Anda di halaman 1dari 83

PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI BERAT INOKULUM

TERHADAP KUALITAS TEMPE BIJI DURIAN (Durio zibethinus)

SKRIPSI

OLEH

Ika Silvia
050802030

SKRIPSI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI


BERAT INOKULUM TERHADAP KUALITAS
TEMPE BIJI DURIAN (Durio zibethinus)
Kategori : SKRIPSI
Nama : IKA SILVIA
Nomor Induk Mahasiswa : 050802030
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di
Medan, Agustus 2009

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr.Rumondang Bulan MS Dra. Emma Zaidar Nst,M.Si


NIP 131459466 NIP 131653985

Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,

Dr.Rumondang Bulan MS
NIP 131459466

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI BERAT INOKULUM TERHADAP


KUALITAS TEMPE BIJI DURIAN (Durio zibethinus)

SKRIPSI

Saya mengakui Bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasaan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2009

IKA SILVIA
050802030

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil’alamin. …, segala syukur hanya untuk-Nya, Allah SWT atas


nikmat yang telah diberikan yang takkan dapat terhitung meski seluruh pena menari-nari
di atas seluruh kertas. Berkat izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum
terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus)” , yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas MIPA USU.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua


orangtuaku tercinta, Ayahanda Amarullah dan Ibunda Suriana atas segala kasih
sayang, pengorbanan, dukungan, perhatian dan dan do’a yang selalu teruntai untukku
ditiap sujudnya, inilah persembahan yang mampu kuberi. Kakakku Marlina Ulfa Amd
dan Saiful juga Elvi Diana Amd dan Achmadi atas segala dukungannya kepada
penulis. Sang penyejuk hati Tamara Aulia Syiva dan M.Ichsan Afkar yang kusayangi.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesr-


besarnya kepada :
1. Ibu Dra Emma Zaidar Nst, M.Si selaku dosen pembimbing I, yang dengan penuh
kesabaran membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.
2. Ibu Dr Rumondang Bulan MS, selaku dosen pembimbing II dan ketua jurusan
Kimia FMipa USU
3. Bapak Drs.Amir Hamzah Siregar M.Si selaku dosen wali
4. Bapak Drs. Firman Sebayang M.Si selaku sekretaris jurusan Kimia FMipa USU
5. Seluruh staf Pengajar dan Administrasi Jurusan Kimia FMIPA USU yang telah
mendidik dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan
Kimia FMIPA USU Medan
6. Sahabat-sahabatku Rahma, Salma, Novrida, Dina, Yusma, Tetty, K’Ade atas
segala bantuan, dukungan dan semangatnya untukku.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
7. Seluruh Asisiten Laboratorium Kimia Dasar FMIPA-USU Medan yang memberi
dukungan Sony, Ando, Rivan, Hendi, Yani, Widia, Aprima, Fatma, Yuki, Eko,
Deasy, Reni, Ani, K’Atun, K’Pipit, K’Ayu, B’Ridwan.
8. Saudara-saudaraku di UKMI Al-falak, jazakumullah khairan katsiran atas
ukhuwah yang indah
9. Teman-temanku Dwi, Rina, Catherine, K’Rina, K’Yeni, K’Kiki , dan seluruh
rekan-rekan seperjuangan stambuk’05 lainnya yang telah banyak membantu.
10. Pondok durian P’Singlet, Tiva, K’Ike, Ayud, K’Sri, Risa, Aan atas bantuannya
selama ini.
11. Seluruh asisten Laboratorium Biokimia dan K’Pia
12. Adik-adikku Emi, Nurul, Mina, Arini, Wimpi, Desi, Nisa, Tiwi, Tia, May, Zoraya,
yuni, Aisyah, dan seluruh kimia’08 lainnya juga Kom D’08 atas dukungannya
selama ini.
13. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan, terima kasih atas dukungan dan
bantuannya

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan
akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan , Agusutus 2009

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Abstrak

Telah dilakukan penelitian pengaruh penambahan variasi berat inokulum terhadap


kualitas tempe biji durian (Durio zibethinus). Sampel yang digunakan adalah limbah biji
durian yang diperoleh dari penjual durian. Keuntungan dari penelitian ini adalah
mengurangi limbah biji durian dan sebagai salah satu alternatif pemanfaatan biji durian
menjadi produk makanan baru yaitu tempe, yang disukai oleh masyarakat. Pengolahan
biji durian dimulai dengan menghilangkan kandungan getah dan menentukan kandungan
nutrient (karbohidrat, protein, lemak), air dan abu yang terkandung di dalamnya. Tempe
dibuat dengan variasi berat inokulum 1.0 g, 1.5 g, 2.0 g dan 2.5 g dan analisa terhadap
tekstur, warna, rasa, dan aroma dari tempe. Dari penelitian diketahui bahwa kualitas
terbaik dari tempe biji durian yang dihasilkan adalah tempe dengan variasi berat
inokulum dan berat biji durian 2,0 g. Tempe mempunyai tekstur yang kompak,
kapangnya banyak dan berwarna putih, aromanya menyerupai tempe.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
THE INFLUENCE OF INOCULUMS WEIGHT TO TEMPE DURIAN SEEDS
(Durio zibethinus) QUALITY

Abstract

The research of the influence inoculums weight on tempe durian seeds (Durio zibethinus)
quality was carried out. The sample used was the waste from durian selling. Benefit of
this research was reduce waste of durian seeds and one of alternative beneficial durian
seeds to be a kind of food product such as tempe can be preferable by public. Cultivation
of durian seeds was began with removed of gum content and determine nutrient content
(carohydrate, protein, fat) water,and ash content in it. Tempe was made with variation of
inoculums weight 1.0 g, 1.5 g , 2.0 g , 2.5 g and analyzed test of texture, colour, taste,
and flavor from tempe. The results of this research, it is known that the best quality tempe
of durian seeds gained was tempe with variation inoculums weight 2.0 g. The tempe has
compact texture, the mold is heavy and the colour is white, the flavor is like tempe.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DAFTAR ISI

Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak vi
Abstrak vii
Daftar Isi viii
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv

Bab I Pendahuluan 1
1.1. Latar belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Lokasi Penelitian 4
1.7. Metodologi Penelitian 4

Bab II Tinjauan Pustaka 6


2.1. Sejarah penyebaran durian 6
2.2. Tanaman durian 6
2.2.1. Klasifikasi Durian 8
2.2.2. Perbandingan Kandungan Nutrisi Biji Durian dan
Kedelai 8

2.3. Tempe 9
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
2.3.1. Fermentasi Tempe 11
2.3.2..Inokulum Tempe 14
2.3.2.1.Mikrobiologis Inokulum Tempe 15
2.3.2.2.Biokimia Dan Fisiologis dari Rhizopus oligosporus 16
2.3.3.Inkubasi 17
2.4. Kadar Karbohidrat 18
2.4.1. Analisa Kadar karbohidrat 18
2.5. Kadar Protein 18
2.5.1. Analisa Kadar protein 19
2.6. Kadar Lemak 20
2.6.1. Analisa Kadar Lemak 21
2.7. Kadar Air 21
2.7.1. Analisa Kadar Air 22
2.8. Kadar Abu 22
2.8.1. Analisa Kadar Abu 23
2.9. Uji Organoleptik 23

Bab 3 Metode Penelitian 25


3.1. Bahan-bahan Penelitian 25
3.2. Alat-alat Penelitian 26
3.3. Prosedur Penelitian 26
3.3.1. Pembuatan reagen 26
3.3.1.1. Pembuatan Larutan NaOH 30 % 26
3.3.1.2. Pembuatan Indikator H3BO3 4 % 27
3.3.1.3. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N 27
3.3.2. Pembuatan Tempe 27
3.3.3. Penentuan Kadar Protein 28
3.3.4. Penentuan Kadar Air 28
3.3.5. Penentuan Kadar Abu 28
3.3.6. Penentuan Kadar Lemak 28
3.3.7. Penentuan Kadar karbohidrat 29
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
3.3.8. Penentuan Nilai Organoleptik 29
3.4. Bagan Penelitian 30
3.4.1. Pembuatan Tempe 30
3.4.2. Penentuan Kadar Protein 31
3.4.3. Penentuan Kadar Air 32
3.4.4. Penentuan Kadar Abu 33
3.4.5. Penentuan Kadar Lemak 34
3.4.6. Penentuan Kadar Karbohidrat 35
3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik 36

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 37


4.1 Hasil Penelitian 37
4.1.1 Analisa Kadar Protein 38
4.1.2. Analisa Kadar Air 41
4.1.3 .Analisa Kadar Abu 43
4.1.4. Analisa Kadar Lemak 44
4.1.5. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum
Terhadap Kadar Karbohidrat 46
4.1.6. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum
terhadap Rasa, Warna, Baud an Tekstur Tempe 47
4.2. Pembahasan
4.2.1. Penghilangan Getah 48
4.2.2. Kadar Protein 48
4.2.3. Kadar Air 49
4.2.4. Kadar Abu 49
4.2.5. Kadar Lemak 50
4.2.6. Kadar Karbohidrat 50
4.2.7. Uji Organoleptik 51

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 52
5.1. Kesimpulan 52
5.2. Saran 52

Daftar Pustaka 53

Lampiran 55

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Durian 8


Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kedelai 9
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tempe Kedelai 10
Tabel 3.1 Uji Skala Hedonik 29
Tabel 4.1 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap
Kadar Protein 40
Tabel 4.2 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap
Kadar Air 42
Tabel 4.3 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap
Kadar Abu 44
Tabel 4.4 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap
Kadar Lemak 45
Tabel 4.5 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap
Kadar Karbohidrat 46
Tabel 1 Data Kadar Protein Tempe Biji Durian (%) 56
Tabel 2 Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Tempe 56
Tabel 3 Data Kadar Air Tempe Biji Durian (%) 57
Tabel 4 Analisa Sidik Ragam Kadar Air Tempe 57
Tabel 5 Data Kadar Abu Tempe Biji Durian (%) 58
Tabel 6 Analisa Sidik Ragam Kadar AbuTempe 58
Tabel 7 Data Kadar Lemak Tempe Biji Durian (%) 59
Tabel 8 Analisa Sidik Ragam Kadar LemakTempe 59
Tabel 9 Data Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian (%) 60
Tabel 10 Analisa Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tempe 60
Tabel 11 Data Pengamatan Uji warna Tempe Biji Durian (%) 61
Tabel 12 Analisa Sidik Ragam Uji Warna Tempe 61
Tabel 13 Data Pengamatan Uji Rasa Tempe Biji Durian (%) 62
Tabel 14 Analisa Sidik Ragam Uji Rasa Tempe 62
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 15 Data Pengamatan Uji Bau Tempe Biji Durian (%) 63
Tabel 16 Analisa Sidik Ragam Uji Bau Tempe 63
Tabel 17 Data Pengamatan Uji Tekstur Tempe Biji Durian (%) 64
Tabel 18 Analisa Sidik Ragam Uji Tekstur Tempe 64
Tabel 19 Syarat Mutu Tempe Kedelai 65
Tabel 20 Daftar Nilai Kritik Sebaran F 68

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Protein Tempe Biji Durian 41
Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Air Tempe Biji Durian 42
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Abu Tempe Biji Durian 44
Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Lemak Tempe Biji Durian 46
Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian 47
Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengukuran Uji Rasa Tempe Biji Durian 48
Gambar 4.7 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat
Inokulum 1,0 g 65
Gambar 4.8 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat
Inokulum 1,5 g 65
Gambar 4.9 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat
Inokulum 2,0 g 66
Gambar 5.1 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat
Inokulum 2,5 g 66

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan juga meningkat.


