Anda di halaman 1dari 21

D

OLEH :

KELOMPOK 2

GUSNI ARNI SIHOMBING

MUTYA HARUM FALAH

RONA RIZKY

DOSEN PEMBIMBING : WASIYEM SST.S.Pd.M.Si

AKADEMI KEBIDANAN PEMKO TEBING TINGGI

T.A. 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas
berkatNyalah penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kelainan /penyakit bawaan pada bayi baru lahir”. Makalah ini penulis buat untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Penulis membuat
makalah ini berdasarkan sumber yang relevan yang penulis peroleh dari buku
pustaka.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan kendala dan
hambatan baik dalam memperoleh sumber yang relevan maupun dari segi
penulisan.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya..
Penulis menyadari dalam makalah ini banyak terdapat kekurangan,untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan
dimasa mendatang.
Penulis berharap agar makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
bacaan dan dapat dipergunakan sebagaiman mestinya.

Tebing Tinggi, Oktober 2015

Penulis (Kelompok X)
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut laporan peneliti dari berbagainegara, cacat labiopalatoschizis
dapat munculdari 1 : 800 sampai 1 : 2000 kelahiran. Indonesia yang berpenduduk 200
juta lebih, tentu mempunyai dan akan mempunyai banyak kasus labiopalatoschizis.
Labiopalatoschizis merupakan kelainan bibir dan langit-langit, hal ini biasanya
disebabkan karena perkembangan bibir dan langit-langit yang tidak dapat
berkembang secara sempurna padamasa pertumbuhan di dalam kandungan Dimana
biasanya penderita labiopalatoschizis mempunyai bentuk wajah kurang normal dan
kurang jelas dalam berbicara sehingga menghambat masa persiapan sekolahnya.
A. Labiopalatoschizi sering dijumpai pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan (Randwick, 2002) kelainan ini merupakan kelainan yang disebabkan
factor herediter, lingkungan, trauma, virus (SjamsulHidayat, 1997).
B. Kelainan ini dapat dilihat ketika bayi berada di dalam kandungan, melalui alat
yang disebut USG atau Ultrasonografi. Setelah bayi lahir kelainan ini tampak
jelas pada bibir dan langit –langitnya.
C. Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa
disebut labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang
diderita ibu pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir,
bayi tidak akan mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum
dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan
dibagian bibir yang tidak sumbing.

Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila


sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami
kesukaran minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya terdesak
mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan
pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat
aspirasi.keadaan umu yang kurang baik juga akan menunda tindakan untuk
meperbaiki kelainan tersebut.

1. Labioskizis dan labiopalatoskizis


a. pengertian
Laibioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomali perkembangan pada 1
dari 1.000 kelahiran. Kalainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga,
infeksi virus pada ibu hamil trimester I.
Celah bibir dan celah langit-langit adalah suatu kelainan bawaan yang
terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.
Celah bibir (labioskizis) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambung bibir
bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Celah langit-langit
(palatoskizis) adalah suatu saluran abnormal yang meleeati langit-langit mulut
menuju ke saluran udara di hidung.

Gambar kejadian labiopalatoskizis

b. Etiologi
Celah bibir dan celah langit-langit ( labiopalatoskizis), bisa terjadi secara bersamaan
maupun sendiri-sendiri. Kelainan ini juga bisa terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan
lainnya. Penyebabnya mungkin adalah mutasi genetik teratogen ( zat yang dapat
menyebabkan kelianan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia). Selainan tidak sedap
dipandang, kelainan ini juga menyebabkan anak mengalami kesulitan ketaka makan,
gangguan perkembangan berbicara dan infeksi telinga. Faktor resiko untuk kelainan ini
adalah riwayat celah bibir atau celah lengit-langit pada keluarga serta adanya kelainan
bawaan lainnya.

c. Tanda dan gejala


Gejala dari labiopalatoskizis, antara lain berupa : pemisahan bibir, pemisahan langit-
langit , pemisahan bibir dan langit-langit, distorsi hidung, infeksi telinga berulang, berat
badan tidak bertambah, distorsi hidung, infeksi telinga berulang, berat badan tidak
bertambah, serta regurgutasi nasal ketika menyususi (air susu keluar dari lubang hidung).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di daerah wajah. Labioskizis
dapat terjadi dalam beberapa derajat malformasi, mulai dari takik ringan pada tepi bibir di
kanan/kiri garis tengah, hingga sumbing lengkap menjalar sampai ke hidung. Terdapat
variasi lanjutan yang melibatkan sumbing palatum.
Gambar : Perbandingan palatum normal dengan palatoskizis
Labiopalatoskizis merupakan deformitas yang dibedakan menjadi 4 tingkat/derajat, derajat
1 (sumbing palatum mole), derajat 2 (sumbing palatum durum dan mole), derajat 3
(sumbing unilateral total) dan derajat 4 (sumbing bilateral total). Bayi yang mengalami
labioplatoskizis sering mangalami gangguan makan dan bicara. Regurgitas makanan dapat
menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru dan infeksi pernafasan kronis. Pembedahan
umum sebelum anak mulai berbicara, pembedahahn ulang pada usia 15 bulan.
sumbing bibir (labioskizis) tidak banyak ganguan dan bayi masih bisa minum dengan
dot.sumbing palatum (palatoskizis) sering menimbulkan bayi sukar minum, bahaya
tersedak yang dapat menyebabkan terjadinya aspirasi, infeksi pernafasan dan gangguan
pertumbunhan.

