Anda di halaman 1dari 4

II.

TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Heat Moisture Treatment
Heat Moisture Treatment (HMT) adalah proses modifikasi pati dan tepung
dengan menggunakan pemanasan tinggi dengan kadar air terbatas (<35%)
(Collado et al. 2001). Energi yang diterima oleh pati selama pemanasan
berlangsung memungkinkan pelemahan ikatan hidrogen inter- dan intramolekul
amilosa dan amilopektin dalam granula pati. Kondisi ini memberikan peluang
kepada air untuk mengimbibisi granula pati. Jumlah air yang terbatas
menyebabkan pergerakan maupun pembentukan interaksi antara air dan molekul
amilosa atau amilopektin juga terbatas sehingga tidak terjadi adanya peningkatan
kelarutan pati di dalam air selama pemanasan berlangsung. Keberadaan air yang
terbatas selama pemanasan yang dilakukan pada modifikasi HMT belum mampu
membuat pati mengalami gelatinisasi yang ditunjukkan dengan masih terjaganya
integritas granula pati termodifikasi. Namun demikian, berbagai studi
menunjukkan bahwa imbibisi air selama modifikasi HMT berlangsung
menyebabkan adanya pengaturan kembali molekul amilosa dan amilopektin di
dalam granula pati. Adanya pengaturan kembali pada molekul granula
berimplikasi pada terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia pati (Herawati.
2009).
Perubahan sifat fisik yang terjadi pada pati termodifikasi HMT antara lain
perubahan profil amilografi pati (Collado Collado et al. 2001), perubahan
karakteristik termal melalui pengujian Differential Scanning Calorymetri (DSC)
(Pukkahuta et al. 2008), perubahan volume pembengkakan granula pati, dan
perubahan kelarutan (Collado et al. 2001). Sementara itu perubahan kimia yang
terjadi pada pati termodifikasi HMT antara lain terjadinya peningkatan fraksi pati
yang memiliki berat molekul pendek (Vermeylen et al., 2006).
Modifikasi HMT menurut Kulp dan Lorenz (1982) dapat merubah
karakteristik pati karena selama proses modifikasi terbentuk kristal baru atau
terjadi kristalisasi dan penyempurnaan struktur kristalin pada granula pati. Proses
HMT juga dapat meningkatkan asosiasi rantai antara amilosa-amilosa dan
amilosa-amilopektin pada zona amorphous. memisahkan fraksi amilosa dan
amilopektin. meningkatkan kekompakan material di dalam granula akibat adanya
tekanan dan interaksi. serta merubah derajat kristalinisasi pati.
HMT dapat merubah karakteristik fisikokimia tepung tanpa merusak
granula pati (Stute 1992). HMT diketahui dapat meningkatkan suhu gelatinisasi,
menurunkan viskositas puncak; pengembangan granula dan pelepasan amilosa;
viskositas breakdown; dan viskositas setback, sehingga dapat meningkatkan
stabilitas granula terhadap panas dan pengadukan (Adebowale et al. 2005).
Kondisi pati dan proses seperti kadar air, sumber pati, suhu pemanasan, dan waktu
proses telah dilaporkan dapat mempengaruhi karakteristik pati termodifikasi yang
dihasilkan. Kombinasi antar berbagai faktor tersebut dapat menghasilkan pati
dengan karakteristik fungsional yang berbeda-beda.

