Anda di halaman 1dari 126

CV.

SAUNARUNG MAHA CIPTA

Bagian
D
METODOLOGI
PELAKSANAAN PEKERJAAN

LATAR BELAKANG

Latar belakang yang telah dijelaskan dalm Kerangka Acuan Kerja (KAK)
telah cukup jelas, konsultan menggarisbawahi beberapa point-point
penting yang tertuang dalam latar belakang ini yaitu :
 Jalan merupakan urat nadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara menduduki penting yang strategis di dalam kegiatan
pembangunan terutama untuk pembangunan pengembangan
wilayah.
 Mewujudkan peningkatan aksesibiliti dan transportasi yang dapat
mengarahkan peningkatan fungsi dan keterkaitan anatar pusat
kegiatan dan system sirkulasi kota optimal.

Halaman D - 1
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.1 PENDEKATAN
Dalam rencana pelaksanaan tugasnya, konsultan mempunyai
beberapa pendekatan (Approach) agar bisa tercapai maksud dan
tujuan proyek.
Adapun pendekatan yang akan dilakukan oleh Konsultan adalah :
a. Memahami dengan baik Isi Kerangka Acuan Tugas;
b. Menajemen yang baik dari Sumber Daya Manusia;
c. Menerapkan pengalaman – pengalaman perusahaan selama ini
dengan proyek yang sejenis;
d. Akan memakai Standar Teknik Bina Marga.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa tujuan utama


pelayanan konsultan adalah membantu Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Kota Lubuklinggau dalam Perencanaan
pembangunan Jalan dimana perencanaan teknisnya mengacu
pada tekanan gandar (MST) atau tergantung kelas jalan.
Sedangkan sasaran utama dari pekerjaan ini adalah Penyiapan
dokumen Rencana Teknis Jalan dan Dokume Lelang :
Pembuatan Rencana Teknis Jalan lengkap dengan dokumen
lelang yang dibagi dalam tahapan proses, yaitu :
a) Tahapan Pengumpulan data lapangan
b) Tahapan analisa data lapangan
c) Tahapan Perencanaan dan Penggambaran

D.2 METODOLOGI
Pada dasarnya terdapat beberapa metodologi dan pendekatan
teknis dalam suatu pelaksanaan kegiatan, termasuk dalam
pelaksanaan pekerjaan perencanaan Teknis jalan ini antara lain :
a. Pekerjaan Lapangan, meliputi semua survei yang diperlukan.

Halaman D - 2
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

b. Kriteria Perencanaan, meliputi klasifikasi jalan, karakteristik lalu-


lintas, kondisi lapangan, pertimbangan ekonomi, dll.
c. Penyiapan Peta Planimetri, yang merupakan peta hasil survei
topografi yang diperlukan sebagai peta dasar perencanaan
geometrik.
d. Perencanaan Geometrik, meliputi jarak pandang dan
perencanaan alinemen horisontal dan vertikal.
e. Geoteknik dan Material Jalan, menguraikan pengolahan data
geoteknik dan material untuk keperluan konstruksi perkerasan
dan drainase jalan.
f. Perencanaan Perkerasan Jalan, meliputi perkerasan lentur dan
kaku.
g. Drainase jalan, menguraikan analisis hidrologi dan sistem serta
bangunan drainase, kebutuhan material dan sistem drainase
bawah permukaan (subdrain).
h. Bangunan Pelengkap Jalan dan Jembatan, meliputi tembok
penahan, rambu lalu-lintas, dll.
i. Perkiraan Biaya, meliputi perhitungan kwantitas, analisis harga
satuan dan dokumen pelelangan.

Ketentuan - ketentuan dalam perencanaan teknik jalan yang


berlaku di Indonesia harus mengacu pada ketentuan-ketentuan
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga - Departemen
Pekerjaan Umum. Kecuali hal-hal khusus yang belum ada ketentuan
dari Direktorat Jenderal Bina Marga, maka dapat dipakai ketentuan
AASHTO dan lainnya.

Dalam skematis metodologi pelaksanaan pekerjaan ini dapat


digambarkan sebagai berikut :

Halaman D - 3
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

PERSIAPAN

MOBILISASI

SURVEI ROUTE
DAN
PENGUMPULAN DATA
PEKERJAAN LAPANGAN

TIDAK

TIDAK BOLEH TERJADI, PEMBOROSAN BIAYA DAN WAKTU


TAHAP

ROUTE ALTERNATIF

YA

ROUTE YANG DIPILIH

SURVEI DETAIL
AMDAL-TOPOGRAFI-
HIDROLOGI-
GEOTEKNIK & MATERIAL

TIDAK
PEMROSESAN DATA
ANALISIS DATA-PENGGAMBARAN-
ANALISIS DATA

PENGUJIAN LABORATORIUM
TAHAP

TIDAK

PEMBAHASAN

YA

KONSEP
DESAIN GEOMETRIK
TIDAK

PEMBAHASAN
TAHAP PERENCANAAN
DAN PENGGAMBARAN

YA

KONSEP
DESAIN RINCI
TIDAK

PEMBAHASAN

YA

DESAIN RINCI
AKHIR

PENYIAPAN
DOKUMEN LELANG
PENYUSUNAN SPESIFIKASI
TAHAP PENYIAPAN
DOKUMEN LELANG

PERHITUNGAN KWANTITAS
PERKIRAAN BIAYA
TIDAK

PEMBAHASAN

YA
PRODUK AKHIR

Halaman D - 4
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D. 3 PEKERJAAN LAPANGAN
Untuk menghasilkan dokumen pembangunan jalan baru apapun
klasifikasinya seperti jalan lokal, kolektor, arteri bahkan jalan bebas
hambatan, yang diperlukan secara teknik adalah rencana alinemen
dan kondisi tanah dasar (rencana subgrade) yang memenuhi
syarat/ketentuan yang berlaku, maka dalam perencanaan teknik
jalan baru diperlukan pekerjaan lapangan (survei).
Pekerjaan Lapangan ini mencakup keseluruhan kegiatan survei dan
investigasi di lapangan untuk memperoleh data - data akurat yang
diperlukan dalam proses perencanaan teknik jalan, yaitu:

 Sehubungan dengan alinemen jalan, yang berperan adalah: Ahli


Jalan Raya, Ahli Lalu Lintas dan Ahli Transportasi;
 Sehubungan dengan sarana drainase jalan, yang berperan ialah
Ahli Perencana Jalan.
 Sehubungan dengan tanah dasar dan bahan konstruksi jalan,
yang berperan adalah Ahli Geoteknik.

Beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian bagi


perencana sebelum melakukan kegiatan lapangan, khusus dalam
proses perencanaan Teknik jalan yang baru, silsilah aspek sosial
ekonomi dan budaya penduduk setempat, sehingga pembangunan
jalan yang baru kelak akan memberikan dampak positif bagi
penduduk sekitarnya.

Halaman D - 5
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Selain itu perlu pula diperhatikan aspek lingkungan setempat


sehingga pembangunan jalan tidak akan merusak ekosistem
daerah sekitarnya, disamping itu semua juga harus
dipertimbangkan masalah efisiensi. Jadi dengan kata lain dalam
perencanaan teknik jalan, pekerjaan lapangan harus dapat
menggabungkan berbagai aspek terutama aspek Teknik dan aspek
ekonomi (ketersediaan dana).
Kegiatan lapangan yang perlu dilakukan meliputi beberapa item,
yaitu:

D.3.1. Data Penunjang


Data pada tahap ini adalah data penunjang dan data dasar yang
tersedia, yang diperlukan sebagai referensi pada saat pelaksanaan
survei. Selain data - data tersebut, informasi dari beberapa
narasumber juga diperlukan.