d. Penanganan dan pengobatan


Pengobatan melibatkan beberapa disiplin lmu, yaitu badah plastik, ortodontis, terapi
wicara dan lainnya. Tujuam pengobatan labioskizis, antara lain memulihkan struktur
anatomi, mengoreksi cacat dan memungkinkan fungsi menelan, bernafas dan berbicara
secara normal. Pembedahan untuk menutupi celah bibir biasanya dilakukan pada saat si
bayi berusia 3-6 bulan.
Penutupan celah langit-langit ditunda sampai terjadi perubahan langit-langit yang
biasanya berjalan seiring dengan pertumbuhan anak (maksimal sampai anak berumur 1
tahun). Sebelum pembedahan dilakukan, bisa dipasang alat tiruan pada langit-langit mulut
untuk membantu pemberian makan/susu.
Perawatan preoperasi pembedahan, yang paling penting adalah pemenuhan
nutrisi. Pada kasus sumbing bibir ringan tidak ada sumbing palatum, cobalah agar bayi
menetek/minum dengan botol susu/ mengisap dari sendok. Pada sumbing palatum,
umumnya bayi mengalami kesulitan menghisap dan menelan serta dapat mengakibatkan
regurgitasi lewat hidung. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut, maka peralatan suction
selalu disiapkan. Masalh utama pada bayi adalah bahaya tersedak, sehingga perlu
diantisipasi dengan cara mengangkat kepala waktu bayi minum, pemakaian dot panjang,
lubang dot tidak di tengan, tetapi di pinggir, lubang dot diletakkan di lidah bayi dan sering
dikeluarkan agar bayi berkesempatan istirahat, serta penggunaan protease palatum bila
perlu. Bayi masuk rumah sakit 1-2 hari sebelum operasi unutk keperluan adaptasi serta
mengurangi trauma psikis.
Penanganan pascaoperasi pembedahan celah bibir , diantaranya adalah melakukan
imobilisasi lengan, pemberian sedatif, perawatan luka dengan cara luka jahitan dibiarkan
terbuka, sehingga perlu menjaga kebersihan, melepas jahitan pada hari ke-5 dan ke-8,
pemenuhan nutrisi setelah bayi sadar dan refleks menelan positif (+). Penanganan
pascaoperasi celah langit-langit sama seperti penanganan pascaoperasi celah langi-langit
sama seperti penanganan pascaoperasi celah bibir, antara lain: imobilisasi lengan dan
pemberian nutrisi. Pemberian nutrisi pascabedah langsung, adalah diit cair, dilanjutkan
makanan lunak ditambah air steril. Makanan keras diberikan pada hari ke-2 dan sampai ke-
3pascaoperasi. Mengangkat jahitan dilakukan di ruang opersi, pada hari ke-8 dan ke-10
pascaoperasi. Anak pascaoperasi.
Pengobatan mungkin berlangsung selama bertahun-tahun dan mungkin perle dilakukan
beberapa kali pembedahan (tergantung kepada luasnya kelainan), tetapi kebanyakan anak
akan memiliki penampilan yang normal serta berbicara dan makan secara normal pula.
Beberapa diantara mungkin tetap memiliki gangguan berbicara.
Apabila bidan menemukan kasus bayi dengan celah bibir dan/atau celah langit-langit,
maka pertolongan pertama yang harus diberikan, antara lain memberi dukunan dan
keyakinan ibu, menjelaskan ibu, hal terpenting saat ini adalah memberi bayi cukup minum
untuk memastikan pertumbuhan sampai operasi dapat dilakukan. Apabila hanya labioskizis
saja, menganjurkan ibu untuk tetap menyusui dengan baik, bayi boleh pulang, kontrol 1
minggu lagi. Bila bayi tidak dapat menyusui, berikan ASI peras. Untuk kasus
labiopalatoskizis, pemberian ASI peras untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Bila amsalah
minum teratasi, erat badan naik, rujuk bayi operasi.