Untuk memenuhi kebutuhan ini berbagai terobosan telah dilakukan untuk mendapatkan
diversifikasi makanan yang bergizi.

Indonesia dikenal sebagai negara yang subur, kaya akan hasil alam. Namun,
semuanya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu diperlukan terobosan
untuk mengolahnya menjadi sumber makanan. Pengolahan tumbuh-tumbuhan, buah-
buahan merupakan salah satu cara yang dapat dimanfaatkan, dan yang dapat diolah
sebagai sumber makanan baru adalah biji durian ( http://kimiauii.org).

Durian merupakan buah yang memiliki bau spesifik, dan banyak diminati oleh
orang. Biasanya yang dikonsumsi adalah daging buahnya, yang dapat dimakan langsung
atau pun diolah menjadi makanan lain seperti. Sumatera Utara merupakan penghasil
durian terbanyak di Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistika tahun 2007, produksi
durian di Sumatera Utara dalam setahun mencapai 126.211 ton (BPS Indonesia, 2007). Di
Medan, tidak perlu menunggu musim durian tiba bila ingin menikmatinya, karena ada
beberapa tempat yang selalu menjual durian meski bukan musimnya. Buah durian
tersebut menghasilkan limbah salah satunya biji.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Biji durian yang dibuang sebagai limbah berupa sampah dapat mengganggu
kualitas dan kesehatan lingkungan . Ukuran biji durian yang cukup besar membutuhkan
waktu lama untuk dapat terurai atau terdegradasi secara alami. Pada permukaan biji akan
tumbuh jamur yang dapat menjadi sumber penyebaran penyakit. Jamur Aspergillus niger
yang bersifat aerobik paling banyak tumbuh pada bagian luar biji sehingga
mengakibatkan biji menjadi berbulu dan berwarna hitam sebagai hasil produksi miselium
dan spora jamur. Jamur yang tumbuh pada biji dapat mengganggu kesehatan, karena
jamur tersebut menghasilkan zat-zat racun yang dikenal sebagai mycotoxin. Biji durian
sebagai limbah ikutan dari buah durian dapat dimanfaatkan sebagai tempe (Frazier dan
Westhoff, 1978).

Tempe, makanan bergizi asli Indonesia, merupakan sumber protein nabati cukup
penting bagi masyarakat. Kandungan gizi tempe mampu bersaing dengan bahan pangan
non nabati seperti daging, telur, dan ikan, baik kandungan protein, vitamin, mineral
maupun karbohidrat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila tempe sangat digemari,
karena selain bergizi juga murah.

Harga kedelai yang meningkat di pasar dunia menyebabkan harga kedelai di


pasar dalam negeri ikut meningkat, termasuk produk olahannya. Bila diamati lebih jauh,
Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah, memiliki sumber daya kacang-
kacangan lain maupun bukan kacang-kacangan yang potensial sebagai pengganti kedelai.
Ada beberapa jenis kacang-kacangan selain kedelai maupun bukan kacang-kacangan
yang dapat diolah menjadi tempe, bahkan memiliki nutrisi hampir sama dengan kedelai .
Namun potensi ini belum dimanfaatkan secara luas. (www.pustaka.go.id/publikasi).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk memanfaatkan biji durian


sebagai alternatif makanan baru dengan cara mengolahnya menjadi tempe dan
menganalisa kadar gizi (karbohidrat, protein, lemak, air dan abu ) pada tempe biji durian
yang dihasilkan.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


- Bagaimana cara mengolah biji durian menjadi tempe dan variasi berat inokulum
mana yang memberikan hasil yang terbaik untuk pembuatan tempe.
- Berapa kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar air dan kadar abu
dalam tempe yang dihasilkan.
- Bagaimana uji organoleptik terhadap rasa, warna, bau, dan tekstur dari tempe.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dibatasi pada :


- Biji durian yang digunakan dalam penelitian berasal dari limbah biji durian dari
pedagang durian di Jl.Iskandar muda Medan.
- Tempe dibuat dengan memvariasikan penambahan berat inokulum yaitu 1,0 g,
1,5 g, 2,0 g dan 2,5 g.
- Parameter yang dianalisa adalah kadar protein, lemak, karbohidrat, air, abu, dan
uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur dari tempe yang dihasilkan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :


- Untuk mengetahui cara mengolah limbah biji durian menjadi tempe dan variasi
berat inokulum mana yang memberikan hasil yang terbaik untuk pembuatan
tempe.
- Untuk mengetahui kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar air dan
kadar abu dalam tempe yang dihasilkan.
- Untuk mengetahui kualitas warna, rasa, bau dan tekstur dari tempe yang
dihasilkan secara uji organoleptik.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi limbah biji durian, dan tempe
biji durian yang dihasilkan dapat menjadi alternatif sumber makanan baru yang
kandungan karbohidrat, protein, lemak, air dan abu dapat diketahui oleh masyarakat luas.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan Universitas


Sumatera Utara, dan Badan Riset Standardisasi Industri Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Adapun langkah – langkah yang


dilakukan adalah sebagai berikut :
- Penghilangan getah dari biji durian yang dilakukan dengan mengeringkan biji
durian di bawah sinar matahari.
- Tempe dibuat dengan memvariasikan penambahan berat inokulum 1,0 g, 1,5 g,
2,0 g, dan 2,5 g sebagai variabel bebas, sedangkan faktor – faktor lain yang dapat
mempengaruhi yaitu temperatur, berat pereaksi, dan berat total biji durian dengan
inokulum sebagai variabel tetap. Untuk setiap variasi tersebut dianalisa kadar
protein, lemak, karbohidrat, air, abu, dan nilai organoleptik terhadap warna, rasa,
bau, dan tekstur sebagai variabel terikat.
- Analisa kadar protein biji durian dan tempe yang dihasilkan ditentukan dengan
metode Kjedahl.
- Analisa kadar lemak biji durian dan tempe yang dihasilkan ditentukan dengan cara
ekstraksi kontinu dengan alat Soklet.
- Penentuan kadar air biji durian dan tempe yang dihasilkan dilakukan dengan
metode gravimetrik yaitu pengeringan dalam oven pada suhu 100 – 105oC.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
- Penentuan kadar abu biji durian dan tempe yang dihasilkan dilakukan dengan
metode pemanasan dalam tanur pada suhu 500oC hingga diperoleh abu berwarna
putih.
- Kadar karbohidrat biji durian dan tempe yang dihasilkan ditentukan dengan
perhitungan kasar menggunakan metode Carbohidrate by Difference yaitu dengan
menghitung selisih antara 100% dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein,
dan lemak.
- Uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur tempe dilakukan secara
skala hedonik.
- Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap perlakuan dari masing-
masing sampel. Data diolah secara analisa variansi model tetap Rancangan Acak
Lengkap (RAL), dan uji dengan menggunakan statistika F dengan taraf signifikan
5% dan 1%.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Penyebaran Tanaman Durian

Sejarah tentang tanaman durian, seumur dengan sejarah tentang manusia. Tahun yang
tepat sulit disebutkan, tetapi seabad yang lalu sudah banyak yang memperbincangkan
waktu ditemukan tempo dulu, tanaman aneh tersebut memang masih tumbuh liar dan
terpencar-pencar di hutan raya “Malesia” yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia,
Sumatera, dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian
menyebar ke seluruh Indonesia, lantas melalui Muangthai menyebar ke Birma, India dan
Pakistan.

Adanya penyebaran sampai sejauh itu, karena akibat pola kehidupan masyarakat
saat itu tidak menetap. Mereka merambah daerah hutan yang satu menuju daerah hutan
yang lain. Setiap daerah yang selesai dihuninya ditinggalkan begitu saja, tumbuhlah
tanaman durian bersamaan dengan tumbuhnya semak-belukar disekitar situ. Rupanya
kebiasaan mereka dulu untuk membuang apa saja di sembarang tempat, membuat biji-biji
durian juga berceceran di mana-mana. Tidak cuma disekitar tempat tinggalnya saja tetapi
juga disepanjang jalan yang dilalui ketika ia mencari buah ini. Dengan begitu, biji-biji
tersebut tumbuh secara alami dan berkembang biak secara alami pula. Tidak beraturan
tempatnya, juga tidak beraturan tumbuhnya (Setiadi, 1996).

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
2.2 Tanaman Durian

Tanaman durian termasuk marga Durio, dari species Durio zibethinus, family bombaceae
yang mempunyai hubungan erat dengan kerabat kapuk randu (ciebapetandra) . Durian
tergolong jenis tanaman buah yang sudah banyak dikenal dan sudah umum
dibudidayakan, maka tidak mengherankan kalau durian mempunyai banyak nama
tambahan untuk menunjukkan kekhasannya, sehingga durian mempunyai banyak varietas.