Kegiatan pengumpulan data penunjang dan analisis atau studi data


awal (desk study) ini sangat diperlukan agar regu survei paling
tidak sudah mendapatkan gambaran tentang kondisi lokasi dan
pencapaian lokasi, serta gambaran route reconnaissance.
D.3.1.1. Pengumpulan Data Penunjang
Data-data yang perlu dikumpulkan termasuk peta-peta
dasar yang mencakup area lokasi dan sekitarnya.
(1) Peta - peta
(a) Peta Jaringan Jalan dan Jembatan
Peta ini menunjukkan Jaringan Jalan dan Jembatan
yang sudah ada dalam satu wilayáh propinsi, lengkap
dengan batas-batas kabupaten. Peta ini diterbitkan
oleh Departemen P.U. tetapi tidak dipublikasikan.

Halaman D - 6
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Skala peta bervariasi antara 1: 1.000.000 -


1:1.500.000.

(b) Peta Topograf


Peta ini dapat diperoleh dan instansi (Direktorat
Geologi) dan dari Jawatan Topografi A.D. (JANTOP)
dengan skala 1: 250.000 - 1: 25.000. Peta topografi ini
adalah data yang paling fundamental, karena
merupakan peta dasar untuk pedoman route survei.

(c) Peta Geologi Regional


Peta ini dapat diperoleh dan instansi (Direktorat
Geologi) dengan skala 1:250.000. Peta ini
memberikan informasi kondisi geologi daerah tertentu
(sekitar lokasi) walaupun secara kasar. Dari peta
geologi ini dapat diketahui formasi batuan, proses
pembentukannya, umur geologi suatu lapisan,
struktur geologi dan lainnya.

(d) Photo Udara


Apabila tersedia photo udara area lokasi dan
sekitarnya, akan sangat membantu dalam
memperkirakan formasi batuan dasar dan
kelembabannya dengan mengamati jenis vegetasi,
penyebaran serta kesuburannya. Dengan photo udara
ini dapat pula diperkirakan lokasi rawan gerakan
tanah dan patahan serta lipatan.

(e) Peta Rupa Bumi Indonesia

Halaman D - 7
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Peta ini diterbitkan oleh BAKOSURTANAL dengan skala


1:50.000. Dengan peta ini akan dapat diketahui tata
guna lahan daerah lokasi. Peta ini juga sering
digunakan untuk peta dasar, karena peta topografi
dengan skala 1: 50.000 (luar P. Jawa) sulit diperoleh,
mungkin belum tersedia.

(2) Data dan Informasi


(a) Data Curah Hujan
Data curah hujan dapat diperoleh dari kantor BMG
(Badan Meteorologi dan Geofisika). Apabila data tidak
tersedia, maka dapat juga digunakan peta hujan
sebagai pendekatan. Data curah hujan juga dapat
diperoleh dan Dinas Pertanian di daerah-daerah.
(b) Informasi
Informasi tentang:
- sarana transportasi untuk mencapai lokasi
- biaya hidup di lokasi survey
- cuaca dan suhu di lokasi, dll.

D.3.1.2 Studi Data


Data maupun peta yang terkumpul, dipilah-pilah dan
dipelajari, agar data dan peta yang benar-benar diperlukan
saja yang digunakan sebagai dasar.
Route rencana diplotkan pada peta dasar untuk pedoman
awal. Route yang kita plotkan pada peta dasar terdiri dari
beberapa route sebagai alternatif.
Data-data yang belum lengkap, misalnya data curah hujan
diusahakan dilengkapi dari lapangan (instansi yang terkait
disekitar lokasi).

Halaman D - 8
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.3.2. Survei Pendahuluan


Survei Pendahuluan adalah survei yang harus dilakukan sebelum
survei detail lainnya, karena survei detail lainnya akan mengacu
pada hasil survei ini, terutama hasil Reconnaissance.
Survei pendahuluan mencakup 2 (dua) macam kegiatan yaitu:
• Survei Reconnaissance
• Pengumpulan Data
Maksud dari survei reconnaissance yaitu untuk menetapkan route
(sumbu jalan rencana) yang ideal sesuai dengan ketentuan dan
persyaratan yang berlaku agar hasil desain dapat memenuhi unsur
kenyamanan dan keamanan pengguna jalan, dan yang paling
ekonomis.
Kegiatan survei route ini meliputi pengumpulan data lapangan
berdasarkan pengamatan visual dan pengukuran juga masukan
dari berbagai sumber, sehingga tujuan survei ini dapat dicapai,
yaitu mendapatkan gambaran kondisi lapangan pada trase jalan
rencana (sepanjang route terpilih).

D.3.2.1 Persiapan dan Mobilisasi


Sebelum kegiatan mobilisasi dilakukan sebaiknya diadakan
persiapan di kantor agar kegiatan di lapangan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.

D.3.2.2 Titik Ikat


Reconnaissance adalah pemilihan route yang
menghubungkan dua titik tetap, yaitu berupa alur (area)
dan titik awal survei sampai titik akhir survei. Jadi bukan
sekedar “garis”. Rencana sumbu jalan akan tetapi berupa

Halaman D - 9
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

koridor dengan lebar sesuai dengan kondisi terrain yang


ada.
Tanda lokasi pada jalan raya (baik perencanaan dan
pelaksanaan maupun setelah berfungsi) disebut STA
(station) yang menunjukkan jarak lokasi dari titik awal ruas
jalan ke arah akhir ruas jalan tersebut.
Pada umunmya area pendataan survei kurang dari radius
500 m dari titik awal maupun akhir survei.

D.3.2.3 Perintisan dan Penandaan


Karena lokasi rencana trase jalan yang akan disurvei maka
perlu dilakukan pentitisan agar titik-titik bantu yang akan
dipasang mudah terlihat.
Dalam melakukan perintisan ini, sekaligus melakukan
penandaan jarak dengan patok-patok kayu sesuai dengan
kebutuhan. Jarak antar patok ini maksimal 50 m. Penandaan
ini dilakukan agar pada waktu survei, semua data dapat
diketahui lokasinya.

D.3.2.4 Survei Teknik


(1) Pemilihan Route
Pemilihan route ini adalah kegiatan yang paling penting
dan menentukan dalam survei pendahuluan, karena
berhasil tidaknya suatu perencanaan teknik jalan
ditentukan oleh kelayakan route yang dipilih.

Pemilihan route alternatif dilakukan dengan bantuan


kompas (untuk pembacaan sudut), clinometer (untuk
pembacaan kelandaian) dan pita ukur (untuk pengukuran
jarak).

Halaman D - 10
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Data survei ini diplot pada kertas milimeter, yang


dimaksudkan untuk memudahkan pemeriksaan hasil
survei pada route alternatif tersebut. Kemudian data ini
didiskusikan dengan semua anggota regu survei dengan
kesimpulan sebagai berikut :

(a) Tinjauan, jika ditilik dari segi geometrik telah


memenuhi syarat, kemudian dilanjutkan tinjauan dari
segi geoteknik dan sistem drainase, juga AMDAL perlu
dipertimbangkan. Route alternatif ini dapat disepakati
sebagai trase jalan rencana apabila telah memenuhi
syarat dan tinjauan berbagai unsur tersebut, dan
dapat dilanjutkan.
(b) Penetapan Route, jika route alternatif dan hasil
pemilihan ternyata ada satu atau beberapa unsur
yang belum memenuhi syarat, maka survei harus
diulang dengan cara mengambil route lain sampai
dipenuhinya ketentuan atau syarat dari berbagai
unsur tersebut.

