Anda di halaman 1dari 17

JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO.

1, MARET 2018: 27-43

Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBEBASAN PASUNG


MENURUT PERSPEKTIF BUDAYA JAWA

Imam Sunarno
Poltekkes Kemenkes Malang, Prodi Keperawatan Blitar, Jl. Dr. Soetomo, No.46 Blitar
Email : imam_sunarno@yahoo.com

Community Empowerment Model In Liberation Airborne Java Cultural Perspective

Abstract: The purpose of this study is developing model for community empowerment in airborne libera-
tion Java Cultural perspective. To disassemble the model for community empowerment in airborne
liberation cultural perspective Java. Must using two stages. The results of the research community
empowerment with the most potential for development, knowledge in acquiring stocks are health cad-
res and for the people who behave for acquiring stocks are health workers (94%), while society’s most
potential to organize and mobilize the environment to release stocks is a group of cadres health (100%).

Keywords: empowerment, community non airborne

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pemberdayaan masyarakat dalam
pembebasan pasung menurut perspektif budaya Jawa. Penelitian ini menggunakan dua tahap. Hasil
penelitian pemberdayaan masyarakat yang paling potensial untuk pengembangan, pengetahuan dalam
pembebasan pasung adalah kader kesehatan dan bagi orang-orang yang berperilaku untuk pembebasan
pasung adalah pekerja kesehatan (94%), sementara masyarakat yang paling potensial untuk mengatur
dan memobilisasi lingkungan untuk melepaskan pasung adalah kelompok kesehatan kader (100%).

Kata kunci: Pemberdayaan, Komunitas non air borne

PENDAHULUAN Berdasarkan jumlah ODGJ yang dipasung kurang


lebih 50.000 orang (Kemenkes RI, 2013).
Gangguan kesehatan jiwa berat biasanya Penderita ODGJ sebenarnya mempunyai hak
ditandai dengan tindakan perilaku kekerasan atau yang sama dengan yang lain yaitu hak untuk
perilaku amuk yang dapat membahayakan mendapatkan perawatan dan pengobatan yang
dirinya maupun lingkungan. Kondisi ini membuat lebih manusiawi, tetapi kenyataannya justru
situasi keluarga dan masyarakat sekitarnya dilakukan pemasungan. Larangan pemasungan
kurang kondusif sehingga biasanya keluarga dan menurut UU sesuai dengan amanat UU
masyarakat mengambil langkah-langkah yang Kesehatan Jiwa No. 18 Tahun 2014 ODGJ
berhubungan dengan perilaku distruktif, berhak mendapatkan perawatan dan pengobatan
selanjutnya penderita dilakukan pemasungan. yang layak dan manusiawi, dan melarang
Hal ini dapat kita lihat kasus pemasungan di Pulau pemasungan pada penderita ODGJ walaupun
Jawa masih cukup tinggi sesuai dengan data kenyataannya sampai saat ini masih banyak yang
Riskesdas Tahun 2013 jumlah prevalensi dipasung. Ketentuan pelanggaran UU, jika terjadi
gangguan jiwa berat (psikosis / skizofrenia ) pelanggaran Undang-Undang semuanya dapat
berjumlah 1,7 0/00, dari populasi atau sebanding dikenai sangsi pidana. Jumlah penderita pasung
dengan 400.000 penderita. Juga ditemukan bukannya berkurang namun kenyataannya
14,3% orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) bertambah.
atau setara dengan 57.000 jiwa pernah Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 27
mengalami pemasungan didalam kehidupannya. dan Puskesmas serta instansi terkait juga sudah

27
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 1, MARET 2018: 27-43

melakukan upaya pelepasan pemasungan,


Pelepasan ini tidak dibarengi dengan program METODE PENELITIAN
pemerintah lintas sektor dan kurang memper- Penelitian ini terdiri dari 2 tahap. Tahap I
hatikan budaya masyarakat setempat sehingga yaitu model pemberdayaan masyarakat dalam
program pembebasan pasung yang dicanangkan pembebasan pasung menurut perspektif budaya
oleh Pemerintah ini terancam gagal. Jawa yang informasinya diperoleh dari hasil : 1)
Faktor lain yang dapat mempengaruhi Survey pada keluarga, tokoh agama / tokoh
kegagalan program pembebasan pasung adalah masyarakat, kader kesehatan jiwa dan tenaga
stigma yang ada di masyarakat. Menurut kesehatan (dokter/perawat) menurut Sunrise
Goffman (1959) perilaku dikatakan menyimpang Theory yang terdiri a. Faktor Teknologi, b.
atau jahat akibat dari stigma untuk semua Faktor Agama dan Flasafah Hidup, c. Faktor
karakter dalam rangka mendiskreditkan Sosial dan Keterikatan Keluarga, d. Faktor Nilai
seseorang. Stigma adalah penamaan yang sangat Budaya dan Gaya Hidup, e. Faktor Kebijakan
negatif kepada seseorang / kelompok sehingga dan Peraturan yang Berlaku, f. Faktor Ekonomi,
mampu mengubah secara radikal konsep diri dan g. Faktor Pendidikan, 2) Survey ini dilakukan
identitas sosial mereka. Adanya stigma akan dalam rangka analisis laporan kasus pemasungan
membuat seseorang atau sebuah kelompok ke Puskesmas atau Dinas Kesehatan. 3) Nomi-
negatif dan diabaikan, sehingga mereka disisihkan nal Group Technique digunakan untuk mencari
secara sosial. jalan keluar (Problem Solving) dari perma-
Untuk mengatasi permasalahan diatas salahan penemuan ODGJ yang dipasung,
diperlukan langkah-langkah kebijakan pembe- sehingga diharapkan muncul model pengem-
basan pasung dengan meningkatkan peran serta bangan penemuan kasus pemasungan baru.
masyarakat secara aktif yang disesuaikan dengan Tahap II terdiri dari implementasi dan
budaya masyarakat setempat agar program ini evaluasi efektifitas model penemuan dan
dapat diterima dan diterapkan untuk membe- pembebasan pasung yang terbentuk. Menguji
baskan pemasungan ODGJ di wilayah Jawa. efektifitas dan penilaian model sistem penemuan
Masyarakat yang dimaksud adalah mulai dan cara pembebasan pasung dengan
Pemerintah, keluarga, penderita, dan kelompok pemberdayaan masyarakat baik tingkat
penjamu perlu diberdayakan untuk bersama- Keluarga, Tokoh Agama (TOGA)/ Tokoh
sama mendukung pembebasan penderita yang Masyarakat (TOMA), Kader Keswa, tenaga
dipasung. Peran budaya masyarakat disini sangat kesehatan yang dihasilkan dari tahap I
penting sebagai rasa tanggung jawab dan menggunakan rancangan percobaan lapangan
keterlibatan sebagai pemimpin (Ing Ngarso), post test only control group design dengan
sebagai pelaksana (Ing Madyo) dan sebagai memakai 2 kelompok perlakuan dan kontrol.
pendukung (Tut Wuri) dalam membebaskan Penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen
pasung yang dilakukan secara gotong royong atau cross sectional pada masyarakat wilayah
oleh masyarakat. Kota Blitar. Populasi yang digunakan adalah
Tujuan penelitian ini adalah untuk seluruh masyarakat (Keluarga, TOGA / TOMA,
mengembangkan model pemberdayaan Kader Keswa, Tenaga Kesehatan) yang ada
masyarakat dalam pembebasan pasung di diwilayah kota Blitar yang aktif berpartisipasi
wilayah Kota Blitar. dalam kegiatan penanganan gangguan jiwa yang
dipasung dan pembebasan pasung dengan jumlah

