1. LIMBAH B3
LIMBAH B3 adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan
manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PASAL 1 S/D PASAL 10, PASAL 123
* Pasal 123 :
Dalam hal Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 tidak mampu melakukan sendiri Pengolahan Limbah B3 yang
dihasilkannya:
a. Pengolahan Limbah B3 diserahkan kepada Pengolah Limbah B3; (disertai dengan bukti penyerahan limbah b3, salinan bukti
penyerahan dismpaikan kpd mentri paling lama 7 hari setelah penyerahan limbah b3) ;atau
b. Dapat melakukan ekspor Limbah B3 yang dihasilkannya. (dapat dilakukan jika tidak tersedia teknologi Pemanfaatan Limbah
B3 dan/atau Pengolahan Limbah B3 di dalam negeri.)
LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PASAL 1
1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
2. Penghasil limbah B3 selanjutnya disingkat penghasil adalah badan usaha yang kegiatannya menghasilkan limbah B3.
3. Pengumpul limbah B3 selanjutnya disingkat pengumpul adalah badan usaha yang kegiatannya mengumpulkan limbah B3 sebelum
dikirim ke tempat pengolahan dan/atau pemanfaatan dan/atau penimbunan limbah B3.
4. Pemanfaat limbah B3 selanjutnya disingkat pemanfaat adalah penghasil dan/atau badan usaha yang kegiatannya memanfaatkan
limbah B3.
5. Pemanfaatan limbah B3 adalah kegiatan penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) dan/atau perolehan kembali
(recovery) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan
dan kesehatan manusia.
6. Reuse adalah penggunaan kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika,
biologi, dan/atau secara termal.
7. Recycle adalah mendaur ulang komponen-komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi,
dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda.
8. Recovery adalah perolehan kembali komponen-komponen yang bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/ atau secara
termal. Pasal 3 Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi kegiatan: a. pemanfaatan limbah B3 sebagai
substitusi bahan; b. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan bakar; dan c. pemanfaatan limbah B3 jenis lanilla estela melalui
penelitian dan kajian yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan.
9. Subsitusi bahan bakar adalah menggantikan sumber energi dengan limbah B3 yang mengandung kalori tertentu.
10. Subsitusi bahan baku adalah menggantikan komponenkomponen utama bahan baku dengan limbah B3 yang mengandung bahan
baku tertentu.
11. Limbah B3 yang komponennya konsisten dengan kriteria pemanfaatan adalah limbah-limbah yang telah teridentifikasi sifat,
karakteristik dan komponennya relatif sama untuk setiap sumber seperti abu terbang sisa pembakaran batu bara, abu dasar sisa pembakaran
batu bara, debu EAF (electrical arc furnace ash) sisa peleburan besi dan baja, slag sisa peleburan besi dan baja dan slag sisa peleburan
tembaga.
12. Neraca limbah B3 adalah data kuantitas limbah B3 dari usaha dan/atau kegiatan yang menunjukan kinerja pengelolaan limbah B3
pada satuan waktu penaatannya.
13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
2. AMDAL
Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.
Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) : Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) : Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan
penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Dokumen AMDAL
Suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL, meliputi :
Dokumen yang berisi telaahan secara cermat terhadap dampak penting dari suatu rencana kegiatan
Dampak-dampak penting yang telah diidentifikasi di dalam dokumen KAANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat dengan
menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak
Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran
dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah
Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini
bertujuan untuk menentukan dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif
Dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang bersifat
negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan
hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL
Dokumen yang meringkas secara singkat dan jelas hasil kajian ANDAL. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam ringkasan eksekutif
biasanya adalah uraian secara singkat tentang besaran dampak dan sifat penting dampak yang dikaji di dalam ANDAL dan upaya-upaya
pengelolaan dan pemantuan lingkungan hidup yang akan dilakukan untuk mengelola dampak-dampak tersebut
FUNGSI AMDAL
Bagi Pemerintah :
Bahan acuan dalam pengawasan terutama dalam pelaksanaan RKL dan RPL
Bahan masukan dalam pengelolaan lingkungan secara regional, dan dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Bagi Pemrakarsa :
Membantu pengambilan keputusan atas perencanaan dan pengelolaan lingkungan dalam kegiatan yang dilaksanakan khususnya dalam
hal pencegahan dampak negatif, dan pengembangan dampak positif yang meliputi aspek-aspek fisika, kimia, biologi, sosial, ekonomi,
budaya, dan kesehatan masyarakat.