2. Atresia oesophagus

a. Pengertian
Atresia esophagus, adalah gangguan kontiunitas esophagus dengan/ tanpa
hubngan dengan tracea atau esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk
secara sempurna. Variasi dari atresia esophagus ini, antara lain bagian atas
esophagus berakhir pada kantong buntu, bagian atas esophagus berakhir pada
trachea, serta bagian atas dan bawah esophagus berhubungan dengan trechea
setinggi karina (atresia esophagus dengan pustula). Kebanyakan bayi yang
menderita esophagus juga memiliki pistula trache esophagel (suatu hubungan
abnormal antara kerongkongan dan trache atau pipa udara ).

b. Insiden
Insiden atresia esophagus adalah satu banding 2.500 kelahiran hidup. Sebanyak
86% kasus terdapat pistula trachea esophagel di distal, 7% kasus tanpa pistula dan
4% kasus terdapat pistula trachea esophagel tanpa atresia. Terdapat 50% kasus
disertai kelainan bawaan lahir atau hubungan VACTERL yaitu kumpulan dari
beberapa kelainan, meliputi vertebral defek, renal anomaly serta limbs defect.
Klasifikasi menurut Vogt (1912) Dan Gross (1953), atresia esophagus, dibedakan
menjadi 5 macam, yaitu atresia esophagus dengan pistula trachea esophagel distal,
atresia esophagus terisolasi tnapa pistula, pistula trachea esophagus tanpa atresia,
atresia esophagus dengan pistula trache esophagel proksimal, serat atresia
esophagus dengan pistula trachea esophagel distal dan proksimal.

c. Etiologi
Sebagian kasus atresia esophagus penyebabnya tidak di ketahui dan kemungkinan
terjadi secara multifaktor. Faktor genetik, yaitu sindrom trosomi 21, 13 dan 18
kemungkinan dapat meningkatkan kejadian atresia esophagus. Faktor lain terjadi
secara sporadik dan rekurens pada saudara kandung (2%)

d. Gejala
Gejala atresia esophagus dapat dideteksi sejak masa prenatal, yaitu dengan adanya
gelembung perut (bubble stomach) pada USG kehamilan 18 minggu serta
kejadian polihidramnion. Gejala yang terlihat pada jam-jam pertama kehidupan
dan didiagnosis sebelum makanan pertama diberikan , antara lain berupa
hipersaliva yang selalu mengalir dalam bentuk buih; setiap pemberian makan,
bayi batuk dan ada sumbatan, sesak nafas dan sianosis; sukar memberi makan dan
cenderung terjadi pneumoni (2-3 hari setelah pemberian); pneumonitis akibat
refluks cairan lambung melalui kantong bagian bawah; perut buncit karena udara
masuk usus melalui fistula trakeaesofagus;bila dimasukkan kateter melalui mulut
,kateter akan terbentur pada ujung esofagus dan melingkar-lingkar. Pemeriksaan
diagnostik dapat pula dilakukan unutk menegakkan diagnosis, dengan cara
memasukkan cateter radiopag/larutan kontras lipiodol lewat hidung ke esofagus.

e. Komplikasi
Komplikasi kasus atresia esofagus di antaranya adalah dismotilitas esophagus,
gastroesofagus refluks, fistula trakeaesofagus berulang, disfagia, kesulitan
bernafas dan tersedak, batuk kronis, serta infeksi saluran nafas