28 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

150 sampel
Pengumpulan data yang dilakukan dengan HASIL PENELITIAN
menggunakan observasi dan kuesioner. Data Diskripsi daerah Blitar ini diberikan secara
yang diperoleh dari instrument pengumpulan relatif singkat dan menyangkut hal-hal yang
data dikumpulkan dalam lembar pengumpul berkaitan langsung dengan perspektif budaya
data, kemudian dikoding sesuai lembar kode Jawa dan kesehatan masyarakat Blitar. Blitar
data yang sudah dibuat. Kemudian data dibagi dalam wilayah Kota dan wilayah
dimasukkan (di entry) ke dalam komputer. Data Kabupaten yang masing-masing memiliki pusat
kuantitatif yang sudah diolah disajikan secara pemerintahan sendiri. Tujuannya adalah agar
tabular dan tekstuler. Data analisis data secara uraian hasil analisis terhadap data pada bab
deskriptif dengan penilaian terhadap unsur : 1) selanjutnya dapat lebih dipahami. Gambaran
Pengembangan kemampuan masyarakat untuk umum wilayah Kota Blitar merupakan sebuah
melepaskan penderita yang dipasung, 2) data dasar yang digunakan sebagai acuan dalam
Mengubah perilaku masyarakat untuk penyusunan perencanaan pembangunan
membebaskan penderita dari pemasungan, 3) kesehatan yang evidence based, sehingga
Mengorganisir diri masyarakat untuk bersatu perencanaan program maupun kegiatan bidang
padu membebaskan penderita dari pemasungan. kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Data Primer yang dikumpulkan berdasarkan dan kondisi faktual di wilayah Kota Blitar.
kasus ODGJ yang dilakukan pemasungan dan Blitar merupakan daerah bumi Bung Karno
pembebasan pasung yang dilaporkan oleh sebab tempat Proklamator tumbuh dan
masyarakat (keluarga, TOGA / TOMA, Kader berkembang sejak kecil sampai dewasa terbukti
Keswa, Tenaga Kesehatan) ke Puskesmas atau dari prasasti batu bertulis di makam Proklamator
Dinas Kesehatan Kota Blitar sebagai kelompok desa Bendogerit dan Istana Gebang. Blitar disebut
intervensi maupun kelompok kontrol. Data juga Kota Lahar sebab secara periodik terkena
Sekunder yang dikumpulkan berdasarkan lahar dari gunung berapi yaitu Gunung Kelud yang
kependudukan dan indikator kasus ODGJ yang berada di sebelah utara Kabupaten Blitar
dipasung di wilayah Puskesmas Kota Blitar berbatasan dengan Kabupaten Kediri. Blitar
Tahun 2015, yang digunakan untuk menjamin terdapat situs peninggalan tempat pemujaan dari
homogenitas kelompok intervensi dan kontrol. Kerajaan Mojopahit yaitu Candi Penataran. Blitar
Data penelitian disajikan dalam bentuk tabel, tempat pemakaman Raden Wijaya sebagai raja
kemudian dilakukan analisis uji efektifitas model Mojopahit pertama, yang terdapat situs
dengan membandingkan luaran/output peninggalan Candi Simping di wilayah
kelompok intervensi dan kontrol. Data Kademangan. Blitar merupakan tempat
perubahan perilaku sebelum dan sesudah perjuangan tokoh spiritual agama Islam yaitu Syeh
intervensi dianalisis dengan menggunakan uji Subakir, dimakamkan di wilayah Penataran
Structural Equation Modeling (SEM) untuk pernah berjasa menanam tumbal di tanah Jawa.
membuktikan ada tidaknya perubahan setelah Blitar merupakan tempat perjuangan tokoh
intervensi. Kelompok intervensi dan kontrol pejuang dari keraton Mataram untuk melawan
dibandingkan luaran berupa jumlah dan proposi penjajah Belanda, dengan situs peninggalan
suspek penemuan dan pembebasan pasung. tempat peristirahatan Eyang Jugo yang terdapat
Tempat dan waktu penelitian di wilayah kerja di Kesamben. Blitar tempat perjuangan
Dinkes Kota Blitar mulai bulan Mei 2016 sampai pembebasan bangsa dan negara dari penjajahan
dengan September 2016.

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 29


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 1, MARET 2018: 27-43

Jepang dengan peninggalan tentara PETA yang diukur dengan umur harapan hidupnya, oleh
Supriyadi. Blitar memiliki Pusaka Daerah yang karena itu segala upaya dilakukan agar seluruh
bernama Gong Kyai Pradah yang disimpan di lapisan masyarakat mendapatkan pelayanan
wilayah Lodoyo. kesehatan secara mudah dan merata. Upaya yang
Kota Blitar merupakan wilayah terkecil dilakukan pemerintah antara lain dengan
kedua di Propinsi Jawa Timur setelah Kota membangun dan melengkapi sarana dan
Mojokerto. Terletak pada koordinat 112o114’– prasarana kesehatan serta meningkatkan mutu
12o28’ Bujur Timur dan 8o2’–8o10’ Lintang pelayanan dibidang kesehatan, selain itu
Selatan atau tepatnya terletak sekitar 160 km pemerintah juga mengupayakan pelayanan
sebelah selatan Kota Surabaya, ibukota Propinsi kesehatan gratis bagi mereka yang tidak mampu
Jawa Timur. Suhu udara rata-rata berkisar pada melalui program Jamkesmas dan Jamkesda.
29oC dengan type iklim C-3. Kondisi seperti Umur harapan hidup untuk kota Blitar pada tahun
menjadikan Kota Blitar sebagai sebuah daerah 2010 adalah 72, 7 tahun (data BPS kota).
yang nyaman untuk dijadikan tempat hunian dan Puskesmas sampai dengan tahun 2010,
peristirahatan. Luas wilayah Kota Blitar adalah jumlah Puskesmas yang ada di Kota Blitar sebesar
± 32, 578 km2, terdiri atas 3 (tiga) kecamatan, 3 unit dengan 2 Puskesmas Perawatan. Hal ini
21 Kelurahan. berarti untuk Kota Blitar rata-rata 1 Puskesmas
Jumlah penduduk Kota Blitar tahun 2010 Tabel 3. Pengembangan Kemampuan Masyarakat
sebanyak 139. 971 jiwa dengan komposisi untuk Melepaskan Penderita Pasung
penduduk laki-laki dan perempuan tidak
berbeda jauh jumlahnya, penduduk laki-laki Jumlah
Kemampuan %
masih lebih kecil sejumlah 69. 855 jiwa
sedangkan penduduk perempuan sejumlah 70. Tinggi 134 136 90
Cukup 14 7 7
116 jiwa. Distribusi penduduk terbesar adalah
Rendah 2 7 3
pada kelompok umur 15-19 tahun 16. 286 jiwa. Total 150 150 100
Salah satu indikator keberhasilan pem-
bangunan adalah kualitas kesehatan masyarakat
Tabel 4. Mengubah Perilaku Masyarakat untuk
Membebaskan Penderita dari Pemasungan
Tabel 1. Distribusi Umur Responden
Jumlah %
Perilaku
Umur n %
< 25 Tahun 7 5 Tinggi 132 116 118 81
26 – 45 Tahun 70 46 Cukup 13 21 19 12
46 – 60 Tahun 59 39 Rendah 5 13 13 7
> 61 Tahun 14 10 Total 150 150 150 100
Total 150 100
Tabel 5. Kemampuan Mengorganisir Diri dan
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Masyarakat untuk Membebaskan Penderita
Pendidikan dari Pemasungan
Pendidikan n % Mengorganisir n %
Dasar 42 28 Tinggi 140 94
Menengah 65 43 Cukup 7 4
Tinggi 43 29 Rendah 3 2
Total 150 100 Total 150 100

30 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

di Kecamatan harus bisa melayani 44. 513 jiwa.