Sebagai masukan untuk pengelolaan dan pemantauan ingkungan dari rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.
Bagi Masyarakat :
Dapat dijadikan bahan masukan untuk berperan serta aktif dalam mengawasi pengelolaan lingkungan di sekitar lokasi kegiatan yang
akan dilakukan oleh pihak pengelola dan dapat menyerap tenaga kerja di lokasi kegiatan sehingga dapat mengurangi pengangguran
Memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses AMDAL dari rencana usaha/kegiatan
3. PENGELOLAAN LIMBAH
-Hirarki
1. Waste Avoidance/Waste Prevention
Langkah pertama yang paling disarankan adalah mencegah timbulnya limbah pada sumbernya (waste avoidance/waste prevention)
sehingga tidak dihasilkan limbah (zero waste).
Upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui penerapan prinsip produksi bersih (clean production) yaitu melalui penerapan
teknologi bersih, pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, memodifikasi proses produksi, mempromosikan
penggunaan bahan-bahan yang tidak berbahaya dan beracun atau lebih sedikit kadar bahaya dan racunnya, menerapkan teknik konservasi,
dan menggunakan kembali bahan daripada mengolahnya sebagai limbah sehingga dapat mencegah terbentuknya limbah dan pencemar.
2. Waste Minimization/Reduction
Langkah yang kedua, apabila pencegahan tidak dapat dilakukan, adalah dengan berupaya melakukan minimisasi atau pengurangan
limbah (waste minimization/reduction). Upaya minimisasi limbah ini juga dapat dilakukan denga cara menerapkan produksi bersih.
Penggunaan teknologi yang terbaik yang tersedia (best available technology/BAT) dapat membantu mengurangi konsumsi energi dan sumber
daya alam secara signifikan yang pada akhirnya dapat mengurangi timbulnya limbah.
3. Reuse
Langkah yang ketiga adalah pemanfaatan dengan cara penggunaan kembali (reuse).
Reuse adalah penggunaan kembali limbah dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau
secara termal. Contoh sederhana dari konsep reuse ini adalah menggunakan sisi kertas yang masih kosong dari kertas bekas untuk menulis
atau untuk membuat amplop.
4. Recycle
Langkah keempat adalah pemanfaatan dengan cara recycle, yaitu mendaur ulang komponen-komponen yang bermanfaat melalui
proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda.
Contoh sederhana dari konsep recycle ini adalah mengolah kertas bekas yang sudah tidak dipakai lagi untuk dijadikan kertas hasil
daur ulang (recycled paper) dengan suatu proses tertentu.
5. Recovery
Langkah yang kelima adalah pemanfaatan limbah dengan cara recovery, yaitu perolehan kembali komponen-komponen yang
bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal.
6. Waste Treatment
Langkah yang keenam adalah pengolahan limbah (waste treatment) dengan metode yang memenuhi persyaratan lingkungan dan
keselamatan manusia.
Limbah yang dihasilkan tetapi tidak dapat dimanfaatkan diolah agar memudahkan penanganan berikutnya, atau agar dapat secara
aman dilepas ke lingkungan.
Contoh pengolahan yang umum adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
7. Waste Disposal
Langkah 7 adalah Waste Disposal, yaitu residu/limbah yang tidak dapat diolah perlu dilepas ke lingkungan secara aman, yaitu
melalui rekayasa yang baik dan aman seperti menyingkirkan pada sebuah lahan-urug (landfill) yang dirancang dan disiapkan secara baik.
