LP Hipertensi
LP Hipertensi
Disusun oleh :
Srimartiwi
11194691910033
(……………………………..) (……………………………..)
NIK. NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN
B. Etiologi
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya
(Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
esensial seperti berikut ini:
a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat
dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah
tinggi.
b. Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan
darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–
laki lebih tinggi dari pada perempuan.
c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi.
d. Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan
dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
e. Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan klien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu
merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam
waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah klien.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi
fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi
endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi
dari penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut
hipertensi ginjal (renal hypertension).
C. Patofisiologi ( pathway )
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung)
dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian
antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol
yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013).
D. MANIFESTASI KLINIS
Hasil pemeriksaan fisik pada klien dengan hipertensi kebanyakan tidak ditemukan
manifestasi klinis apapun selain tekanan darah yang tinggi. Manifestasi klinis
dirasakan oleh klien setelah mengalami hipertensi dalam waktu yang lama. Hal itu
disebabkan karena adanya kerusakan vaskuler dengan manifestasi yang khas sesuai
dengan sistem organ yang bersangkutan. Manifestasi klinis yang dirasakan atau
muncul pada klien diantaranya pusing, pusing seperti berputar, sakit kepala sebagian
atau menyeluruh yang terkadang disertai mual dan muntah, penglihatan kabur akibat
kerusakan pada retina, edema, pembengkakan akibat peningkatan tekanan pembuluh
kapiler, penyempitan pembuluh darah, terjadinya perdarahan pada organ tertentu
seperti otak sehingga dapat mengakibatkan stroke, dan pada kasus yang berat dapat
terjadi pula edema pupil (Hidayat & Hastuti,2016).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
a. Pemeriksaan yang segera seperti:
1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-
sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor
resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.
3) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
4) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5) Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
6) Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab).
9) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
10) Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
11) Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
12) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola
regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.
13) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
F. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan
penyakit hipertensi meliputi:
Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan
berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari
10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
a. Penurunan berat badan
b. Penurunan asupan etanol
c. Menghentikan merokok
d. Latihan Fisik
e. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan
berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari
10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
f. Penurunan berat badan
g. Penurunan asupan etanol
h. Menghentikan merokok
i. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip
yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80
% dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam
zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu
j. Edukasi Psikologis