Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan sarana yang penting dan efektif untuk membekali siswa dalam
menghadapi masa depan. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang bermakna sangat
menentukan terwujudnya pendidikan yang berkualitas , sehingga terbentuk siswa aktif yang
mampu mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kekuatan spritual, kecerdasan,
kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.

Perkembangan global saat ini menuntut dunia pendidikan untuk selalu mengubah
konsep berpikirnya. Masa depan yang kian tidak menentu dengan berbagai tantangan
melekatnya yang akan dihadapi oleh umat manusia memiliki implikasi yang luas dan
mendalam terhadap berbagai macam rancangan pengajaran dan teknik pembelajaran. Hal
tersebut tidak hanya terkait dengan kewajiban moral seorang guru untuk mendorong dan
memotivasi siswa agar belajar pengetahuan dan keterampilan yang signifikan, tetapi juga
terkait dengan tugas guru untuk memicu dan memacu siswa agar bersikap inovatif, mejadi
lebih kreatif, adaptif, dan fleksibel dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Hal ini
membawa konsekuensi bagi guru, untuk mampu menjadi model mental, suatu suri teladan
tentang bagaimana untuk menjadi inovatif, kreatif, adaptif, dan fleksibel.

Pada gilirannya tentu saja para guru akan menjadi semakin menyadari bahwa model,
metode, dan strategi pembelajaran yang konvensional tidak akan cukup membantu siswa.
Guru sendiri dituntut inovatif, adaptif, kreatif, serta mampu membawa suasana pembelajaran
yang menyenangkan kedalam kelas dan lingkungan pembelajaran, dimana terjadi interaksi
belajar mengajar yang intensif dan berlangsung banyak arah (multiways and joyful learning).
(Suryono, 2011).
Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan belajar peserta
didik secara mandiri, sehingga pengetahuan yang dikuasai adalah hasil belajar yang
dilakukannya sendiri. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam proses
pembelajaran hendaknya menciptakan dan menumbuhkan rasa dari tidak tahu menjadi
mau tahu, sehingga Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah untuk
digunakan dalam proses pembelajaran
Proses belajar yang berlandaskan pada teori konstruktivisme dapat membangun ide
dan pemahaman siswa dan memberikan makna terhadap informasi dan peristiwa yang
dialami karena siswa dilatih untuk berpikir kreatif dan kritis dalam menghadapi masalah.
Pembangunan ide atau pengetahuan dapat dilatih dengan pemberian masalah nyata, langsung
serta relevan dengan kebutuhan siswa tersebut, sehingga dalam pembelajaran guru dituntut
untuk mampu mengemas kegiatan pembelajaran dengan model yang dapat memberikan
kesempatan bagi siswa melakukan eksplorasi sederhana sehingga mereka tidak hanya sekedar
menerima dan menghapal tetapi juga memiliki kecakapan ilmiah, memiliki ketrampilan
proses sains dan ketrampilan berpikir kritis dan kreatif sehingga pembelajaran kimia di SMA
lebih bermakna.
Kimia adalah mata pelajaran khusus yang dipelajari ditingkat menengah atas.
Pembelajaran kimia idealnya dilaksanakan sesuai dengan hakikat sains. Menurut Amalina
(dalam purwati, 2016: 108) Pembelajaran sains menekankan pada proses mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, menyimpulkan, meramalkan dan mengkomunikasikan agar siswa
berperan aktif dalam pembelajaran dan membangun pengetahuannya sendiri dalam mencari
pemecahan dari suatu masalah. Pembelajaran sains berupa pemahaman mengenai konsep-
konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori dasar kimia, sehingga peserta didik dapat
mengaplikasikannya pada hal yang lebih kompleks. Pada pembelajaran kimia siswa dituntut
mampu mengembangkan kemampuan ketrampilan untuk berpikir konstruktivis dalam
membangun ide dan konsep sehingga siswa tidak hanya pandai teoritis tetapi juga dapat
mengaplikasinya.
Melalui Observasi , diketahui sudah banyak sekolah yang menerapkan kurikulum
2013 dengan model pembelajaran Discovery Learning (DL), dan diketahui bahwa masih
banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi kimia khususnya Ikatan Kimia,
ini terbukti dengan masih banyaknya siswa yang belum mencapai Nilai Ketuntasan
Maksimum. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan guru kimia dan siswa diketahui
permasalahan yang terjadi, bahwa dalam proses pembelajaran pada materi Ikatan Kimia
setiap proses pembelajaran, esensi pendekatan ilmiah masih belum diterapkan. Guru masih
cenderung menggunakan proses pembelajaran dengan pendekatan yang berpusat pada guru
(teacher centered approach). Dengan pendekatan yang diterapkan oleh guru tersebut,
menyebabkan masih belum tercapainya efektivitas pembelajaran kimia
Akibatnya siswa hanya berpusat pada informasi yang diberikan oleh guru. Dalam hal
ini siswa hanya menghapal dan mencatat setiap informasi yang didengar tanpa memahami
konsepnya sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang berkembang. Oleh karena itu,
hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh guru tidak hanya memberikan informasi tetapi
harus menerapkan model pembelajaran yang mampu membangun kemampuan berpikir kritis
siswa sehingga siswa tidak hanya mendengar, menerima, serta menghapal materi yang
disampaikan oleh guru.
Dalam prakteknya, guru harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling
tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran
yang tepat harus memperhatikan tujuan pembelajaran, krakteristik materi, krakteristik siswa,
fasilitas dan alokasi waktu. Hal ini akan mempermudah siswa dalam menganalisis setiap
masalah sehingga memberikan dampak positif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa
khususnya pada materi ikatan kimia.
Materi ikatan kimia merupakan materi yang sulit karena memiliki karakteristik
pemahaman konsep dan kemampuan analisis yang tinggi. Materi ikatan kimia juga memiliki
keterkaitan dengan materi sebelumnya yaitu struktur atom dan sistem periodik unsur,
sehingga peserta didik harus memiliki pemahaman ekstra agar dapat memahami konsep
ikatan kimia dengan benar. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akivitas peserta
didik dan hasil belajar peserta didik salah satunya adalah melalui penerapan model
pembelajaran yang dapat membangkitkan keaktifan berpikir dan kerja peserta didik yaitu
model discovery learning.
Menurut Malik., dkk, (2001) bahwa metode discovery learning adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses
mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui
observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. model discovery learning
karena tidak memiliki perhitungan.
Maryani, dkk (2012) menyatakan bahwa, pembelajaran dengan discovery mendorong
peserta didik untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk mereka
sendiri. Setiap tahap dalam model discovery learning akan mendorong peserta didik berpikir
secara kritis, analitis serta memahami, merepakan, dan mengembangkan pola pikir yang
rasional dan objektif dalam menerima materi pelajaran, sehingga menghasilkan peserta didik
yang produktif, kreatif, dan inovatif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan
yang terintegrasi (Maryani dkk, 2012).
Menurut Widyadnyana, dkk (2014) menyatakan dengan menggunakan model
pembelajaran discovery learning pemahaman konsep peserta didik dapat meningkat. Hal ini
dapat dipengaruhi dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik sehingga mendukung
pencapaian hasil belajar termasuk prestasi kognitif. Pengetahuan peserta didik dapat
meningkat seiring dengan kemauan dari dalam diri dalam belajar. Selain model
pembelajaran, ada faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik,
namun belum sepenuhnya diperhatikan oleh guru. Salah satunya yaitu kreativitas.
Dari penelitian yang telah dilakukan, belum ada yang menganalisis mengenai
keterlaksanaan model pembelajaran Discovery Learning (DL) ditinjau dari guru maupun
siswa, sementara keterlaksanaan sangat erat hubungannya dengan kemampuan berpikir kritis
siswa. Maka dari itu perlu diadakan analisis keterlaksanaan model Discovery Learning (DL)
ditinjau dari aktivitas guru dan siswa, sehingga akan terlihat apakah pelaksanaan model
Discovery Learning (DL) berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis tertarik untuk memilih
judul “Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning (DL) Dan
Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Ikatan Kimia
di SMA Negeri 1 Pangururan.”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keterlaksanaan model pembelajaran Discovery Learning (DL) pada materi
Ikatan Kimia di SMA Negeri 1 Pangururan?
2. Apakah terdapat pengaruh keterlaksanaan model pembelajaran Discovery Learning
(DL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Ikatan Kimia di SMA
Negeri 1 Pangururan?

