Anda di halaman 1dari 31

KELOMPOK KECIL 2B

JUDUL : PERBANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN OBAT DAN KOSMETIKA

KETUA : Ahmad Mustaqfirin (18344146)

SEKRETARIS : Hamim Restu Annisa (18344141)

ANGGOTA : 1. Meliawati (18344154)

2. Nurhasanah (18344131)

1
HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR/ DISTRIBUSI OBAT

Tentang Produksi Obat


1. UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
2. UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
3. UUNo.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4. PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
5. Permenkes No 1010 tahun 2008 Tentang Registrasi Obat
6. Permenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi

7. Perkabpom No.Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik

Tentang Distribusi
1 UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
2 UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
3 UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4 PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
5 PerMenKes No 1010 Tahun 2008 tentang Registrasi obat
6 Permenkes No 30 Tahun 2017 Tentang Tentang Pedagang Besar Farmasi
7 Permenkes No 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan

8 PerKaBPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang
Baik
9 PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Kedalam Wilayah
Indonesia
10 Perkabpom No.24 Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Obat

2
11 Peraturan kepala badan pengawasan obat dan makanan Republik indonesia Nomor 40 Tahun 2013 Tentang
Pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan Obat mengandung prekursor farmasi

Hirarki Perundang-Undangan Industri Manufaktur /Distribusi Kosmetik

Tentang produksi

1. UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


2. PP No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
3. PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
4. Permenkes Ri No.1175 Tahun 2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika
5. Kepmenkes Ri No. 98 / Menkes / Sk / Ii 1994 Tentang Pengesahan Naskah Kodeks Kosmetik Indonesia Edisi Ii)
6. Perka Bpom No. Hk.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika
7. Perka Bpom Nomor: Hk. 03.42.06.10.4556 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan

Kosmetik Yang Baik


8. Perkabpom N0.18 Tahun 2015 Persyaratan Tehnis Bahan Kosmetika
9. Perkabpom No 19 Tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika
Tentang Distribusi

1 UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan


2 PP No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
3 Permenkes No.1176 No 2010 Tentang Notifikasi Kosmetika
4 Perka Bpom Hk 03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Produksi Dan Peredaran Kosmetika
5 Perkabpom No. 11 Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Dan Pemusnahan Kosmetika

6 Keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan republik indonesia nomor : HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 tentang
pedoman cara pembuatan kosmetik yang baik ( Pencatatan dan pelaporan )

3
INDUSTRI MANUFAKTUR DAN DISTRIBUSI

No ASPEK OBAT KOSMETIKA

UU NO.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Permenkes RI no.1175 Tahun 2010 Tentang
1. Definisi Produk Pasal 1 Ayat 8 Izin produksi Kosmetika
Obat adalah bahan atau paduan bahan, Pasal 1 Ayat 1
termasuk produk biologi yang digunakan untuk
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang
mempengaruhi atau menyelidiki sistem dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
luar tubuh manusia (epidermis, rambut,
penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, kuku, bibir dan organgenital bagian luar) atau
peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusiagigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah
PerKaBPOM NO.24 Tahun 2017 ttg kriteria penampilan dan/atau memperbaiki bau badan
dan tata laksana registrasi Obat atau melindungi atau memelihara tubuh pada

4
kondisi baik
Pasal 1 Ayat 2
Obat adalah obat jadi termasuk Produk
Biologi, yang merupakan bahan atau paduan
bahan digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk
manusia

2. Standar yang dipakai UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Pasal 105 Indonesia Nomor 98 / MENKES / SK / II
Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan 1994 Tentang Pengesahan Naskah Kodeks
baku obat harus memenuhi syarat farmakope Kosmetik Indonesia Edisi II)
Indonesia atau buku standar lainnya. (Bagian Memutuskan)
pengesahan naskah kodeks kosmetika
PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang indonesia edisi II Volume I sebagai persyaratan
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat mutu bahan kosmetika Yang berlaku di
Kesehatan Indonesia

Pasal 2 Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang


Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan Izin Produk Kosmetika
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk:
sediaan farmasi yang berupa bahan obat Pasal 2
dan obat sesuai dengan persyaratan dalam Persyaratan Mutu :
buku Farmakope atau buku standar Kosmetika yang beredar harus memenuhi
lainnya yang ditetapkan oleh Menteri; persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan. sesuai dengan Kodeks