(2) Terrain
Dalam pemilihan route, karakteristik dari terrain akan
mempengaruhi karakteristlk pola lokasi mute. Terrain
pada umumnya diklasifikasikan sebagai datar,
perbukitan (bukit) dan pegunungan (gunung).
(a) Pada daerah pedataran
1) dimungkinkan jalur lurus yang panjang.
2) dibuat tikungan - tikungan kecil pada daerah basah
(rawa) / genangan air untuk menghindarkan
pondasi yang buruk atau mengurangi proses
kerusakan yang cepat.

Halaman D - 11
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(b) Pada daerah bukit


Pola lokasi tergantung orientasi lembah dan bukit.
Arah garis lembah, dengan orientasi sejajar akan
diperoleh :

1) kelandaian yang cukup datar


2) banyak tikungan
3) banyak gorong-gorong dan jembatan
4) lebih banyak timbunan dari pada galian.

Arah garis bukit, akan ditemui permasalahan


alinemen dan drainase yang sederhana. Untuk
menghubungkan kedua arah tersebut, atau bila
ditemukan arah garis bukit miring atau tidak langsung
terhadap arah route secara umum, maka perlu dibuat
garis menyisir lereng. Karakteristik garis ini yaitu
mempunyai kelandaian yang menaik secara seragam,
letak tikungan pada sisi bukit, dan pekerjaan tanah
yang relatif ringan dan, seimbang.
Apabila bukit dan lembah secara pendekatan searah
dengan route pada umumnya, maka pola tipikal yang
dihasilkan disebut jenis garis menyilang drainase.
Dalam hal lokasi yang melalui bukit dan yang melalui
alur air perlu dibuat titik kontrol diantara garis dari
jenis menyisir lereng.

Pada umumnya, garis menyilang drainase


menimbulkan kelandaian yang terjal, pekerjaan tanah
yang berat sehubungan dengan galian dan timbunan,
biaya untuk membangun jembatan yang mahal dan
jari-jari tikungan yang lebih kecil daripada arah garis
lembah.

Halaman D - 12
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(c) Pada daerah gunung


Terrain gunung merupakan beban bagi regu survei,
karena tidak ada pola atau ketentuan pasti yang dapat
memenuhi situasi im-, selain intuisi yang diperoleh dan
pengalaman.
Untuk itu kelandaian maksimal menurut ketentuan
perlu diberikan tambahan batas toleransi.

(3) Pengumpulan Data

Pendataan yang dilakukan sepanjang trase jalan rencana


yang meliputi :
 lokasi rencana culvert / jembatan
 lokasi rencana bangunan pelengkap lainnya
 pola aliran
 lokasi sumber material (quarry)
 lokasi keadaan visual dan satuan tanah dasar (yang
diteliti secara global)
 lokasi daerah rawan longsor atau (gerakan tanah) dan
kemungkinan daerah patahan yang memang tidak
dapat dihindari, sehingga memerlukan penanganan
khusus.
Selain data-data yang diperoleh tersebut di atas, data-
data lain yang diperlukan dapat diperoleh dan instansi
yang terkait dengan proyek tersebut, yaitu:
 Data curah hujan dari berbagai pos hujan sepanjang
dan atau sekitar trase jalan recana yang dapat
mewakili.
 Data informasi tentang Harga Material dan biaya
hidup sehari-hari, (Upah dan Bahan) untuk perkiraan
biaya.

Halaman D - 13
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.3.2.5 Survei Umum


Pencatatan kegiatan yang juga dilakukan selain teknis yaitu
pengumpulan data atau keterangan yang diperoleh di
lapangan untuk informasi kepada team survei detail
berikutnya, mengenai:
(1) Pekerja (buruh lokal) :
(a) Upah, besarya upah yang berlaku di sekitar lokasi
(b)SDM, lokasi/daerah yang sumber daya manusianya
dapat dikerahkan untuk menunjang survei (di luar
Pulau Jawa, sumber daya marusia yang ada di sekitar
lokasi sangat sulit didapatkan, bahkan ada yang
harus dibawa dari ibukota Kabupaten).

(2) Logistik
Untuk keperluan konsumsi anggota regu dan bahan
survei serta keperluan P3K, perlu diketahui harga dan
lokasi terdekat yang dapat dicapai dengan mudah.
(3) Komunikasi
Lokasi terdekat untuk melakukan komunikasi ke kantor
pusat atau dengan instansi terkait.
(4) Akomodasi
Sarana akomodasi untuk keperluan regu survey
lapangan, termasuk sarana untuk keperluan perhitungan
dan penggambaran pada kegiatan survei topografi
(apabila hal ini dilakukan di lapangan).

D.3.2.6 Visualisasi

Halaman D - 14
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Photo-photo dokumentasi yang perlu diambil, adalah


sebagai berikut :
 Lokasi / situasi awal dan akhir proyek
 Lokasi rencana bangunan drainase jalan dan bangunan
pelengkap lainnya.
 Kondisi visual terrain dan sekitarnya
 Kondisi geologi (secara global)
 Situasi setiap 1 km. sepanjang trase jalan rencana
 Kondisi dan situasi khusus lainnya yang diperlukan
sebagai tambahan data.

D.3.2.7 Produk
Produk yang akan dihasilkan dan survei pendahuluan, yaitu:
 Titik Ikat dan tanda-tanda di sepanjang trase jalan
rencana, berupa patok (kayu), BM dan tanda lokasi
rencana bangunan sarana jalan serta tanda-tanda
lainnya untuk pedoman regu survei detail lainnya.
 Draft kondisi alinemen dan kelandaian sepanjang trase
jalan rencana yang diperoleh dari survei pemilihan route.
 Data kondisi terrain trase jalan rencana dan data lainnya.
 Informasi dan Photo Dokumentasi.

D.3.3. Survei AMDAL (apabila termasuk dalam lingkup


pekerjaan)
Survei dan studi AMDAL dilakukan dengan maksud untuk
memperkecil dampak negatif yang mungkin timbul akibat
adanya ruas jalan (yang sedang direncanakan), baik pada
saat konstruksi maupun setelah digunakan dan
mengoptimalkan dampak positif.

Halaman D - 15
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Survei ini sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan


kegiatan Survei Pendahuluan, karena beberapa pertimbangan
akan merupakan masukan yang penting untuk menetapkan
trase jalan rencana dan route alternatif.
Dengan dilakukannya kegiatan survei AMDAL, dampak yang
mungkin timbul dapat diprediksi dengan mengevaluasi
rencana kegiatan (selama konstruksi) dan menginventarisasi
rona lingkungan sepanjang jalan rencana ini.

D.3.3.1 Kegiatan Survei


Inventarisasi terhadap rona lingkungan awal yang bertujuan
untuk mengidentifikasikan komponen lingkungan yang
sensitif. Inventarisasi ini juga meliputi beberapa aspek, yaitu
:
 Fisik, kimia dan biologi
 Sosial ekonomi dan budaya masyarakat
Pengumpulan data dan pengambilan contoh (sample)
lapangan, diantaranya:
 Pencatatan lokasi: bangunan bersejarah, kuburan,
fasilitas umum dsb.
 Pengambilan contoh air dengan high volume water
sampler
Pengukuran dan pengamatan di lapangan / pada ruas jalan
yang sudah ada (terdekat dan sejenis) antara lain:
 Pengamatan lalu lintas (biasanya dilakukan bersama
dengan regu pencatat LHR pada survei lalu-lintas)
 Pengukuran kadar debu yang menggunakan alat Hi-vol
dan gravimetri
 Pengamatan kondisi:
- air dan udara

Halaman D - 16
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

- flora (tata guna lahan) dan fauna


- ekologi, yang meliputi pertimbangan hidrologi dan
geologi (termasuk kegiatan Survei Hydrologi dan Survei
Geologi).
Pengamatan dan pengumpulan data sosial ekonomi dan
budaya masyarakat dilakukan dengan wawancara.