4. ISO 14000
ISO 14000 series merupakan seperangkat standar internasional bidang manajemen lingkungan yang dimaksudkan untuk membantu
organisasi di seluruh
dunia dalam meningkatkan efektivitas kegiatan pengelolaan lingkungannya. Perumusan ISO 14000 series diprakarsai dunia usaha
sebagai kontribusi terhadap pencapaian Pembangunan Berkelanjutan yang disepakati dalam KTT Bumi di Rio deJaneiro Tahun 1992.
Peran Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam penerapan ISO 14000 di Indonesia
Berdasarkan diskusi dengan berbagai pihak berkepentingan di Indonesia, KLH menyadari potensi penerapan standar ISO 14000 bagi peningkatan
kualitas pengelolaan lingkungan hidup Indonesia serta peningkatan peran serta dunia usaha untuk secara pro-aktif mengelola lingkungan. Oleh
karena itu, KLH mendorong dan memfasilitasi penerapan standar ISO 14000 di Indonesia. Berbagai seminar, lokakarya, pelatihan tentang ISO 14000
telah dilaksanakan sejak tahun 1995, yang dimaksudkan menjadi motor penggerak penerapan standar ISO 14000 di Indonesia. Seiring dengan
pertumbuhan populasi para praktisi dalam bidang tersebut serta dengan pendekatan pemberdayaan pihak swasta yang kompeten, maka KLH
mengharapkan agar peran motor penggerak penerapan standar ISO 14000 tersebut dilanjutkan oleh pihak swasta. Hal ini konsisten dengan latar
belakang pengembangan standar ISO 14000 yang dimotori oleh dunia usaha dan didukung oleh para praktisi berpengalaman. Terkait dengan
komitmen memfasilitasi penerapan standar ISO 14000 tersebut, KLH pada saat ini mempunyai unit kerja Asisten Deputi Urusan Standarisasi dan
Teknologi. Fokus perhatian yang diberikan adalah efektifitas penerapan SML, baik yang dengan sertifikasi ISO 14001 maupun yang tidak.
Bagaimana kedudukan dan kaitan ISO 14000 dengan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup
Penerapan ISO 14000 tidak menggantikan peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan. Walaupun bersifat sukarela, penerapan ISO
14000 diharapkan dapat melengkapi pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan oleh organisasi pelaksana
kegiatan/usaha. KLH senantiasa membuka dialog dengan berbagai pihak berkepentingan, khususnya para praktisi yang terlibat langsung dalam
penerapan standar ISO 14000, untuk meningkatkan sinergi dari penerapan standar ISO 14000 dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan
pengelolaan lingkungan.
Tanggapan dari berbagai pihak (dunia usaha, Pemerintah, masyarakat) di Indonesia terhadap sertifikasi ISO 14001
Pada saat ini, diperkirakan terdapat lebih dari 230 sertifikat ISO 14001 yang diberikan oleh berbagai Lembaga Sertifikasi kepada beragam organisasi
di Indonesia. Di bandingkan dengan negara lain, jumlah ini masih relatif kecil. Salah satu kendala yang dikemukakan oleh dunia usaha adalah biaya
sertifikasi. Terkait dengan hal ini, banyak organisasi usaha yang tertarik untuk mengembangkan Sistem Manajemen Lingkungan namun tidak
melakukan sertifikasi. Sementara itu,
dari pihak Pemerintah dan masyarakat pada umumnya masih belum memahami standar ISO 14000 dan sertifikasi ISO 14001. Oleh karena itu,
program sosialisasi perlu semakin ditingkatkan.
Sejauhmana penerapan standar ISO 14000 dapat memberikan kontribusi terhadap isu-isu lingkungan populer yang sedang kita hadapi saat ini
atau terhadap upaya pelestarian LH pada umumnya?