Rumah Sakit. Di Kota Blitar ada 1 rumah sakit
pemerintah yang mampu memberikan pelayanan
memadai karena telah dilengkapi dengan tenaga
dana sarana prasarana yang cukup lengkap.
Selain rumah sakit pemerintah, di kota Blitar
terdapat 3 rumah sakit swasta yang siap melayani
masyarakat Kota Blitar dan sekitarnya. Rumah
Sakit Pemerintah di Kota Blitar sudah
terakreditasi Paripurna.

PEMBAHASAN
Berdasarkan gambar 1 terdapat variabel
yang tidak signifikan dengan nilai pengaruh Gambar 1. Nilai Pengaruh Setiap Variabel
Berdasarkan Hasil Analisis Menggunakan
sebesar 0,00, selanjutnya dilakukan analisis
PLS Student versi 3.6.023
lanjutan dengan menghilangkan variabel yang
memiliki pengaruh 0,00 sebanyak tiga kali. Hasil
analisis terakhir yaitu keempat dihasilkan nilai
pengaruh setiap variabel lebih besar dari 0,00.
Hal ini dapat diketahu pada Gambar 2. Nilai hasil
analisis keempat seperti tabel 6.
Sesuai hasil akhir analisis besar pengaruh
seluruh variabel terhadap variabel Y3 (meng-
organisir masyarakat untuk membebaskan
penderita dari pemasungan) sebesar 0,174
berarti seluruh variabel berpengaruh sebesar
17,4% sedangkan sebesar 82,6% dipengaruhi
faktor lain yang tidak diteliti. Gambar 2. Nilai Akhir Pengaruh (Analisis
Baik umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, Keempat) setiap Variabel Berdasarkan
bekerja, lama bekerja dari masyarakat Hasil Analisis Menggunakan
berpengaruh pada Y2 (mengubah perilaku untuk PLS Student versi 3.6.023
membebaskan penderita dari pemasungan)
sebesar 0,04 F3 – Faktor Sosial dan Keterikatan
F1 – Faktor Tehnologi. Kemajuan tehnologi Keluarga. Kemajuan Sosial dan Keterikatan
dalam budaya berpengaruh pada Y2 (mengubah Keluarga dalam budaya berpengaruh pada Y1
perilaku untuk membebaskan penderita dari (mengembangkan kemampuan masyarakat untuk
pemasungan) sebesar -0,03 melepaskan penderita pasung) sebesar 0,03 dan
F2 – Faktor Agama dan Filsafat Hidup . pada Y2 (mengubah perilaku untuk membebas-
Kemajuan Agama dan Filsafat Hidup dalam kan penderita dari pemasungan) sebesar -0,07
budaya berpengaruh pada Y1 (mengembangkan F4 – Faktor Nilai Budaya dan Gaya Hidup.
kemampuan masyarakat untuk melepaskan Kemajuan Nilai Budaya dan Gaya Hidup dalam
penderita pasung) sebesar 0,03. budaya berpengaruh pada Y1 (mengembangkan

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 31


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 1, MARET 2018: 27-43

Tabel 6. Tabel Nilai Akhir Pengaruh (Analisis Keempat) Setiap Variabel Penelitian

Variabel Tergantung
Variabel bebas Y1 Y2 Y3
Kemampuan Perilaku Organisir
Masyarakat 0,04
F1 – Faktor Tehnologi -0,03
F2 – Faktor Agama dan Filsafat Hidup 0,03
F3 – Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga 0,03 -0,07
F4 – Faktor Nilai Budaya dan Gaya Hidup -0,07 -0,04
F5 – Faktor Kebijakan dan Peraturan yang
0,01 0,05
berlaku
F6 – Faktor Ekonomi 0,97 2,84
F7 – Faktor Pendidikan -0,07 -0,43
Y1 – Pengembangan Kemampuan Masyarakat
-2,39 0,31
untuk melepaskan penderita pasung
Y2 – Mengubah perilaku masyarakat untuk
0,25
membebaskan penderita dari pemasungan

Gambar 3. Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembebasan Pasung


Menurut Perspektif Budaya

32 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

Tabel 7. Hasil Evaluasi Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembebasan Pasung


Menurut Perspektif Budaya Jawa
TOGA/ Kader Petugas
Uraian Keluarga
TOMA Kesehatan Kesehatan
Pengembangan kemampuan masyarakat
cukup sedang tinggi tinggi
untuk melepaskan pasung
Melakukan pembebasan penderita yang
tinggi sedang sedang tinggi
dipasung
Menggerakkan masyarakat untuk
cukup tinggi tinggi sedang
membebaskan penderita dari pemasungan

kemampuan masyarakat untuk melepaskan membebaskan penderita dari pemasungan dalam


penderita pasung) sebesar -0,07 dan pada Y2 Budaya berpengaruh pada Y3 (mengorganisir
(mengubah perilaku untuk membebaskan masyarakat untuk membebaskan penderita dari
penderita dari pemasungan) sebesar -0,04 pemasungan) sebesar 0,25
F5 – Faktor Kebijakan dan Peraturan yang
berlaku. Kemajuan Kebijakan dan Peraturan Tahap I – Implementasi
yang berlaku dalam budaya berpengaruh pada Setelah model pemberdayaan masyarakat
Y1 (mengembangkan kemampuan masyarakat dalam pembebasan pasung menurut perspektif
untuk melepaskan penderita pasung) sebesar budaya jawa diimplementasikan pada keluarga
0,01 dan pada Y2 (mengubah perilaku untuk yang memiliki anggota yang sedang dipasung yang
membebaskan penderita dari pemasungan) berada di UPTD Kepanjenkidul, UPTD
sebesar 0,05 Sananwetan dan UPTD Sukorejo didapatkan
F6 – Faktor Ekonomi. Kemajuan Ekonomi dari keluarga siap jika anggota keluarganya
dalam budaya berpengaruh pada Y1 (mengem- dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa dengan harapan
bangkan kemampuan masyarakat untuk untuk pembiayaan secara gratis. Keluarga merasa
melepaskan penderita pasung) sebesar 0,97 dan lebih senang dengan adanya kunjungan oleh
pada Y2 (mengubah perilaku untuk membebas- petugas dan penanganan petugas kesehatan
kan penderita dari pemasungan) sebesar 2,84 untuk melakukan perawatan dan pengobatan
F7 – Faktor Pendidikan. Kemajuan Pendi- pada ODGJ yang selama ini keluarga merasa
dikan dalam budaya berpengaruh pada Y1 sangat disibukkan dalam merawat penderita
(mengembangkan kemampuan masyarakat untuk sehingga dilakukan pemasungan dan untuk
melepaskan penderita pasung) sebesar -0,07 dan selanjutnya siap untuk dibebaskan jika ada
pada Y2 (mengubah perilaku untuk membebas- bantuan petugas.
kan penderita dari pemasungan) sebesar -0,43 Dari unsur Kader Kesehatan Jiwa berharap
Y1 – Pengembangan Kemampuan Masya- ada petunjuk tehnis langkah-langkah yang harus
rakat untuk melepaskan penderita pasung dalam dilakukan untuk membantu keluarga didalam
Budaya berpengaruh pada Y2 (mengubah membebaskan pemasungan pada ODGJ untuk
perilaku untuk membebaskan penderita dari mendapatkan perawatan yang lebih layak. Kader
pemasungan) sebesar -2,39 dan pada Y3 merasa siap membantu jika diperlukan bersama
(mengorganisir masyarakat untuk membebaskan dengan tenaga kesehatan dengan seijin keluarga
penderita dari pemasungan) sebesar 0,31 untuk mengambil langkah-langkah pembebasan
Y2 – Mengubah perilaku masyarakat untuk pemasungan. Dari TOGA/TOMA bersedia