1.3 Tujuan penelitian


Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Dapat mengetahui bagaimana keterlaksanaan model pembelajaran Discovery
Learning (DL) pada materi Ikatan Kimia di SMA Negeri 1 Pangururan.
2. Dapat mengetahui pengaruh keterlaksanaan model pembelajaran Discovery Learning
(DL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Ikatan Kimia di SMA
Negeri 1 Pangururan.
1.4 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas agar penelitian lebih terfokus dan terarah,
maka diperlukan pembatasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah materi
yang digunakan berdasarkan kurikulum yang diajarkan pada SMA tersebut. Batasan masalah
yang di anjurkan oleh peneliti yaitu sampai dengan indicator menganalisis perkembangan
konsep Ikatan Kimia.

1.5 Manfaat penelitian


Manfaat penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa
a. Dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam
pembelajaran kimia.
b. Discoveri Learning dapat membangkitkan minat siswa, nyata dan sesuai untuk
membangun kemampuan intelektual.
c. Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
d. Dapat melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa.
e. Dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata.
2. Bagi guru
Sebagai masukan bagi guru untuk dapat menggunakan model yang variatif, salah
satunya dengan menggunakan model yang melibatkan siswa secara aktif yaitu model
pembelajaran Discovery Learning (DL) dalam pembelajaran.
3. Bagi sekolah
a. Dapat meningkatkan SDM sekolah demi kemajuan pendidikan terutama dalam
pembelajaran kimia.
b. Dapat meningkatkan kualitas sekolah diwujudkan melalui nilai akhir nasional
yang optimal.
4. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dengan terjun
langsung ke lapangan dan memberikan pengalaman belajar yang menumbuhkan
kemampuan dan keterampilan meneliti serta pengetahuan yang lebih mendalam
terutama pada bidang yang dikaji.

1.6 Defenisi Operasional


Untuk menghindari kesalapahaman dalam menginterpretasikan hasil penelitian makan
perlunya batasan istilah sebagai berikut:
1. Menurut Malik., dkk, (2001) bahwa metode discovery learning adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada
suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan
proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery
dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi.
model discovery learning karena tidak memiliki perhitungan.
2. Materi ikatan kimia merupakan materi yang sulit karena memiliki karakteristik
pemahaman konsep dan kemampuan analisis yang tinggi. Materi ikatan kimia juga
memiliki keterkaitan dengan materi sebelumnya yaitu struktur atom dan sistem
periodik unsur, sehingga peserta didik harus memiliki pemahaman ekstra agar dapat
memahami konsep ikatan kimia dengan benar.

Anda mungkin juga menyukai