D.3.3.2 Visualisasi
Photo - photo dokumentasi yang diperlukan sehubungan
dengan analisis di kantor.

D.3.3.3 Produk
Produk yang akan dihasilkan dan survei ini, berupa:
 Data Lapangan
 Contoh (sample) untuk analisis di laboratorium

D.3.4. Survei Topograf

Maksud survei topografi dalam perencanaan teknis jalan,


yaitu Pengukuran Route yang dilakukan dengan tujuan
memindahkan kondisi permukaan bumi dan lokasi yang
diukur pada kertas yang berupa peta planimetri. Peta ini
akan digunakan sebagai peta dasar untuk plotting
perencanaan geometrik jalan, dalam hal ini perencanaan
alinaemen horisontal. Kegiatan pengukuran route ini juga
mencakup pengukuran penampang.

Pengukuran Route yang dilakukan sepanjang trase jalan


rencana (route hasil survei reconnaissance) dengan
menganggap sumbu jalan rencana pada trase ini sebagai
garis kerangka poligon utama. Dengan demikian, sebaiknya

Halaman D - 17
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

yang melakukan pemasangan BM setiap 1 km dan tanda PI


pada route terpilih adalah regu survei pendahuluan, pada
saat survei route. (PI = Point of Intersection = titik belok,
yaitu titik perpotongan antara dua tangan).

Kegiatan pengukuran untuk rencana teknis jalan ini sama


dengan pengukuran untuk rencana bangunan teknik Sipil
lainnya yang intinya adalah melakukan pengukuran sudut
dan jarak (horisontal) serta pengukuran beda tinggi
(vertikal). Akan tetapi pengukuran untuk rencana teknis
jalan ini mempertimbangkan pula jarak yang panjang,
sehingga pengaruh bentuk lengkung permukaan bumi juga
diperhitungkan.

Pengukuran route sesungguhnya adalah pengukuran detail


yang dilakukan pada route hasil survei pendahuluan, yang
kegiatannya meliputi:
 Perintisan untuk pengukuran
 Pemasangan patok (BM dan kayu)
 Pengukuran detail
Sebaiknya pengukuran detail ini dilakukan sekitar 100m -
200m dibelakang regu survei pemilihan route, agar dapat
memberikan masukan (koreksi) kepada regu survei
pendahuluan mengenai route yang dipillh.

D.3.4.1 Perintisan Untuk Pengukuran


Kegiatan perintisan ini untuk membuka sebagian lokasi
yang akan diukur, agar pengukuran tidak terhalang oleh
semak / perdu.

Halaman D - 18
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Perintisan dalam pengukuran adalah pelebaran perintisan


pada route hasil reconnaissance survei, dan pada setiap
interval yang sudah ditentukan dibuat jalur perintisan
melintang arah route untuk keperluan pengukuran
penampang melintang dan situasi detail.
D.3.4.2 Pemasangan Titik Kontrol
Titik - titik kontrol yang dipasang untuk keperluan
pengukuran route pada umumnya terdiri dari dua macam
yaitu, patok beton dan patok kayu.
(1) Patok Beton
Patok beton dipasang untuk titik - titik kontrol horisontal
maupun untuk menentukan ketinggian muka tanah, yang
disebut titik tetap (bench mark), baik untuk jalan
maupun lokasi rencana jembatan.
Untuk pengukuran rencana jalan biasanya dipasang
setiap interval 1 km dan untuk persilangan dengan
sungai dipasang 2 buah berseberangan, demikian pula
untuk persilangan dengan jalan.
(2) Patok Kayu
Patok kayu dipasang untuk titik - titik kontrol sekunder
atau tersier (patok bantu) pada pengukuran poligon
maupun sipat-datar sekunder dan pada pengukuran
topografi (situasi detail).
Patok ini digunakan sebagai titik referensi sementara
atau titik bantu, jadi sifatnya tidak tetap, akan tetapi
harus diberi nomor urut dan warna yang sesuai
ketentuan.

D.3.4.3 Pengukuran Detail


Pengukuran detail sebagai garis kerangka poligon utama
adalah route hasil reconnaissance survei yang merupakan

Halaman D - 19
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

sumbu jalan rencana. Pengukuran ini mencakup beberapa


jenis kegiatan, yaitu:

(1) Pengukuran Pengikatan


Pengukuran ini dimaksudkan untuk menetapkan posisi
dan titik awal proyek terhadap koordinat maupun elevasi
triangulasi, agar pada saat pengukuran untuk
pelaksanaan (stake out) mudah dilakukan. Data
koordinat dan ketinggian titik triangulasi diperoleh dari
Jawatan Topografi Angkatan Darat (JANTOP-AD) atau dan
BAKOSURTANAL.

Referensi ketinggian titik triangulasi adalah permukaan


laut rata-rata, sedangkan data koordinat triangulasi
berupa koordinat geografis lintang dan bujur dalam
sistem koordinat UTM (universal transverse mercartor)
yang kemudian ditransfer ke sistem koordinat Cartesus
( x, y).
Pengukuran pengikatan dan titik referensi ini terdiri dari :
 Pengamatan Matahari
 Pengukuran poligon pengikatan
 Pengukuran Sipat-datar pengikatan
Pengukuran pengikatan dilakukan dari titik triangulasi
terhadap salah satu titik pada kerangka dasar
horisontal/vertikal utama, agar seluruh daerah pemetaan
mempunyai referensi yang sama. Apabila titik triangulasi
tidak ditemukan sekitar lokasi, maka dapat digunakan
titik referensi lokal yang berupa titik poligon pada awal
proyek, misalnya: x = 10.000 m, y = 10.000 m dan z =
100 m.

Halaman D - 20
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(2) Pengukuran Kontrol Horizontal


(a) Pengukuran Poligon
Pengukuran titik kontrol horisontal dilakukan dengan
cara pengukuran poligon terbuka sepanjang jalur
sumbu jalan rencana (hasil reconnaissance survei).
Maksud pengukuran poligon ini yaitu untuk
mendapatkan kerangka dasar pengukuran dan
sebagai pengikat jalur rintis melintang (cross section).
(b) Pengamatan Matahari
Pengamatan azimuth matahari dilakukan dengan
tujuan untuk menentukan azimuth geografls suatu
sisi/garis (dalam hal azimuth arah dari titik
pengamatan ke titik sasaran tertentu) untuk
digunakan sebagai azimuth awal dalam perhitungan
poligon dan untuk melakukan kontrol ketelitian hasil
ukur sudut poligon.

(3) Pengukuran Kontrol Vertikal

Pengukuran titik kontrol vertikal dilakukan dengan sistem


beda tinggi (sipat-datar) pada titik-titlk poligon yang ada.
Metoda pengukuran sipat-datar biasanya dilakukan
dengan cara “double stand” yaitu dua kali berdiri alat
yang hasilnya diambil rata-rata dengan mengambil jarak
sedemikian rupa sehingga jarak ke depan sama dengan
jarak ke belakang.

Pengukuran ini dilakukan sepanjang sumbu jalan rencana


(sisi poligon) pada setiap titik kontrol (tetap ataupun
sementara) untuk mengetahui bentuk profil dari awal
proyek sampai akhir proyek.

