SKRIPSI
OLEH
Ika Silvia
050802030
SKRIPSI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
PERSETUJUAN
Disetujui di
Medan, Agustus 2009
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
Dr.Rumondang Bulan MS
NIP 131459466
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
PERNYATAAN
SKRIPSI
Saya mengakui Bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasaan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
IKA SILVIA
050802030
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
PENGHARGAAN
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
7. Seluruh Asisiten Laboratorium Kimia Dasar FMIPA-USU Medan yang memberi
dukungan Sony, Ando, Rivan, Hendi, Yani, Widia, Aprima, Fatma, Yuki, Eko,
Deasy, Reni, Ani, K’Atun, K’Pipit, K’Ayu, B’Ridwan.
8. Saudara-saudaraku di UKMI Al-falak, jazakumullah khairan katsiran atas
ukhuwah yang indah
9. Teman-temanku Dwi, Rina, Catherine, K’Rina, K’Yeni, K’Kiki , dan seluruh
rekan-rekan seperjuangan stambuk’05 lainnya yang telah banyak membantu.
10. Pondok durian P’Singlet, Tiva, K’Ike, Ayud, K’Sri, Risa, Aan atas bantuannya
selama ini.
11. Seluruh asisten Laboratorium Biokimia dan K’Pia
12. Adik-adikku Emi, Nurul, Mina, Arini, Wimpi, Desi, Nisa, Tiwi, Tia, May, Zoraya,
yuni, Aisyah, dan seluruh kimia’08 lainnya juga Kom D’08 atas dukungannya
selama ini.
13. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan, terima kasih atas dukungan dan
bantuannya
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan
akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Abstrak
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
THE INFLUENCE OF INOCULUMS WEIGHT TO TEMPE DURIAN SEEDS
(Durio zibethinus) QUALITY
Abstract
The research of the influence inoculums weight on tempe durian seeds (Durio zibethinus)
quality was carried out. The sample used was the waste from durian selling. Benefit of
this research was reduce waste of durian seeds and one of alternative beneficial durian
seeds to be a kind of food product such as tempe can be preferable by public. Cultivation
of durian seeds was began with removed of gum content and determine nutrient content
(carohydrate, protein, fat) water,and ash content in it. Tempe was made with variation of
inoculums weight 1.0 g, 1.5 g , 2.0 g , 2.5 g and analyzed test of texture, colour, taste,
and flavor from tempe. The results of this research, it is known that the best quality tempe
of durian seeds gained was tempe with variation inoculums weight 2.0 g. The tempe has
compact texture, the mold is heavy and the colour is white, the flavor is like tempe.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak vi
Abstrak vii
Daftar Isi viii
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Bab I Pendahuluan 1
1.1. Latar belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Lokasi Penelitian 4
1.7. Metodologi Penelitian 4
2.3. Tempe 9
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
2.3.1. Fermentasi Tempe 11
2.3.2..Inokulum Tempe 14
2.3.2.1.Mikrobiologis Inokulum Tempe 15
2.3.2.2.Biokimia Dan Fisiologis dari Rhizopus oligosporus 16
2.3.3.Inkubasi 17
2.4. Kadar Karbohidrat 18
2.4.1. Analisa Kadar karbohidrat 18
2.5. Kadar Protein 18
2.5.1. Analisa Kadar protein 19
2.6. Kadar Lemak 20
2.6.1. Analisa Kadar Lemak 21
2.7. Kadar Air 21
2.7.1. Analisa Kadar Air 22
2.8. Kadar Abu 22
2.8.1. Analisa Kadar Abu 23
2.9. Uji Organoleptik 23
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 52
5.1. Kesimpulan 52
5.2. Saran 52
Daftar Pustaka 53
Lampiran 55
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DAFTAR TABEL
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Protein Tempe Biji Durian 41
Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Air Tempe Biji Durian 42
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Abu Tempe Biji Durian 44
Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Lemak Tempe Biji Durian 46
Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian 47
Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengukuran Uji Rasa Tempe Biji Durian 48
Gambar 4.7 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat
Inokulum 1,0 g 65
Gambar 4.8 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat
Inokulum 1,5 g 65
Gambar 4.9 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat
Inokulum 2,0 g 66
Gambar 5.1 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat
Inokulum 2,5 g 66
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara yang subur, kaya akan hasil alam. Namun,
semuanya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu diperlukan terobosan
untuk mengolahnya menjadi sumber makanan. Pengolahan tumbuh-tumbuhan, buah-
buahan merupakan salah satu cara yang dapat dimanfaatkan, dan yang dapat diolah
sebagai sumber makanan baru adalah biji durian ( http://kimiauii.org).
Durian merupakan buah yang memiliki bau spesifik, dan banyak diminati oleh
orang. Biasanya yang dikonsumsi adalah daging buahnya, yang dapat dimakan langsung
atau pun diolah menjadi makanan lain seperti. Sumatera Utara merupakan penghasil
durian terbanyak di Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistika tahun 2007, produksi
durian di Sumatera Utara dalam setahun mencapai 126.211 ton (BPS Indonesia, 2007). Di
Medan, tidak perlu menunggu musim durian tiba bila ingin menikmatinya, karena ada
beberapa tempat yang selalu menjual durian meski bukan musimnya. Buah durian
tersebut menghasilkan limbah salah satunya biji.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Biji durian yang dibuang sebagai limbah berupa sampah dapat mengganggu
kualitas dan kesehatan lingkungan . Ukuran biji durian yang cukup besar membutuhkan
waktu lama untuk dapat terurai atau terdegradasi secara alami. Pada permukaan biji akan
tumbuh jamur yang dapat menjadi sumber penyebaran penyakit. Jamur Aspergillus niger
yang bersifat aerobik paling banyak tumbuh pada bagian luar biji sehingga
mengakibatkan biji menjadi berbulu dan berwarna hitam sebagai hasil produksi miselium
dan spora jamur. Jamur yang tumbuh pada biji dapat mengganggu kesehatan, karena
jamur tersebut menghasilkan zat-zat racun yang dikenal sebagai mycotoxin. Biji durian
sebagai limbah ikutan dari buah durian dapat dimanfaatkan sebagai tempe (Frazier dan
Westhoff, 1978).