Dari berbagai jenis buah durian tersebut ada beberapa diantaranya yang hampir
mirip, ada kesamaannya. Beberapa orang yang menekuni bidang tanaman buah-buahan
menggolongkan durian lokal unggul dengan melihat ciri-ciri sebagai berikut .
1. Buah : Kecil sampai besar
2. Biji : Kecil sampai besar
3. Daging : Tebal
4. Kadar alkohol : Tinggi
5. Kadar air : Sedikit, malah hampir kering
6. Rasa : Manis legit
7. Tangkai buah : Pendek

Tidak kurang dari 300 spesies durian berhasil ditemukan oleh para ahli. Dari
jumlah itu diketahui jumlah generanya, yakni sebanyak 31 genera. Dari sekian banyak
genera yang ditemukan itu, baru 6 spesies saja yang sudah dipastikan bisa dimakan oleh
manusia. Di Indonesia terdapar beberapa spesies durian antara lain, antara lain 19 spesies
tumbuh di Kalimantan, dan 7 spesies di P.Sumatra. Akan tetapi, menurut perkiraan masih
banyak lagi spesies lain, baik yang bisa dimakan maupun yang tidak bisa dimakan.
Keenam spesies durian yang bisa dimakan adalah
1. Durio murr, dengan nama lokal durian biasa
2. Durio kutejensis (Hass) Bece, dengan nama lokal Lai
3. Durio oxleyamis (Griff). Dengan nama lokal Kerantongan
4. Durio graveolens (Bece), dengan nama lokal Tabelak
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
5. Durio delcis, dengan nama lokal Lahong
6. Durio grandiflorus (Mast)

Dari keenam durian itu, D.zibethinus dan D.kutejensis saja yang sudah
dibudidayakan oleh masyarakat pedesaan. Akan tetapi, yang sering dibudidayakan adalah
jenis D.zibethinus. Spesies ini lebih menyebar dan lebih merata. Di samping
itu,spesies ini mudah ditemukan di daerah tropis lain di luar negeri. Spesies D.kutejensis
barangkali hanya ada di Pulau Kalimantan. itu pun hanya terbatas pada daerah sekitar
habitatnya, yaitu sekitar Kalimantan Timur.Spesies D.oxleyanus dan D.graveolens konon
tergolong liar di belantara Kalimantan, Sumatra, dan Malaysia . Pembudidayaan spesies
durian tersebut juga masih tergolong primitif karena penyebarannya dengan
menggunakan biji (Aak, 1997).

2.2.1. Klasifikasi Durian

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman durian diklasifikasikan sebagai


berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dycotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Bombaceae
Famili : Bombaceae
Genus : Durio
Species : Durio zibethinus Murr
( Rahmat,R.,1996)

2.2.2. Perbandingan Kandungan Nutrisi biji durian dan kedelai

Berikut ini adalah kandungan kimia 100 gram biji durian

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji durian

Komponen Per 100 g biji segar Per 100 g biji telah


tanpa kulit dimasak tanpa kulit
Kadar air 51.5 g 51.1 g
Lemak 0.4 g 0.2 – 0.23 g
Protein 2.6 g 1.5 g
Karbohidrat total 43.6 g 46.2 g
Serat kasar 0.7 – 0.71 g
Nitrogen 0.297 g
Abu 1.9 g 1.0 g
Calcium 17 mg 39 -88.8 mg
Phosphor 68 mg 86.65 – 87 mg
Besi 1.0 mg 0.6 – 0.64 mg
Natrium 3 mg
Kalium 962 mg
Beta carotene 250 μg
Riboflavin 0.05 mg 0.05 – 0.052 mg
Thiamine 0.03 – 0.032 mg
Niacin 0.9 mg 0.89 – 0.9 mg

http://www.juntak.com/search_c.htm.

Tabel 2.2 Komposisi kimia kedelai kering per 100 g

Komposisi Jumlah
Kalori (kkal) 331,0
Protein (gram) 34,9
Lemak (gram) 18,1
Karbohidrat (gram) 34,8
Kalsium (mg) 227,0

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Posfor(mg) 585,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 110,0
Vitamin B1 (mg) 1,1
Air (gram) 7,5

(Sutrisno,K. 1992)

2.3 T e m p e

Tempe adalah makanan tradisonal Indonesia yang merupakan hasil fermentasi kedelai.
Fermentasi terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus sp.pada kedelai sehingga membentuk
massa yang padat dan kompak. Tempe merupakan sumber protein potensial bagi
penduduk, khususnya di Indonesia hal ini disebabkan kedelai sebagai bahan baku tempe
telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat negara berkembang karena harganya yang
murah, sedangkan nilai gizinya seimbang dengan sumber protein hewani seperti daging
sapi, susu sapi, dan telur ayam

Protein kedelai mempunyai kandungan lisin yang tinggi. Lisin merupakan asam
amino pembatas pada produk yang berasal dari biji-bijian. Sedangkan biji-bijian termasuk
beras kaya akan asam amino yang mengandung atom belerang (metionin, sistein), yang
merupakan jenis asam amino yang sangat kurang pada tempe. Selama proses fermentasi
banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah
dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi produk yang lebih kecil
dan larut dalam air, misalnya asam amino dan peptida. Demikian pula dengan kandungan
lemak dari kedelai. Fermentasi kedelai selama 48 jam akan meningkatkan asam lemak
bebas dari satu persen pada kedelai menjadi 30 persen. Asam lemak terbesar yang
diproduksi adalah asam linolenat. Kenaikan asam lemak linolenat ini penting dari segi
gizi karena merupakan asam lemak tidak jenuh essensial.

Tabel 2.3 Komposisi kimia tempe dalam 100 gram bahan

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Komponen Tempe
Air (g) 64
Kalori (kkal) 149
Protein(g) 18,3
Lemak(g) 4,0
Karbohidrat (g) 12,7
Kalsium(mg) 129
Posfor (mg) 154
Zat besi (mg) 10
Vitamin A(SI) 50
Vitamin B1(mg) 0,17
Vitamin C (mg) 0

Selama proses pembuatan tempe terjadi proses penurunan kadar karbohidrat


penyebab flatulensi yaitu stakiosa dan rafinosa. Penurunan kedua oligosakarida tersebut
akan meningkatkan daya cerna tempe dan bebasnya flatulensi.Jenis kapang yang terlibat
dalam fermentasi tempe tidak memproduksi toksin (racun) bahkan sebaliknya mampu
melindungi tempe terhadap aflatoksin dan kapang yang memproduksinya. Disamping itu,
telah dilaporkan bahwa tempe mengandung senyawa antibakteri. Senyawa penghambat
pertumbuhan bakteri tersebut diproduksi oleh kapang tempe selama proses fermentasi (
Sutrisno,K.,1992)

2.3.1. Fermentasi Tempe

Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri,
khamir, dan jamur. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab
fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat
menyebabkan perubahan sifat pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan –
kandungan bahan pangan tersebut. Jika cara-cara pengawetan pangan yang lain misalnya
pemanasan, pendinginan, pengeringan, iradiasi dan lain-lainnya ditujukan untuk

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
mengurangi jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah sebaliknya, yaitu
memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya di dalam makanan.
Tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu disesuaikan dengan hasil akhir
yang dikehendaki.

Pada mulanya yang dimaksud dengan fermentasi adalah pemecahan gula menjadi
alkohol dan CO2. Tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu
menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol serta CO2. Selanjutnya diketahui
pula bahwa selain karbohidrat, juga protein dan lemak dapat dipecah oleh mikroba dan
enzim tertentu yang menghasilkkan CO2 dan zat-zat lainnya (F.G.Winarno,1980).

Fermentasi dapat dikatakan sebagai cara paling tua untuk mengawetkan atau
meningkatkan sifat organoleptik dari suatu bahan makanan . Sebenarnya berbagai
produk fermentasi kedelai telah lama dapat dinikmati, namun minat konsumen terhadap
makanan kesehatan yang muncul akhir-akhir ini serta adanya keinginan untuk mencoba
jenis makanan baru , menyebabkan topik fermentasi tetap aktual untuk diteliti dan
dikembangkan. Sampai saat ini, hampir seluruh proses fermentasi kedelai menjadi tempe
di Indonesia masih merupakan kegiatan produksi skala rumah tangga. Meskipun
prosesnya cukup sederhana, namun terkait erat dengan aplikasi beberapa ilmu dasar,
khususnya mikrobiologi dan biokimia. Mikrobiolog sangat diharapkan partisipasinya
dalam pemilihan jenis mikroba yang diperlukan untuk mengubah biji-biji kedelai menjadi
bahan makanan yang sifat fisik dan kimianya sangat berbeda dengan bahan bakunya.
Derajat aktivitas mikroba menjadi faktor yang sangat penting karena dalam waktu
fermentasi yang singkat, dihasilkan produk yang nilai gizinya lebih baik dan penampilan
serta cita rasanya diterima konsumen. Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba,
akan menghasilkan enzim yang selanjutnya mengawali terjadinya rangkaian proses
biokimia dan terus berlangsung selama didukung oleh kondisi yang sesuai.

Pembuatan tempe diawali dengan merendam kedelai dalam air yang tingkat
keasamannya (pH) sekitar 4-5. Kondisi asam ini diperoleh dengan cara menambahkan
asam cuka. Dengan menerapkan suatu metode kimia analitik sederhana (misalnya
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
pengukuran dengan kertas litmus), tingkat keasaman tersebut dapat diperoleh dengan
mudah. Suasana asam seperti ini, diperlukan untuk mencegah tumbuhnya bakteri yang
dapat mengganggu proses fermentasi atau dapat menurunkan mutu tempe yang akan
dihasilkan. Pengasaman terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil racun
Bacillus cereus (Nout,dkk,1987). Asalkan pH tidak kurang dari 3,5, pertumbuhan
Rhizopus sp. yaitu kapang yang berperan dalam pembuatan tempe tidak akan terganggu.
(Bambang,H.,1999).

Pembuatan tempe didasarkan proses fermentasi, faktor inokulum dan kapang dari
jenis Rhizopus dan oryzae berperan penting dalam proses tersebut. Selama proses
fermentasi, jenis-jenis mikroorganisme lain mungkin turut tercampur, tetapi tidak
menunjukkan aktivitas yang nyata. Fermentasi kapang hanya berlangsung aktif 1 hari,
setelah itu terbentuk spora-spora yang berwarna putih kehitaman. Pada saat itu,
kesempatan pertumbuhan dilakukan oleh jenis mikroorganisme lain, terutama bakteri-
bakteri yang dapat menimbulkan pembusukan, sehingga tempe harus segera dimakan dan
dimasak sebelum pembusukan terjadi.

