KARDIOTOKOGRAFI
Disusun oleh :
Preseptor :
2018
0
TINJAUAN TEORITIS
KARDIOTOKOGRAFI
2.2.Metode KTG
Terdapat dua metode pemeriksaan kardiotokografi, yaitu:
1
Gambar 2.1. Monitor Elektronik Eksternal
2. Metode Internal (Invasif/ langsung), pencatatan langsung dengan cara lain bisa
dilakukan, setelah ketuban pecah dengan menggunakan selang bertekanan
yang dimasukkan ke rongga amnion melalui vagina. Pengamatan janin secara
langsung ataupun internal hanya mungkin setelah ketuban pecah dan serviks
agak dilatasi. Perekaman yang segera dan terus menerus terhadap frekwensi
denyut jantung janin, khususnya dalam hubungannya dengan kontraksi uterus,
memberikan suatu penilaian terhadap kesejahteraan janin. Perubahan pada
frekwensi jantung janin merupakan petunjuk paling awal dari insufisiensi
uteroplasenter atau kompresi tali pusat. Jika kontraksi spontan tidak terjadi
pada 30 menit, dapat dirangsang dengan merangsang puting susu. Variasi
denyut jantung yang berkaitan dengan kontraksi dicatat. Jika janin letargik,
maka dapat dirangsang untuk bergerak dengan melakukan ketukan pada uterus
secara lembut.
2
2.3.Indikasi KTG
Pada kehamilan normal, pemeriksaan KTG pada umumnya bisa
diabaikan. Pada persalinan normal, pemeriksaan ini dilakukan pada kala I,
dengan pencatatan secara intermiten selama 20 menit dengan interval setiap
setengah jam. Bila grafiknya abnormal atau adanya resiko yang baru terlihat,
perlu dilakukan pencatatan terus menerus.
No Indikasi Waktu
3
2.4.Syarat Pemeriksaan KTG
Syarat pemeriksaan KTG adalah sebagai berikut:1,5
4
Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida
dalam darah dan cairan serebrospinal. Bila kadar oksigen menurun dan
karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari reseptor sentral berupa
takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran
darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan kadar karbondioksida.
Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan
menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan
menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
5. Susunan Saraf Pusat
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan
gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas
DJJ pun akan berkurang.
6. Sistem Pengaturan Hormonal
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan
mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan
takikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan hipertensi.
7. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,
stretch reseptors dan pusat pengaturan
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu dari
tiga sumber, yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi;
(2) serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan (3)
baroreseptor di aorta ascendens dan arteri karotis, dan stretch reseptors di atrium
kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke cardioregulatory center (CRC)
kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus
sinoatrial sehingga timbul akselerasi DJJ.
2.6.Teknik pemeriksaan
Teknik pemeriksaan KTG adalah sebagai berikut:7
5
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau
gawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan
punktum maksimum DJJ.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera
setelah kontraksi berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah
punktum maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak,
pencet bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang
dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.
9. Hidupkan komputer dan alat KTG.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang
ingin dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.
12. Lakukan dokumentasi data pada komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin KTG. Bersihkan dan rapikan kembali alat
pada tempatnya.
14. Beritahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
15. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau
paramedik untuk membantu membacakan hasil interpretasi komputer secara
lengkap kepada dokter. Paramedik (bidan) dilarang memberikan interpretasi
hasil ctg kepada pasien.
6
2.7.Karakteristik DJJ
Gambaran DJJ dalam pemeriksaan KTG dapat digolongkan ke dalam 2 bagian
besar, yaitu:4,5,6,7,8
1. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate). Yang termasuk
disini adalah frekuensi dasar dan variabilitas DJJ saat uterus dalam keadaan
istirahat (relaksasi).
2. Perubahan periodik / episodik DJJ
Perubahan periodik DJJ adalah perubahan DJJ yang terjadi akibat kontraksi
uterus, sedangkan perubahan episodik DJJ adalah perubahan DJJ yang bukan
disebabkan oleh kontraksi uterus (misalnya gerakan janin dan refleks tali pusat).
7
Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia ringan janin, akan tetapi
gambaran tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Bila takikardia disertai dengan
variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin masih dalam keadaan baik.