Kita perlu memahami bahwa penerapan standar ISO 14000 tidak akan secara langsung dan segera memberikan hasil nyata perbaikan kinerja
lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup. Potensi perbaikan bersifat bertahap, namun sistematis dan berkelanjutan, serta efisien. Proses bertahap
inilah yang diharapkan dapat mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Terkait dengan isu lingkungan populer saat ini,
pihak-pihak terkait dapat menerapkan standar ISO 14000 yang relevan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungannya.
Standar ISO 14000 merupakan investasi bersama, yang merupakan hasil rumusan para pakar dan praktisi berpengalaman di seluruh dunia.
Seyogyanya kita di Indonesia dapat memanfaatkan standar tersebut dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan bersama.
________________________________________________________________________
Pengelolaan limbah industri pengilangan minyak bumi
Secara garis besar effluent water treatment di PT. PERTAMINA (Persero) RU - VI Balongan dibagi menjadi dua, yaitu treatment oily water dan
treatment air buangan proses. Treatment oily water dilakukan di rangkaian separator sedangkan treatment air buangan proses dilakukan
menggunakan lumpur aktif (activated sludge) yang merupakan campuran dari koloni mikroba aerobik.
Unit pengolah air buangan terdiri dari:
1. Air Floatation Section
Air hujan yang bercampur minyak dari unit proses dipisahkan oleh CPI separator sedangkan air ballast dipisahkan di API separator kemudian
mengalir ke seksi ini secara gravitasi.
Campuran dari separator mengalir ke bak DAF Feed Pump dan dipompakan ke bak floatation, sebagian campuran dipompakan ke pressurize vessel.
Dalam pressurize vessel udara dari plant air atau DAF compressor udara dilarutkan dalam pressurize waste water. Bilamana pressurize waste water
dihembuskan ke pipa inlet floatation pada tekanan atmosfir, udara yang terlarut disebarkan dalam bentuk gelembung dan minyak yang tersuspensi
dalam waste water terangkat ke permukaan air.
Minyak yang mengapung diambil dengan skimmer dan dialirkan ke bak floatation oil. Minyak di dalam bak floatation oil dipompakan ke tangki
recovery oil. Air bersih dari bak floatation mengalir ke bak impounding basin.
2. Activated Oil Sludge
Aliran proses penjernian air dengan CPI Separator dan aliran sanitary dengan pompa dialirkan secara gravitasi ke seksi activated sluge. Air hasil
proses CPI dan filtrate dehydotator dicampurkan dalam bak proses effluent dan campuran air ini dipompakan ke pit aeration pada operasi normal dan
pada emergency ke pit clarifier melalui rapid mixing pit dan Flocculation pit. Apabila kualitas air off spec, maka air tersebut dikembalikan ke bak
effluent sedikit demi sedikit untuk dibersihkan dengan normal proses.
Ferri Chlorida (FeCl3) dan Caustic Soda (NaOH) diinjeksikan ke bak flocculation. Air yang tersuspensi, minyak dan sulfide dalam air kotor
dihilangkan dalam unit ini. Lumpur yang mengendap dalam bak clarifier dipompakan ke bak thickener.
Pemisahan permukaan dari bak clarifier dilakukan secara over flow ke bak aeration. Air kotor dari sanitary mengalir secara langsung ke bak aeration.
Dalam bak aeration ditambahkan nutrient. Selain itu, untuk menciptakan lingkungan aerobic bak ini dilengkapi pula dengan aerator.
Treatment dengan biological ini mengirangi dan menghilangkan benda-benda organic (BOD dan COD). Setelah treatment dengan biological, air
kotor bersama lumpur dikirim ke bak aeration kembali, sebagai lumpur dikirim ke bak thickener.