f. Penanganan dan pengobatan


Pembedaan pada kasus atresia esofhagus berupa torakotomi, yang bertujuan untuk
memisahkan fistula trakeaesofagus, menutup tracea dan menyatukan dua segmen
esofagus. Pembedaan ditunda, apabila bayi dengan BBLR, pneumonia dan
anomali mayor lain. Asuhan yang diberikan selama penundaan tindakan
pembedahan, antara lain pemberian nutrisi parenteral, gastronomi, serta
melakukan suction kuntinu. Penundaan dilakukan sampai usia bayi 6 bulan- 1
tahun.
Perawatan preoperasi, meliputi orofaring dibersihkan, memasang french tube
untuk suction esofagus secara konyinu, kepala bayi elevasi, pemberian infus
dextrose 10%, merawat bayi di inkubator di NICU, bayi sering dirangsang untuk
menangis agar paru-paru berkembang, pemberian O2 bila perlu memasang
endotracheal tube serta pemebrian antibiotika.
Perawatan pasca operasi pasca perbaikan primer atresia esofagus dan pemisahan
pistula tracheaesopagel, meliputi perawatan rutin pasca bedah, klem kateter
thoraks dibuka dan hubungkan dengan botol, observasi cairan, setiap jam,
ventilasi mekanis 24 jam pasca operasi dilanjutkan pemberian 02 headbox dengan
kelembapan tingkat tinggi, merawat bayi di inkubator, obserasi vitalsign setiap
jam selama 8 jam dan setiap 2 jam selama 4 jam, melakukan aspirasi cairan
lambung secara oral, nasal, dan endotracea setiap jam.
Adanya refleks cairan lambung dapat meneybabkan anastomosis terbuka kembali.
Untuk itu perlu menjaga lambung tetap kosong dengan cara derai nase tuba
transanastomotik nasogatric, aspirasi setiap jam.posisi bayi kepala tegak , setiap 2
jam kepala di palingkan dapat membantu escpansi paru-paru.opservasi tetesan
infus, cek kadar darah dan kadar elektrolit,perawatan luka setiap 12
jam,pisioterapi setiap 24 jam dan pembrian antibiotika.periksaan sinar x-Ray
pascabedah dan analisis gas darah.hari ke dua pasca operasi coba pemberian
cairan glukosa 5 ml setiap jam melalui NGT.Lepas infus setiap satu minggu
pascaoperasi. Makanan oral mulai diberikan antara har ke 10 sampai hari ke 14
pasca operasi. Pemberian O2 dilepas pada 24 jam pasca operasi kelembapan tetap
dipertahnkan untuk menjaga agar sekresi faring tetap lembab. Drain thoraks
dilepas saat derainase berhenti dan tidak ada tanda rekturensi pistula
trakheobronkheal. Agar jahitan dilakukan pada hari ke-8 pasca operasi.
Pemeriksaan USG ginjal untuk memastikan tidak ada kelainan. Bayi boleh pulang
antara minggu ke-2 sampai ke-3.

g. Prognosis
Prognosis bayi yang mengalami atresia esofagus tergantung kondisi bayi baru
lahir, beratnya disfungsi humonal dan adanya kelainan kengenital lain.

3. Anensefalus

a. Pengertian
ANENSEFALUS adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak
tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf (suatu kelainan yang
terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan
pembentuk otak dan korda spinalis).

ETIOLOGI
Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup, tetapi penyebabnya
yang pasti tidak diketahui. Penelitian menunjukkan kemungkinan anensefalus
berhubungan dengan racun di lingkungan, juga kadar asam folat yang rendah dalam
darah. Anensefalus ditemukan pada 3,6-4,6 dari 10.000 bayi baru lahir.

Faktor resiko terjadinya anensefalus adalah:


a. riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya
b. kadar asam folat yang rendah
Resiko terjadinya anensefalus bisa dikurangi dengan cara meningkatkan asupan asam
folat minimal 3 bulan sebelum hamil dan selama kehamilan bulan pertama.

GEJALA
Pada ibu: polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak)
Pada bayi:
Tidak memiliki tulang tengkorak
Tidak memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum)
Kelainan pada gambaran wajah
Kelainan jantung

PEMERIKSAAN
Kadar asam lemak dalam serum ibu hamil
Amniosentesis (untuk mengetahui adanya peningkatan kadar alfa-fetoprotein
Kadar alfa-fetoprotein meningkat (menunjukkan adanya kelainan tabung saraf)
Kadar estriol pada air kemih ibu
Usg.
Bayi yang menderita anensefalus tidak akan bertahan, mereka lahir dalam keadaan
meninggal atau akan meninggal dalam waktu beberapa hari setelah lahir.

PENCEGAHAN
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah cacat bawaan. Inilah
beberapa di antaranya:
Wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat kelainan cacat bawaan
hendaknya lebih waspada karena bisa diturunkan secara genetik. “Lakukan konseling
genetik sebelum hamil”.
Usahakan untuk tidak hamil jika usia ibu sudah mencapai 40 tahun.
Lakukan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care yang rutin, dan usahakan
untuk melakukan USG minimal tiap trimester.
Jalani pola hidup sehat. Hentikan kebiasaan merokok dan hindari asap rokok, selain
juga alkohol dan narkoba karena dapat menghambat pertumbuhan janin serta
memperbesar peluang terjadinya kelainan kongenital dan keguguran. Kelainan kongenital
adalah penyebab keguguran yang paling besar, misalnya jika paru-paru janin tidak dapat
berkembang sempurna.
Penuhi kebutuhan akan asam folat. Dalam pemeriksaan, dokter akan memberi
suplemen asam folat ini.
Hindari asupan vitamin A berdosis tinggi. Vitamin A termasuk jenis vitamin yang
tak larut dalam air, tapi larut dalam lemak. Jadi, bila kelebihan akan tertimbun dalam
tubuh. Dampaknya antara lain janin mengalami urogenital abnomali (terdapat gangguan
sistem kencing dalam kelamin), mikrosefali (ukuran kepala kecil), terdapat gangguan
kelenjar adrenal.
Jangan minum sembarang obat, baik yang belum ataupun sudah diketahui memberi
efek buruk terhadap janin.
Pilih makanan dan masakan yang sehat. Salah satunya, hindari daging yang
dimasak setengah matang (steak atau sate). Dikhawatirkan, daging itu masih membawa
kuman penyakit yang membahayakan janin dan ibunya.
Kalau ada infeksi, obatilah segera : terutama infeksi TORCH (TOksoplasma,
Rubela, Citomegalo, dan Herpes). Paling baik, lakukan tes TORCH pada saat kehamilan
masih direncanakan, bukan setelah terjadinya pembuahan. Jika ibu diketahui sedang
terinfeksi, pengobatan bisa langsung dilakukan.