Halaman D - 21
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(4) Pengukuran Penampang

Pengukuran penampang yang dimaksud di sini adalah


penampang melintang (cross section) yang merupakan
penampang tegak lurus sumbu jalan rencana.
Pengukuran ini adalah pengukuran sifat-datar yang
dilakukan tegak lurus sumbu jalan rencana untuk
mengetahui kondisi melintang koridor pada tempat -
tempat tertentu (setiap 50 m pada daerah datar dan
setiap 25 m pada daerah belokan).
Gambar penampang melintang diperlukan untuk
perhitungan pekerjaan tanah (galian dan timbunan)
dengan panjang penampang melintang selebar koridor
yaitu 75 m ke arah kiri dan 75 m ke arah kanan dari
sumbu jalan rencana.
Pada daerah belokan, lebar pengukuran biasanya 100 m
ke arah luar dan 50 m ke arah dalam dari sumbu jalan
rencana.

(5) Pengukuran Topograf


Maksud dari pengukuran topografi ini yaitu pengukuran
situasi untuk pembuatan peta planimetri sepanjang ruas
jalan rencana dengan lebar pemetaan selebar koridor
yaitu ± 150 m.
Pengukuran ini dilakukan untuk “memindahkan” letak /
posisi (koordinat) benda - benda alam atau buatan yang
terdapat pada permukaan bumi (seluas daerah
pemetaan) pada kertas dengan skala 1:500 atau 1:1000
yang berupa peta planimetri.

(6) Pengukuran Khusus

Halaman D - 22
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(a) Persilangan dengan sungai


Pada persilangan dengan sungai perlu dilakukan
pengukuran khusus yang berupa pengukuran situasi,
agar lokasi pemilihan sumbu rencana jembatan dapat
dilakukan sebaik mungkin.
Penampang melintang pada lokasi pengukuran khusus
persilangan dengan sungai, dibuat pada setiap
interval 25 m searah sumbu jalan rencana dan setiap
interval 25 m sejajar dengan sumbu jalan rencana.

(b) Perpotongan dengan jalan


Pada lokasi perpotongan dengan jalan yang ada, perlu
dilakukan pengukuran situasi di sekitar perpotongan
dengan ketentuan seperti pada umumnya.
Penampang melintang dibuat pada setiap interval 25
m searah sumbu jalan rencana dan setiap interval 25
m searah dengan sumbu jalan yang ada.

D.3.4.4 Visualisasi
Photo - photo dokumentasi yang diperlukan adalah kegiatan
perintisan, pengukuran poligon, pengamatan matahari dan
kegiatan lainnya.

D.3.4.5 Produk
Produk yang akan dihasilkan dan survei ini, berupa:
 Buku Ukur
 Deskripsi BM sementara
 Peta Planimetri (bila dilakukan proses di lapangan)

D.3.5. Survei Hydrologi

Halaman D - 23
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Survei Hydrologi dalam perencanaan teknis jalan diperlukan untuk


perencanaan sistem dan sarana drainase, agar konstruksi jalan
aman terhadap pengaruh air selama usia rencana, karena
kerusakan yang terjadi pada konstruksi jalan raya pada umumnya
langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh air. Kegiatan
yang perlu dilakukan dalam survei ini, yaitu :
 Mengumpulkan data penunjang dan melakukan studi terhadap
data-data tersebut (dilakukan di kantor sebelum mobilisasi).

D.3.5.1 Data Penunjang


Data penunjang yang diperlukan pada umumnya sebagai
berikut :
(1) Peta dasar yang digunakan:
 peta topografi skala 1:250.000
 peta rupa bumi Indonesia skala 1:50.000 (dari
BAKOSURTANAL)
 peta hujan Indonesia skala variable (dari Badan
Meteorologi dan Geofisika)
(2) Data Curah Hujan
Data curah huian dapat diperoleh dari Badan Meteorologi
dan Geofisika (BMG), catatan atau buku yang memuat
rekaman curah hujan dari stasiun-stasiun (rain gauge)
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Data yang
diambil untuk kebutuhan analisis adalah data dari
stasiun yang terletak pada daerah tangkapan.

D.3.5.2 Kegiatan Survei

Maksud dari survei ini, yaitu melakukan pengamatan dan


pengukuran di lokasi untuk memperoleh data-data tentang

Halaman D - 24
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

karakteristik daerah tangkapan sepanjang trase jalan


rencana, antara lain :
(1) Luas Daerah Tangkapan (Catchment Area)
Luas daerah tangkapan untuk sistem drainase perlu
diketahui agar dapat diperkirakan daya tampungnya
terhadap curah hujan, sehubungan dengan metode yang
akan digunakan untuk memprediksi volume limpasan
permukaan (flood runoff).

(2) Terrain
Kondisi terrain pada daerah tangkapan perlu diamati
Sehubungan dengan bentuk dan keiniringan yang akan
mempengaruhi pola aliran, agar kapasitas drainase
dapat diperhitungkan dengan baik sehingga dapat
menampung jumlah limpasan air pada kondisi debit
puncak (peak discharge).

(3) Tata Guna Lahan


Tata guna lahan sepanjang trase jalan rencana (daerah
tangkapan hujan) kemungkinan besar akan berubah
dengan adanya jalan, karena dalam jangka pendek
ataupun jangka panjang akan terbentuk pemukiman
penduduk di kiri dan kanan sepanjang jalan tersebut.

(4) Jenis dan Sifat Erosi


Jenis dan sifat erosi pada daerah sepanjang trase jalan
rencana, disebabkan oleh jenis tanah dari kondisi geologi
setempat. Informasi mengenai ini diperoleh dari survei
Geoteknik.

(5) Inventarisasi

Halaman D - 25
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Apabila pada lintasan survei dijumpai bangunan drainase


(existing), maka harus dilakukan inventarisasi data
meliputi dimensi dan kondisi serta lokasinya, juga arah
aliran pembuangannya.
Pada survei ini, dilakukan juga pencatatan lokasi rencana
culvert dan jembatan yang berdasarkan pengamatan
perlu dibuat, termasuk rencana tipe dan dimensinya
serta arah aliran.

(6) Pengukuran di Lokasi


Pada lintasan yang bersilangangan dengan sungai, maka
apabila direncanakan untuk dibuat jembatan, perlu
dilakukan pengukuran kecepatan aliran di sekitar lokasi
rencana tersebut, untuk data masukkan dalam
perhitungan debit.

Selain pengukuran kecepatan aliran, dalam survei ini


perlu dicatat pula yaitu:
- Sketsa aliran sungai di sekitar lokasi rencana jembatan
di Kondisi tebing dan dasar sungai
- Vegetasi pada daerah hulu sungai
- Pengamatan sediment transport
- Rencana bentang jembatan

D.3.5.3 Visualisasi
Pengambilan photo untuk dokumentasi, antara lain:
 Lokasi dan kondisi culvert existing (lokasi rencana culvert,
biasanya sudah dilakukan pada kegiatan survei
pendahuluan).
 Lokasi jembatan

Halaman D - 26
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Lainnya yang sekiranya diperlukan

D.3.5.4 Produk
Produk yang akan dihasilkan dari survei Hydrologi ini,
berupa :
 Data Curah hujan.
 Data kecepatan aliran sekitar lokasi jembatan.
 Data kondisi geologi dan sifat tanah (masukkan dari Survei
Geologi & Material dan Investigasi tanah).
 Data kondisi dan lokasi culvert existing
 Data rencana lokasi culvert dan perkiraan tipe culvert
yang cocok.

D.3.6. Survei Lalu lintas


Untuk perencanaan teknis jalan baru, survei lalu-lintas tidak
dapat dilakukan, karena belum ada jalan. Akan tetapi untuk
menentukan dimensi jalan tersebut (yang direncanakan)
diperlukan data jumlah kendaraan.
Untuk itu dapat dilakukan sebagai berikut :
 Survei perhitungan lalu-lintas (traffic counting)
dilakukan pada jalan yang sudah ada (sudah dipakai),
yang diperkirakan mempunyai bentuk, kondisi dan
keadaan komposisi lalu-lintas akan serupa dengan jalan
yang direncanakan.
 Survei asal dan tujuan (origin and destination survey),
yang dilakukan pada lokasi yang dianggap tepat (dapat
mewakili), dengan cara melakukan wawancara kepada
pengguna jalan untuk mendapatkan gambaran rencana
jumlah dan komposisi kendaraan pada jalan yang
direncanakan.