5
PP RI No.72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan

Pasal 2
Kosmetika Indonesia dan persyaratan lain yang
ditetapkan oleh Menteri

PerKaBPOM N0.18 tahun 2015


Persyaratan Tehnis Bahan Kosmetika

Pasal 2 ayat 1
Bahan kosmetika harus memenuhi persyaratan
mutu sebagaimana tercantum dalam kodeks
kosmetika dan standar lain yang diakui atau
sesuai ketentuan perundang – undangan

3. Persyaratan Industri PerMenkes no.1799 tahun 2010 PerMenKes No.1175 tahun 2010 Tentang
dan Distributor Tentang Industri Farmasi Izin Produksi Kosmetika

Pasal 1 Pasal 3
Proses pembuatan obat dan atau bahan obat Pembuatan Kosmetika hanya dapat dilakukan
hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi oleh Industri Kosmetika

Pasal 8 Pasal 7
Industri Farmasi wajib memenuhi Industri farmasi dalam membuat kosmetika
persyaratan CPOB wajib menerapkan CPKB

Peraturan Kepala badan pengawas obat Peraturan Kepala badan pengawas obat

6
dan makanan Republik indonesia dan makanan Republik Indonesia Nomor
No.Hk.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 hk. 03.42.06.10.4556 tahun 2010 Tentang
Tentang Penerapan pedoman cara Petunjuk operasional Pedoman cara
pembuatan obat yang baik (BAB III) pembuatan kosmetik yang baik (BAB IV)
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat Bangunan dan fasilitas Harus dipilih lokasi
harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang bebas banjir, jauh dari tempat
yang memadai, serta disesuaikan kondisinya pembuangan sampah, tidak di tempat
dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pemukiman padat penduduk, terhindar dari
pelaksanaan operasi yang benar. pencemaran dan tidak mencemari lingkungan

Permenkes No 26 tahun 2018 Tentang Pka BPOM NO. HK.03.1.23.12.10.12459


Pelayanan perizinan berusaha terintegrasi Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis
secara elektronik sektor kesehatan Kosmetika
Pasal 5 ayat 1-3 Pasal 2
Industri Farmasi dan Industri Farmasi Bahan Persyaratan teknis
Obat diselenggarakan oleh Pelaku Usaha
nonperseorangan berupa perseroan terbatas. 1. Kosmetika yang beredar harus memenuhi
persyaratan teknis.
Pasal 6 2. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud
Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat pada ayat (1) meliputi persyaratan
Produksi Industri Farmasi dan Sertifikat keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan,
Produksi Industri Farmasi Bahan Obat dan klaim.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
terdiri atas: PerKa BPOM NO. HK.03.1.23.12.10.12459
a) Rencana Produksi Industri Farmasi atau Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis
Rencana Produksi Industri Farmasi Kosmetika
Bahan Obat; dan
b) memiliki secara tetap paling sedikit 3 Pasal 3
(tiga) orang apoteker Kosmetika harus memenuhi persyaratan
berkewarganegaraan Indonesia masing- keamanan sesuai dengan persyaratan

7
masing sebagai penanggung jawab keamanan sebagaimana tercantum dalam
pemastian mutu, produksi, dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
pengawasan mutu. Makanan tentang Kosmetika
Pasal 7
Sertifikat Distribusi Farmasi
1) Sertifikat Distribusi Farmasi diajukan
oleh PBF.
2) PBF sebagaimana dimaksud pada ayat Pka BPOM NO. HK.03.1.23.12.10.12459
diselenggarakan oleh Pelaku Usaha Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis
nonperseorangan berupa perseroan Kosmetika
terbatas atau koperasi. Pasal 4
3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat 1. Kosmetika harus memenuhi persyaratan
Distribusi Farmasi sebagaimana mutu sesuai dengan persyaratan mutu
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c sebagaimana tercantum dalam Kodeks
yaitu memiliki secara tetap apoteker Kosmetika Indonesia, standar lain yang
berkewarganegaraan Indonesia sebagai diakui, atau sesuai ketentuan peraturan
penanggung jawab
perundang-undangan.
2. Pemenuhan persyaratan mutu kosmetika
UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
Pasal 5 dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh Pasal 9 (Article 9) ASEAN Cosmetic
pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai Directive Tahun 2003 dan/atau
dengan ketentuan peraturan perundang- perubahannya.
undangan yang berlaku.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Pasal 11

8
(1) Menteri memberi izin khusus untuk
memproduksi Narkotika kepada
Industri Farmasi tertentu yang telah
memiliki izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan setelah
dilakukan audit oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
(2) Menteri melakukan pengendalian
terhadap produksi Narkotika sesuai
dengan rencana kebutuhan tahunan
Narkotika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9.