ANJURAN
Dianjurkan setiap wanita usia subur yang telah menikah untuk mengkonsumsi
multivitamin yang mengandung 400 mcg asam folat setiap harinya. Sedang wanita yang
pernah melahirkan anak dengan cacat tabung saraf sebelumnya, dianjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat yang lebih tinggi yaitu 4 mg saat sebelum hamil dan selama
kehamilannya.
Tidak mengkonsumsi alkohol samasekali selama kehamilannya. Alkohol dapat
menimbulkan fetal alcohol syndrome (FAS), yaitu suatu kondisi dimana anak mengalami
gangguan perkembangan, paras wajah yang tidak normal dan gangguan dari sistem saraf
pusat.
Saat kehamilan, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium yang disebut dengan Alpha
Feto-Protein (AFP) untuk melihat adanya kelainan janin, seperti spina bifida dan
anensefalus. Selain itu, tindakan lebih lanjut dapat digunakan dengan mengambil sampel
villi korealis dari janin dan cairan ketuban (amniosentesis), bagi wanita hamil yang telah
berusia di atas 35 tahun, atau pada wanita yang berisiko tinggi melahirkan bayi cacat.
Yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan asuhan antenatal secara teratur.
Konsultasikan dengan dokter mengenai penyakit yang Anda derita seperti diabetes,
epilepsi (ayan) dan lainnya, juga obat-obat yang pernah Anda konsumsi selama
kehamilan.

4. ATRESIA REKTI DAN ANUS

Pengertian

suatu kelainan malformasi kongenital dimana tidak lengkapnya perkembangan


embrionik pada bagian anus atau dengan anus trtutupnyaanus sacara abnormal atau
dengan kata lain tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan st4ruktur kolon antara 7-
10 minggu selama perkembanagan janin. Anus imperforate dapat meliputi anus dan rekti.

Etiologi
Etiolongi secara pasti atresia ani belum diketahui. Kelainan bawaan anus di sebabkan
oleh gangguan pertumbuhan,pusi dan pembentukan anus dari tonjolon embrionik. Pada
kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot dasar
panggul.
Orang tua yang mempunyai gen carier penyakit ini mempunyai peluang 25% untuk
diturunkan kepada anaknya. 30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan
kromosom atau kelainan bawaan lain yang beresiko untuk penderita anresia ani.

3.Penggolongan :
a. Stenosis ( saluran menyempit ) rektum yang lebih merendah atau pada anus.
b. Membran anus yang menetap.
c. Anus imferprata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam carak dari
peritonium. Jika disertai fistula: pada wanita disebut fistula rektovaginal.pada pria
disebut fistula rektoerinarius
d. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum yang buntu
4.Penatalaksanaan
a. Subyektif
Imformasi dari ibu riwayat kesehatan selama hamil dan faktor etiolongi tidak
langsung kelainan bawaan seperti faktor : infeksi,mekanik,obat usia ibu,hormonal,
radiasi dan gizi.
b. Obyektif
1. Adanya kambung dan terjadi muntah dalam 24-28 jam setelah lahir.
2. Terdapat mekonium pada urine, atau mekonium pada vagina.
3. Dapat dalam memasukkan jari kelingking atau termometer sepanjang 2
cm, dan tidak di temukan anus
4. Jika di susui bayi akn muntah
5. Pada auskultasi terdengar hiperperistaltik
6. Pemeriksaan radiolongi dengan posisi tegak serta terbalik dapat
mengetahui smpai sejauh mana terdapat penyumbatan
c. Assesment
Neonatus dengan anus imperforata
d. Planning
1. Rujuk untuk tindakan rekontruksi bedah untuk pembuatan anus
2. Jika ujung usus berada letak tinggi pengobatan umumnya dilakukan dengan 3
proses
a) Pembuatan stoma pada anus, yang di kenal dengan kolostomi. Neonatus akan
membutuhkan kantung khusus untuk menampung peses.
b) Anoplasti yaitu menarik turun rektum ke posisi anus, dimana akn di buat anus
buatan jika terdapat fistula kandung kemih atau vagina,maka fistula harus
ditutup.
c) Penutupan stoma,beberapa bulan kemudian setelah anusbaru telah sembuh
3.jika ujung usus berada pada letak rendah di pelpis dengan pembuatan anus
dengan letak tunggal
4.gunakan salep pelindung kulit karina peristaltik meningkat pada setelah operasi
dan dapat menyebabkan diaper rash yang benar
5.bayi di perbolehkan pulang jika sudah dapat minum