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 33


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 1, MARET 2018: 27-43

untuk mengkoordinir masyarakat dan memberi- teknologi. Ilmu dan teknologi sebagai kerangka
kan wawasan kepada keluarga maupun kebudayaan dapat dilihat, pertama sebagai
lingkungan agar kasus pemasungan yang ada di kekuatan produksi, kedua sebagai ideologi yang
wilayahnya segera dibebaskan dan mendapat didalam termasuk politik, ketiga sebagai
perawatan yang semestinya. Dari Petugas kerangka kebudayaan modern, dan keempat
Kesehatan, petugas siap melaksanakan mencari relevansi bagi pembangunan Indonesia
pembebasan pasung jika semua persyaratan (Wartaya, 1987).
kelengkapan administrasi yang berasal dari Hal ini sesuai dengan pendapat peneliti
keluarga penderita maupun kesiapan rombongan bahwa tehnologi yang tinggi dalam budaya
beserta alat transportasi/ ambulan sudah berhasil masyarakat mempengaruhi karakteristik seluruh
dikoordinasikan dan tidak berbenturan dengan anggota masyarakatnya karena perkembangan
kegiatan yang lain. ilmu pengetahuan dan tehnologi yang ada di
masyarakat tumbuh dan berkembang berdasar-
Tahap II – Evaluasi kan kemajuan yang diterapkan oleh masyarakat,
Model pemberdayaan masyarakat dalam diadopsi oleh masyarakat dijaga dan dilakukan
pembebasan pasung dapat dinilai berdasarkan oleh masyarakat.
evaluasi sistim kemampuan melepas pasung, Faktor agama dan falsafah hidup terhadap
melakukan pembebasan pasung, penggerakan karakteristik masyarakat sesuai fakta diatas,
masyarakat dalam pembebasan pasung. bahwa faktor agama dan falsafah hidup yang
Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak terdapat tinggi dari unsur Keluarga sebesar 57%, pada
kesulitan dalam mengaplikasikan model yang TOGA/TOMA sebesar 74%, pada Kader
efektif dalam pembebasan pasung. Kesehat an sebesar 73%, pada Tenaga
Faktor transkultural dalam masyarakat Kesehatan sebesar 70%, rata-rata jumlah
(Keluarga, TOGA/TOMA, Kader Kesehatan, pengaruh budaya dari faktor agama dan falsafah
Tenaga Kesehatan) terhadap karakteristik hidup sebesar 68% sedangkan yang cukup
masyarakat. Faktor tehnologi yang tinggi dalam sebesar 15% dan yang rendah 17%.
budaya terhadap kelompok Keluarga sebesar Hal ini sesuai dengan teori Suwarno Imam
85%, pada TOGA/TOMA sebesar 81%, pada S. dalam bukunya Konsep Tuhan, Manusia,
Kader Kesehatan sebesar 91%, pada Tenaga Mistik dalam berbagai kebatinan Jawa halaman
Kesehatan sebesar 96% dan total rata-rata 57 kebudayaan spiritual Jawa menyatakan
jumlah faktor tehnologi yang tinggi sebesar 88%, kepercayaan spiritual dalam kehidupan manusia
sedangkan rata-rata jumlah faktor tehnologi yang di Dunia sudah diatur oleh alam semesta sehingga
cukup hanya 6% dan yang rendah hanya 6%. tidak sedikit manusia bersikap nrimo (menerima)
Menurut Koentjaraningrat (1994) unsur- dan menyerahkan diri kepada takdir.
unsur kebudayaan yang ada di dunia ini adalah; Hal ini sejalan dengan pendapat Niels
sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan Mulder (1980), bahwa orang Jawa
organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, berpandangan segala sesuatu itu pada hakikatnya
bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian adalah satu, yaitu satu kesatuan hidup. Oleh
hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. karenanya kehidupan manusia selalu terpaut
Dari ketujuh unsur tersebut yang akan dalam kesatuan kosmos alam raya yang bersifat
menjadi telaahan adalah sistem pengetahuan religius. Faktor agama dan falsafah hidup dalam
khususnya ilmu pengetahuan dan sistem budaya masyarakat terhadap karakteristik

34 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

masyarakat kurang signifikan karena hanya 68%. masyarakat yang signifikan sebesar 78%.
Hal ini disebabkan karena masyarakat Menurut Kluckhohn mengenai lima masalah
beranggapan bahwa faktor agama dan falsafah dasar dalam hakekat hidup terkait dengan nilai
hidup ini merupakan kebutuhan universal sehingga budaya dan gaya hidup manusia menyatakan
karakter masyarakat antara kelompok Keluarga hidup itu buruk tetapi manusia wajib berikhtiar
TOGA/TOMA, Kader Kesehatan, Tenaga supaya hidup itu menjadi baik (Hills, 2002).
Kesehatan sama-sama memiliki hubungan Sejalan dengan fakta dan teori diatas bahwa
vertikal yang baik antara kelompok satu dengan budaya masyarakat Blitar didalam mengatasi
yang lain sesuai dengan keyakinannya masing- masalah dasar didalam kehidupan (hakekat
masing. hidup) bahwa kondisi penderita yang sedang
Faktor sosial dan keterikatan keluarga dipasung adalah kondisi kehidupan yang buruk.
terhadap karakteristik masyarakat sesuai fakta Sehingga masyarakat berkeyakinan dengan
diatas, bahwa faktor sosial dan keterikatan berupaya melakukan melepaskan penderitaan
keluarga yang tinggi dari unsur Keluarga sebesar ODGJ yang dipasung dan diberikan pelayanan
80%, pada TOGA/TOMA sebesar 75%, pada perawatan dan pengobatan yang lebih manusiawi
Kader Kesehatan sebesar 72%, pada Tenaga menjadi kondisinya lebih baik sehingga penderita
Kesehatan sebesar 79%, rata-rata jumlah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya baik
pengaruh budaya dari faktor sosial dan didalam bersosial menggunakan bahasa yang
keterikatan keluarga sebesar 76% sedangkan digunakan dengan orang lain, memenuhi
yang cukup sebesar 9% dan yang rendah 15%. kebutuhan makan dan minumnya, serta
Faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam melakukan aktivitas sehari-hari sebagai orang
budaya masyarakat terhadap karakteristik yang sehat dan mendapat perlakukan yang lebih
masyarakat yang signifikan sebesar 76%. wajar.
Menurut Koentjaraningrat menyatakan, dalam Faktor kebijakan dan peraturan yang
tingkah lakunya manusia yang hidup dalam suatu berlaku terhadap karakteristik masyarakat sesuai
kebudayaan akan berpedoman kepada tokoh- fakta diatas, bahwa faktor kebijakan dan
tokoh pemimpin, orang senior, atau atasan. peraturan yang berlaku yang tinggi dari unsur
Kebudayaan lain lebih mementingkan hubungan Keluarga sebesar 86%, pada TOGA/TOMA
horizontal antara manusia dengan sesamanya, sebesar 91%, pada Kader Kesehatan sebesar
sehingga mereka akan sangat merasa tergantung 89%, pada Tenaga Kesehatan sebesar 93%,
kepada sesamanya (berjiwa gotong royong). rata-rata jumlah pengaruh budaya dari faktor
Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup kebijakan dan peraturan yang berlaku sebesar
terhadap karakteristik masyarakat sesuai fakta 90% sedangkan yang cukup sebesar 8% dan
diatas, bahwa faktor nilai-nilai budaya dan gaya yang rendah 2%. Faktor kebijakan dan
hidup yang tinggi dari unsur Keluarga sebesar peraturan yang berlaku dalam budaya
75%, pada TOGA/TOMA sebesar 74%, pada masyarakat terhadap karakteristik masyarakat
Kader Kesehatan sebesar 76%, pada Tenaga tinggi signifikan karena sebesar 90%. Sesuai
Kesehatan sebesar 85%, rata-rata jumlah dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No.
pengaruh budaya dari faktor nilai-nilai budaya 460/11166/031/2014 tentang Pembebasan
dan gaya hidup sebesar 78% sedangkan yang Korban Penderita Skizofrenia yang dipasung.
cukup sebesar 13% dan yang rendah 9%. Dalam bidang pelayanan saat ini jumlah
Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan
dalam budaya masyarakat terhadap karakteristik pelayanan kesehatan jiwa makin bertambah.