Tempe, makanan bergizi asli Indonesia, merupakan sumber protein nabati cukup
penting bagi masyarakat. Kandungan gizi tempe mampu bersaing dengan bahan pangan
non nabati seperti daging, telur, dan ikan, baik kandungan protein, vitamin, mineral
maupun karbohidrat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila tempe sangat digemari,
karena selain bergizi juga murah.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
1.2 Perumusan Masalah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi limbah biji durian, dan tempe
biji durian yang dihasilkan dapat menjadi alternatif sumber makanan baru yang
kandungan karbohidrat, protein, lemak, air dan abu dapat diketahui oleh masyarakat luas.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah tentang tanaman durian, seumur dengan sejarah tentang manusia. Tahun yang
tepat sulit disebutkan, tetapi seabad yang lalu sudah banyak yang memperbincangkan
waktu ditemukan tempo dulu, tanaman aneh tersebut memang masih tumbuh liar dan
terpencar-pencar di hutan raya “Malesia” yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia,
Sumatera, dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian
menyebar ke seluruh Indonesia, lantas melalui Muangthai menyebar ke Birma, India dan
Pakistan.
Adanya penyebaran sampai sejauh itu, karena akibat pola kehidupan masyarakat
saat itu tidak menetap. Mereka merambah daerah hutan yang satu menuju daerah hutan
yang lain. Setiap daerah yang selesai dihuninya ditinggalkan begitu saja, tumbuhlah
tanaman durian bersamaan dengan tumbuhnya semak-belukar disekitar situ. Rupanya
kebiasaan mereka dulu untuk membuang apa saja di sembarang tempat, membuat biji-biji
durian juga berceceran di mana-mana. Tidak cuma disekitar tempat tinggalnya saja tetapi
juga disepanjang jalan yang dilalui ketika ia mencari buah ini. Dengan begitu, biji-biji
tersebut tumbuh secara alami dan berkembang biak secara alami pula. Tidak beraturan
tempatnya, juga tidak beraturan tumbuhnya (Setiadi, 1996).
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
2.2 Tanaman Durian
Tanaman durian termasuk marga Durio, dari species Durio zibethinus, family bombaceae
yang mempunyai hubungan erat dengan kerabat kapuk randu (ciebapetandra) . Durian
tergolong jenis tanaman buah yang sudah banyak dikenal dan sudah umum
dibudidayakan, maka tidak mengherankan kalau durian mempunyai banyak nama
tambahan untuk menunjukkan kekhasannya, sehingga durian mempunyai banyak varietas.
Dari berbagai jenis buah durian tersebut ada beberapa diantaranya yang hampir
mirip, ada kesamaannya. Beberapa orang yang menekuni bidang tanaman buah-buahan
menggolongkan durian lokal unggul dengan melihat ciri-ciri sebagai berikut .
1. Buah : Kecil sampai besar
2. Biji : Kecil sampai besar
3. Daging : Tebal
4. Kadar alkohol : Tinggi
5. Kadar air : Sedikit, malah hampir kering
6. Rasa : Manis legit
7. Tangkai buah : Pendek
Tidak kurang dari 300 spesies durian berhasil ditemukan oleh para ahli. Dari
jumlah itu diketahui jumlah generanya, yakni sebanyak 31 genera. Dari sekian banyak
genera yang ditemukan itu, baru 6 spesies saja yang sudah dipastikan bisa dimakan oleh
manusia. Di Indonesia terdapar beberapa spesies durian antara lain, antara lain 19 spesies
tumbuh di Kalimantan, dan 7 spesies di P.Sumatra. Akan tetapi, menurut perkiraan masih
banyak lagi spesies lain, baik yang bisa dimakan maupun yang tidak bisa dimakan.
Keenam spesies durian yang bisa dimakan adalah
1. Durio murr, dengan nama lokal durian biasa
2. Durio kutejensis (Hass) Bece, dengan nama lokal Lai
3. Durio oxleyamis (Griff). Dengan nama lokal Kerantongan
4. Durio graveolens (Bece), dengan nama lokal Tabelak
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
5. Durio delcis, dengan nama lokal Lahong
6. Durio grandiflorus (Mast)
Dari keenam durian itu, D.zibethinus dan D.kutejensis saja yang sudah
dibudidayakan oleh masyarakat pedesaan. Akan tetapi, yang sering dibudidayakan adalah
jenis D.zibethinus. Spesies ini lebih menyebar dan lebih merata. Di samping
itu,spesies ini mudah ditemukan di daerah tropis lain di luar negeri. Spesies D.kutejensis
barangkali hanya ada di Pulau Kalimantan. itu pun hanya terbatas pada daerah sekitar
habitatnya, yaitu sekitar Kalimantan Timur.Spesies D.oxleyanus dan D.graveolens konon
tergolong liar di belantara Kalimantan, Sumatra, dan Malaysia . Pembudidayaan spesies
durian tersebut juga masih tergolong primitif karena penyebarannya dengan
menggunakan biji (Aak, 1997).
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji durian
http://www.juntak.com/search_c.htm.