5. ATRESIA OUODENI
1.Pengertian
Kondisi dimana duodenum tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke
usus.
Tidak terbentuknya saluran duodenum biasanya terjadi dibawah ampula vateri. Angka
kejadian 1/300-4500 kelahiran hidup. Lebih dari 40% dari kasus terjadi pada neonatus
dengan sintrom down.
2.Etiologi
Penyebab langsung atresia duodenal belum diketahui secara jelas. Namun kerusakan pada
duedonum terjadi karna suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga
duedonum mengalami penyempitan dan menjadi obtsruksi.akan tetapi di lihat dari jenis
kelainan,atresia duodenal ini merupakan kelainan pengembangan embrionik saat masih
kehamilan.
3.Penatalaksanaan
A. Subyektif
Informasi dari ibu riwayat kesehatan selama hamil dan faktor etiologi tidak
langsung kelainan bawaan seperti faktor: infeksi,mekanik,obat,usia
ibu,hormonal,radiasi dan gizi
B. Obyektif
1. Muntah terjadi beberapa jam sesudah lahir
2. Muntah proyektil dan berwarna hijau(warna empedu)
3. Tidak kencing setelah disusui
4. Tidak ada gerakan khusus setelah pengeluaran mekonium
5. Perut dibagian epigastrium tampak membuncit sebelum muntah
6. Foto abdomen dalam posisi tegak akan memperlihatkan pelebaran
lambung dan bagian proksimal duodenum tampak adanya udara dibagian
lain usus(double bubble appearance).
C. Assesment
Neonatus dengan atresia duodeni
D. Planning
1. Lakukan tindakan pra bedah
a) Perawatan pra bedah neonatus rutin
b) Koreksi dehidrasi yang biasanya tidak parah karna diagnosa dibuat secara dini
c) Tiba naso Gastric dengan drainase bebas dan penyedotan setiap jam
2. Kolaborasi untuk pembedahan duodena –duodenaostomi untuk mengurangi
penyempitan obstruksi dan sisa usus diperiksa karna sering kali ditemukan
obstruksi lanjut
3. Lakukan tindakan paska bedah
a) Perawatan paska bedah neonaturum rutin
b) Aspirasi setiap jam sari tuba gastrostomi yang mengalami drainase bebas
c) Cairan intravena dilanjutkan sampai diberikan makanan melalui tuba

6. HIRSCHPRUNG (MENGAKOLON KONGENITAL)

1. Tinjauan umum
Suatu kelainan kongenital yang di tandai dengan penyumbatan pada usus besar yang
terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karna sebagian dari usus besar tidak
memiliki saraf yang mengendalikan kontrksi otot nya.Sehingga menyebabkan
akumulasinya feses dan dilatasi kolon yang masif.
Dalam keadaan normal ,bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus
karena adanya kontrksi ritmis (peristaltik) dari otot-otot yang melapisi usus. Peristaltik
tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut gonglion ,yang terletak di
bawah lapisan otot.
Pada penyakit Hischprung ,gonglion ini tidak ada ,biasanya hanya sepanjang beberapa
sentimeter .Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak mendorong
bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan.
Hirschprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki.Penyakit ini kadang
disertai dengan kelainan bawaan lainnya,misalnya sindroma down.
2. Penatalaksanaan
a. Subyektif
Informasi dari ibu riwayat kesehatan selama hamil dan faktor etiologi tidak
langsung kelainan bawaan seperti faktor :infeksi,mekanik ,obat,usia
ibu,hormonal,radiasi dan gizi.
b. Obyektif
1) Muntah hijau.
2) Pengeluaran mekonium yang terlambat (>24-48 jam setelah lahir).
3) Perut membuncit dan konstipasi.
4) Bila dilakukan colok anus,tinja ke luar menyemprot.
5) Pemeriksaan penunjang : Dengan enema barium dan biopsi
rektum,Rontgen perut menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh
gas dan tinja ,biopsi rektum menunjukkan tidak adanya gonglion sel-sel
saraf.