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 35


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 1, MARET 2018: 27-43

Diharapkan hal ini akan memudahkan ODGJ keuntungan. Kehidupan ekonomi dalam
mendapat pengobatan sehingga mengurangi masyarakat pra industri diatur oleh resiprositas
pemasungan. dan redistribusi.
Sejalan dengan surat edaran Gubernur Jawa Mekanisme pasar tidak dibolehkan untuk
Timur, di kota Blitar dibentuk Tim Pelaksana mendominasi kehidupan ekonomi, oleh karena
Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) kota itu permiantaan dan penawaran bukan sebagai
Blitar. Ada 16 anggota yang terlibat dalam pembentuk harga tetapi lebih kepada tradisi atau
kepengurusan, baik SKPD pemerintah maupun otoritas politik. Sebaliknya dalam masyarakat
non-pemerintah. Salah satu diantaranya modern, “pasar yang menetapkan harga” diatur
Bapemas, Bappeda, Dinas Sosial dan Tenaga oleh suatu logika baru, yaitu logika yang
Kerja, para camat dan lurah se Kota Blitar, menyatakan bahwa tindakan ekonomi tidak mesti
kepolisian, TNI, prodi keperawatan, koordinator melekat dalam masyarakat.
LSM se kota Blitar dan lainnya. Kebijakan dan Berdasarkan fakta dan t eori diatas
peraturan yang berlaku yang didukung oleh surat menunjukkan bahwa pekerjaan klien dan tingkat
keputusan / surat edaran dari Provinsi tingkat I sosial ekonomi dari keluarga, tabungan yang
sampai dengan pembentukan tim TPKJM tingkat dimiliki oleh keluarga ikut membantu menentukan
kota Blitar mendorong masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat didalam pembiayaan
mengembangkan diri untuk menambah pengobatan bagi ODGJ dan perawatan serta
pengetahuan dan mengubah perilakunya didalam pengobatan baik pada saat pembebasan pasung
pembebasan pasung dan melakukan koordinasi maupun saat pengobatan di Rumah Sakit Jiwa
bersama-sama baik mulai keluarga, tokoh dan pasca pengobatan (sepulang dari Rumah
masyarakat dan tokoh agama, kader kesehatan Sakit) dan sejumlah 33% masyarakat sosial
jiwa dan tenaga kesehatan untuk melakukan ekonominya rendah dengan adanya program
pembebasan pemasungan dan mengikuti pemerintah melalui asuransi kesehatan / BPJS
peraturan kebijakan untuk perawatan dan dan pengobatan gratis sangat membantu
pengobatan di Puskesmas maupun di Rumah masyarakat didalam melakukan perawatan dan
Sakit Jiwa setelah dibebaskan dari pemasungan. pengobatan penderita gangguan jiwa (ODGJ)
Faktor ekonomi terhadap karakteristik sehingga tidak mengkhawatirkan dalam segi
masyarakat sesuai fakta diatas, bahwa faktor ekonomi untuk melakukan langkah-langkah
ekonomi yang tinggi dari unsur Keluarga sebesar pembebasan pasung.
58%, pada TOGA/TOMA sebesar 68%, pada Faktor pendidikan terhadap karakteristik
Kader Kesehatan sebesar 73%, pada Tenaga masyarakat sesuai fakta diatas, bahwa faktor
Kesehatan sebesar 66%, rata-rata jumlah pendidikan yang tinggi dari unsur Keluarga
pengaruh budaya dari faktor ekonomi sebesar sebesar 62%, pada TOGA/TOMA sebesar
67% sedangkan yang cukup sebesar 15% dan 76%, pada Kader Kesehatan sebesar 71%, pada
yang rendah 19%. Faktor ekonomi dalam Tenaga Kesehatan sebesar 70%, rata-rata jumlah
budaya masyarakat terhadap karakteristik pengaruh budaya dari faktor pendidikan sebesar
masyarakat yang signifikan sebesar 67%. 69% sedangkan yang cukup sebesar 17% dan
Menurut Polanyi et al., (1957) ekonomi yang rendah 13%.
dalam masyarakat pra industri melekat dalam Faktor pendidikan dalam budaya masya-
institusi-institusi sosial, politik dan agama. Ini rakat terhadap karakteristik masyarakat yang
berarti bahwa fenomena seperti perdagangan, signifikan sebesar 69%. Pendidikan secara
uang dan pasar diilhami tujuan selain dari mencari praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai

36 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

budaya. Dalam menjaga dan melestarikan manusia (Leininger, 2002).