Komposisi Jumlah
Kalori (kkal) 331,0
Protein (gram) 34,9
Lemak (gram) 18,1
Karbohidrat (gram) 34,8
Kalsium (mg) 227,0
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Posfor(mg) 585,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 110,0
Vitamin B1 (mg) 1,1
Air (gram) 7,5
(Sutrisno,K. 1992)
2.3 T e m p e
Tempe adalah makanan tradisonal Indonesia yang merupakan hasil fermentasi kedelai.
Fermentasi terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus sp.pada kedelai sehingga membentuk
massa yang padat dan kompak. Tempe merupakan sumber protein potensial bagi
penduduk, khususnya di Indonesia hal ini disebabkan kedelai sebagai bahan baku tempe
telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat negara berkembang karena harganya yang
murah, sedangkan nilai gizinya seimbang dengan sumber protein hewani seperti daging
sapi, susu sapi, dan telur ayam
Protein kedelai mempunyai kandungan lisin yang tinggi. Lisin merupakan asam
amino pembatas pada produk yang berasal dari biji-bijian. Sedangkan biji-bijian termasuk
beras kaya akan asam amino yang mengandung atom belerang (metionin, sistein), yang
merupakan jenis asam amino yang sangat kurang pada tempe. Selama proses fermentasi
banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah
dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi produk yang lebih kecil
dan larut dalam air, misalnya asam amino dan peptida. Demikian pula dengan kandungan
lemak dari kedelai. Fermentasi kedelai selama 48 jam akan meningkatkan asam lemak
bebas dari satu persen pada kedelai menjadi 30 persen. Asam lemak terbesar yang
diproduksi adalah asam linolenat. Kenaikan asam lemak linolenat ini penting dari segi
gizi karena merupakan asam lemak tidak jenuh essensial.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Komponen Tempe
Air (g) 64
Kalori (kkal) 149
Protein(g) 18,3
Lemak(g) 4,0
Karbohidrat (g) 12,7
Kalsium(mg) 129
Posfor (mg) 154
Zat besi (mg) 10
Vitamin A(SI) 50
Vitamin B1(mg) 0,17
Vitamin C (mg) 0
Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri,
khamir, dan jamur. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab
fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat
menyebabkan perubahan sifat pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan –
kandungan bahan pangan tersebut. Jika cara-cara pengawetan pangan yang lain misalnya
pemanasan, pendinginan, pengeringan, iradiasi dan lain-lainnya ditujukan untuk
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
mengurangi jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah sebaliknya, yaitu
memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya di dalam makanan.
Tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu disesuaikan dengan hasil akhir
yang dikehendaki.
Pada mulanya yang dimaksud dengan fermentasi adalah pemecahan gula menjadi
alkohol dan CO2. Tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu
menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol serta CO2. Selanjutnya diketahui
pula bahwa selain karbohidrat, juga protein dan lemak dapat dipecah oleh mikroba dan
enzim tertentu yang menghasilkkan CO2 dan zat-zat lainnya (F.G.Winarno,1980).
Fermentasi dapat dikatakan sebagai cara paling tua untuk mengawetkan atau
meningkatkan sifat organoleptik dari suatu bahan makanan . Sebenarnya berbagai
produk fermentasi kedelai telah lama dapat dinikmati, namun minat konsumen terhadap
makanan kesehatan yang muncul akhir-akhir ini serta adanya keinginan untuk mencoba
jenis makanan baru , menyebabkan topik fermentasi tetap aktual untuk diteliti dan
dikembangkan. Sampai saat ini, hampir seluruh proses fermentasi kedelai menjadi tempe
di Indonesia masih merupakan kegiatan produksi skala rumah tangga. Meskipun
prosesnya cukup sederhana, namun terkait erat dengan aplikasi beberapa ilmu dasar,
khususnya mikrobiologi dan biokimia. Mikrobiolog sangat diharapkan partisipasinya
dalam pemilihan jenis mikroba yang diperlukan untuk mengubah biji-biji kedelai menjadi
bahan makanan yang sifat fisik dan kimianya sangat berbeda dengan bahan bakunya.
Derajat aktivitas mikroba menjadi faktor yang sangat penting karena dalam waktu
fermentasi yang singkat, dihasilkan produk yang nilai gizinya lebih baik dan penampilan
serta cita rasanya diterima konsumen. Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba,
akan menghasilkan enzim yang selanjutnya mengawali terjadinya rangkaian proses
biokimia dan terus berlangsung selama didukung oleh kondisi yang sesuai.
Pembuatan tempe diawali dengan merendam kedelai dalam air yang tingkat
keasamannya (pH) sekitar 4-5. Kondisi asam ini diperoleh dengan cara menambahkan
asam cuka. Dengan menerapkan suatu metode kimia analitik sederhana (misalnya
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
pengukuran dengan kertas litmus), tingkat keasaman tersebut dapat diperoleh dengan
mudah. Suasana asam seperti ini, diperlukan untuk mencegah tumbuhnya bakteri yang
dapat mengganggu proses fermentasi atau dapat menurunkan mutu tempe yang akan
dihasilkan. Pengasaman terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil racun
Bacillus cereus (Nout,dkk,1987). Asalkan pH tidak kurang dari 3,5, pertumbuhan
Rhizopus sp. yaitu kapang yang berperan dalam pembuatan tempe tidak akan terganggu.
(Bambang,H.,1999).
Pembuatan tempe didasarkan proses fermentasi, faktor inokulum dan kapang dari
jenis Rhizopus dan oryzae berperan penting dalam proses tersebut. Selama proses
fermentasi, jenis-jenis mikroorganisme lain mungkin turut tercampur, tetapi tidak
menunjukkan aktivitas yang nyata. Fermentasi kapang hanya berlangsung aktif 1 hari,
setelah itu terbentuk spora-spora yang berwarna putih kehitaman. Pada saat itu,
kesempatan pertumbuhan dilakukan oleh jenis mikroorganisme lain, terutama bakteri-
bakteri yang dapat menimbulkan pembusukan, sehingga tempe harus segera dimakan dan
dimasak sebelum pembusukan terjadi.