(3) Badan Pengawas Obat dan Makanan


melakukan pengawasan terhadap bahan
baku, proses produksi, dan hasil akhir
dari produksi Narkotika sesuai dengan
rencana kebutuhan tahunan Narkotika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013


Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan
Makanan Kedalam Wilayah Indonesia
Pasal 2
Ayat 1
Obat yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diedarkan adalah obat yang
telah memiliki izin edar
Ayat 2

9
Memenuhi peraturan perundangan di bidang
impor
Pasal 3
Mendapat persetujuan dari kepala badan
berupa Surat Keterangan Impor (SKI) yang
berlaku satu kali pemasukan

Pasal 4
Memiliki masa simpan paling sedikit 1/3 dari
masa simpan.
Pasal 6
Hanya dilakukan oleh pemegang izin edar atau
kuasanya

PP Nomor 72 Tahun 1998


Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
Pasal 2
Sediaan farmasi yang dimasukkan ke dalam
dan dikeluarkan dari wilayah Indonesia untuk
diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan.

Pasal 23
Pemasukan obat yang sangat dibutuhkan dalam
pelayanan kesehatan serta belum diproduksi di
Indonesia, dapat dilakukan pemasukan ke
dalam wilayah Indonesia selain oleh importir
yang telah memiliki izin sebagai importir

10
dan/atau eksportir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
serta dengan pertimbangan : Keadaan
darurat, Atas pertimbangan dari tenaga
kesehatan yang berwenang dalam pemberian
pelayanan kesehatan; Jumlahnya terbatas
sesuai dengan yang dibutuhkan dalam
pemberian pelayanan kesehatan
PerKaBPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542
Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat Yang Baik
Pasal 3
PBF, PBF Cabang, dan instalasi sediaan
farmasi yang menyelenggarakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat
Pasal 4
PBF, PBF cabang, dan instalasi sediaan
farmasi wajib menerapkan Pedoman Teknis
CDOB dan akan diberikan sertifikat CDOB

4 Jenis Izin dan Tahapan IZIN PRODUKSI : IZIN PRODUKSI :


Proses Perizinan dan Permenkes no 1799 Tahun 2010 tentang Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang
Persyaratan Tiap Tahap Industri Farmasi Izin Produksi Kosmetika
Pasal 4 Pasal 4 ayat 2 Izin Produksi
Pemberi izin diberikan oleh Direktur
1) Setiap pendirian Industri Farmasi wajib
Jenderal
memperoleh izin industri farmasi dari
Pasal 6
Direktur Jenderal. 1) Izin produksi kosmetika diberikan sesuai
2) Industri Farmasi yang membuat obat bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang

11
dan/atau bahan obat yang termasuk dalam akan dibuat.
golongan narkotika wajib memperoleh 2) Izin produksi sebagaimana dimaksud pada
izin khusus untuk memproduksi narkotika ayat (1) dibedakan atas 2 (dua) golongan
sesuai dengan ketentuan peraturan sebagai berikut:
perundang-undangan. a. golongan A yaitu izin produksi untuk
industri kosmetika yang dapat membuat
semua bentuk dan jenis sediaan
Pasal 5 kosmetika;
Persyaratan untuk memperoleh izin industri b. golongan B yaitu izin produksi untuk
farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 industri kosmetika yang dapat membuat
ayat (1) terdiri atas: bentuk dan jenis sediaan kosmetika
a. berbadan usaha berupa perseroan terbatas tertentu dengan menggunakan
b. memiliki rencana investasi dan kegiatan teknologi sederhana.
3) Bentuk dan jenis sediaan kosmetika
pembuatan obat;
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; (2) huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan
d. memiliki secara tetap paling sedikit 3
(tiga) orang apoteker Warga Negara Pasal 8
Indonesia masing-masing sebagai 1) Izin produksi industri kosmetika
penanggung jawab pemastian mutu, Golongan A diberikan dengan persyaratan:
produksi, dan pengawasan mutu; dan a. memiliki apoteker sebagai
penanggung jawab
e. komisaris dan direksi tidak pernah
b. memiliki fasilitas produksi sesuai
terlibat, baik langsung atau tidak
dengan produk yang akan dibuat;
langsung dalam pelanggaran peraturan
c. memiliki fasilitas laboratorium; dan
perundang-undangan di bidang
d. wajib menerapkan CPKB.
kefarmasian
2) Izin produksi industri kosmetika Golongan
B diberikan dengan persyaratan:
Pasal 6
a. memiliki sekurang-kurangnya tenaga
1) Untuk memperoleh izin industri farmasi teknis kefarmasian sebagai
diperlukan persetujuan prinsip. penanggung jawab;