Dari pengamatan visual dan subyektif dapat dilihat perubahan-perubahan pada


proses fermentasi, misalnya tempe telah jadi dalam waktu 30 jam setelah inokulasi dan
dalam waktu 10-15 jam tempe mulai mengeluarkan bau amoniak, bila dibiarkan pada
suhu kamar. Dengan melihat keadaan tersebut, maka terlalu singkat kiranya
memperdagangkan tempe secara meluas tanpa diimbangi usaha pengawetan.Untuk
membuat tempe yang berkualitas baik dan agak tahan lama, harus diperhatikan sanitasi
dan kemurnian inokulumnya (F.G.Winarno, 1982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe, yaitu :


a. Oksigen
Oksigen memang diperlukan untuk pertumbuhan kapang, tetapi bila berlebihan
proses metabolisme kapang menjadi lebih cepat sehingga menghasilkan panas
berlebihan dan tidak seimbang dengan pembuangannya (panas yang
ditimbulkannya menjadi lebih besar daripada panas yang dibuang dari
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
bungkusan ). Bila hal ini terjadi, suhu kacang kedelai yang sedang mengalami
fermentasi menjadi tinggi dan akan mengakibatkan kapangnya mati.
b. Suhu
Kapang tempe bersifat mesofilik, yaitu untuk tumbuhnya memerlukan suhu antara
25-300C atau suhu kamar, oleh sebab itu suhu ruangan tempat pemeraman perlu
diperhatikan ventilasi yang cukup baik.
c. Jenis Laru
Untuk mendapatkan tempe yang baik maka laru tempe harus dalam keadaan aktif,
artinya kapang tempe mampu tumbuh dengan baik . menggunakan laru yang
masih baru akan berpeluang menghasilkan tempe yang baik laru sangat
berpengaruh terhadap pembentukan rasa, aroma dan flavor tempe yang dihasilkan.
d. Nilai pH (derajat keasaman)
Derajat keasaman memegang peranan penting dalam proses pembuatan tempe.
Bila kondisinya kurang asam atau pH tingi maka kapang tempe tidak dapat
tumbuh dengan baik sehingga pembuatan tempe akan mengalami kegagalan.
Disamping untuk memenuhi kondisi yang dibutuhkan oleh kapang tempe, suasana
asam berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba lain yang tidak diinginkan
dalam pembuatan tempe (Syarief,R., 1999).

Saat ini banyak orang yang telah mencoba untuk membuat tempe lebih tahan
lama. Beberapa peneliti mencoba teknik pengawetan tempe . Diantaranya dengan cara
pengeringan menggunakan alat pengering (oven). Tempe yang akan dikeringkan mula-
mula diris-iris setebal 2,5 cm. kemudian dikukus pada suhu 1000C selama 10 menit.
Pengukusan ini penting, karena menurut hasil penelitian Hermana at al (1972) produk
tempe kering yang dihasilkan tanpa perlakuan pengukusan ternyata mempunyai rasa
pahit. Kemudian tempe dikeringkan dengan oven pada suhu 700C selama 6-10 jam. Hasil
akhir merupakan tempe kering yang mempunyai kadar air 4-8 persen. Tingkat kadar
air yang rendah ini memungkinkan tempe dapat disimpan pada suhu kamar (dengan cara
dibungkus plastik) selama berbulan-bulan tanpa terjadi perubahan warna dan citarasa.
Jika akan dipakai tempe tersebut harus direkonstitusi dengan cara perendaman
menggunakan air panas (90-1000C) selama 5-10 menit.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
2.3.2. Inokulum tempe

Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting
dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Jenis
kapang yang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus
oligosporus dan Rhizopus oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat adalah
Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrhizus.

Miselium Rhizopus oryzae lebih panjang daripada Rhizopus oligosporus, sehingga


tempe yang dihasilkannya kelihatan lebih padat daripada apabila hanya Rhizopus
oligosporus yang digunakan. Tetapi diutamakan peningkatan gizi protein kedelai, maka
Rhizopus oligosporus memegang peranan tersebut. Hal ini disebabkan selama proses
fermentasi Rhizopus oligosporus mensintesis enzim protease (pemecah protein) lebih
banyak, sedangkan Rhizopus oryzae lebih banyak mensintesis enzim alfa-amilase
(pemecah pati). Oleh karena itu sebaiknya dipakai keduanya dengan kadar Rhizopus
oligosporus lebih banyak yaitu 1 : 2 ( Sutrisno,K.1992).

Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk
inokulasinya . Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi atas kualitas jamur starter yang
baik untuk dipakai sebagai starter tempe antara lain :
1. Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak
2. Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis maupun
kemampuan tumbuhnya.
3. Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah
diinokulasikan
4. Mengandung biakan jamur tempe yang murni, dan bila digunakan berupa kultur
campuran harus mempunyai proporsi yang tepat.
5. Bebas dari mikrobia kontaminan dan jika memungkinkan strain yang dipakai
memiliki kemampuan untuk melindungi diri terhadap dominasi mikrobia
kontaminan (dapat dibantu dengan menciptakan kondisi spesifik yang cocok
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
untuk strain yang dikehendaki tetapi menjadi faktor menghambat bagi mikrobia
kontaminan, misalnya dengan merendahkan pH, pemberian inhibitor, dsb )
6. Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang
7. Pertumbuhan miselia setelah diinokulasikan harus kuat, lebat berwarna putih
bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak dan tidak mengalami sporulasi
yang terlalu awal (Nur , 2006).

Apapun jenis ragi yang digunakan , jumlah yang ditambahkan harus sebanding
dengan banyaknya kedelai yang difermentasi, sehingga dapat diperoleh produk akhir
sesuai dengan yang direncanakan. (Bambang,H., 1999).

2.3.2.1 Mikrobiologis Inokolum tempe

Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan banyak pula yang menyebut
dengan ragi tempe. Meskipun dalam istilah ilmiah ragi, dimaksudkan sebagai inokulum
untuk pembuatan tapai, tetapi dikalangan masyarakat umumnya ragi diartikan sebagai
agensia pengubah suatu bahan menjadi produk melalui proses fermentasi. Starter tempe
adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia
pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe kedelai dan
melakukan kegiatan fermentasi menyebabkan kedelai berubah karakteristiknya menjadi
tempe.

2.3.2.2 Biokimia dan Fisiologi dari Rhizopus oligosporus

Beberapa spesies Rhizopus juga digunakan dalam pembuatan beberapa makanan


fermentasi tradisional, misalnya R.oligosporus dan R.oryzae yang digunakan dalam
fermentasi berbagai macam tempe dan oncom hitam.
Ciri-ciri spesifik Rhizopus adalah sebagai berikut :
1. Hifa nonseptat
2. Mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua
3. Sporangiofora tumbuh pada noda dimana terbentuk juga rhizoid
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
4. Sporangia biasanya besar dan berwarna hitam
5. Kolumela agak bulat dan apofisis berbentuk seperti cangkir
6. Tidak mempunyai sporangiola
7. Membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat, dan hifa fertile
yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora
8. Pertumbuhannya cepat, membentuk miselium seperti kapas
(Srikandi,F., 1992).

Rhizopus oligosporus adalah spesies jamur yang paling penting digunakan dalam
pembuatan tempe di Indonesia. Beberapa ciri terpenting dari jamur ini antara lain adalah
mycelium dan sporangiopornya tidak bersekat, sporangiosporanya mempunyai bentuk
tidak beraturan, sporangiumnya berwarna hitam dan mempunyai rhizoid dengan cabang
yang pendek. Jamur Rhizopus oligosporus bersifat lipolitik dan proteolitik
(Hesseltine,1965).

Dalam pembuatan tempe melibatkan sejumlah Rhizopus dan strainnya. Hesseltine


(1965) menjabarkan 40 strain yan termasuk ke dalam 6 spesies yang diperoleh selama
pembuatan tempe.Keenam spesies itu adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer,
Rhizopus oryzae, Rhizopus formosaensis, dan Rhizopus achlamydosporus. Rhizopus
oligosporus lebih sering digunakan di Indonesia. Karakteristiknya sporangiosporanya
pendek, tidak bercabang dan rhizoidnya tumbuh berlawanan dan kurang panjang

Rhizopus oligosporus mengahsilkan protease, yang menguraikan protein kedelai


selama fermentasi. Protein kasar yang larut dalam air meningkat sepuluh kali lipat
sebagai hasil fermentasi (Van Buret et al, 1972) menunjukkan akumulasi peptide dan
asam amino bebas. R. oligosporus menggunakan xilosa, glukosa, galaktosa, triolosa,
selubiosa, dan pati terlarut tetapi tidak stakiosa, rafinosa atau sukrosa. Hemiselulosa
menurun selama fermentasi, jamur menunjukkan aktivitas yang kuat1,3 lipase. Pada
akhirnya 30% dari trigliserida dihidrolisa selama 3 hari waktu fermentasi. Atas dasar ini
aktivitas hidrolitik yang kuat, komposisi asam amino dan asam lemak relatif konstan
selama fermentasi. Kandungan serat seharusnya meningkat dengan berkembangnya
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
miselium. Tempe memiliki aktivitas antioksidan yang kuat, di dan trihidroksi isoflavon
dihasilkan selama fermentasi dan juga vitamin E alami di dalam kacang kedelai.
Thiamine menurun sebagai hasil dari pemanasan dan pemanfaatan oleh Rhizopus
oligosporus, riboflavin, niacin , vitamin B-6 dan vitamin B-12 meningkat.

Tempe lebih mudah dicerna daripada kedelai yang dimasak. Seharusnya untuk
menurunkan kandungan hemiselulosa dan protein terlarut. Rasio efisiensi menurunkan
sedikit atau tidak ada perubahan selama fermentasi. Tempe sangat mudah rusak sehingga
harus dikonsumsi setelah derajat fermemnatsi terscapai. Amonia dihasilkan sebagai
fermentasi lanjutan pada temperatur sekitar memberikan tempe dengan bau dan rasa yang
tidak enak (Larry,B.,1987)

2.3.3 Inkubasi

Inkubasi dikerjakan pada suatu tempat yang mempunyai suhu sekitar 400C dengan
kelembaban sekitar 900C. Cara inkubasi yang tepat akan menjamin fermentasi dalam
waktu yang cepat, kurang dari 24 jam.