Saat ini banyak orang yang telah mencoba untuk membuat tempe lebih tahan
lama. Beberapa peneliti mencoba teknik pengawetan tempe . Diantaranya dengan cara
pengeringan menggunakan alat pengering (oven). Tempe yang akan dikeringkan mula-
mula diris-iris setebal 2,5 cm. kemudian dikukus pada suhu 1000C selama 10 menit.
Pengukusan ini penting, karena menurut hasil penelitian Hermana at al (1972) produk
tempe kering yang dihasilkan tanpa perlakuan pengukusan ternyata mempunyai rasa
pahit. Kemudian tempe dikeringkan dengan oven pada suhu 700C selama 6-10 jam. Hasil
akhir merupakan tempe kering yang mempunyai kadar air 4-8 persen. Tingkat kadar
air yang rendah ini memungkinkan tempe dapat disimpan pada suhu kamar (dengan cara
dibungkus plastik) selama berbulan-bulan tanpa terjadi perubahan warna dan citarasa.
Jika akan dipakai tempe tersebut harus direkonstitusi dengan cara perendaman
menggunakan air panas (90-1000C) selama 5-10 menit.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
2.3.2. Inokulum tempe
Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting
dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Jenis
kapang yang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus
oligosporus dan Rhizopus oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat adalah
Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrhizus.
Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk
inokulasinya . Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi atas kualitas jamur starter yang
baik untuk dipakai sebagai starter tempe antara lain :
1. Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak
2. Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis maupun
kemampuan tumbuhnya.
3. Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah
diinokulasikan
4. Mengandung biakan jamur tempe yang murni, dan bila digunakan berupa kultur
campuran harus mempunyai proporsi yang tepat.
5. Bebas dari mikrobia kontaminan dan jika memungkinkan strain yang dipakai
memiliki kemampuan untuk melindungi diri terhadap dominasi mikrobia
kontaminan (dapat dibantu dengan menciptakan kondisi spesifik yang cocok
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
untuk strain yang dikehendaki tetapi menjadi faktor menghambat bagi mikrobia
kontaminan, misalnya dengan merendahkan pH, pemberian inhibitor, dsb )
6. Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang
7. Pertumbuhan miselia setelah diinokulasikan harus kuat, lebat berwarna putih
bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak dan tidak mengalami sporulasi
yang terlalu awal (Nur , 2006).
Apapun jenis ragi yang digunakan , jumlah yang ditambahkan harus sebanding
dengan banyaknya kedelai yang difermentasi, sehingga dapat diperoleh produk akhir
sesuai dengan yang direncanakan. (Bambang,H., 1999).
Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan banyak pula yang menyebut
dengan ragi tempe. Meskipun dalam istilah ilmiah ragi, dimaksudkan sebagai inokulum
untuk pembuatan tapai, tetapi dikalangan masyarakat umumnya ragi diartikan sebagai
agensia pengubah suatu bahan menjadi produk melalui proses fermentasi. Starter tempe
adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia
pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe kedelai dan
melakukan kegiatan fermentasi menyebabkan kedelai berubah karakteristiknya menjadi
tempe.
Rhizopus oligosporus adalah spesies jamur yang paling penting digunakan dalam
pembuatan tempe di Indonesia. Beberapa ciri terpenting dari jamur ini antara lain adalah
mycelium dan sporangiopornya tidak bersekat, sporangiosporanya mempunyai bentuk
tidak beraturan, sporangiumnya berwarna hitam dan mempunyai rhizoid dengan cabang
yang pendek. Jamur Rhizopus oligosporus bersifat lipolitik dan proteolitik
(Hesseltine,1965).
Tempe lebih mudah dicerna daripada kedelai yang dimasak. Seharusnya untuk
menurunkan kandungan hemiselulosa dan protein terlarut. Rasio efisiensi menurunkan
sedikit atau tidak ada perubahan selama fermentasi. Tempe sangat mudah rusak sehingga
harus dikonsumsi setelah derajat fermemnatsi terscapai. Amonia dihasilkan sebagai
fermentasi lanjutan pada temperatur sekitar memberikan tempe dengan bau dan rasa yang
tidak enak (Larry,B.,1987)
2.3.3 Inkubasi
Inkubasi dikerjakan pada suatu tempat yang mempunyai suhu sekitar 400C dengan
kelembaban sekitar 900C. Cara inkubasi yang tepat akan menjamin fermentasi dalam
waktu yang cepat, kurang dari 24 jam.
2.4 Karbohidrat
Karbohidrat hanya terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa,
pentosa maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin,
selulosa dan lignin. Berbagai polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam serealia
dan umbi-umbian. Misalnya kandungan pati dalam beras = 78,3 % , jagung = 72,4 % ,
singkong = 34,6 % , dan talas = 40% (Winarno, 1995).
Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier
sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu disusun
oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda.Pada pati jenis yang
rekat, amilosa pada pati berkisar antara 20-30%. Pati pada beras dan sorgum sebagian
terbesar penyusunnya adalah amilopektin ( Slamet,S.,1989).
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
2.4.1 Analisa Kadar Karbohidrat
2.5 Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung
unsur-unsur C,H,O,N, yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam
seperti besi dan tembaga (Winarno, 1995) .
Protein juga penting untuk keperluan fungsional maupun struktural dan untuk
keperluan tersebut komposisi asam-asam amino pembentuk protein sangat penting
fungsinya. Oleh karena itu protein mempunyai mutu yang beraneka ragam tergantung
sampai seberapa jauh protein itu dapat menyediakan asam amino essensial dalam jumlah
yang memadai ( Buckle, 1987 ) .
