkan stres.
Penyalahgunaan NAPZA, seperti kokain, ganja dan amfetamin, juga dapat memicu
skizofrenia pada orang dengan faktor risiko di atas. Penelitian menunjukkan, pecandu ganja
berisiko empat kali lipat lebih tinggi untuk mengalami skizofrenia.