12
2) Permohonan persetujuan prinsip b. memiliki fasilitas produksi dengan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) teknologi sederhana sesuai produk yang
diajukan secara tertulis kepada Direktur akan dibuat; dan mampu menerapkan
higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai
Jenderal.
CPKB

Pasal 8 PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan


Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) Kefarmasian
tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Pasal 9 ayat 2
Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika
harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang Apoteker sebagai penanggung jawab

Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang


Izin Produksi Kosmetika
Pasal 5
Pelaksanaan izin
Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang selama
memenuhiketentuan yang berlaku
Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang
Izin Produksi Kosmetika
Pasal 15
Pembatalan izin
Izin produksi dicabut, dalam hal:
a. atas permohonan sendiri;
b. izin usaha industri atau tanda daftar
industri habis masa berlakunya dan
tidak diperpanjang;

13
c. izin produksi habis masa berlakunya
dan tidak diperpanjang;
d. tidak berproduksi dalam jangka waktu
2 (dua) tahun berturut turut; atau
tidak memenuhi standar dan
persyaratan untuk memproduksi
kosmetika.

IZIN EDAR

Permenkes No.1176 no 2010 Tentang


NOTIFIKASI KOSMETIKA
Pasal 3
IZIN EDAR 1) Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan
setelah mendapat izin edar dari Menteri.
2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat
PerMenKes No 1010Tahun 2008 tentang
(1) berupa notifikasi.
Registrasi obat
3) Dikecualikan dari ketentuan notifikasi
Pasal 2
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi
1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia,
kosmetika yang digunakan untuk penelitian
sebelumnya harus dilakukan registrasi
2) untuk memperoleh Izin Edar; dan sampel kosmetika untuk pameran dalam
3) Izin Edar diberikan oleh Menteri; jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.
4) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar
kepada Kepala Badan; Pasal 9
5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana Permohonan yang dianggap disetujui
dimaksud pada ayat (1) untuk: sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dalam
a. Obat penggunaan khusus atas jangka waktu 6 (enam) bulan, kosmetika
permintaan dokter; yang telah dinotifikasi wajib diproduksi atau
b. Obat Donasi; diimpor dan diedarkan.
c. Obat untuk Uji Klinik;

14
d. Obat Sampel untuk Registrasi. Pasal 11
Notifikasi berlaku dalam jangka waktu 3 (tiga)
Pasal 20 tahun.
Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama memenuhi ketentuan
yang berlaku. PP NO 72 TAHUN 1998 Tentang
Pasal 21 Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alkes
Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib Pasal 9
memproduksi atau mengimpor dan Sediaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah
mengedarkan selambat-lambatnya 1 (satu) memperoleh izin edar dari menteri
tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan. UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 106
Pengujian dan penarikan kembali
PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013 1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya
Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan dapat diedarkan setelah mendapat izin
Makanan Kedalam Wilayah Indonesia edar.
2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi
Pasal 8
dan alat kesehatan harus memenuhi
Ayat 1 persyaratan objektivitas dan kelengkapan
serta tidak menyesatkan.
Pemohon yang akan mengajukan permohonan
3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar
SKI harus melakukan pendaftaran pemohon
dan memerintahkan penarikan dari
dengan mekanisme Single Sign On untuk
mendapatkan akun pendaftar berupa user ID peredaran sediaan farmasi dan alat
dan password kesehatan yang telah memperoleh izin
edar, yang kemudian terbukti tidak
Ayat 3 memenuhi persyaratan mutu dan/atau
Permohonan diajukan oleh kuasa, maka keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat
penerima kuasa harus mendapatkan surat kuasa disita dan dimusnahkan sesuai dengan
yang harus disahkan oleh notaries ketentuan peraturan perundang-undangan.