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronutrien lain (lemak dan karbohidrat), protein berperanan lebih penting dalam
pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme
sedang kekurangan energi, maka protein ini terpaksa dapat juga dipakai sebagai sumber
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kilokalori/gram atau setara dengan
kandungan energi karbohidrat. ( Slamet,S.,1989).
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode destruksi total dengan asam keras
H2SO4 sambil dipanaskan pada suhu mendidih , menurut cara Kjeldahl. Sekitar 2 gram
sampel ditimbang ke dalam labu Kyeldhal yang telah ditimbang kosong. Penimbangan
dilakukan dengan ketelitian lima desimal, menggunakan timbangan analitik. Kemudian
ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat dan beberapa butir kaca untuk menghindarkan terlalu
banyak terjadi busa, campuran dipanaskan mendidih , yang diatur agar uap yang terjadi
mengembun kembali pada bagian leher labu Kjeldahl yang berkapasitas 30-50 ml
tersebut.
Bahan organik makanan akan didestruksi oksidatif sempurna menjadi H2O dan
CO2 dan garam-garam sulfat serta (NH4)2SO4. Pemanasan diteruskan sampai isi labu
menjadi bening. Kemudian labu didinginkan sampai suhu kamar. Ke dalam labu
ditambahkan 2 ml aqua destilat dan setelah melarut, dipindahkan kuantitatif ke dalam alat
distilator uap Kjeldahl ditambah indikator dan 2 ml KOH 1 N, lalu didestilasi dengan uap.
Destilat ditampung dalam beaker yang berisi 5 ml larutan asam Borat yang diberi
indikator . Destilat ditampung sampai sekitar 20-30 ml. Hasil destilasi dititrasi dengan
HCl 0,1 N dari buret. Dari jumlah HCl dan titernya yang diketahui dapat dihitung total N
yang ditampung dalam asam borat tersebut.Dengan metode ini yang diukur adalah total
nitrogen yang dihasilkan oleh bahan makanan yang didestruksi oksidatif. Total nitrogen
ini sebenarnya berasal dari protein dan sebagian lagi dari ikatan-ikatan organik non-
protein.
N total = NiP + NPN
NP = nitrogen dari protein
NPN = nitrogen non-protein
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Dalam metode ini dianggap bahwa seluruh nitrogen berasal dari ikatan protein.
Kadar nitrogen dalam protein rata-rata 16% , sehingga 1 gram nitrogen berasal dari 6,25
gram protein. Jadi untuk mendapatkan total protein, hasil total nitrogen dikalikan dengan
konversi faktor 6,25 (faktor konversi universal). Ketelitian kadar protein tergantung dari
komponen NPN,semakin besar NPN semakin tidak teliti angka untuk kadar protein
tersebut. Karena itu pada penentuan kadar protein, yang diteliti komponen protein dari
bahan itu dipisahkan dahulu dengan cara prespitasi , lalu ditentukan kadar total N, dalam
cara ini memang seluruh nitrogen berasal dari komponen protein. Angka konversi
menjadi lain dari angka konversi universal. (Achmad,J.S.,1987).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O
2HgSO4 2HgSO4 + SO2 + 2On
Hg2SO4 + 2H2SO4 2HgSO4 + 2H2O + SO2
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4
( Slamet,S.,1989)
2.6 Lemak
Di dalam tubuh, lemak merupakan sumber energi yang efisien, secara langsung ketika
disimpan dalam jaringan. Sebagai insulator panas dalam jaringan dan sekitar organ, dan
lipid non-polar bereaksi sebagai insulator listrik membolehkan propagasi pada gelombang
depolarisasi saraf myelin. Lemak mengandung jaringan saraf yang khusus. Gabungan
lemak dan protein (lipoprotein) merupakan bahan sel yang penting , keduanya terjadi di
membran sel dan mitokondria dengan sitoplasma, dan juga berarti transportasi lipid dalam
darah. (Robert,K.M.,1996).
Lemak berbeda dari karbohidrat dan protein karena tidak terdiri dari polimer
satuan – satuan molekuler. Setiap gram lemak mengandung kalori 2,25 kali dari jumlah
kalori yang dihasilkan oleh satu gram protein atau karbohidrat Lemak selalu tercampur
dengan komponen-komponen lain di dalam makanan misalnya vitamin-vitamin yang larut
dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, K, sterol, skool misalnya zoo-zterol, di dalam lemak
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
hewan dan fitosterol di dalam lemak sayuran, fosfolipida yang bersifat sebagai zat
pengemulsi, dengan protein yaitu lipoprotein , atau dengan karbohidrat yaitu glikolipid
(Winarno,1980)
Penentuan kadar lemak dengan pelarut , selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam
lemak bebas , karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut
lemak kasar (crude fat). Beberapa bahan pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi
lemak adalah ether yaitu ethil-ether dan petroleum ether. Petroleum eter lebih banyak
digunakan daripada ethil – ether karena lebih murah., kurang berbahaya terhadap
kebakaran dan ledakan serta lebih selektif dalam pelarutan lipida (Slamet,S.,1989).
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah
satu sebab mengapa dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau
dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air
disamping bertujuan untuk mengawetkan juga mengurangi besar dan berat bahan pangan
sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan (Winarno,1980).
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara, salah satunya
adalah dengan metoda pengeringan (gravimetrik). Prinsipnya yaitu menguapkan air yang
ada dalam bahan dengan cara pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat
konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Slamet, S.,1989).