kebudayaan sendiri, secara proses mentransfer- Berdasarkan fakta dan teori diatas, budaya
nya yang paling efektif dengan cara pendidikan. masyarakat khususnya budaya Jawa sangat
Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena berpengaruh pada model pemberdayaan dalam
saling melengkapi dan mendukung antara satu pembebasan pasung. Walaupun tidak semua
sama lainnya. Tujuan pendidikan pun adalah unsur budaya berpengaruh pada pemberdayaan
melestarikan dan selalu meningkatkan kebu- namun sebagian besar berpengaruh pada
dayaan itu sendiri, dengan adanya pendidikanlah masyarakat.
kita bisa mentransfer kebudayaan itu sendiri dari Analisis permasalahan pemberdayaan
generasi ke generasi selanjutnya (Carter, 1973). masyarakat dalam pembebasan pasung.
Menurut Dewey (2007), pendidikan Berdasarkan hasil Nominal Group Technique
merupakan suatu proses pengalaman. Karena yang dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2016
kehidupan merupakan pertumbuhan, maka hari Sabtu dari kelompok Masyarakat baik dari
pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin Keluarga ODGJ yang dipasung, TOGA / TOMA,
manusia tanpa dibatasi oleh usia. Proses Kader Kesehatan Jiwa dan Tenaga Kesehatan
pertumbuhan adalah proses penyesuaian pada didapatkan permasalahan dalam pembebasan
setiap fase dan menambah kecakapan dalam pasung seperti yang diungkap oleh masing-masing
perkembangan seseorang melalui pendidikan. kelompok sebagai berikut :
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah
suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak- Kelompok keluarga ODGJ yang dipasung
anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan Permasalahan yang dirasakan saat ini jika
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada penderita dilepaskan dari pemasungan terdapat
peserta didik agar sebagai manusia dan anggota kekhawatiran seperti mengancam, mutilasi sambil
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan memegang barang agar bisa memukul, mengamuk
kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya. dan menyalahkan orang lain jika dilepas dari
Berdasarkan fakta dan teori diatas tingkat pemasungan, ingin dilepas asalkan ada barang
pendidikan masyarakat yang tinggi sebesar 69% yang diminta, akan membuang barang jika diberi
artinya bahwa pendidikan berpengaruh pada emas, ketika makan biasanya akan melempar
pemberdayaan masyarakat dalam membebaskan piring dan gelas ke dinding ataupun ke orang lain,
penderita dari pemasungan baik pada tingkat dipasung menggunakan rantai, biasanya
persiapan maupun pelaksanaan sampai dengan mengamuk dengan cara memukul atau menarik-
paska pengobatan dari Rumah Sakit Jiwa. narik rambut, tidak mau meminum obat karena
Hal ini sesuai dengan teorinya Leininger rahang mulut terasa kaku dan obat langsung
(2002) menyatakan bahwa suatu area/wilayah dibuang, keluarga khawatir jika dilepas akan
keilmuwan budaya pada proses belajar dan mengganggu orang lain seperti kencing dimana-
praktek keperawatan yang fokus memandang mana, merusak lingkungan dengan cara mencabut
perbedaan dan kesamaan diantara budaya tanaman tetangga ataupun memasukkan barang-
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit barang kedalam sumur tetangga, tekanan dari
didasarkan pada nilai budaya manusia, keinginan anak dan keinginan orang tua yang
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan berbeda akhirnya terjadi gangguan jiwa dan
untuk memberikan asuhan keperawatan dilakukan pemasungan.
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada Hal yang perlu dilakukan jika ODGJ dilepas
dari pemasungan adalah melakukan pengobatan

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 37


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 1, MARET 2018: 27-43

yang teratur dan rujukan jika memungkinkan, terkait penanganan supaya tidak dilakukan
serta dibawa ke RS Jiwa hingga sembuh agar pemasungan, karena masih ada penanganan
mau minum obat lagi, karena jika di rumah tidak medis yang paling efektif untuk bisa menangani
mau minum obat dan alangkah lebih baik jika masalah tersebut. Memberikan informasi terkait
Puskesmas yang merujuk ke RS Jiwa. UUD, tentang hukum pidana.
Pengobatan yang dilakukan harus rutin dan Bersama-sama mempengaruhi pendapat
dikasih kesibukan atau pekerjaan agar tidak keluarga dengan memberi masukan, dan memberi
teringat dengan masa lalu, jangan diasingkan atau dorongan motivasi. Berkomitmen bersama bahwa
dikucilkan dari lingkungan masyarakat, selalu ada sebagai tokoh masyarakat untuk mengupayakan
pendampingan dari keluarga agar pasien tidak pembebasan pasung terkait perwakilan keluarga,
merasa sendiri. tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas
kesehatan untuk dilakukan tindakan bebas
Kelompok TOGA / TOMA pasung, dan koordinasi untuk musyawarah.
Permasalahan yang dirasakan saat ini oleh
TOGA/TOMA seperti pengalaman terbatas, Kelompok Kader Kesehatan Jiwa
sehingga pengalaman keluarga beranggapan lebih Permasalahan yang dirasakan saat ini oleh
baik dipasung dan pengobatan yang paling efektif Kader Kesehatan Jiwa seperti masalah pada
hanya pemasungan, ekonomi lemah, sehingga penderita ODGJ, karena perilaku yang merusak
keluarga beranggapan bahwa biaya untuk dan mengganggu lingkungan masyarakat,
pengobatan dan perawatan penderita itu mahal, kurangnya dukungan dari keluarga itu sendiri
tidak ada dukungan dari saudara, sehingga karena pendukung utama dari keluarga, takut
keluarga berusaha sendiri sesuai kemampuan dan kehilangan anggota keluarga / ODGJ. Oleh sebab
ternyata mereka tidak mampu (kepedulian itu, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan
saudara kurang). Sebagai tokoh masyarakat pendampingan untuk pergi berobat ke
memberikan informasi kepada keluarga bahwa puskesmas (kartu dibawa oleh kader),
ODGJ masih bisa ditangani tanpa harus dipasung. melakukan pendampingan minum obat secara
Jika masih tetap dipasung, maka tokoh teratur, memberi tanggung jawab kepada
masyarakat akan berkoordinasi dengan Dinas penderita, dukungan dan motivasi kader
kesehatan, dan Puskesmas untuk menindaklanjuti kesehatan, melakukan pendekatan pada keluarga
pengobatan dan perawatan secara medis. maupun ODGJ, melakukan pengawasan minum
Menyampaikan kepada keluarga penderita obat serta memotivasi dan memberikan
bahwa semua umat manusia mempunyai hak pengertian kepada Keluarga maupun pada
untuk hidup yang layak sesuai dengan UUD ODGJ.
1945. Kejadian seperti ini menjadi tanggung Definisi pasung dalam masyarakat adalah hal
jawab bersama, antara lain masyarakat ikut yang menakutkan sehingga masyarakat takut
berperan dan yang lebih penting pemerintah. untuk membantu melakukan pembebasan
Sehingga muncul pengelola medis seperti UPTD pasung, oleh sebab itu paradigma / definisi
kesehatan, Rumah Sakit lebih aktif dan peduli pasung harus dirubah agar masyarakat mau
kepada masyarakat yang terkena gangguan jiwa membantu untuk pembebasan pasung. Dinas
untuk mendapat perhatian khusus sehingga terkait juga harus aktif memberikan sosialisasi
segera menadapat penanganan lebih lanjut dan kepada masyarakat untuk melaporkan dan
diselesaikan masalah terkait keluarga. berobat secara teratur. Kader harus diberi bekal
Memberikan pemahaman keluarga penderita untuk menangani dari dinas terkait serta Kader

38 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

harus bisa dan tahu jika ada pasien kambuh, psikolog.