15
Pasal 13 Ayat 2
Permohonan SKI disertai dengan dokumen:
Perkabpom No. 11 Tahun 2017 Tentang
Persetujuan izin edar, sertifikat analisis, faktur Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Dan
(invoice), packing list, Bill of Lading (B/L) Pemusnahan Kosmetika
atau Air Way Bill (AWB), dan bukti
pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Pasal 3
(PNBP)
Kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan
wajib dilakukan penarikan oleh industri
kosmetik dengan kriteria:
a. Mengandung bahan dilarang.
b. Tidak memenuhi persyaratan cemaran
Permenkes Nomor
mikroba
1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang
c. Tidak memenuhi persyaratan cemaran
Pedagang Besar Farmasi
logam berat
Pasal 7
d. Mengandung bahan melebihi batas
1. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon
kadar yang diizinkan
harus mengajukan permohonan kepada
e. Kadaluarsa
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
f. Mencantumkan Penandaan yang tidak
Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
objektif, menyesatkan dan/atau berisi
Provinsi Dan Kepala Balai POM
informasi seolah-olah sebagai obat
2. Permohonan harus ditandatangani oleh
direktur/ketua dan apoteker calon
PP NO 72 TAHUN 1998 Tentang
penanggung jawab disertai dengan
kelengkapan administratif sebagai berikut: Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alkes
a. Fotokopi KTP/identitas direktur/ketua Pasal 9
b. Susunan direksi/pengurus Sediaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas memperoleh izin edar dari menteri
dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan

16
perundang-undangan dibidang farmasi
d. Akta pendirian badan hukum yang sah Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang
sesuai ketentuan peraturan perundang- Izin Produksi Kosmetika
undangan Pasal 15
e. Surat tanda daftar perusahaan Pembatalan izin
f. Fotokopi surat izin usaha perdagangan
Izin produksi dicabut, dalam hal:
g. Fotokopi nomor pokok wajib pajak
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan a. atas permohonan sendiri;
gudang b. izin usaha industri atau tanda daftar
i. Peta lokasi dan denah bangunan industri habis masa berlakunya dan tidak
j. Surat pernyataan kesediaan bekerja
diperpanjang;
penuh apoteker penanggung jawab
c. izin produksi habis masa berlakunya dan
k. Fotokopi surat tanda registrasi apoteker tidak diperpanjang;
penanggung jawab d. tidak berproduksi dalam jangka waktu 2
(dua) tahun berturut turut; atau
3. Untuk permohonan izin PBF yang akan e. tidak memenuhi standar dan persyaratan
menyalurkan bahan obat selain harus untuk memproduksi kosmetika.
memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi
surat bukti penguasaan laboratorium dan
daftar peralatan
PMK No. 1010 Tahun 2008
Tentang Registrasi Obat
Pasal 22 Ayat 2
obat yang tidak memenuhi ketentuan wajib
dilakukan penarikan oleh industri farmasi
dengan kriteria:
a. memiliki efek samping lebih besar
dibanding efektifitasnya setelah obat

17
diedarkan
b. efektifitas tidak lebih baik dari plasebo
c. tidak memenuhi persyaratan
ketersediaan hayati.

5 Fungsi/kegiatan yang ada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Perkabpom No. 11 Tahun 2017 Tentang
di industry/distributor Indonesia Nomor Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Dan
1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Pemusnahan Kosmetika
Farmasi
Pasal 3
Pasal 3 Kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan
1) Industri Farmasi dapat melakukan wajib dilakukan penarikan oleh industri
kegiatan proses pembuatan obat dan/atau kosmetik dengan kriteria:
bahan obat untuk:
a. semua tahapan; dan/atau a. Mengandung bahan dilarang.
b. sebagian tahapan. b. Tidak memenuhi persyaratan cemaran
2) Industri Farmasi yang melakukan kegiatan mikroba
proses pembuatan obat dan/atau bahan c. Tidak memenuhi persyaratan cemaran
obat untuk sebagian tahapan sebagaimana logam berat
dimaksud pada ayat (1) huruf b harus d. Mengandung bahan melebihi batas
berdasarkan penelitian dan pengembangan kadar yang diizinkan
yang menyangkut produk sebagai hasil e. Kadaluarsa
kemajuan ilmu pengetahuan dan f. Mencantumkan Penandaan yang tidak
teknologi. objektif, menyesatkan dan/atau berisi
3) Produk hasil penelitian dan informasi seolah-olah sebagai obat
pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan proses Perka BPOM HK 03.1.23.12.11.10052
pembuatan sebagian tahapan oleh Industri Tahun 2011 Tentang Pengawasan Produksi
Farmasi di Indonesia Dan Peredaran Kosmetika