2.2 Microwave Heating Treatment


Microwave heating treatment merupakan pemanasan yang memanfaatkan
energi non-ionisasi yang dapat menyebabkan kenaikan temperatur diantara media
yang terpenetrasi sebagai akibat perubahan cepat molekul elektromagnetik pada
frekuensi tinggi (Buffler, 1993). Hal serupa juga diungkapkan oleh Fellows
(2000) bahwa microwave memanaskan bahan pangan menggunakan energi
dielektrik yang mempengaruhi kutub positif dan negatif khususnya pada air yang
merupakan komponen yang banyak terkandung dalam bahan pangan. Microwave
dapat menciptakan keadaan di mana energi listrik tercipta yang menyebabkan
molekul dipolar secara terus menerus bergerak sehingga menghasilkan gesekan
yang menimbulkan panas.
Pemanasan pada microwave berbeda dengan pemanasan dengan metode
konduksi maupun konveksi yang umum digunakan. Energi panas pada microwave
dikonduksikan ke pusat bahan sehingga memiliki suhu yang lebih tinggi daripada
di bagian permukaan yang dikarenakan evaporasi uap air (Buffler, 1993). Untuk
mencegah pemanasan yang hanya terkonsentrasi pada bagian tertentu sehingga
menciptakan titik-titik panas atau dingin, kebanyakan microwave dilengkapi
dengan pengaduk atau meja berputar (turntable) untuk menjamin keseragaman
penetrasi panas pada bahan. Selain itu microwave juga dapat dilengkapi dengan
sensor yang ketidakakuratannya dapat mencapai ± 8oF (3oC). Microwave sangat
baik digunakan untuk thawing, tempering, perehidrasi, dan pemanggangan tapi
tidak untuk blansir atau pasteurisasi (Fellows, 2000).
Teknologi microwave saat ini telah banyak berperan penting pada
pengeringan di industri pangan karena proses pemanasan yang cepat dan
kemudahan penggunaan. Sebagai tambahan. penggunaan microwave tidak
menimbulkan polusi terhadap lingkungan maupun menghasilkan bahan kimia
asing. Selain itu energi microwave juga lebih efisien dari pada proses pemanasan
secara tradisional karena penggunaan metode ini lebih meyakinkan dalam
pemrosesan yang homogen pada seluruh volume bahan, penetrasi panas yang
lebih baik, dan absorpsi selektif (Fellows, 2000). Walaupun aplikasi microwave
dalam proses pengolahan hanya melibatkan lebih sedikit kerusakan akibat
pemanasan pada bahan dibandingkan metode pemanasan lainnya seperti
pemanasan dengan air panas (Wang et al. 2003). Proses ini dapat menyebabkan
reaksi biokimia. perubahan konformasi molekular pada pati, protein, tekstur, dan
sifat fisikokimia seperti kelarutan dan temperatur gelatinisasi seperti yang
diungkapkan Zhao (2007).

DAFTAR PUSTAKA
Adebowale, KO, Afolabi TA, dan Olu Owolabi. 2005. Hydrothermal Treatment
Of Finnger Millet Starch. Food Hydrocolloida 19 (6): 974-983
Buffler, CR. 1993. Microwave Cooking And Processing. The AVI Publication
Company. New York.
Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, dan Corke H. 2001. Bihoon Type Noodles
From Heat Moisture Treated Sweet Potato Starch. Food Science, 66 (4):
604-609
Fellows, P. 2000. Processing Technology Principle And Practice. CRC Press.
New York.
Herawati, D. 2009. Modifikasi Pati Sagu Dengan Teknik Heat Moisture
Treatment Dan Aplikasinya Dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. Thesis.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kulp K dan Lorenz K. 1982. Cereal And Root Starch Modification By Heat
Moisture Treatment. Physico-chemical Properties. Starch 34 (1982) 50-54
Pukkahuta C, Suwannawat B, Shonsngob S, dan Varavinit S. 2008. Comparative
Study Of Passing And Thermal Transition Characteristic Od Osmotic
Pressure And Heat Moisture Treater Corn Starch. Carbohydrate Polymer
72: 527-536
Stute, R. 1992. Hydrothermal Modification Of Starch: The Difference Between
Anealling and Heat Moisture Treatment. Starch 44 (6): 205-214
Vermeylen R, Goderis B, dan Delcour JA. 2006. An X-Ray Study Of
Hydrothermally Treated Potato Starch. Carbohydrate Polymer 64: 364-375
Wang, K K., C.M. Koo., dan I.J. Chung. 2003. Physical Properties Of
Polyethylene. Application Of Polimer Science. 89: 2131-2136
Zhao, Y. 2007. Innovation In The Development And Application Of Edible
Coating For Fresh And Minimally Processed Fruit And Vegetable.
Comprehensive Food Science. Food Safety 6 (3): 60-75

Anda mungkin juga menyukai