ditambah dengan adanya jadwal kunjungan ke Menurut Berdasarkan UU No. 36 Tahun
keluarga dan ODGJ yang dipasung. 2014, Tenaga Kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
Kelompok Tenaga Kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
Permasalahan yang dirasakan saat ini oleh melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
Tenaga Kesehatan seperti Penderita masih untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dialihkan sebagai aib, persepsi keluarga yang untuk melakukan upaya kesehatan.
salah pada penderita ODGJ tentang penyakitnya, Berdasarkan fakta dan teori diatas tenaga
kurang pengetahuan dan minimnya akses ke kesehatan merupakan kelompok strategis dalam
Tenaga Kesehatan untuk penderita ODGJ, program pemberdayaan masyarakat untuk
ketidakmauan keluarga untuk direpotkan, pembebasan pasung baik dalam melakukan
kejenuhan keluarga untuk perawatan dan deteksi dini kasus pemasungan gerakan
pengobatan ODGJ, minimnya faktor ekonomi masyarakat untuk pembebasan pasung,
pada keluarga ODGJ dan belum memiliki jaminan mengorganisir masyarakat untuk pembebasan
kesehatan. Adanya tekanan dari masyarakat pasung dan perawatan penderita paska
sekitar karena merasa terganggu, kurangnya pemasungan di kota Blitar.
dukungan dari lingkungan dan tidak ada jaminan Berdasarkan gambar model pembebasan
keamanan dari masyarakat. pasung, maka pengembangan kemampuan
Oleh sebab itu perlu dilakukan edukasi masyarakat untuk pembebasan pasung yang pal-
terhadap keluarga dan masyarakat, menyiapkan ing efektif adalah Kader Kesehatan sebesar 94%,
rujukan, koordinasi lintas sektor, Menyiapkan TOGA/TOMA sebesar 91%, Tenaga Kese-
dokumen yang diperlukan untuk keperluan hatan sebesar 90% dan Keluarga sebesar 85%.
pembiayaan pasien, komitmen keluarga untuk Sedangkan pemberdayaan masyarakat untuk
pelaksanaan pengobatan dan perawatan. melakukan pembebasan pasung yang paling
Alangkah baiknya jika Pemerintah memberikan efektif adalah Tenaga Kesehatan sebesar 91%,
bantuan pembiayaan ODGJ bagi yang tidak Keluarga sebesar 85%, dan TOGA/TOMA
mampu seumur hidup, adanya pembekalan skilll/ sebesar 80%.
ketrampilan pada pasien ODGJ untuk meningkat- Sedangkan kemampuan masyarakat untuk
kan kualitas hidup ODGJ, memberikan prioritas mengorganisir masyarakat didalam pembebasan
pelayanan kesehatan bagi pasien ODGJ. pasung yang paling efektif adalah Kader
Memberikan edukasi dan wawasan tentang Kesehatan sebesar 100%, TOGA/TOMA
ODGJ kepada keluarga, edukasi kepada pasien sebesar 95%, Keluarga sebesar 90%, dan
dan keluarga untuk keteraturan minum obat dan Tenaga Kesehatan sebesar 88%.
berobat, memberikan aktivitas pada ODGJ yang Berdasarkan evaluasi saat uji coba model
bermanfaat, memperlakukan ODGJ secara pemberdayaan masyarakat untuk pembebasan
manusiawi dan tidak mendiskriminasi serta pasung pada tanggal 4 Nopember 2016 di 3
memaksimalkan peran paguyuban kesehatan UPTD Kota Blitar yaitu Puskesmas Sukorejo,
jiwa, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Selain Puskesmas Kepanjenkidul dan Puskesmas
itu, penambahan jumlah tenaga kesehatan ahli Sananwetan. Hasil evaluasi pengembangan
jiwa (dokter spesialis, perawat spesialis jiwa) kemampuan masyarakat untuk melepaskan
juga diperlukan di fasilitas kesehatan primer bukan pasung adalah Kader Kesehatan dan Petugas
di fasilitas rujukan sekaligus penambahan tenaga Kesehatan diperoleh dengan hasil tinggi, untuk

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 39


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 1, MARET 2018: 27-43

TOGA/TOMA diperoleh hasil sedang dan (2007) yang menyatakan bahwa sikap atau
Keluarga diperoleh hasil cukup. kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
Hasil evaluasi melakukan pembebasan pelaksaan motif tertentu, akan tetapi merupakan
penderita yang dipasung adalah Keluarga dan sesuatu predesposisi tindakan atau perilaku.
Petugas Kesehatan diperoleh hasil tinggi, untuk Kesediaan Kader Kesehatan masyarakat untuk
TOGA / TOMA dan Kader Kesehatan diperoleh melakukan tindakan dalam pembebasan pasung.
hasil sedang. Hasil evaluasi menggerakkan Pengaruh budaya terhadap tindakan
masyarakat untuk membebaskan penderita dari masyarakat untuk melakukan tindakan pelepasan
pemasungan adalah TOGA / TOMA dan Kader pasung ternyata faktor agama dan filsafat hidup
Kesehatan diperoleh hasil tinggi, untuk Petugas (0,021) faktor pendidikan (0,024). Hal ini sejalan
Kesehatan diperoleh hasil sedang dan Keluarga dengan terorinya Notoatmodjo (2003) bahwa
diperoleh hasil cukup. tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi
Hasil penelitian pada potensi masyarakat keputusan untuk mengambil langkah atau
dalam pemberdayaaan pembebasan pasung : tindakan termasuk didalam melakukan tindakan
pengaruh budaya terhadap tindakan masyarakat yang belum pernah dilakukan. Namun seseorang
melakukan pelepasan pasung. Masyarakat yang yang tingkat pengetahuannya rendah tetapi
paling berpotensi untuk pengembangan banyak mendapatkan informasi yang baik dari
pengetahuan dalam pembebasan pasung adalah berbagai media, hal ini juga bisa meningkatkan
kelompok Kader Kesehatan (94%). Penelitian pengetahuan seseorang. Faktanya umur dan
ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan pendidikan masyarakat mampu melakukan
Bartle (2003) yang menyatakan bahwa tujuan langkah-langkah pembebasan pasung dan
pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan mampu menggerakkan masyarakat untuk
adalah tumbuhnya kesadaran, kemauan membebaskan pasung.
pemahaman akan kesehatan, bagi individu, Pengaruh budaya terhadap tindakan
kelompok atau masyarakat. Kesediaan masyarakat untuk melakukan gerakan yang
masyarakat menjadi kader kesehatan secara melibatkan orang banyak untuk melakukan
penuh dalam pembebasan pasung sesuai dengan pembebasan pasung, hal ini sejalan dengan
prinsip pemberdayaan masyarakat (community teorinya faktor teknologi budaya, nilai budaya
empowerment). Sedangkan untuk masyarakat dan gaya hidup, faktor kebijakan dan peraturan
yang mengubah perilaku pembebasan pasung yang berlaku dimungkinkan berpengaruh pada
adalah Tenaga Kesehatan (91%). Sedangkan penggerakan masyarakat untuk membebaskan
yang paling berpotensi untuk menggerakkan / pasung.
mengorganisir diri dan lingkungan untuk Masyarakat yang dapat diberdayakan untuk
membebaskan pemasungan adalah Kader melakukan pembebasan pasung meliputi
Kesehatan Jiwa (100%). Keluarga pasien, Tokoh Agama/tokoh
Pengaruh budaya terhadap tindakan masyarakat, Kader kesehatan jiwa, Petugas
pemberdayaan masyarakat pada kemampuan kesehatan. Keluarga pasien, dengan upaya
untuk pengembangan pengetahuan pembebasan pembebasan pasung keluarga sangat mendukung
pasung adalah faktor agama dan filsafat hidup, upaya pembebasan pasung terbukti dari hasil
nilai budaya dan gaya hidup, faktor kebijakan pengolahan data dalam keinginan membebaskan
dan peraturan yang berlaku hal ini sejalan dengan pemasungan untuk berperilaku melepaskan dari
teorinya Koentjaraningrat (2009) dan Paul pemasungan, untuk melibatkan masyarakat
sekitarnya untuk membebaskan pasung.