c. Assesment
Neonatus dengan hischprung
d. Planning
1) Terapi konvervatif dengan melalui pemasangan sonde lambung dan
pemasangan pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium,dan udara.
2) Lakukan rujukan untuk tindakan pembedahan .Terdapat beberapa prosedur
pembedahan ,sebagai berikut:
a) Mula-mula dilakukan kolostomi,loop atau double-barrel sehingga
tonus dan ukuran usu yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali
normal kurang lebih 3-4 bulan
b) Bila bay berusia 6-12 bulan / berat badan 9-10 kg dilakukan
pembedahan dngan cara memotong usus aganglionic dan
menganastosiskan usus yang berganglion kerektum dengan jarak 1cm
dari anus
c) Prosedur Duhamel
Dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun prosedur ini
terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosis kan nya dibelakang anus aganglionik menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionit dan bagian
posterior kolon normal yang di tarik tersebut
d) Prosedur Swenson
Bagian kolon yang aganglionik itu dibuang ,kemudian dilakukan
anastomosis end-to-end pada kolon berganglion dengan saluran anal
yang dilatasi. Sfingterotomi dilakukan pada bagian posterior.
e) Prosedur Soave
Dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur
yag paling banyak dilkukan untuk penyakit Hirshprung. Dinding otot
dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang ber saraf normal
ditarik sampai ke anus,tempat dilakukan nya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot tektisigmoid.

7. Hernia Diafragmatika
1.Pengertian

a. Hernia adalah keluarnya isi rongga tubuh atau abddomenlewat suatu celah
pada dinding yang mengelilinya.
b. Hernia diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada
melalui suatu lubang pada diafragma.Diafragma adalah sekat yang
membatasi rongga dada dan rongga perut
c. Suatu kelainan bawaan yang terjadi apabila satu sisi diafragmatika tidak
terbentuk. Kelainan berupa penutupan tidak sempurna dari sinus
pleuroperitonial yang terletak pada bagian posteroletaral dari diadragma. Isi
abdomenmengalami herniasi ke dalam rongga pada dada pada awal masa
janin dan menghambat pertumbuhan paru
2.Type hernia
a. Hernia redusible
Jaringan yang keluar mudah dikembalikan ke dalam rongga abdomen
b.Hernia iredusible
Jaringan yang ke luar tidak mudah dikembalikan ke dalam rongga abdomen
karena adanya perlengketan pada kantong tersebut
b. Hernia stranggulat
Leher kantong sebagai tourniquet menyebut aliran darah sehingga lumen usus
dan usus menjadi kematian jringan beberapa jam
3.Pembagian hernia diafragma congenital berdasarkan lokasi
abnormalitasnya
a.Hernia morgagni
Defek terjadi pada bagian retrosternal yaitu di dekat prosesus xypoideus atau
dibagian anterior diafrgma.
b.Hernia bochdalek
Defek terjadi pada bagian dorsal atau dibagian posterior diafragma .
Umumnya langsung menunjukkan gejala pada saat bayi.

4.Etiologi
Penyebab tidak diketahui pasti.Ditemukan pada 1/2200-5000 dikelahiran hidup
dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri
5.Penatalaksanaan
a.Subyektif
Informasi dari ibu riwayat kesehatan selama hamil dan factor etiologi tidak
langsung kelainan bawaan seperti factor: Infeksi,mekanik,obat,usia
ibu,hormonal,radiasi dan gizi
b.Obyektif
1. Data berbentuk sekafoid (kosong-berbentuk perahu). Hal ini terjadi karna
kebanyakan hernia diafrgmatika kebanyakan terjadi di sisi kiri
2. Bentuk dada asimetris
3.Denyutan apeks terdegar bergeser ke kanan. Bising usus terdegar di dada
4.Dapat terjadi gagal nafas pada beberapa saat setelah lahir,disebabkan karna
hoplaksia paru yang terdesak oleh isi perut
5.Cyanosis ,sesak nafas yang terjadi retraksi sela iga dan sub seternal dapat terjadi
jika sebgian isi perut ,masuk ke rongga toraks
6.Talipneau dan takikardia
7.Suara nafas tidak terdegar karna paru yang terdesak dan gerakan dada pada saat
bernafas tidak simetris
8.Rontgen dad menunjukkan adanya organ perut di rongga dada
c.Assesment
Neonatus dengan henia diafragmatika
d.Palanning
1) Posisikan neonatus dengan kepala dan dada lebih tinggi dari kaki.
Pertahankan posisi ini hingga selesai operasi
2) Lakukan inkubasi dini dan ventilasi tekanan positif(VTP) Jika terjadi
cyanosis
3) Lakukan rujukan sesegera mungkin untuk tindakan pembedahan perbaikan
lubang diafrgma dan pengembaian organ abdomen
8. Spina bifida

A. Pengertian Spina Bifida

Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat
masa embrio.