Kadar air dapat juga dinyatakan dengan kadar air basis kering, yaitu air yang
diuapkan dibagi berat setelah pengeringan . Jumlah air yang diuapkan adalah berat bahan
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah pengeringan dan dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut :
M = x 100% =
Dimana :
M = kadar air basis kering (%)
Wm = berat air dalam bahan (g)
Wd = berat bahan kering mutlak (g)
M = kadar air basis basah
(Rizal,S.,1988)
Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Yang
disebut kadar abu adalah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan
dibakar pada suhu sekitar 500-800 0C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna
menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidasinya
( Achmad,J.S.,1987).
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan , antara lain :
a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan
b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
c. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan.
Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang
tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih
dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak
banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru
kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan
yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dulu dalam oven dan
ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin (Slamet,S.,1989).
1. Warna
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita
rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain dipertimbangkan secara visual.
Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang-kadang sangat menentukan suatu bahan
pangan yang dinilai enak, bergizi, dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari
warna yang seharusnya (Winarno, 1995 )
2. Aroma
Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau untuk
data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit
larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan pembau dalam hidung bersama-
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
sama dengan udara. Penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau
bersifat atsiri.
3. Tekstur
Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga memberikan
kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh karena itu kita menghendaki makanan yang
mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan selera yang kita harapkan, sehingga bila
kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu
setelah harga, tekstur, dan rasa.
4. Rasa
Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu produk makanan. Komponen yang
dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa penyusunnya. Umumnya
bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu sehingga
menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian panelis terhadap rasa
dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap flavour atau cita rasa yang dihasilkan
oleh kombinasi bahan yang digunakan ( John M deMan,1997 ).
Pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya ketidaksukaan. Di samping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka
atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingakat kesukaannya. Tingkat-tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik. Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasi
menjadi skala numerik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat
dilakukan analisis-analisis statistik. (Soekarto, S.T., 1980)
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 3
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Ragi tempe
Daun Pisang
Biji durian
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Neraca Analitis Meller
Mikro Buret 25 ml Pyrex
Oven Memmert
Cawan porselin
Desikator
Tanur Gallen kamp
Alat soklet
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Merah lembayung. Dilakukan 3 kali perlakuan. Diperoleh konsentrasi HCl sebesar
0,1058 N.
Biji durian dicuci dengan air sampai bersih kemudian dijemur di bawah sinar matahari
sampai kering dan dikukus selama 30 menit lalu ditiriskan .Setelah itu direndam dengan
air yang pH nya 4-5, selama 24 jam. Kemudian dikupas kulit biji durian dan dicuci
dengan air sampai bersih. Sejumlah 150 g biji durian yang telah dikupas kulitnya dikukus
kembali selama 30 menit. Ditiriskan dan didinginkan. Ditambahkan inokulum tempe
dengan variasi 1,0 g; 1,5 g ; 2,0 g ; 2,5 g. Diaduk rata dan dibungkus dengan daun
pisang. Difermentasi selama ± 36 jam pada suhu kamar.
Sejumlah 2,0003 g sampel dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama sekitar 6 jam.
Didinginkan cawan ke dalam desikator selama 20 menit. Setelah dingin ditimbang berat
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
kering. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung
kadar airnya
Sampel yang telah dikurangi kadar airnya dimasukkan dalam cawan porselin yang telah
diketahui beratnya. Diletakkan dalam tanur pengabuan, kemudian dipanaskan pada suhu
500oC hingga diperoleh abu berwarna keputih – putihan. Kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan.
Kemudian dihitung kadar abunya.
Sejumlah 10,0002 g sampel dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam
alat Soklet. Ke dalam labu destilasi dimasukkan Petroleum Eter sebanyak 2/3 bagian labu,
kemudian sampel tersebut diekstraksi selama ± 2 jam sampai 12 siklus. Ekstrak
yang diperoleh dipindahkan ke dalam gelas beaker yang telah diketahui massanya
kemudian diuapkan di atas penangas air hingga pelarutnya menguap. Kemudian
didinginkan di desikator dan ditimbang. Dihitung kadar lemaknya.
Dihitung jumlah persentase kadar air, abu, lemak, dan protein. Karbohidrat diketahui
dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut
Kadar Karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + air + abu)
Uji ini meliputi warna, rasa, bau dan tekstur yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 15
orang panelis, dimana para panelis bukan perokok dan sebelum mencicipinya diharuskan
minum air putih terlebih dahulu. Uji ini ditentukan dengan skala hedonik sebagai berikut:
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 3.1 Uji Skala Hedonik
Uji Kesukaan (Skala hedonik) Skala Numerik
Amat sangat suka 5
Sangat suka 4
Suka 3
Kurang suka 2
Tidak suka 1
Biji durian
Dicuci bersih
Dikeringkan di bawah sinar matahari
Dikukus selama 30 menit
Direndam dalam air yang pHnya 4-5
selama 24 jam
Dikupas kulitnya
Dicuci bersih
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Dikukus selama 30 menit
Ditiriskan dan didinginkan
Dipotong kecil-kecil
Ditambahkan ragi tempe
dengan variasi 1,0 g ; 1,5 g ; 2,0 g dan
2,5 g
Diaduk rata
Dibungkus dengan daun pisang yang
telah dilubangi
Difermentasi selama ± 36 jam
Hasil
1,9968 g Sampel
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Diencerkan dan dimasukkan kedalam labu
ukur 250 ml
Dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan
dan dimasukkan ke dalam alat penyuling
ditambahkan 50 ml NaOH 30 %
ditambahkan 50 ml H2O
ditampung dengan 25 ml larutan asam borat
4 % yang telah dicampur indikator mengsel
Disuling selama lebih kurang 10 menit
100 ml Destilat
Dibilas ujung pendingin dengan air suling
Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N
Larutan ungu
Dihitung % N
Hasil
2,0003 g Sampel
10,0002 g Sampel
Ekstrak
Ekstrak dipindahkan ke dalam gelas
beaker yang telah diketahui beratnya
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
diuapkan di atas penangas air hingga
pelarutnya menguap
Lemak
Hasil
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik
Panelis
Diundang ke Laboratorium
Disajikan tempe biji durian
Diharuskan kepada panelis meminum
air putih terlebih dahulu
Panelis dan tempe
Hasil
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 4
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan variasi berat inokulum terhadap
kualitas tempe biji durian yaitu kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, kadar
karbohidrat dan uji organoleptik, maka digunakan analisa variansi model tetap Rancangan
Acak Lengkap (RAL), dan uji dengan menggunakan statisika F dengan taraf signifikan 5
% dan 1 %. Statistik F dihitung dengan rumus :
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
F =
2. H1 : X1 ≠ X2 ≠ X3
Bila terdapat pengaruh penambahan variasi berat inokulum terhadap kadar gizi
tempe.