2.4 Karbohidrat

Karbohidrat hanya terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa,
pentosa maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin,
selulosa dan lignin. Berbagai polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam serealia
dan umbi-umbian. Misalnya kandungan pati dalam beras = 78,3 % , jagung = 72,4 % ,
singkong = 34,6 % , dan talas = 40% (Winarno, 1995).
Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier
sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu disusun
oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda.Pada pati jenis yang
rekat, amilosa pada pati berkisar antara 20-30%. Pati pada beras dan sorgum sebagian
terbesar penyusunnya adalah amilopektin ( Slamet,S.,1989).

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
2.4.1 Analisa Kadar Karbohidrat

Ada beberapa analisis yang daapt digunakan untuk memperkirakan kandungan


karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan
kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by difference. Yang dimaksud
dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk
serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut :
% karbohidrat = 100 % - % (protein + lemak + abu + air )
Perhitungan Carbohidrat by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam makanan
secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan
makanan. (Winarno, 1995).

2.5 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung
unsur-unsur C,H,O,N, yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam
seperti besi dan tembaga (Winarno, 1995) .

Protein juga penting untuk keperluan fungsional maupun struktural dan untuk
keperluan tersebut komposisi asam-asam amino pembentuk protein sangat penting
fungsinya. Oleh karena itu protein mempunyai mutu yang beraneka ragam tergantung
sampai seberapa jauh protein itu dapat menyediakan asam amino essensial dalam jumlah
yang memadai ( Buckle, 1987 ) .

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronutrien lain (lemak dan karbohidrat), protein berperanan lebih penting dalam
pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme
sedang kekurangan energi, maka protein ini terpaksa dapat juga dipakai sebagai sumber
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kilokalori/gram atau setara dengan
kandungan energi karbohidrat. ( Slamet,S.,1989).

2.5.1 Analisa Kadar Protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode destruksi total dengan asam keras
H2SO4 sambil dipanaskan pada suhu mendidih , menurut cara Kjeldahl. Sekitar 2 gram
sampel ditimbang ke dalam labu Kyeldhal yang telah ditimbang kosong. Penimbangan
dilakukan dengan ketelitian lima desimal, menggunakan timbangan analitik. Kemudian
ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat dan beberapa butir kaca untuk menghindarkan terlalu
banyak terjadi busa, campuran dipanaskan mendidih , yang diatur agar uap yang terjadi
mengembun kembali pada bagian leher labu Kjeldahl yang berkapasitas 30-50 ml
tersebut.

Bahan organik makanan akan didestruksi oksidatif sempurna menjadi H2O dan
CO2 dan garam-garam sulfat serta (NH4)2SO4. Pemanasan diteruskan sampai isi labu
menjadi bening. Kemudian labu didinginkan sampai suhu kamar. Ke dalam labu
ditambahkan 2 ml aqua destilat dan setelah melarut, dipindahkan kuantitatif ke dalam alat
distilator uap Kjeldahl ditambah indikator dan 2 ml KOH 1 N, lalu didestilasi dengan uap.
Destilat ditampung dalam beaker yang berisi 5 ml larutan asam Borat yang diberi
indikator . Destilat ditampung sampai sekitar 20-30 ml. Hasil destilasi dititrasi dengan
HCl 0,1 N dari buret. Dari jumlah HCl dan titernya yang diketahui dapat dihitung total N
yang ditampung dalam asam borat tersebut.Dengan metode ini yang diukur adalah total
nitrogen yang dihasilkan oleh bahan makanan yang didestruksi oksidatif. Total nitrogen
ini sebenarnya berasal dari protein dan sebagian lagi dari ikatan-ikatan organik non-
protein.
N total = NiP + NPN
NP = nitrogen dari protein
NPN = nitrogen non-protein

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Dalam metode ini dianggap bahwa seluruh nitrogen berasal dari ikatan protein.
Kadar nitrogen dalam protein rata-rata 16% , sehingga 1 gram nitrogen berasal dari 6,25
gram protein. Jadi untuk mendapatkan total protein, hasil total nitrogen dikalikan dengan
konversi faktor 6,25 (faktor konversi universal). Ketelitian kadar protein tergantung dari
komponen NPN,semakin besar NPN semakin tidak teliti angka untuk kadar protein
tersebut. Karena itu pada penentuan kadar protein, yang diteliti komponen protein dari
bahan itu dipisahkan dahulu dengan cara prespitasi , lalu ditentukan kadar total N, dalam
cara ini memang seluruh nitrogen berasal dari komponen protein. Angka konversi
menjadi lain dari angka konversi universal. (Achmad,J.S.,1987).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O
2HgSO4 2HgSO4 + SO2 + 2On
Hg2SO4 + 2H2SO4 2HgSO4 + 2H2O + SO2
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4
( Slamet,S.,1989)

2.6 Lemak

Di dalam tubuh, lemak merupakan sumber energi yang efisien, secara langsung ketika
disimpan dalam jaringan. Sebagai insulator panas dalam jaringan dan sekitar organ, dan
lipid non-polar bereaksi sebagai insulator listrik membolehkan propagasi pada gelombang
depolarisasi saraf myelin. Lemak mengandung jaringan saraf yang khusus. Gabungan
lemak dan protein (lipoprotein) merupakan bahan sel yang penting , keduanya terjadi di
membran sel dan mitokondria dengan sitoplasma, dan juga berarti transportasi lipid dalam
darah. (Robert,K.M.,1996).

Lemak berbeda dari karbohidrat dan protein karena tidak terdiri dari polimer
satuan – satuan molekuler. Setiap gram lemak mengandung kalori 2,25 kali dari jumlah
kalori yang dihasilkan oleh satu gram protein atau karbohidrat Lemak selalu tercampur
dengan komponen-komponen lain di dalam makanan misalnya vitamin-vitamin yang larut
dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, K, sterol, skool misalnya zoo-zterol, di dalam lemak
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
hewan dan fitosterol di dalam lemak sayuran, fosfolipida yang bersifat sebagai zat
pengemulsi, dengan protein yaitu lipoprotein , atau dengan karbohidrat yaitu glikolipid
(Winarno,1980)

2.6 Analisa Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak dengan pelarut , selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam
lemak bebas , karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut
lemak kasar (crude fat). Beberapa bahan pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi
lemak adalah ether yaitu ethil-ether dan petroleum ether. Petroleum eter lebih banyak
digunakan daripada ethil – ether karena lebih murah., kurang berbahaya terhadap
kebakaran dan ledakan serta lebih selektif dalam pelarutan lipida (Slamet,S.,1989).

2.7 Kadar Air

Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah
satu sebab mengapa dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau
dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air
disamping bertujuan untuk mengawetkan juga mengurangi besar dan berat bahan pangan
sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan (Winarno,1980).

2.7.1 Analisa Kadar air

Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara, salah satunya
adalah dengan metoda pengeringan (gravimetrik). Prinsipnya yaitu menguapkan air yang
ada dalam bahan dengan cara pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat
konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Slamet, S.,1989).

Kadar air dapat juga dinyatakan dengan kadar air basis kering, yaitu air yang
diuapkan dibagi berat setelah pengeringan . Jumlah air yang diuapkan adalah berat bahan

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah pengeringan dan dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut :

M = x 100% =
Dimana :
M = kadar air basis kering (%)
Wm = berat air dalam bahan (g)
Wd = berat bahan kering mutlak (g)
M = kadar air basis basah
(Rizal,S.,1988)

2.8 Kadar Abu

Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Yang
disebut kadar abu adalah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan
dibakar pada suhu sekitar 500-800 0C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna
menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidasinya
( Achmad,J.S.,1987).

Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan , antara lain :
a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan
b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
c. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan.
Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.

2.8.1 Analisa Kadar Abu

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang
tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih
dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak
banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru
kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan
yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dulu dalam oven dan
ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin (Slamet,S.,1989).

2.9 Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah penilaian penggunaan indera, penilaian menggunakan


kemampuan sensorik, tidak dapat diturunkan pada orang lain. Salah satu cara pengujian
organoleptik adalah dengan metode uji pencicipan yang disebut juga dengan ”Acceptance
Tests”. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas
suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji pencicipan dapat dilakukan
menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam kelompok uji pencicipan ini
termasuk uji kesukaan (hedonik).

1. Warna
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita
rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain dipertimbangkan secara visual.
Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang-kadang sangat menentukan suatu bahan
pangan yang dinilai enak, bergizi, dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari
warna yang seharusnya (Winarno, 1995 )
2. Aroma
Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau untuk
data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit
larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan pembau dalam hidung bersama-
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
sama dengan udara. Penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau
bersifat atsiri.

3. Tekstur
Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga memberikan
kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh karena itu kita menghendaki makanan yang
mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan selera yang kita harapkan, sehingga bila
kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu
setelah harga, tekstur, dan rasa.
4. Rasa
Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu produk makanan. Komponen yang
dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa penyusunnya. Umumnya
bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu sehingga
menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian panelis terhadap rasa
dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap flavour atau cita rasa yang dihasilkan
oleh kombinasi bahan yang digunakan ( John M deMan,1997 ).

Pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya ketidaksukaan. Di samping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka
atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingakat kesukaannya. Tingkat-tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik. Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasi
menjadi skala numerik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat
dilakukan analisis-analisis statistik. (Soekarto, S.T., 1980)

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan-Bahan dan Alat – Alat

3.1.1 Bahan-Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini berikut


spesifikasi dan mereknya ditampilkan dalam tabel 3.1

Tabel 3.1 Bahan – bahan penelitian

Nama Bahan Spesifikasi Merek


Akuades
NaOH(s) P.a E.Merck
Selenium(s) P.a E.Merck
H2SO4(p) P.a E.Merck
Indikator Mengsel P.a E.Merck
Indikator fenolftalein P.a E.Merck
H3BO3 4% P.a E.Merck
NaOH 30 % P.a E.Merck
HCl P.a E.Merck
Petroleum eter P.a E.Merck

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Ragi tempe
Daun Pisang
Biji durian

3.1.2 Alat-Alat Penelitian

Nama Alat Spesifikasi Bahan


Botol Akuades
Labu Kjeldahl Pyrex
Labu Erlenmeyer 250 ml Pyrex
Automatic Steam UDK 130
Distilling Unit
Statif dan Klem
Gelas Ukur 10 ml, 25 ml Pyrex
Gelas Beaker 250 ml Pyrex
Labu takar 100 ml, 1000 ml Pyrex
Tabung reaksi Pyrex
Pipet volum 5 ml, 10 ml Pyrex
Bola karet

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Neraca Analitis Meller
Mikro Buret 25 ml Pyrex
Oven Memmert
Cawan porselin
Desikator
Tanur Gallen kamp
Alat soklet

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Reagen

3.3.1.1 Pembuatan Larutan NaOH 30% (b/v)


Ditimbang dengan tepat 30,0010 g NaOH dan dilarutkan dengan akuades dalam labu
takar 100 ml sampai garis tanda

3.3.1.2 Pembuatan Larutan H3BO3 4% (b/v)Ditimbang dengan tepat 4,0005 g H3BO3


dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.

3.3.1.3 Pembuatan Indikator Fenolftalein 1 % (b/v)


Ditimbang dengan tepat 1,011 g indikator fenolftalein dan dilarutkan dengan etanol dalam
labu takar 100 ml sampai garis tanda.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N (v/v)


Sebanyak 8,3 ml HCl 37 % diencerkan dengan akuades dalam labu takar 1 L sampai garis
tanda.
Standarisasi HCl
Dipipet 10 ml HCl 0,1 N lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Ditambah 3 tetes
indikator fenolftalein. Dititrasi dengan NaOH 0,1030 N hingga larutan berwarna

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Merah lembayung. Dilakukan 3 kali perlakuan. Diperoleh konsentrasi HCl sebesar
0,1058 N.

3.3.2 Pembuatan Tempe

Biji durian dicuci dengan air sampai bersih kemudian dijemur di bawah sinar matahari
sampai kering dan dikukus selama 30 menit lalu ditiriskan .Setelah itu direndam dengan
air yang pH nya 4-5, selama 24 jam. Kemudian dikupas kulit biji durian dan dicuci
dengan air sampai bersih. Sejumlah 150 g biji durian yang telah dikupas kulitnya dikukus
kembali selama 30 menit. Ditiriskan dan didinginkan. Ditambahkan inokulum tempe
dengan variasi 1,0 g; 1,5 g ; 2,0 g ; 2,5 g. Diaduk rata dan dibungkus dengan daun
pisang. Difermentasi selama ± 36 jam pada suhu kamar.

3.3.4. Penentuan Kadar Protein

Sejumlah 1,9968 g sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 5 g


campuran Selenium dan 25 ml H2SO4(p). Dipanaskan di atas pemanas listrik atau api
pembakar sampai larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam). Dibiarkan
sampai dingin, kemudian diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml. Dipipet
50 ml larutan dan dimasukkan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 50 ml NaOH 30 %
dan 50 ml H2O . Ditampung dengan 25 ml larutan asam borat 4 % yang telah dicampur
indikator mengsel. Disuling selama lebih kurang 10 menit sampai larutan berwarna hijau.
Kemudian dibilas ujung pendingin dengan air suling. Selanjutnya dititrasi dengan larutan
HCl 0,1 N sampai larutan berwarna ungu. Dihitung % N .

3.3.5 Penentuan Kadar Air

Sejumlah 2,0003 g sampel dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama sekitar 6 jam.
Didinginkan cawan ke dalam desikator selama 20 menit. Setelah dingin ditimbang berat

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
kering. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung
kadar airnya

3.3.6 Penentuan Kadar Abu

Sampel yang telah dikurangi kadar airnya dimasukkan dalam cawan porselin yang telah
diketahui beratnya. Diletakkan dalam tanur pengabuan, kemudian dipanaskan pada suhu
500oC hingga diperoleh abu berwarna keputih – putihan. Kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan.
Kemudian dihitung kadar abunya.

3.3.7 Penentuan Kadar Lemak

Sejumlah 10,0002 g sampel dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam
alat Soklet. Ke dalam labu destilasi dimasukkan Petroleum Eter sebanyak 2/3 bagian labu,
kemudian sampel tersebut diekstraksi selama ± 2 jam sampai 12 siklus. Ekstrak
yang diperoleh dipindahkan ke dalam gelas beaker yang telah diketahui massanya
kemudian diuapkan di atas penangas air hingga pelarutnya menguap. Kemudian
didinginkan di desikator dan ditimbang. Dihitung kadar lemaknya.

3.3.8 Penentuan Kadar Karbohidrat

Dihitung jumlah persentase kadar air, abu, lemak, dan protein. Karbohidrat diketahui
dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut
Kadar Karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + air + abu)

3.3.9 Penentuan Nilai Organoleptik

Uji ini meliputi warna, rasa, bau dan tekstur yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 15
orang panelis, dimana para panelis bukan perokok dan sebelum mencicipinya diharuskan
minum air putih terlebih dahulu. Uji ini ditentukan dengan skala hedonik sebagai berikut:
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 3.1 Uji Skala Hedonik
Uji Kesukaan (Skala hedonik) Skala Numerik
Amat sangat suka 5
Sangat suka 4
Suka 3
Kurang suka 2
Tidak suka 1

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Tempe

Biji durian

Dicuci bersih
Dikeringkan di bawah sinar matahari
Dikukus selama 30 menit
Direndam dalam air yang pHnya 4-5
selama 24 jam
Dikupas kulitnya

150 g biji tanpa kulit

Dicuci bersih

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Dikukus selama 30 menit
Ditiriskan dan didinginkan
Dipotong kecil-kecil
Ditambahkan ragi tempe
dengan variasi 1,0 g ; 1,5 g ; 2,0 g dan
2,5 g
Diaduk rata
Dibungkus dengan daun pisang yang
telah dilubangi
Difermentasi selama ± 36 jam

Hasil

3.4.2. Penentuan Kadar Protein

1,9968 g Sampel

Dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl


Ditambahkan 5 g campuran selenium dan
25 ml H2SO4(p)
Dipanaskan di atas pemanas listrik atau api
pembakar sampai mendidih dan larutan
menjadi jernih kehijau-hijauan
Larutan Jernih
kehijau-hijauan

Dibiarkan sampai dingin

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Diencerkan dan dimasukkan kedalam labu
ukur 250 ml
Dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan
dan dimasukkan ke dalam alat penyuling
ditambahkan 50 ml NaOH 30 %
ditambahkan 50 ml H2O
ditampung dengan 25 ml larutan asam borat
4 % yang telah dicampur indikator mengsel
Disuling selama lebih kurang 10 menit
100 ml Destilat
Dibilas ujung pendingin dengan air suling
Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N

Larutan ungu

Dihitung % N
Hasil

3.4.3. Penentuan kadar Air

2,0003 g Sampel

Dimasukkan ke dalam cawan porselin yang


telah diketahui beratnya
Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 –
105oC selama sekitar 6 jam
Didinginkan cawan ke dalam desikator
selama 20 menit.
Setelah dingin ditimbang berat kering
Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat
yang konstan
Dihitung kadar airnya
Hasil
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
3.4.4. Penentuan Kadar Abu

Sampel yang telah dihilangkan kadar


airnya
Dimasukkan ke dalam cawan porselin yang
telah diketahui beratnya
Dipanaskan dalam tanur pada suhu 500oC
selama 5 jam hingga diperoleh abu berwarna
keputih – putihan
Abu

Didinginkan dalam desikator


Ditimbang
Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat
yang konstan
Dihitung kadar abunya
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Hasil
3.4.5. Penentuan Kadar Lemak

10,0002 g Sampel

Dibungkus dengan kertas saring


Dimasukkan ke dalam alat Soklet
Dituangkan pelarut petroleum eter ke dalam
labu destilasi sebanyak 2/3 bagian labu
Diekstraksi selama ± 2 jam

Ekstrak
Ekstrak dipindahkan ke dalam gelas
beaker yang telah diketahui beratnya

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
diuapkan di atas penangas air hingga
pelarutnya menguap

Lemak

Didinginkan di dalam desikator


Ditimbang
Dihitung kadar lemaknya
Hasil

3.4.6. Penentuan Kadar Karbohidrat

Berat Aliquot (100%)

Dikurangkan kadar Protein (%)


Dikurangkan kadar Lemak (%)
Dikurangkan kadar Air (%)
Dikurangkan Kadar Abu (%)

Hasil

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik

Panelis

Diundang ke Laboratorium
Disajikan tempe biji durian
Diharuskan kepada panelis meminum
air putih terlebih dahulu
Panelis dan tempe

Dilakukan uji kesukaan (warna, rasa,


bau dan tekstur)
Ditentukan skor nilainya

Hasil
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan variasi berat inokulum terhadap
kualitas tempe biji durian yaitu kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, kadar
karbohidrat dan uji organoleptik, maka digunakan analisa variansi model tetap Rancangan
Acak Lengkap (RAL), dan uji dengan menggunakan statisika F dengan taraf signifikan 5
% dan 1 %. Statistik F dihitung dengan rumus :

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
F =

Dimana : KT Perlakuan = Kuadrat Tengah Perlakuan


KT Galat = Kuadrat Tengah Galat

Dengan ini maka hipotesa H0 : H1 diuji :


1. H0 : X1 = X2 = X3
Bila tidak ada pengaruh penambahan variasi berat inokulum terhadap kadar gizi
tempe.

2. H1 : X1 ≠ X2 ≠ X3
Bila terdapat pengaruh penambahan variasi berat inokulum terhadap kadar gizi
tempe.

H0 diterima dan H1 ditolak jika Fhitung ≤ Ftabel


H0 ditolak dan H1 diterima jika Fhitung ≥ Ftabel
4.1.1. Analisa Kadar Protein (%)

Penentuan kadar protein dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :

Kadar Protein =

Keterangan :
w = Bobot cuplikan
V = Volume HCl 0,1 N yang digunakan untuk meniter sampel
N = Normalitas HCl
fk = Faktor konversi untuk protein = 6,25
fp = Faktor pengenceran