Pasal 4 Ayat 1
Pengawasan

18
Pengawasan sarana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 huruf a antara lain meliputi :
a. Industri kosmetika
b. Importir kosmetika
c. Usaha perorangan / badan usaha yang
Peraturan Menteri Kesehatan Republik melakukan kontrak produksi dengan
Indonesia Nomor industri kosmetika yang telah memiliki
1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri izin produksi
Farmasi d. Distribusi penjualan kosmetika melalui
Pasal 18 media elektronik
Industri Farmasi mempunyai fungsi :
1) Pembuatan Obat dan /Bahan obat Pka BPOM HK 03.1.23.12.11.10052 Tahun
2) Pendidikan dan pelatihan 2011 Tentang Pengawasan Produksi Dan
3) Penelitian dan pengembangan Peredaran Kosmetika
Pasal 4 Ayat 2
PerMenKes No. 1010 Tahun 2008 Tentang
Pengawasan sarana distribusi sebagaimana
Registrasi Obat
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
namun tidak terbatas pada :
Pasal 22 Ayat 2
obat yang tidak memenuhi ketentuan wajib a. Distributor
dilakukan penarikan oleh industri farmasi b. Agen
dengan kriteria: c. Klinik kecantika, salon, spa
d. Swalayan, apotik, toko obat, toko
a. memiliki efek samping lebih besar
kosmetika
dibanding efektifitasnya setelah obat e. Stokis Multi Level Marketing (MLM),
diedarkan dan Pengecer
b. efektifitas tidak lebih baik dari plasebo
c. tidak memenuhi persyaratan
ketersediaan hayati.

19
Pka BPOM HK 03.1.23.12.11.10052 Tahun
2011 Tentang Pengawasan Produksi Dan
Peredaran Kosmetika
Pasal 5
Pengawasan kosmetika sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 huruf b antara lain meliputi :
a. Legalitas kosmetika
b. Keamanan, kemanfaatan, dan mutu
c. Penandaan dan kalim, dan
d. Promosi dan iklan.

PerKaBPOM NO HK.03.1.34.11.12.7542 PP RI No.72 Tahun 1998


6 Pendistribusian produk Tahun 2012 Tentang Pedoman teknis cara
distribusi obat yang baik Pasal 15
Badan usaha yang telah memiliki izin sebagai
Pasal 1 penyalur sesuai dengan ketentuan peraturan
Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya perundang-undangan yang berlaku untuk
disingkat PBF, adalah perusahaan berbentuk
menyalurkan sediaan farmasi yang berupa
badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat obat tradisional dan kosmetika
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan

Pasal 3 dan 4
PBF, PBF Cabang, dan instalasi sediaan
farmasi yang menyelenggarakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat

20
Permenkes Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang
Pedagang Besar Farmasi Pasal 2

Ayat 1
Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari
Direktur Jenderal.

Ayat 3
Setiap pendirian PBF Cabang wajib
memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang
berada.

UU No.5 Tahun 1997


Tentang Psikotropika

Pasal 8
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran
dan penyerahan

Pasal 12
(1) Penyaluran psikotropika dalam rangka
peredaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 hanya dapat dilakukan
oleh pabrik obat, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan
sediaan farmasi Pemerintah.
(2) Penyaluran psikotropika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan oleh :

21
a. Pabrik obat kepada pedagang
besar farmasi, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah, rumah sakit, dan
lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan.
b. Pedagang besar farmasi kepada
pedagang besar farmasi lain-nya,
apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi Pemerintah,
rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga
pendidikan.
c. Sarana penyimpanan sediaan
farmasi Pemerintah kepada rumah
sakit Pemerintah, puskesmas dan
balai pengobatan Pemerintah.

(3) Psikotropika golongan I hanya dapat


disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada
lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu
pengetahuan.

22
PerMenKes RI Nomor 30 Tahun 2017
Tentang Tentang Pedagang Besar Farmasi
Pasal 13
1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat
mengadakan, menyimpan dan menyalurkan
obat dan/atau bahan obat yang memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
Menteri.
2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan
obat dari industri farmasi dan/atau sesama
PBF.
3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan
bahan obat dari industri farmasi, sesama
PBF dan/atau melalui importasi.
4) Pengadaan bahan obat melalui importasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan
pengadaan obat dan/atau bahan obat dari
PBF pusat atau PBF Cabang lain yang
ditunjuk oleh PBF pusatnya.
6) PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan
pengadaan obat atau bahan obat harus
berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker penanggung jawab
dengan mencantumkan nomor SIPA