Penentuan kadar protein dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :
Kadar Protein =
Keterangan :
w = Bobot cuplikan
V = Volume HCl 0,1 N yang digunakan untuk meniter sampel
N = Normalitas HCl
fk = Faktor konversi untuk protein = 6,25
fp = Faktor pengenceran
% N = 3.13 %
∑Xt = 40,88
FK =
FK = = 139,2645
JKU = ∑(Xt)2 - FK
= (3,13)2 + (3,13)2 + ………+ (3,46)2 + (3,44)2 - 139,2645
= 0,953
JKP = - FK
= - 139,2645
= 0,84
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DBT = n – 1 = 12 - 1 = 11
DBP = r – 1 = 3 – 1 = 2
KT Perlakuan =
= = 0,42
KT Galat =
= = 0,0126
FHitung =
= = 33,3333
Dimana ,
FK = Faktor koreksi
∑Xt = Jumlah X total
n = Total ulangan
JKU = Jumlah Kuadrat Umum
Xi = X1, X2, X3,….
JKP = Jumlah Kuadrat Perlakuan
r = Banyak ulangan
JKG = Jumlah Kuadrat Galat
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
DBT = Derajat Bebas Total
DBP = Derajat Bebas Perlakuan
DBG = Derajat Bebas Galat
Dari tabel 2 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel, yaitu, (29,577 > 8,02) untuk α = 0,05 dan (29,577 > 4,26) untuk α = 0,01.
Dari hasil tersebut berarti H0 ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi berat inokulum terhadap kadar protein tempe.
Tabel 4.1. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar Protein
Tempe
Penambahan Kadar protein (%)
inokulum (g)
1,0 3,13
1,5 3,23
2,0 3,81
2,5 3,46
Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum dengan
biji durian terhadap kadar protein tempe.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Gambar 4.1 Grafik Pengukuran Kadar Protein Tempe Biji Durian (%)
Kadar protein tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,0 g
sedangkan kadar protein terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum 1,0 g
Penentuan kadar air dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :
Berat uap air yang hilang = (Berat cawan + Berat tempe biji durian basah) –
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
(Berat cawan + Berat sampel setelah pengeringan)
= ( 22,6405 g – 21,3605 g) = 1,28 g
% kadar air untuk sampel berikutnya dapat dilihat tabel 3 pada lampiran.
4.1.2.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar Air tempe
Dari tabel 5 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel , yaitu (234,4622 > 8,02) untuk α = 0,05 dan (234,4622 > 4,26) untuk α =
0,01.
Dari hasil tersebut berati Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi berat inokulum terhadap kadar air tempe.
Tabel 4.2 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum dengan Biji Durian
terhadap Kadar Air Tempe
Penambahan Kadar Air (%)
inokulum (g)
1,0 63,20
1,5 59,92
2,0 59,04
2,5 57,41
Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum dengan
biji durian terhadap kadar air tempe
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
64
63.2
62
Kadar Air (%)
60 59.92
59.04
58
57.41
56
54
1 1,5 2 2,5
Ga
mbar 4.2 Grafik pengukuran Kadar Air tempe Biji Durian (%
Kadar air tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g
sedangkan kadar air terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g
Penentuan kadar abu dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :
% kadar abu untuk sampel berikutnya dapat dilihat tabel 5 pada lampiran.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
4.1.3.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar Abu
tempe
Dari tabel 6 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel , yaitu (2091 > 8,02) untuk α = 0,05 dan (2091> 4,26) untuk α = 0,01
Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar abu tempe.
Tabel 4.3 .Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar Abu Tempe
Penambahan Kadar Abu (%)
Inokulum (g)
1,0 3,11
1,5 2,80
2,0 2,64
2,5 2,22
Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap
kadar abu tempe.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Kadar abu tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum 1,0 g sedangkan kadar
abu terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g.
Penentuan kadar lemak dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :
% kadar lemak untuk sampel berikutnya dapat dilihat tabel 7 pada lampiran.
Dari tabel 8 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel , yaitu (16386 > 8,02) untuk α = 0,05 dan (16386 > 4,26) untuk α = 0,01.
Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar lemak tempe.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Penambahan Kadar Lemak (%)
Inokulum (g)
1,0 1,21
1,5 0,95
2,0 0,49
2,5 0,20
Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap
kadar lemak tempe
Gambar 4.4 Grafik Pengukuran Kadar Lemak Tempe Biji Durian (%)
Kadar lemak tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g
sedangkan kadar lemak terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak
2,5 g
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Dari tabel 10 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka
Fhitung > Ftabel , yaitu (112,8516 > 8,02)untuk α = 0,05 dan (112,856 > 4,26) untuk α=
0,01.
Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat
pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar karbohidrat tempe.