Sebagai contoh penentuan kadar protein dari tempe biji durian :


Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
%N= x 100 %

% N = 3.13 %

4.1.1.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar


Protein Tempe Biji Durian

Berdasarkan data tabel 1 pada lampiran diperoleh perhitungan statistik dengan


menggunakan analisa variansi (ANAVA) :

∑Xt = 40,88

FK =

FK = = 139,2645

JKU = ∑(Xt)2 - FK
= (3,13)2 + (3,13)2 + ………+ (3,46)2 + (3,44)2 - 139,2645
= 0,953

JKP = - FK

= - 139,2645

= 0,84

JKG = JKU – JKP


= 0,9537 – 0,84
= 0,1137

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DBT = n – 1 = 12 - 1 = 11

DBP = r – 1 = 3 – 1 = 2

DBG = DBT – DBP = 11 – 2 = 9

KT Perlakuan =

= = 0,42

KT Galat =

= = 0,0126

FHitung =

= = 33,3333

Dimana ,

FK = Faktor koreksi
∑Xt = Jumlah X total
n = Total ulangan
JKU = Jumlah Kuadrat Umum
Xi = X1, X2, X3,….
JKP = Jumlah Kuadrat Perlakuan
r = Banyak ulangan
JKG = Jumlah Kuadrat Galat
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DBT = Derajat Bebas Total
DBP = Derajat Bebas Perlakuan
DBG = Derajat Bebas Galat

Dari tabel 2 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel, yaitu, (29,577 > 8,02) untuk α = 0,05 dan (29,577 > 4,26) untuk α = 0,01.
Dari hasil tersebut berarti H0 ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi berat inokulum terhadap kadar protein tempe.

Tabel 4.1. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar Protein
Tempe
Penambahan Kadar protein (%)
inokulum (g)
1,0 3,13
1,5 3,23
2,0 3,81
2,5 3,46

Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum dengan
biji durian terhadap kadar protein tempe.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Gambar 4.1 Grafik Pengukuran Kadar Protein Tempe Biji Durian (%)

Kadar protein tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,0 g
sedangkan kadar protein terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum 1,0 g

4.1.2.Analisa Kadar Air

Penentuan kadar air dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :

Kadar air = x 100 %

Sebagai contoh penentuan kadar air pada tempe biji durian :


Berat cawan kosong = 20,6402 g
Berat tempe biji durian basah = 2,0003g
Berat cawan + berat tempe biji durian basah = 22,6405 g
Berat cawan + berat sampel setelah pengeringan = 21,3605 g

Berat uap air yang hilang = (Berat cawan + Berat tempe biji durian basah) –

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
(Berat cawan + Berat sampel setelah pengeringan)
= ( 22,6405 g – 21,3605 g) = 1,28 g

Kadar air = x 100 % = 64 %

% kadar air untuk sampel berikutnya dapat dilihat tabel 3 pada lampiran.

4.1.2.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar Air tempe

Dari tabel 5 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel , yaitu (234,4622 > 8,02) untuk α = 0,05 dan (234,4622 > 4,26) untuk α =
0,01.
Dari hasil tersebut berati Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi berat inokulum terhadap kadar air tempe.

Tabel 4.2 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum dengan Biji Durian
terhadap Kadar Air Tempe
Penambahan Kadar Air (%)
inokulum (g)
1,0 63,20
1,5 59,92
2,0 59,04
2,5 57,41

Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum dengan
biji durian terhadap kadar air tempe

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
64
63.2
62
Kadar Air (%)
60 59.92
59.04
58
57.41
56

54
1 1,5 2 2,5

penambahan inokulum (g)

Ga
mbar 4.2 Grafik pengukuran Kadar Air tempe Biji Durian (%

Kadar air tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g
sedangkan kadar air terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g

4.1.3. Analisa Kadar Abu (%)

Penentuan kadar abu dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :

Kadar Abu = x 100 %

Sebagai contoh penentuan kadar abu pada tempe biji durian :


Berat cawan kosong = 20,6402 g
Berat tempe biji durian basah = 2,0003 g
Berat cawan + berat tempe biji durian basah = 22,6405 g
Berat cawan + berat sampel setelah ditanur = 20,7023 g
Berat abu = 0,0621 g

Kadar abu = x 100 % = 3,105 %

% kadar abu untuk sampel berikutnya dapat dilihat tabel 5 pada lampiran.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
4.1.3.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar Abu
tempe

Dari tabel 6 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel , yaitu (2091 > 8,02) untuk α = 0,05 dan (2091> 4,26) untuk α = 0,01
Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar abu tempe.

Tabel 4.3 .Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar Abu Tempe
Penambahan Kadar Abu (%)
Inokulum (g)
1,0 3,11
1,5 2,80
2,0 2,64
2,5 2,22

Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap
kadar abu tempe.

Gambar 4.3 Grafik Pengukuran Kadar Abu Tempe Biji Durian

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Kadar abu tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum 1,0 g sedangkan kadar
abu terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g.

4.1.4. Analisa Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :

Kadar lemak = x 100 %

Sebagi contoh penentuan kadar lemak pada tempe biji durian :


Berat cawan = 95,0214 g
Berat tempe biji durian = 10,0002 g
Berat cawan + lemak = 95,1425 g
Berat Lemak = 0,1211 g

Kadar lemak = x 100 % = 1,21 %

% kadar lemak untuk sampel berikutnya dapat dilihat tabel 7 pada lampiran.

4.1.4.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar


Lemak Tempe

Dari tabel 8 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel , yaitu (16386 > 8,02) untuk α = 0,05 dan (16386 > 4,26) untuk α = 0,01.
Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar lemak tempe.

Tabel 4.4 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar


Lemak Tempe

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Penambahan Kadar Lemak (%)
Inokulum (g)
1,0 1,21
1,5 0,95
2,0 0,49
2,5 0,20

Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap
kadar lemak tempe

Gambar 4.4 Grafik Pengukuran Kadar Lemak Tempe Biji Durian (%)

Kadar lemak tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g
sedangkan kadar lemak terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak
2,5 g

4.1.5.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar


Karbohidrat Tempe

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Dari tabel 10 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel , yaitu (112,8516 > 8,02)untuk α = 0,05 dan (112,856 > 4,26) untuk α=
0,01.
Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar karbohidrat tempe.
Tabel 4.5. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar
Karbohidrat Tempe
Penambahan Kadar karbohidrat
Inokulum (g) (%)
1,0 29,34
1,5 33,08
2,0 34,00
2,5 36,01

Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum
terhadap kadar karbohidrat tempe

Gambar 4.5 Grafik Pengukuran Kadar Karbohidrat (%) Tempe Biji Durian

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g
sedangkan kadar karbohidrat terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum
sebanyak 1,0 g

4.1.6 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Rasa,


Warna, Bau, dan Tekstur Tempe

Berdasarkan tabel 12, 14, 16, dan 18 pada lampiran variasi perbandingan berat inokulum
dengan biji durian memberikan pengaruh terhadap rasa, warna, bau dan tekstur dari
tempe. Rasa, warna, bau, dan tekstur tempe yang paling baik diperoleh pada perlakuan
penambahan berat inokulum sebanyak 1,5 g

Gambar 4.6 Grafik Uji Rasa terhadap Tempe Biji Durian

4.2. Pembahasan

4.2.1.Penghilangan Getah

Dari penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui biji durian dapat dimanfaatkan
menjadi tempe. Pengurangan getah pada biji durian dapat dilakukan dengan menjemur
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
biji durian yang telah dibersihkan di bawah sinar matahari sampai kering. pengurangan
getah bertambah seiring dengan berkurangnya kadar air bahan pada saat dijemur.

4.2.2. Kadar Protein

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar
protein tempe seperti yang terlihat pada tabel Anava :
(29,577 > 8,02) untuk taraf 5 %
(29,577 > 4,02) untuk taraf 1 %
Penambahan berat inokulum sebanyak 2,0 g memperoleh kadar protein
tertinggi yaitu 3,81 % sedangkan terendah diperoleh penambahan inokulum sebanyak 1,0
g yaitu 3,13 %. Adanya enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein menjadi asam
amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5 %. Aktivitas protease
terdeteksi setelah fermentasi 12 jam ketika pertumbuhan hifa kapang masih relatif
sedikit. Hanya 5 % dari hidrolisis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan
energi. Sisanya terakumulasi dalam bentuk peptide dan asam amino. Proses perendaman
dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya protein. Selama perendaman protein turun
sebanyak 1,4 % (Nur, 2006).

4.2.3. Kadar Air

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap
kadar air tempe seperti yang terlihat pada tabel anava:
(234,4622 > 8,02) untuk taraf 5 %
(234,4622 > 4,26) untuk taraf 1 %
Penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g memperoleh kadar air tertinggi yaitu
63,20 % sedangkan terendah diperoleh pada penambahan inokulum sebanyak 2,5 g.
Berdasarkan penelitian menurut Winarno (1980), kadar air sangat berpengaruh terhadap
mutu bahan pangan , dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan
pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau
pengentalan dan pengeringan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya
bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan
pada bahan pangan. Menurut syarat mutu tempe kedelai SNI 01-3144-1992, kadar air
maksimal 65 %. Pada penelitian ini didapatkan kadar air tertinggi 63,2 % sehingga masih
memenuhi syarat mutu kadar air pada tempe.

4.2.4. Kadar Abu

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata


terhadap kadar abu tempe :
(2091 > 8,02) Untuk taraf 5 %
(2091 > 4,26) Untuk taraf 1 %
Penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g memperoleh kadar abu tertinggi
yaitu 3,11 % sedangkan terendah diperoleh pada penambahan inokulum sebanyak 2,5 g
yaitu 2,22 %. Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan
makanan. kadar abu merupakan material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan
dan dibakar pada suhu sekitar 500-800 0C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna
menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidasinya
( Achmad,J.S.,1987). Menurut syarat mutu tempe kedelai SNI 01-3144-1992, kadar abu
maksimal 1,5 %. Pada penelitian ini didapatkan kadar abu terendah 2,22 % sehingga tidak
memenuhi syarat mutu kadar abu untuk tempe.