Spina bifida adalah gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan
fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.

Gangguan fusi tuba neural terjadi sekitar minggu ketiga setelah konsepsi, sedangkan
penyebabnya belum diketahui dengan jelas.

Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah :

1. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab tertentu.


2. Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru terbentuk sehingga
menyebabkan ruptur permukaan tuba neural.
3. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk karena suatu
penyebab.

Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh.

Etiologi Spina Bifida

Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam
folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Penonjolan dari korda spinalis dan
meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi
penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut
atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida.
Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir Resiko melahirkan anak dengan
spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada
awal kehamilan. Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina
bifida, diagnosa banding Spina Bifida :

1. Hidrocephalus
2. Siringomielia
3. Dislokasi pinggul

Patofisiologi Spina Bifida

Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak


terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu
(prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. (Media Aesculapius. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. 2000. Jakarta: MA.)
Hidrosefalus seringsepalus empuan 3 kali lebih dominan. pusatsi i foramen
Luschkahasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi dari aliran proksikali dihubungkan
dengan Mielomeningokel yang seharusnya diamati perkembangannya pada bayi. Pada
kasus yang masih tersisa terdapat riwayat infeksi intrauterin (toksoplasmosis,
sitomegalovirus), perdarahan perinatal (anoksik atau traumatik), dan meningoensepalitis
neonatal (bakteri atau virus).

Manifestasi Klinik Spina Bifida

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinali dan akar
saraf yang terkena.

Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya
mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar
saraf yang terkena.

Terdapat beberapa jenis spina bifida:

1. Spina bifida okulta (tersembunyi) : bila kelainan hanya sedikit, hanya ditandai oleh
bintik, tanda lahir merah anggur, atau ditumbuhi rambut dan bila medula spinalis dan
meningens normal.
2. Meningokel : bila kelainan tersebut besar, meningen mungkin keluar melalui medula
spinalis, membentuk kantung yang dipenuhi dengan CSF. Anak tidak mengalami
paralise dan mampu untuk mengembangkan kontrol kandung kemih dan usus.
Terdapat kemungkinan terjadinya infeksi bila kantung tersebut robek dan kelainan ini
adalah masalah kosmetik sehingga harus dioperasi.
3. Mielomeningokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana sebagian dari medula
spinalis turun ke dalam meningokel.

Gejalanya berupa:

Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir. Jika
disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul,
tungkai atau kaki. Penurunan sensasi. Inkontinensia urin maupun inkontinensia tinja.
Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis)

Pemeriksaan Diagnostik Spina Bifida

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Pada trimester


pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan
lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar
serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.Kadang
dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:

1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan


2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.

Penatalaksanaan Spina Bifida

Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati
hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering
menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan
untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi
saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk mengatasi gejala
muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah
tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan
luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki
hidrosefalus akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan .

Pengobatan Spina Bifida

Tujuan dari pengobatan awal Spina Bifida adalah:

1. Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida


2. Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)

Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk


mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik
yang sering menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap
terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis,
infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu
memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih.
Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Atresia anus artinya anus tidak ada atau tidak berada pada tempatnya.Atresia anus
merupakan kelainan dalam perkembangan bayi saat masih dalam kandungan,
penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga factor genetic sedikit berperanan.diagnosis
dibuat segera setelah bayi dilahirkan (rutinitas/SOP, dimana tiap bayi baru lahir diperiksa
anusnya ada atau tidak,trsumbat atau tidak.
2. Namun demikian terjadi juga keadaan ini tidak terdeteksi, dan baru diketahui
setelah bayi tidak bias BAB dan terlihat gejala sumbatan diusus. Untuk memastikan jenis
atresia dan posisinya pastinya, dilakukan pemeriksaan ronsen plus zat kontras. MRI atau
CT Scan dan juga bisa menentukan jenis dan ukuran atresia.
3. Tindakan pembedahan merupakan satu-satunya cara pengobatan atresia ani. Yaitu
berupa membuat saluran darurat di dinding perut bayi (colostomy) untuk menyalurkan
feses, beberapa bulan kemudian baru dipindahkan ke bagian anusnya.

B. DAFTAR PUSTAKA

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA.Yogyakarta :


Fitramaya
Maryanti Dwi, dkk.2011. BUKU AJAR NEONATUS,BAYI, DAN BALITA.jakarta :trans
info media

Anda mungkin juga menyukai