Halaman D - 27
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Pembuatan “model” dengan program komputer


(misalnya KAJI, dll).
 Pengambilan data dari analisis biaya siklus hidup (BSH).

D.3.7. Survei Geoteknik


D.3.7.1 Tujuan dan Sasaran Survei
Tujuan dari survei geologi dan investigasi tanah, yaitu untuk
memetakan penyebaran tanah / batuan dasar yang meliputi
kisaran tebal tanah pelapukan pada daerah sepanjang trase
jalan rencana, sehingga dapat memberikan informasi
mengenai stabilitas lereng, prediksi penurunan lapisan
tanah dasar dan daya dukungnya, setelah dipadukan
dengan hasil pengujian laboratorium.

Sedangkan survei material dilakukan untuk mengetahui


lokasi dan kwantitas (besarnya deposit) pada quarry
(sumber material) dan sekaligus menentukan karakteristik
material yang dikandung dengan melalui proses pengujian
laboratorium.

D.3.7.2 Survei Geologi


Dan uraian di atas, mengenai tujuan atau sasaran survei,
maka dapat diuraikan kegiatan yang harus dilakukan pada
survei lapangan sebagai berikut :

(1) Pengamatan
Pengamatan kondisi visual dilakukan pada tempat/lokasi
daerah sepanjang trase jalan rencana biasanya pada
setiap interval jarak 500 - 1000 m dan sekaligus
mencatat pada formulir data dan formulir sketsa.

Halaman D - 28
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(2) Klasifkasi Tanah di Lapangan


Pengidentifikasian material secara visual (yang dilakukan
oleh teknisi tanah di lapangan) hanya berdasarkan pada
gradasi butiran dan karakteristlk keplastisannya saja,
yaitu:
(a) Tanah berbutir kasar
Tanah yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:
pasir, kerikil, dominan kerakal
(b) Tanah berbutir halus
Di lapangan, tanah dari kelompok ini susah untuk
dibedakan secara visual antara lempung dan lanau,
kecuali dengan cara perkiraan karakteristik
plastisitasnya.

D.3.7.3 Survei Material


Untuk menentukan bahan konstruksi jalan atau highway
materials dilakukan survei pada lokasi - lokasi sumber
material (quarry) yang berada pada daerah sepanjang trase
jalan rencana dengan pertimbangan ekonomis, tetapi
apabila tidak ditemui quarry sepanjang trase jalan rencana,
dilakukan survei pada daerah sekitarnya.
Kegiatan survei yang perlu dilakukan meliputi:
 Mengukur dan memperkirakan kapaitas atau deposit
sumber material
 Mencatat jenis material yang ada, dan sekaligus
mengambil contoh material yang ada

Halaman D - 29
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Mengukur jarak sumber material dari patok/titik ukur


yang terdekat, agar lokasi dapat diplot pada peta sumber
material, dan mudah untuk memasang petunjuk
arah/jarak dari trase jalan rencana
 Mengambil contoh tanah dari borrow pit:
- contoh tak terganggu (UDS = undisturbed sample),
untuk pengujian sifat phisik tanah yang diperlukan
untuk mengetahui jenis tanah bahan urugan.
- contoh terganggu (DS = disturbed sample), untuk
pengujian bahan urugan, sehubungan dengan
parameter yang diperlukan yaitu d dan opt (OMC =
optimum moisture content) untuk analisis daya dukung
lapisan tanah dasar (subgrade) dan besarnya
penurunan.

D.3.7.4 Investigasi Tanah


Di bawah ini diuraikan kegiatan investigasi tanah yang
disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan peruntukannya
antara lain untuk :

(1) Menentukan Daya Dukung Lapisan Tanah Dasar


(a)Natural Subgrade, atau lapisan tanah dasar asli
akan dijumpai setelah dilakukan cut/excavation
(penggalian) mencapai elevasi sesuai rencana. Daya
dukung pada lapisan ini dapat diperkirakan :
1) Derajat kekuatan keringnya tinggi (dan segumpal
kecil tanah yang dikeringkan kemudian diremas)
2) dari hasil uji CBR di tempat (on place)
Pada saat survei, hal itu semua tidak dapat dilakukan,
karena letak permukaan tanah dasar sebenarnya

Halaman D - 30
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

belum dlketahui. Sebagai pendekatan untuk


mendapatkan nilai CBR perkiraan, perlu dilakukan
kegiatan di lapangan sebagai berikut :
1) pengujian dengan menggunakan alat DCP
(dynamik cone penetrometer) yang dilakukan pada
dasar lubang sumuran uji (test pit) dengan
anggapan elevasi permukaan tanah dasar rencana
akan berada pada kedalaman 2—3 m (kedalaman
pit maksimum).
2) mengambil contoh tanah dari dasar lubang
sumuran uji dengan menggunakan mold CBR (satu
pasang per lubang), untuk dilakukan pengujian
laboratorium, yaltu uji kering dan uji rendaman
(soaked and unsoaked).
(b)Compacted Subgrade, atau lapisan tanah dasar
bentukan, merupakan timbunan hasil urugan
(fill/embankment) pada elevasi sesuai dengan
rencana.
Daya dukung pada lapisan ini diperkirakan dari uji
CBR pada tanah dalam keadaan padat maksimum
(hasil dan uji pemadatan di laboratorium terhadap
contoh tanah terganggu) yang diambil dari borrow pit
atau dari lubang sumuran uji ±40 kg per lokasi.

(2) Analisis Stabilitas Lereng


Lereng yang dimaksud dalam uraian ini, terdiri dari
lereng alam dan lereng akibat galian. Ketidak-stabilan
lereng alam dipengaruhi oleh kondisi geologi yang harus
diamati secara visual di lapangan, mengenai susunan
batuan dasar dan tanah pelapukannya.

Halaman D - 31
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Penyelidikan visual dilakukan pada jenis batuan dasar


serta kedudukannya (jurus dan kemiringan) terhadap
arah kemiringan lereng dan struktur geologi yang
berkembang pada batuan seperti patahan/sesar.
Dalam pemilihan route, daerah yang rawan terhadap
gerakan tanah maupun daerah patahan, sebalknya
dihindari karena akan berbahaya dan menimbulkan biaya
yang tinggi baik dalam masa pelaksanaan phisik maupun
pemeliharaan.

(3) Analisis Penurunan


Analisis dan prediksi penurunan, dilakukan dengan
bantuan parameter hasil pengujian laboratorium
terhadap contoh tanah UDS dan parameter dari
pengujian lapangan (in situ test) yang dilakukan dengan
alat sondir.

D.3.7.5 Visualisasi
Photo-photo dokumentasi yang perlu diambil, adalah
sebagai berikut:
 Singkapan dinding pada lubang sumuran uji (harus
dilengkapi benda pembanding skala misalnya pena atau
kotak korek api)
 Kegiatan sampling
 Kegiatan pengujian lapangan
 Singkapan alam (kondisi geologi)
 Jenis material pada quarry
 Lain-lain yang dipandang perlu

D.3.7.6 Produk

Halaman D - 32
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Produk yang akan dihasilkan dan survei Geoteknik ini, yaitu:


 Data-data pengamatan visual kondisi geologi
 Log sumuran uji dan log bor tangan
 Contoh-contoh tanah dan material
 Data pengujian lapangan

D.4 KRITERIA PERENCANAAN


Untuk melakukan suatu perencanaan teknik jalan diperlukan
beberapa kriteria sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan
hasil perencanaan. Dampak lingkungan dan tata guna lahan di
sepanjang jalan juga merupakan pertimbangan dalam
perencanaan, untuk mengantisipasi masalah yang akan timbul
dengan adanya jalan, baik masalah sosial maupun teknis.