Takikardia dapat juga terjadi oleh sebab lain yang bukan hipoksia, seperti:4,5,6
1. Janin pada kehamilan kurang dari 30 minggu
2. Infeksi pada ibu atau janin (khorioamnionitis)
3. Anemia janin.
4. Ibu gelisah.
5. Kontraksi uterus yang terlampau sering (takhisistolik)
6. Ibu hipertiroid
7. Obat (atropin, skopolamin, ritrodrin, isoxsuprin, dsb)
8. Takiaritmia janin (biasanya diatas 200 dpm)
8
Gambar 2.5. Gambaran hasil KTG Bradikardi
1. Kehamilan posterm
2. Hipotermia
3. Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang
4. Obat (propanolol, analgetika golongan –kain)
5. Bradiaritmia janin.
9
dpm. Arti klinis dari variabilitas jangka pendek masih belum banyak diketahui,
akan tetapi biasanya tampak menghilang pada janin yang akan mengalami
kematian dalam rahim.
2. Variabilitas jangka panjang (long term variability)
Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas
tampak pada rekaman KTG dibanding dengan variabilitas jangka pendek. Rata-
rata mempunyai siklus 3-6 kali permenit. Penilaian variabilitas DJJ yang paling
mudah adalah dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas jangka
panjang (long term variability). Berdasarkan besarnya amplitudo tersebut,
variabilitas DJJ dapat dikategorikan menjadi:
a. Variabilitas normal: amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm
b. Variabilitas berkurang: amplitudo 2 – 5 dpm
c. Variabilitas menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm
d. Variabilitas berlebih (saltatory): amplitudo lebih dari 25 dpm.
Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak
mampu mengadakan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan
oksigenasi serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal
menunjukkan sistem persarafan janin mulai dari korteks serebri – batang otak –
nervus vagus – dan sistem konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ
akan menghilang pada janin yang mengalami asidosis metabolik.7
10
Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan variabilitas DJJ
berkurang:9,10
1. Akselerasi (accelerations)
Akselerasi adalah peningkatan DJJ sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung
selama 15 detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin.
Akselerasi yang berlangsung selama 2 – 10 menit disebut akselerasi memanjang
(prolonged acceleration).9,10
11
Gambar 2.7. Perubahan periodik DJJ – Akselerasi
1. Akselerasi uniform
Terjadinya akselerasi sesuai dengan kontraksi uterus
2. Akselerasi variabel
Terjadinya akselerasi sesuai dengan gerakan atau rangsangan pada janin
Penurunan DJJ pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm.
Deselerasi dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada
gambaran DJJ lainnya.8,9
12
Gambar 2.8. Patofisiologi deselerasi dini
13
3. Deselerasi lambat (late decelerations)
Deselerasi lambat merupakan penurunan DJJ yang terjadi beberapa saat
setelah kontraksi dimulai. Nadir deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak
kontraksi dan deselerasi menghilang lebih lambat dari saat menghilangnya
kontraksi.7,9,10
Deselerasi lambat yang terjadi berulang seringkali dijumpai pada keadaan
insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas
yang berkurang atau kelainan DJJ lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu
tanda gawat janin (fetal distress), sehingga perlu segera dilakukan evaluasi dan
tindakan lebih lanjut.8,10
14
4. Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus
5. Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan,
akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi
15
Penanganan apabila ditemukan deselerasi lambat adalah memberikan infus,
ibu tidur miring, berikan oksigen, menghentikan kontraksi uterus dengan
memberikan obat-obatan tokolitik, dan segera direncanakan terminasi kehamilan
dengan seksio sesarea.9
16
2. Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan penurunan
frekuensi dasar DJJ (amplitudo) bisa sampai 60 dpm
3. Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi predeselerasi) atau sesudah
(akselerasi pascadeselerasi) terjadinya deselerasi variabel
4. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering, atau deselerasi
variabel memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan
terjadinya hipoksia janin yang berlanjut.
1. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan DJJ tidak mencapai 80 dpm dan
lamanya kurang dari 30 detik.
2. Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan DJJ mencapai 60-80
dpm dan lamanya antara 30-60 detik.
3. Deselerasi variabel berat, apabila DJJ menurun sampai di bawah 60 dpm dan
lamanya lebih dari 60 detik.
Istilah deselerasi variable memanjang (prolonged variable decelerations)
digunakan untuk menyatakan penurunan DJJ lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih
dari 2,5 menit. Deselerasi variabel merupakan jenis deselerasi yang paling sering
dijumpai, yaitu pada sekitar 50% - 80% partus kala II; dan kebanyakan tidak
17
berbahaya bagi janin. Tanda-tanda deselerasi variabel yang tidak berbahaya bagi
janin adalah sebagai berikut:9,10
2.8.Kontra Indikasi
a. Normal/ reaktif
Pola normal/ reaktif menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko
mati dalam 7-10 hari berikutnya. Frekwensi DJJ normal adalah antara
110 dan 160 dpm dengan variabilitas batas dasar normal antara 5-15
18
dpm. Selama pola ini persisten sepanjang persalinan, prognosis neonatus
baik.
b. Non-reaktif
Jika didapati tidak adanya gerakan janin dalam 20 menit, tidak terdapat
akselerasi pada gerakan janin, frekuensi dasar DJJ abnormal (kurang dari
120 dpm atau lebih dari 160 dpm), dan variabilitas DJJ kurang dari 2
dpm.
c. Meragukan
Jika didapati gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau
terdapat akselerasi kurang dari 15 dpm, frekuensi dasar DJJ abnormal,
dan variabilitas antara 2 – 5 dpm.