Pemisahan pemurnian air dari bak sedimentasi mengalir dari atas ke Impounding Basin. Unit Sewage and Effluent Water Treatment dirancang untuk
system waste water treatment yang bertujuan memproses buangan seluruh kegiatan dari unit proses dan area pertangkian dalam batas-batas effluent
yang ditetapkan air bersih. Kapasitas unit ini sebesar 600m3/jam dimana kecepatan effluent didesain untuk penyesuaian kapasitas 180 mm/hari curah
hujan di area proses dan utilitas.
Unit penjernian buangan air ini memiliki beberapa proses, yaitu:
1. Proses fisik
Pada proses ini diusahakan agar minyak maupun buangan padat dipisahkan secara fisik. Setelah melalui proses fisik tersebut, kandungan minyak
dalam buangan air hanya diperbolehkan ±25 ppm.
2. Proses kimia
Proses ini dilakukan dengan menggunakan bahan penolong seperti koagulan, flokulan, penetrasi, pengoksidasi dan sebagainya, yang dimaksudkan
untuk menetralkan zat kimia berbahaya dalam air limbah. Senyawa yang tidak diinginkan diikat menjadi padat dalam bentuk endapan lumpur yang
selanjutnya dikeringkan.
3. Proses mikrobiologi,
Proses mikrobiologi merupakan proses akhir dan berlangsung lama dan hanya dapat mengolah senyawa yang sangat sedikit mengandung senyawa
logam berbahaya. Pada dasarnya proses ini memanfatkan mahluk hidup(mikroba) untuk mengolah bahan organik.
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Tujuannya untuk mengumpulkan dan memisahkan zat padat koloidal yang tidak
mengendap serta menstabikan senyawa-senyawa organic. Sebagai pengolahan sekunder, penglahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan
ynag paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan limbah secara biologi dengan segala
modifikasinya.
Konsep yang digunakan dalam proses pengolahan limbah secara biologi adalah eksploitasi kemampuan mikroba dalam mendegradasi senyawa-
senyawa polutan dalam air limbah. Pada proses degradasi, senyawa-senyawa tersebut akan berubah menjadi senyawa-senyawa lain yang lebih
sederhana dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Hasil perubahan tersebut sangat tergantung pada kondisi lingkungan saat berlangsungnya proses
pengolahan limbah. Oleh karena itu, eksolitasi kemampuan mikroba untuk mengubah senyawa polutan biasanya dilakukan dengan cara
mengoptimalkan kondisi lingkungan untuk pertumbuhan mikroba sehingga tercapai efisiensi yang maksimum.
3. Dehydrator dan Incenerator section
Padatan berupa lumpur yang terkumpul dari floatation section dan activated sludge ditampung pada sebuah bak. Selanjutnya lumpur tersebut
dipisahkan airnya dengan bantuan bahan kimia dan alat mekanis berupa (alat yang bekerja memisahkan cairan-padatan dan dengan memutarnya pada
kecepatan tinggi).
4.2. Pengolahan Limbah Gas
Limbah gas dari kilang ini diolah di sulfur recovery unit dan sisanya dibakar di incinerator (untuk gas berupa H2S dan CO) maupun flare (gas
hidrokarbon).
4.3. Pengolahan Limbah Padat
Sludge merupakan suatu limbah yang dihasilkan dalam industri minyak yang tidak dapat dibuang begitu saja ke alam bebas, karena akan mencemari
lingkungan. Pada sludge selain mengandung lumpur, pasir, dan air juga masih mengandung hidrokarbon fraksi berat yang tidak dapat di-recovery ke
dalam proses. Sludge ini juga tidak dapat di buang ke lingkungan sebab tidak terurai secara alamiah dalam waktu singkat.
Pemusnahan hidrokarbon perlu dilakukan untuk menghindari pencemaran lingkungan. Dalam upaya tersebut, PT. PERTAMINA (Persero) UP-VI
Balongan melakukannya dengan membakar sludge dalam suatu ruang pembakar (incinerator) pada temperature 800ºC. Lumpur/pasir yang tidak
terbakar dapat digunakan untuk landfill atau dibuang di suatu area, sehingga pencemaran lingkungan dapat dihindari.