D.4.1 Klasifkasi Jalan


Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No:
038/T/BM/1997, disusun pada tabel berikut :

D.4.2 Karakteristik Lalu-Lintas

Halaman D - 33
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Data lalu-lintas adalah data utama yang diperlukan untuk


perencanaan teknik jalan, karena kapasitas jalan yang akan
direncanakan tergantung di komposisi lalu-lintas yang akan
menggunakan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau.
Besarnya volume atau arus lalu-lintas diperlukan untuk
menentukan jumlah dan lebar lajur pada satu jalur jalan
dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan jenis
kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan
Sumbu Terberat) yang berpengaruh langsung pada
perencanaan konstruksi perkerasan.

Analisis data lalu-lintas pada intinya dilakukan untuk


menentukan kapasitas jalan, akan tetapi harus dilakukan
bersamaan dengan perencanaan geometrik dan lainnya,
karena saling berkaitan satu sama lain.

Unsur lalu-lintas, adalah benda atau pejalan kaki sebagai


bagian dari lalu-lintas, sedangkan unsur lalu-lintas di atas
roda disebut kendaraan dengan unit (kendaraan).

D.4.2.1 Kendaraan Rencana


(1) Kendaraan Ringan/ Kecil (LV)
Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan bermotor ber
as dua dengan empat roda dan dengan jarak as 2,0-3,0
m (meliputi: mobil penumpang, oplet, mikrobus, pick up
dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

(2) Kendaraan Sedang (MHV)


Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak
3,5 - 5,0 m (termasuk bus kecil, truk dua as dengan
enam roda, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
(3) Kendaraan Berat/Besar (LB-Lt)

Halaman D - 34
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(a) Bus Besar (LB),


Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0
- 6,0 m.
(b) Truk Besar (LT),
Truk tiga gandar dan truk kombinasi tiga, jarak gandar
(gandar pertama ke kedua) < 3,5 m (sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).

(4) Sepeda Motor (MC)


Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi :
sepeda motor dan kendaraan roda 3 sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).

(5) Kendaraan Tak Bermotor (UM)


Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau
hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta
dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
Catatan : kendaraan tak bermotor tidak dianggap
sebagai bagian dan arus lalu-lintas tetapi sebagai unsur
hambatan samping.

D.4.2.2 Komposisi Lalu-lintas

Halaman D - 35
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Volume Lalu-lintas Harian Rata-rata (VLHR), adalah


prakiraan volume lalu-lintas harian pada akhir tahun
rencana lalu-lintas dinyatakan dalam smp/hari. Beberapa
variabel yang diperhitungkan dalam komposisi lalu lintas :
(1) Satuan Mobil Penumpang (smp)
(2) Ekivalensi Mobil Penumpang (emp)
(3) Faktor (F)
(4) Faktor VLHR (K)
(5) Volume Jam Rencana (VJR)
(6) Kapasitas (C)
(7) Derajat Kejenuhan (DS)
D.4.2.3 Kecepatan Rencana
VR, adalah kecepatan rencana pada suatu ruas jalan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang
memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan
aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu-
lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang
tidak berarti VR untuk masing-masing fungsi jalan dapat
ditetapkan dari tabel berikut :

D.4.3 Karakteristik Geometrik


D.4.3.1 Tipe Jalan

Halaman D - 36
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Tipe jalan menentukan jumlah lajur dan arah pada suatu


segmen jalan, untuk jalan-jalan luar kota sebagai berikut:
 2 lajur 1 arah(2/1)
 2 lajur 2 arah tak-terbagi (2/2 TB)
 4 lajur 2 arah tak-terbagi (4/2 TB)
 4 lajur 2 arah terbagi (4/2 B)
 6 lajur 2 arah terbagi (6/2 B)

D.4.3.2 Bagian - Bagian Jalan


(1) LebarJalur (Wc)
Lebar (m) jalur jalan yang dilewati lalu-lintas, tidak
termasuk bahu jalan.
(2) Lebar Bahu (Wa)
Lebar bahu (m) di samping jalur lalu-lintas, direncanakan
sebagai ruang untuk kendaraan yang sekali-sekali
berhenti, pejalan kaki dan kendaraan lambat.
(3) Median (M)
Daerah yang memisahkan arah lalu-lintas pada suatu
segmen jalan, yang terletak pada bagian tengah
(direndahkan/ditinggikan).

Halaman D - 37
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.4.3.3 Tipe Alinemen

Halaman D - 38
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Tipe alinemen adalah gambaran kemiringan daerah yang


dilalui jalan, dan ditentukan oleh jumlah naik dan turun
(m/km) dan jumlah lengkung horisontal (rad/km) sepanjang
segmen jalan.

D.4.3.4 Daerah Penguasaan Jalan

(1) Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA),


dibatasi oleh:
 lebar antara batas ambang dengan konstruksi jalan di
kedua sisi jalan.

Halaman D - 39
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada


sumbu jalan,dan
 kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka
jalan.

(2) Daerah Milik Jalan (DAMIJA)


Adalah ruang yang dibatasi oleh lebar yang sama
dengan Damaja ditambah ambang pengaman
konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman
1,5 meter.

(3) Daerah Perencanaan Jalan (DAWASJA) .


Adalah ruang sepanjang jalan di luar Damaja yang
dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, (lihat gambar -
3.3).

D.4.4 Kondisi Lingkungan

Emisi gas buangan kendaraan dan kebisingan berhubungan


erat dengan volume lalu-lintas dan kecepatan. Pada volume
lalu-lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan kecepatan
sepanjang jalan tersebut tidak macet.

Saat volume lalu-lintas mendekati kapasitas (derajat


kejenuhan > 0,8), kondisi arus tersendat “berhenti dan
berjalan” yang disebabkan oleh kemacetan menyebabkan
bertambahnya emisi gas buangan dan juga kebisingan jika
dibandingkan dengan kinerja lalu-lintas yang stabil.

Halaman D - 40
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Alinemen yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan


kelandaian curam, menambah emisi gas buangan dan
kebisingan.
Pengembangan (tataguna) lahan dlsamping jalan, untuk
perhitungan, guna lahan dinyatakan dalam persentase dari
segmen jalan dengan pengembangan tetap dalam bentuk
bangunan (terhadap panjang total).

D.4.5 Pertimbangan Ekonomi

Dalam proses pemilihan tipe jalan dan penampang melintang


untuk jalan baru, yang paling ekonomis berdasarkan analisis
biaya siklus hidup (BSH) yang ditunjukkan pada gambar - 3.4,
sedangkan ambang arus lalu-lintas tahun ke-l untuk rencana
jalan baru luar kota yang paling ekonomis seperti pada tabel -
3.8, sebagai fungsi dari tipe alinemen dan kelas hambatan
samping untuk pembuaan jalan baru dan untuk pelebaran.
BSH diperoleh dari berbagai anggapan yang digunakan oleh
Bina Marga, yaitu : umur, laju pertumbuhan lalu-lintas, suku
bunga dan tujuan dari pembina jalan. Seluruh biaya yang
juga sudah diperhitungkan, yaitu:

• Biaya pemakai jalan yang relevan :


operasi kendaraan, waktu, kecelakaan, polusi.
• Biaya pembuatan jalan :
pembebasan lahan, pembangunan jalan, perawatan jalan dan
operasional.