4.2.5. Kadar Lemak

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata


terhadap kadar lemak tempe :
(16386 > 8,02) untuk taraf 5 %
(16386 > 4,26) untuk taraf 1 %
Penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g memperoleh kadar lemak tertinggi yaitu
1,20 % sedangkan terendah diperoleh pada penambahan inokulum sebanyak 2,5 g yaitu
0,20 %. Pada penelitian diperoleh kadar lemak menurun dengan bertambahnya variasi
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
inokulum, hal ini disebabkan semakin besar berat inokulum maka makin banyak pula
nutrisi yang dibutuhkan dan digunakan oleh Rhizopus yang ada dalam inokulum .

2.4.6 Kadar Karbohidrat

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap
kadar karbohidrat tempe:
(112,8516 > 8,02) untuk taraf 5%
(112,8516 > 4,26) untuk taraf 1 %
Penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g memperoleh kadar karbohidrat tertinggi
yaitu 36,01 % sedangkan terendah diperoleh pada penambahan inokulum sebanyak 1,0 g
yaitu 29,34 %. Inokulum yang digunakan merupakan inokulum bubuk yang dibuat dari
hancuran tempe dan diperbanyak dengan penambahan beras (Sutrisno,K., 1992).
Komponen terbesar dalam beras adalah karbohidrat, sehingga semakin besar berat
inokulum yang ditambahkan maka kadar karbohidratnya semakin meningkat, karena
inokulum yang digunakan terbuat dari beras yang banyak mengandung karbohidrat dan
jamur tempe.

2.4.7 Uji Organoleptik

Untuk uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau dan tekstur menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata dari setiap variasi perbandingan berat inokulum dengan biji durian.
Variasi penambahan inokulum sebanyak 1,5 g paling banyak disukai oleh panelis baik
warna, rasa, bau maupun tekstur tempe. Hal ini disebabkan warna tempe yang putih, bau
yang khas tempe dan tekstur kapang yang tumbuh kompak dan padat.

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian diperoleh bahwa tempe biji durian dengan kualitas terbaik yaitu
yang memiliki nilai gizi dan menghasilkan tempe dengan tekstur yang kompak, berwarna
putih, rasa yang enak dan bau khas tempe adalah tempe dengan penambahan variasi berat
inokulum sebanyak 2,0 g.

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya dilakukan upaya untuk meningkatkan kadar


protein dalam tempe biji durian dengan menambahkan bahan yang memiliki kadar protein
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
yang tinggi ke dalamnya dan dilakukan uji toksinitas untuk mengetahui bahwa tempe
tersebut aman untuk dikonsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1997. Budidaya Durian. Yogyakarta: Penebit Kanisius

Anonimous. 2007. Tanpa Kedelai tetap bisa makan tempe. http://www.pustaka.go.id.


Diakses tanggal 20 November 2008.

Beuchat,L.1987. Food and Beverage Mycology. Second edition. New York: Van
Nostrand Reinhold

Buckle,K.1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

deMan,J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung:


Penerbit ITB

Farbiaz,S., 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT.Gramedia

Hesseltine,C.W., 1965. Studies on Extracellulair Proteolytic Enzymes of Rhizopus


oligosporus. Journal Microbiology II

Hidayat,B., dan Soetrisno. 2000. Pengetahuan Alam dan Pengembangan. Jakarta:


Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Hanafiah,K.A. 2000. Rancangan percobaan dan Aplikasi. Cetakan Keenam. Jakarta:


Raja Grafindo persada

Hidayat Nur. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Penebit ANDI

Koswara,S.1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Murray,R.K. 1996. Harpers’Biochemistry. USA: Prentice Hall Intrenational,Inc

Polanditya,P.2007.Alternatif Makanan Baru. http://kimiauii.org. Diakses tanggal 16


November 2008

Rizal,S,dkk. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya :Penerbit Universitas Katolik


Widya Mandala

Rukmana, R. 1996. Durian Budidaya Pasca Panen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Simanjuntak. 2007. Bahan-bahan yang terkandung dalam daging buah durian.


http://www.juntak.com/search_c.htm. Diakses tanggal 23 November 2008.

Sediaoetama,A.J.1986. Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Dian rakyat

Setiadi. 1996. Bertanam Durian. Jakarta: Penebar Swadaya

Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Statistika Tanaman Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tahunan Indonesia 2007.


Jakarta: Aditia Indah Nusantara

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty


Yogyakarta

Syarief,R. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta. PT.


Mediyatama Sarana Perkasa

Winarno,F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama

Winarno,F.G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT.Gramedia

Winarno,F.G.1982. Buku Seri Teknologi Pangan. Jakarta: Pusat Penelitian dan


Pengembangan Teknologi Pangan IPB

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
LAMPIRAN

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 1. Data Kadar Protein Tempe Biji Durian (%)

Penambahan Ulangan Total Rata-rata


inokulum (g) Analisa
I II III
1,0 3,13 3,13 3,14 9,36 3,13
1,5 3,24 3,23 3,23 9,70 3,23
2,0 3,81 3,81 3,82 11,44 3,81
2,5 3,46 3,46 3,44 10,38 3,46
Jumlah 13,64 13,63 13,63 40,88

Tabel 2. Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 0,84 0,42 29,577 8,02 4,26
Galat 9 0,1137 0,0142
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 3.Data Kadar Air Tempe Biji Durian (%)

Penambahan Ulangan Total Rata-rata


inokulum (g) Analisa
I II III
1,0 64,00 62,89 62,72 189,61 63,20
1,5 59,88 59,90 60,00 179,78 59,92
2,0 59,00 59,00 59,12 177,12 59,04
2,5 57,50 57,25 57,50 172,25 57,41
Jumlah 240,38 239,04 239,34 718,76

Tabel 4. Analisa Sidik Ragam Kadar Air Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 53,4575 26,7287 8,02 4,26
Galat 9 1,0263 0,1140 234,4622
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 5. Data Kadar Abu Tempe Biji Durian (%)

Penambahan Ulangan Total Rata-rata


inokulum (g) Analisa
I II III
1,0 3,10 3,15 3,10 9,35 3,11
1,5 2,82 2,80 2,80 8,42 2,80
2,0 2,66 2,64 2,64 7,94 2,64
2,5 2,23 2,23 2,20 6,66 2,22
Jumlah 32,37

Tabel 6. Analisa Sidik Ragam Kadar Abu Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 1,2547 0,6273 2091 8,02 4,26
Galat 9 0,0028 0,0003
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 7. Data Kadar Lemak Tempe Biji Durian

Penambahan Ulangan Total Rata-rata


inokulum (g) Analisa
I II III
1,0 1,21 1,21 1,20 3,62 1,20
1,5 0,95 0,95 0,96 2,86 0,95
2,0 0,49 0,49 0,51 1,49 0,49
2,5 0,26 0,27 0,27 0,80 0,20
Jumlah 29,1 29,2 29,4 8,77

Tabel 8. Analisa Sidik Ragam Kadar Lemak Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 1,6386 0,8193 16386 8,02 4,26
Galat 9 0,0005 0,00005
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 9. Data Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian (%)
Penambahan Ulangan Total Rata-rata
inokulum (g) Analisa
I II III
1,0 28,56 29,62 29,84 88,02 29,34
1,5 33,11 33,12 33,01 99,24 33,08
2,0 34,04 34,06 33,91 102,01 34,00
2,5 36,55 36,79 34,69 108,03 36,01
Jumlah 132,26 133,59 131,45 397,30

Tabel 10. Analisa Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 90,1233 45,0166 8,02 4,26
Galat 9 3,5937 0,3993 112,8516
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 11. Data Pengamatan Uji Warna Tempe Biji Durian

Penambahan Ulangan total Rataan


inokulum (g) Analisa
I II III
1 3,13 3,20 3,20 9,53 3,17
1,5 3,00 3,00 3,13 9,13 3,04
2 3,13 3,13 3,20 9,46 3,15
2,5 2,86 2,86 2,93 8,65 2,88
Total 12,12 12,19 12,46 36,77

Tabel 12. Analisa Sidik Ragam Uji Warna Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 0,1612 0,0806 35,0435 8,02 4,26
Galat 9 0,0211 0,0023
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 13. Data Pengamatan Uji Rasa Tempe Biji Durian

Penambahan Ulangan Analisa total Rataan


inokulum (g)
I II III
1 2,73 2,80 2,73 8,26 2,75
1,5 3,40 3,40 3,40 10,20 3,40
2 3,13 3,20 3,13 9,46 3,15
2,5 2,80 2,80 2,80 8,40 2,80
Total 12,06 12,20 12,06 36,32

Tabel 14. Analisa Sidik Ragam Uji Rasa Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 0,8445 0,4222 703,6666 8,02 4,26
Galat 9 0,0056 0,0006
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 15. Data Pengamatan Uji Bau Tempe Biji Durian

Penambahan Ulangan Analisa total Rataan


inokulum (g)
I II III
1 3,33 3,26 3,26 9,85 3,28
1,5 3,46 3,46 3,46 10,38 3,46
2 3,20 3,13 3,26 9,59 3,19
2,5 3,26 3,26 3,26 9,78 3,26
Total 13,25 13,11 13,24 39,6

Tabel 16. Analisa Sidik Ragam Uji Bau Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 0,1143 0,0571 43,9230 8,02 4,26
Galat 9 0,0119 0,0013
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 17. Data Pengamatan Uji Tekstur Tempe Biji Durian

Penambahan Ulangan Analisa total Rataan


inokulum (g)
I II III
1 2,86 2,80 2,80 8,46 2,82
1,5 3,20 3,13 3,06 9,39 3,13
2 3,06 3,06 3,00 9,12 3,04
2,5 3,06 3,13 3,13 9,32 3,10
Total 12,18 12,12 11,99 36,29

Tabel 18. Analisa Sidik Ragam Uji Tekstur Tempe

Sumber Derajat Derajat Kuadrat F.Hitung F.Tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah
5% 1%
Perlakuan 2 0,1798 0,0899 8,02 4,26
Galat 9 0,0179 0,0019 47,3157
Total 11

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Gambar 4.7 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 1,0 g

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Gambar 4.8 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 1,5 g

Gambar 4.9 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 2,0 g

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Gambar 5.1 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 2,5 g

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.

Anda mungkin juga menyukai