19
LAPORAN KASUS
KARDIOTOKOGRAFI
Nama : Ny. RA
Umur : 31 Tahun
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 22-01-2018
No. MR : 01.00.47.85
Seorang pasien wanita usia 31 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang tanggal 22 Januari 2018, pukul 19.40 WIB kiriman RSUD Pasaman Barat
dengan diagnosis G2P1A0H1 gravid preterm 32-33 minggu + PEB dalam regiman
MgSO4 dosis maintanance dari luar gagal medikamentosa + bekas SC 1x.
20
Riwayat menstruasi : menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur satu kali
sebulan, lamanya 4-6 hari, 2-3 ganti duk/hari, nyeri haid (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperative
Tekanan Darah : 200/110 mmHg
Nadi : 108 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37,0 °C
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 68 Kg
21
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak tampak ikterik
Leher :
Inspeksi : JVP 5-2 cmH2O
Kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
KGB tidak teraba membesar
Thorax :
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris Kanan = Kiri
Palpasi : Fremitus Normal Kiri = Kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama teratur, bising (-)
Status Obstetrikus
Muka : Chloasma gravidarum (-)
Mammae : Membesar, tegang, areolla & papilla hiperpigmentasi,
colostrum (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit sesuai usia kehamilan, linea mediana
hiperpigmentasi, sikatrik (+), striae gravidarum (+)
Palpasi : L1 – FUT 3 jari dibawah processus xyphoideus
Teraba massa bulat, keras
L2 – Teraba tahanan besar di sebelah kiri
Teraba bagian kecil di sebelah kanan
L3 – Teraba massa besar, lunak, noduler
TFU = 32 cm TBJA: 2300-2400 gram HIS = (-)
22
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal,
DJJ bayi 136-148 x/menit
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
VT : Pembukaan Ø tidak ada, Ketuban (+), teraba bokong
USG
Janin hidup, tunggal, intrauterin, letak sungsang
Janin : BPD : 85,8 mm EFW : 2408 gram
AC : 275 mm GA : 33-34 minggu
FL : 67,2 mm
CTG
Laboratorium
Hb : 11, 1 gr/dl Trombosit : 195.000 /mm3
Ht : 35 % PT : 9.5 detik
Leukosit : 10.420 /mm3 APTT : 31.1 detik
23
Urinalisa
Protein : ++ Bilirubin :-
Glukosa :- Urobilinogen : +
Diagnosa
G2P1A0H1 gravid preterm 34 – 35 minggu + Impending eclampsia dalam regimen
MgSO4 dosis meintanance dari luar + Letak sungsang + Bekas SC 1x
Janin hidup tungga intra uterine presentasi bokong
Therapi :
IVFD RL 500 cc + regimen MgSO4 dosis maintanance
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
Metildopa 3x500 mg
Rencana : SC Cito
24
BAB 4
DISKUSI
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba, Chandranita, Manuaba F. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC, 2007;76 – 88.
2. Rabe, Thomas. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC, 2009;7 – 15.
3. Liewer I., Jones D. Dasar – dasar Obstetri dan Ginekologi (Fundamental of
Obstetrics and gynaecology). Jakarta: Hypokrates, 2001;66 – 75.
4. Taber B. Kapita Selekta: Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC 1994.
5. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka, 2010.
6. Ferrara L, Manning F. Grand Rounds : Is the non-stress test still
useful?Contemporary Obgyn, February 2005.
7. Fundal height measurement. Copyright 1999, 2004 Gerard M. DiLeo,
M.D.,F.A.C.O.G.
8. Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elektronik Denyut JantungJanin. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
9. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic
fetalmonitoring.UK, 2003. Diunduh dari http://www.nice.org.uk pada November
2012
10. Parer JT. Handbook of fetal heart rate monitoring. Philadelphia:W.B Saubders,
1993
11. RCOG. The use of electronic fetal monitoring :The use and interpretation of
cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. Evidence-based Clinical
Guideline Number 8.2001.
26