40 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

Berdasarkan ungkapan keluarga penderita yang sedangkan untuk masyarakat yang potensi
dipasung keluarga masih mengkhawatirkan jika mengubah perilaku untuk melakukan pembe-
penderita benar-benar dibebaskan dari basan pasung adalah kelompok Tenaga
pemasungan ialah khawatir jika penderita pergi Kesehatan (91%), masyarakat yang paling
keluyuran tanpa arah, sehingga dapat berpotensi untuk menggerakkan/ meng-
merepotkan anggota keluarga yang lain. Dalam organisasi diri dan lingkungan untuk pembebasan
hal ini perlu sistem pelaporan keluarga pasien ke pemasungan adalah kelompok Kader Kesehatan
RT/RW, Desa, Kepolisian, Babinsa, Pamong (100%).
Praja, atau Satpol PP. Ancaman melakukan Pengembangan model pembebasan pasung
kekerasan terhadap lingkungan jika keinginannya yang paling tepat adalah menggerakkan kegiatan
tidak terpenuhi sehingga membuat keributan melalui Kader Kesehatan dan Tenaga Kesehatan.
lingkungan rumah dan tetangga, disamping Model pemberdayaan masyarakat untuk
pengekangan/ himbauan keluarga membuat membebaskan pasung yang paling efektif adalah
suasana permusuhan dengan pasien yang selalu melibatkan Kader kesehatan dan Tenaga
berdampak pada penganiayaan pasien pada Kesehatan.
keluarga. Sehingga diperlukan langkah-langkah Perlunya tim khusus yang menangani
antisipasi keluarga agar hubungan sosial tetap pembebasan pasung dengan melibatkan
terjaga dan tidak memancing suasana emosional partisipasi masyarakat dengan mengedepankan
pasien. Kader Kesehatan Jiwa dan Petugas Kesehatan
Tindakan peningkatan / pemasungan sendiri yang ada di daerah tersebut. Perlu langkah-
sebenarnya disadari oleh keluarga seperti yang langkah penjadwalan kegiatan pembebasan
diungkapkan oleh keluarga X yang menyatakan: pasung dengan melibatkan Dinas Kesehatan
“saya takut kalau ikut mengikat atau sebagai Leading Sector dan Dinas Sosial untuk
memasung pasien, karena pasien akan memberikan dukungan sosial dalam pembebasan
mengingat dan selanjutnya pasien akan pasung.
melakukan ancaman kepada saya”. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan
mengungkap tentang permasalahan disekitar
PENUTUP proses pelepasan pasung dan pasca pelepasan
Faktor agama dan filsafat hidup, faktor sosial pasung.
dan keterikatan keluarga, faktor nilai budaya dan
DAFTAR PUSTAKA
gaya hidup, faktor kebijakan dan peraturan yang
Bartle, P. (2003). Key Words C of Commu-
ada mempengaruhi pengembangan kemampuan
nity Development, Empowerment, Par-
masyarakat untuk melepaskan penderita pasung.
ticipation: http://www.scn.org/ip/cds/cmp/
Sedangkan faktor masyarakat, faktor teknologi,
key-c.htm).
faktor sosial dan keterikatan keluarga, faktor nilai
BPS Jatim. (2013). Jawa Timur dalam Angka.
budaya dan gaya hidup, dan faktor kebijakan
www.jatimprov.go.id.
dan peraturan berpengaruh pada pengubahan
Carter V. Good. (1973). Dictionary of Educa-
perilaku masyarakat untuk membebaskan
tion. New York: Mc.Graw Hill.
penderita dari pemasungan.
Depkes. (2008). Riset Kesehatan Dasar tahun
Masyarakat yang paling berpotensi dalam
2007. Jakarta: Depkes RI
pengembangan untuk peningkatan kemampuan
Dewey, J. (2007). Experience and education.
adalah kelompok Kader Kesehatan Jiwa (94%),

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 41


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 1, MARET 2018: 27-43

Simon and Schuster. Williams Wilkins.


Dirjen Binkesmas Depkes RI . (2003). Buku Moloeng, L.J. (2004). Metodologi penelitian
Pedoman umum: TPKJM tim Pembina, kualitatif. Bandung: PT. Remaja Putra
pengarah dan pelaksana kesehatan jiwa Karya.
masyarakat.Jakarta: DepkesRI Murthy, S.. (2003).Family interventions and
Donell, M.G & Shorrt, R.A. (2003). Burden in empowerment as an approach to enhance
schizophrenia caregiver: impact of Family mental health resources in developing
Psycoeducation and Awareness of Patient countries.www.pubmedcentral.nih.gov.
Suicidality. Family Process, Vol. 42, no 1, Niels Mulder. (1980). Kebatinan dan Hidup
pg 91-103 Sehari-hari Orang Jawa; Kelangsungan
Ekman, Paul. (2007). Membaca Emosi Orang. dan Perubahan Kulturil. Jakart a:
Yogyakarta: Think Gramedia.
Friedman. (1998). Keperawatan Keluarga Not oatmojo,S.(2003).Pendidikan dan
Teori dan Praktek . Edisi 3. EGC. Jakarta perilaku kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta
Frisch, N. C. & Frisch, L.E. (2006). Psychiat- Nursalam (2013), Metodologi Penelitian Ilmu
ric Mental health Nursing. (3 th ed.). Keperawatan Pendekatan Praktis.
Clifton ParkNY : Thomson Jakarta: Salemba Medika
Goffman, Erving. (1959). The Presentation of Self Polanyi, K. (1957). The great transformation:
in Everyday Life. Reat Britain: Penguin (The political and economic origin of our
Book, Cox & Wyman Ltd. time). Beacon Press.
Hills, M. D. (2002). Kluckhohn and Strodt- Polit, D. F., & Beck,C.T. (2004). Nursing Re-
beck's values orientation theory. Online search: Priciples and Methods. 7 th edi-
readings in psychology and culture, 4(4), tion. Philadelphia: Lippincott Williams &
3. Wilkins
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Speziale , H.J.S, & Carpenter, D.R. (2003).
Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta Qualitatif Research In Nursing (3th ed.).
Koentjaranigrat. 1994. Kebudayaan Menta- Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
litas dan Pembangunan. Jakarta : Stuart, G.W., & Laraia M.T. (2005). Principles
Gramedia Pustaka Utama and practice of psychiatric nursing, (8th
Leininger, M. M., & McFarland, M. R. (2002). ed), St. Louis: Mosby.
Transcultural nursing concepts, theories, Suwarno Imam S. (2005). Konsep Tuhan,
research and practice. Manusia, Mistik Dalam Berbagai
Magliano,L. (2008). Families of People with Kebatinan Jawa. Jakarta: Rajawali Pers
severe mental disorders: difficulties and Varcarolis E. M, Carson, V.B., & Shoemaker,
resources. http//www.euro.who.int/docu- N.C. (2006). Foundations of psychiatric
ment/MNH/family-burden. mental health nursing 5th ed. St. Louis
Maramis, WF.(2004). Ilmu Kedokteran Jiwa. Missouri: Saunders Elsevier
Surabaya: Airlangga University Press Wartaya W.Y. (1987). Ilmu dan Teknologi
Maslim, R. (2001). Buku saku: Diagnosis sebagai Kerangka Budaya Modern.
gangguan jiwa. Jakarta: PT Nuh Jaya Majalah Basis
Mohr, W. K. (2006). Psychiatric mental health WHO. (2001). The world Health Report:
nursing. (6 th ed.). Philadelphia: Lipincott 2001: mental health: new Understand-

42 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


Sunarno, Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembebasan Pasung...

ing, new hope. www.who.int/whr/2001/en/


Word Federation For Mental health (2008).
Leraning about Schizophrenia: An inter-
national Mental Health Awareness
Packet. Http:///www.wfmh.org.

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 43

Anda mungkin juga menyukai