23
7 Pencatatan dan Peraturan kepala badan pengawasan obat dan Keputusan kepala badan pengawas obat dan
Pelaporan makanan Republik indonesia Nomor 40 tahun makanan republic Indonesia
2013 Tentang Pedoman pengelolaan prekursor Nomor : hk.00.05.4.3870 tahun 2003
farmasi dan Obat mengandung prekursor Tentang pedoman cara pembuatan kosmetik
farmasi yang baik
Industri Farmasi pengelola Prekursor Farmasi Dokumen Produksi
wajib membuat dan 3.1. Dokumen Induk Dokumen Induk
menyimpan catatan serta mengirimkan harus tersedia setiap diperlukan. Dokumen
laporan. ini berisi informasi :
H.2. Pencatatan dilakukan terhadap setiap a. Nama produk dan kode/nomor
tahapan pengelolaan mulai dari produk.
pengadaan, penyimpanan, pembuatan, b. Bahan pengemas yang
penyaluran, penanganan obat diperlukan dan kondisi
kembalian, penarikan kembali obat (recall), penyimpanannya.
pemusnahan, dan inspeksi c. Daftar bahan baku yang
-27- digunakan.
diri secara tertib dan akurat serta disahkan oleh d. Daftar peralatan yang digunakan.
Apoteker Penanggung e. Pengawasan selama pengolahan
Jawab Produksi dan Apoteker Penanggung dengan batasan-batasan dalam
jawab Pemastian Mutu. pengolahan dan pengemasan,
H.3. Catatan sebagaimana dimaksud pada butir bila perlu.
3.2. Catatan Pembuatan Bets
H.2 sekurang-kurangnya
a. Catatan pembuatan bets
memuat:
hendaklah disiapkan untuk
a. Nama dan nomor bets Prekursor Farmasi; setiap bets produk.
b. Bentuk dan kekuatan Prekursor Farmasi; b. Dokumen ini berisi informasi
c. Jumlah yang diterima, mengenai:
digunakan/diproduksi, disalurkan, dan sisa • Nama produk
persediaan; • Formula per bets.
d. Tujuan penggunaan; • Proses pembuatan secara
ringkas.

• Nomor bets atau kode

24
PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013 produksi.
Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan • Tanggal mulai dan selesainya
Makanan Kedalam Wilayah Indonesia pengolahan dan
pengemasan.
Pasal 21 • Identitas peralatan utama, lini
Dokumen pemasukan obat harus atau lokasi yang digunakan.
didokumentasikan dengan baik oleh pemegang • Catatan pembersihan
izin edar yang setiap saat dapat diperiksa oleh peralatan yang digunakan
petugas BPOM untuk pemrosesan .
• Pengawasan selama
pargolahan dan hasil uji
Permenkes No.1799 tahun 2010 tentang
laboratorium, seperti
Industri Farmasi
misalnya catatan pH dan
suhu saat diuji .
pasal 23 • Catatan inspeksi pada lini
1) Industri Farmasi wajib menyampaikan pengemasan
laporan industri secara berkala mengenai • Pengambilan contoh yang
kegiatan usahanya: dilakukan setiap tahap
a. sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi proses pembuatan.
jumlah dan nilai produksi setiap obat • Setiap investigasi terhadap
atau bahan obat yang dihasilkan dengan kegagalan tertentu atau
menggunakan contoh sebagaimana ketidaksesuaian.
tercantum dalam Formulir 13 terlampir; • Hasil pemeriksaan terhadap
dan produk yang sudah dikemas
b. sekali dalam 1 (satu) tahun dengan dan diberi label
menggunakan contoh sebagaimana 3.3. Catatan Pengawasan Mutu
tercantum dalam Formulir 14 terlampir. 3.3.1. Catatan setiap pengujian, hasil
2) Laporan Industri Farmasi sebagaimana uji dan pelulusan atau
dimaksud pada ayat (1) disampaikan penolakan bahan, produk
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan antara, produk ruahan dan
kepada Kepala Badan produk jadi harus disimpan.
Catatan yang dimaksud
meliputi;

25
• Tanggal pengujian.
• Identifikasi bahan
• Nama pemasok.
• Tanggal penerimaan.
• Nomor bets asli dari bahan
baku bila ada.
• Nomor bets produk yang
sedang dibuat.
• Nomor pemeriksaan mutu.
• Jumlah yang diterima.
• Tanggal sampling.
• Hasil pemeriksaan mutu.

Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010Tentang


Izin Produksi Kosmetika
Pasal 15
Pelaporan
Direktur Jenderal dapat mewajibkan industri
kosmetika memberikan laporan produksi
sesuai kebutuhan.