Tabel 4.5. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar
Karbohidrat Tempe
Penambahan Kadar karbohidrat
Inokulum (g) (%)
1,0 29,34
1,5 33,08
2,0 34,00
2,5 36,01
Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum
terhadap kadar karbohidrat tempe
Gambar 4.5 Grafik Pengukuran Kadar Karbohidrat (%) Tempe Biji Durian
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g
sedangkan kadar karbohidrat terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum
sebanyak 1,0 g
Berdasarkan tabel 12, 14, 16, dan 18 pada lampiran variasi perbandingan berat inokulum
dengan biji durian memberikan pengaruh terhadap rasa, warna, bau dan tekstur dari
tempe. Rasa, warna, bau, dan tekstur tempe yang paling baik diperoleh pada perlakuan
penambahan berat inokulum sebanyak 1,5 g
4.2. Pembahasan
4.2.1.Penghilangan Getah
Dari penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui biji durian dapat dimanfaatkan
menjadi tempe. Pengurangan getah pada biji durian dapat dilakukan dengan menjemur
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
biji durian yang telah dibersihkan di bawah sinar matahari sampai kering. pengurangan
getah bertambah seiring dengan berkurangnya kadar air bahan pada saat dijemur.
Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar
protein tempe seperti yang terlihat pada tabel Anava :
(29,577 > 8,02) untuk taraf 5 %
(29,577 > 4,02) untuk taraf 1 %
Penambahan berat inokulum sebanyak 2,0 g memperoleh kadar protein
tertinggi yaitu 3,81 % sedangkan terendah diperoleh penambahan inokulum sebanyak 1,0
g yaitu 3,13 %. Adanya enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein menjadi asam
amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5 %. Aktivitas protease
terdeteksi setelah fermentasi 12 jam ketika pertumbuhan hifa kapang masih relatif
sedikit. Hanya 5 % dari hidrolisis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan
energi. Sisanya terakumulasi dalam bentuk peptide dan asam amino. Proses perendaman
dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya protein. Selama perendaman protein turun
sebanyak 1,4 % (Nur, 2006).
Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap
kadar air tempe seperti yang terlihat pada tabel anava:
(234,4622 > 8,02) untuk taraf 5 %
(234,4622 > 4,26) untuk taraf 1 %
Penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g memperoleh kadar air tertinggi yaitu
63,20 % sedangkan terendah diperoleh pada penambahan inokulum sebanyak 2,5 g.
Berdasarkan penelitian menurut Winarno (1980), kadar air sangat berpengaruh terhadap
mutu bahan pangan , dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan
pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau
pengentalan dan pengeringan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya
bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan
pada bahan pangan. Menurut syarat mutu tempe kedelai SNI 01-3144-1992, kadar air
maksimal 65 %. Pada penelitian ini didapatkan kadar air tertinggi 63,2 % sehingga masih
memenuhi syarat mutu kadar air pada tempe.
Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap
kadar karbohidrat tempe:
(112,8516 > 8,02) untuk taraf 5%
(112,8516 > 4,26) untuk taraf 1 %
Penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g memperoleh kadar karbohidrat tertinggi
yaitu 36,01 % sedangkan terendah diperoleh pada penambahan inokulum sebanyak 1,0 g
yaitu 29,34 %. Inokulum yang digunakan merupakan inokulum bubuk yang dibuat dari
hancuran tempe dan diperbanyak dengan penambahan beras (Sutrisno,K., 1992).
Komponen terbesar dalam beras adalah karbohidrat, sehingga semakin besar berat
inokulum yang ditambahkan maka kadar karbohidratnya semakin meningkat, karena
inokulum yang digunakan terbuat dari beras yang banyak mengandung karbohidrat dan
jamur tempe.
Untuk uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau dan tekstur menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata dari setiap variasi perbandingan berat inokulum dengan biji durian.
Variasi penambahan inokulum sebanyak 1,5 g paling banyak disukai oleh panelis baik
warna, rasa, bau maupun tekstur tempe. Hal ini disebabkan warna tempe yang putih, bau
yang khas tempe dan tekstur kapang yang tumbuh kompak dan padat.
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian diperoleh bahwa tempe biji durian dengan kualitas terbaik yaitu
yang memiliki nilai gizi dan menghasilkan tempe dengan tekstur yang kompak, berwarna
putih, rasa yang enak dan bau khas tempe adalah tempe dengan penambahan variasi berat
inokulum sebanyak 2,0 g.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Beuchat,L.1987. Food and Beverage Mycology. Second edition. New York: Van
Nostrand Reinhold
Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Winarno,F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
LAMPIRAN
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 1. Data Kadar Protein Tempe Biji Durian (%)
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 3.Data Kadar Air Tempe Biji Durian (%)
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 5. Data Kadar Abu Tempe Biji Durian (%)
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 7. Data Kadar Lemak Tempe Biji Durian
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 9. Data Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian (%)
Penambahan Ulangan Total Rata-rata
inokulum (g) Analisa
I II III
1,0 28,56 29,62 29,84 88,02 29,34
1,5 33,11 33,12 33,01 99,24 33,08
2,0 34,04 34,06 33,91 102,01 34,00
2,5 36,55 36,79 34,69 108,03 36,01
Jumlah 132,26 133,59 131,45 397,30
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 11. Data Pengamatan Uji Warna Tempe Biji Durian
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 13. Data Pengamatan Uji Rasa Tempe Biji Durian
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 15. Data Pengamatan Uji Bau Tempe Biji Durian
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Tabel 17. Data Pengamatan Uji Tekstur Tempe Biji Durian
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Gambar 4.7 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 1,0 g
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Gambar 4.8 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 1,5 g
Gambar 4.9 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 2,0 g
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.
Gambar 5.1 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 2,5 g
Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus),
2009.