26
SANKSI PIDANA
8 Kemungkinan UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pelanggaran dan Sanksi Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah

UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

27
Permenkes No.1010 tahun 2008 Tentang UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Registrasi obat Pasal 201 Ayat 2
Pasal 23
Kepala Badan dapat memberikan sanksi Selain pidana denda sebagaimana dimaksud
administratif berupa pembatalan izin edar pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut: tambahan berupa:
Tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 berdasarkan data a. pencabutan izin usaha; dan/atau
terkini. b. pencabutan status badan hukum.
a. Penandaan dan promosi menyimpang
dari persetujuan izin edar
b. Tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
c. Selama 12 (dua belas) bulan berturut- PP 72 tahun 1998 Tentang Pengamanan
turut obat yang bersangkutan tidak Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
diproduksi, diimpor atau diedarkan. Pasal 76
d. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan
memproduksi atau mengedarkan dicabut. farmasi berupa kosmetika yang tidak
e. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran memenuhi persyaratan penjara paling lama 5
di bidang produksi dan/atau peredaran (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
obat. banyak Rp. 100.000.000,00

Pernenkes no.1799 tahun 2010 tentang PerKaBPOM No 19 Tahun 2015 Tentang


Industri Farmasi
Persyaratan Teknis Kosmetika
Pasal 26
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 15
Peraturan ini dapat dikenakan sanksi Sanksi Administrasi
administratif berupa: a. Peringatan tertulis;
a. peringatan secara tertulis; b. Larangan mengedarkan Kosmetika untuk
b. larangan mengedarkan untuk sementara
sementara;
waktu dan/atau perintah untuk penarikan
c. Penarikan Kosmetika yang tidak
kembali obat atau bahan obat dari
memenuhi persyaratan keamanan,
28
29
KESIMPULAN TENTANG KOSMETIK DAN OBAT

1. Izin edar untuk obat berlaku 5 tahun PMK No. 1799 Tahun 2010 Pasal 20, dan dapat diperpanjang selama memenuhi

ketentuan yang berlaku sedangkan notifikasi kosmetika berlaku 3 tahun PMK NO. 1176 Tahun 2010 Pasal 11

2. Pelaksanaan izin edar obat paling lambat setahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan sedangkan kosmetika

Pelaksanaan notifikasi dalam jangka waktu 6 bulan setelah kosmetik dinotifikasi PMK No. 1176 Tahun 2010 Pasal 9

3. Industri farmasi sekurang – kurangnya harus mempunyai 3 orang apoteker sebagai penanggungjawab Produksi,

penanggung jawab pengawasan Mutu dan apoteker pemastian mutu PMK NO 1799 tahun 2010 Pasal 13 ayat 2

sedangkan industri kosmetika cukup 1 orang apoteker penanggungjawab Permenkes No.1175 pasal 8 ayat 1

4. Persyaratan produk obat dan kosmetik sama-sama diatur oleh UU No. 36 Tahun 2009

5. Standar Obat harus memenuhi syarat Farmakope, sedangkan standar kosmetik memenuhi syarat Kodeks Indonesia

6. Industri obat harus memenuhi syarat CPOB, sedangkan industri kosmetik memenuhi syarat CPKB

7. Sarana dan proses produksi sama-sama diatur oleh PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan

Alkes

30
8. Obat dan Kosmetika yang dimasukkan dan dikeluarkan kedalam dan dari wilayah Indonesia untuk diedarkan harus

dilengkapi dengan dokumen yang menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan telah lulus dalam

pengujian dari segi mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari Instansi yang berwenang di Negara asal atau Menteri.

9 Ada 3 Jenis Iizn yaitu :


- Izin Prinsip Yaitu Izin Yang dikeluarkan sebelum izin industri, berlaku 3 tahun sampai industri farmasi siap untuk mulai
berproduksi\
- Izin Industri ,Yaitu izin produksi yang dikeluarkan oleh Dirjen POM untuk pabrik obat yang memenuhi syarat CPOB
- Izin Edar , yaitu Izin untuk Distributor obat yang telah memnuhi syarat CDOB dikeluarkan oleh Kepala BPOM berlaku 5
tahun
10 Proses pembuatan obat dilakukan oleh industri farmasi, sedangkan kosmetik dilakukan oleh Industri Kosmetik

11 Izin edar obat dikeluarkan oleh Dirjen POM PerMenKes RI Nomor 1010 Tahun 2008 dan Notifikasi kosmetika oleh

MENTERI Permenkes RI No. 1176 Tahun 2010 Pasal 3 ayat 1

12 Izin produksi OBAT DAN KOSMETIKA sama – sama di keluarkan oleh Dirjen POM

13 Industri obat dan kosmetik hanya boleh mengimport jika telah memiliki izin ekspor-impor

31

Anda mungkin juga menyukai