Analisis BSH, adalah menghitung biaya total yang diproyeksikan ke


tahun 1 (nilai bersih sekarang) untuk setiap perencanaan yang
dipelajari sebagai fungsi arus lalu-lintas. Dengan membandingkan
biaya-biaya yang dinyatakan sebagai biaya per kendaraan per

Halaman D - 41
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

kilometer tersebut, rencana alternatif yang mempunyai biaya total


terendah adalah yang paling ekonomis.

Halaman D - 42
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Ambang arus lalu-lintas yang diperoleh dengan analisis BSH, peka


terhadap anggapan yang diambil tentang umur rencana. (Dalam
MKJI, konstruksi jalan baru diambil 23 tahun, sedangkan untuk
peningkatan jalan raya dan pembuatan simpang di kawasan
perkotaan, 10 tahun). Angka pertumbuhan lalu-lintas diambil 6,5 %
suku bunga 15 % dan tujuan kesejahteraan (semua waktu tempuh
dihitung biaya per kecelakaan, sebesar Rp 28 juta).

D.4.6 Pertimbangan Keselamatan Lalu-Lintas

Pengaruh umum dan rencana geometrik terhadap tingkat


kecelakaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2 -
15 % per meter pelebaran (nilai yang besar mengacu kejalan
kecil/sempit).

Halaman D - 43
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu


meningkatkan keselamatan lalu-lintas, meskipun mempunyai
tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan pelebaran lajur
lalu-lintas.
 Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat
kecelakaan sebesar 25 - 30 %.
 Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah
datar) mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 15 - 20 %.
 Meluruskan tikungan tajam setempat mengurangi tingkat
kecelakaan sebesar 25 - 60 %.
 Pemisah tengah mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30%.
 Median penghalang (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang
untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi
kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10 - 30 %, tetapi
menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
material.
Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi
tingkat kecelakaan sebesar faktor (Vsesudah / Vsebelum)2.

D .5 PENYIAPAN PETA PLANIMETRI

Peta Planimetri adalah peta terestris hasil survei topografi yang


digunakan sebagai peta dasar perencanaan geometrik jalan.

D.5.1 Persiapan
Sebelum kegiatan perhitungan data ukur dimulai, sebaiknya
diadakan persiapan agar proses penghitungan dapat dilakukan
dengan lancar dan terarah, sehingga target waktu dapat terpenuhi.
Hal ini penting, karena keterlambatan proses perhitungan akan
berpengaruh terhadap penggambaran peta planimetri yang
merupakan peta dasar perencanaan geometrik jalan.

Halaman D - 44
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Persiapan yang perlu dilakukan, jika kegiatan dilakukan di kantor :

D.5.1.1 Inventarisasi Buku Ukur


Inventarisasi buku ukur dengan cara pengelompokkan
berdasarkan:
(1) Jenis Pengukuran
(2) Urutan Pengukuran

D.5.1.2 Tabel dan Ketentuan


Tabel dan ketentuan yang akan digunakan harus disediakan
terlebih dahulu, misainya harga koordinat dan elevasi
triangulasi, tabel / almanak matahari yang sesuai dan
ketentuan lainnya.
D.5.1.1 Data dan Keterangan
Data dan gambar lengkap, serta keterangan mengenai:
(I) Awal Proyek
Jika awal proyek melanjutkan ruas yang sudah ada, maka
data dan gambar lengkap akhir proyek sebelumnya
harus disiapkan untuk dikorelasikan dengan data baru.
(2) Akhir Proyek
Jika akhir proyek memotong / berakhir pada ruas jalan
yang sudah ada, maka data/gambar lengkap situasi
sekitar perpotongan dengan akhir proyek jalan rencana,
juga harus disiapkan untuk dikorelasikan dengan data
baru.

D.5.2 Perhitungan Data Ukur


D.5.2.1 Penetapan Posisi Titik Ikat
Jika titik triangulasi kedudukannya baru diketahui setelah
selesai pengukuran (survei lapangan), maka koordinat dan
elevasi sementara (lokal) pada BM-0 yang dibuat /

Halaman D - 45
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

ditetapkan di lapangan harus disesuaikan dengan koordinat


dan elevasi titik triangulasi.
Jika di lapangan tidak ditemukan titik triangulasi, maka
koordinat dan elevasi lokal yang digunakan.
D.5.2.2 Perhitungan Azimuth Matahari
Dari pengamatan di lapangan dengan menggunakan
metoda tinggi matahari dengan cara ditadah, maka dapat
dihitung azimuth dari titik pengamatan ke titik sasaran
dengan metode segitiga bola.

D.5.2.3 Perhitungan Poligon


Poligon pada pengukuran untuk route jalan raya dilakukan
dengan poligon bersambung yang terikat tidak sempurna
(hanya terikat pada satu titik ikat), dengan demikian tidak
ada koreksi ordinat maupun absis, akan tetapi kontrol sudut
dilakukan dengan pemeriksaan azimuth matahari.

D.5.2.4 Perhitungan Beda Tinggi


Untuk mengetahui elevasi dari titik-titik yang ditinjau (titik-
titik kontrol), dilakukan dengan cara pengukuran beda tinggi
atau sipat-datar yang perhitungannya dilakukan dengan
cara sederhana yaitu dengan metoda perataan yang
merata-ratakan beda tinggi dari posisi 1 dan posisi 2.
D.5.2.5 Perhitungan Situasi (topograf)
Pada pengukuran topografi (situasi detail), untuk
memperoleh perbedaan tinggi dua buah titik dilakukan
dengan metoda tachimetri, sedangkan posisi (koordinat)
titlk detail diikatkan pada titik poligon utama.

Halaman D - 46
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.5.3 Penggambaran

Penggambaran adalah kegiatan lanjutan dari proses perhitungan


data ukur, yang terdiri dari pembuatan peta dan penggambaran
penampang.
 Peta Ikhtisar
 Peta Planimetri
 Penampang atau potongan melintang (cross section)
 Penampang atau potongan memanjang (profile)

D.5.3.1 Peta Ikhtisar


Peta lkhtisar adalah peta yang dibuat dengan skala 1:5000
(atau 1: 10.000), yang merupakan peta dasar untuk
pembuatan gambar lay out rencana jalan dan peta sumber
material.
Peta ini menampilkan rangkaian poligon yang dilengkapi
dengan legenda dan garis kontur interval (5 atau 10 m) dan
lokasi patok yang menunjukkan lokasi potongan melintang.
Peta ini merupakan peta topografi yang tidak detail, tetapi
mencantumkan semua keterangan yang spesiflk dan
penting.

D.5.3.2 Peta Planimetri


Sebagai bidang spheris (permukaan kulit sebuah bola),
maka bola bumi yang merupakan bola yang sangat besar,
sehingga suatu cakupan areal yang kecil pada permukaan
bumi dapat dianggap sebagai bidang datar atau disebut
bentuk planimetris.
Skala yang digunakan untuk perencanaan teknik jalan raya
biasanya 1 : 500 atau 1 : 1.000.

Halaman D - 47
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Peta ini adalah peta dasar dari peta planimetri rencana


teknik jalan, jadi merupakan peta detail yang harus
dilengkapi dengan simbol-simbol detail dan bentuk-bentuk
planimetris (legenda) dan bentuk-bentuk topografis (garis-
garis kontur). Peta ini dibuat pada kertas milimeter.

D.5.3.3 Penampang Melintang


Gambar potongan atau penampang melintang dibuat pada
setiap interval (jarak) patok yang dipasang di lapangan.
Gambar potongan ini dikenal dengan Cross Section.
Skala yang digunakan untuk gambar penampang melintang,
adalah 1: 100 untuk horizontal dan 1:50 untuk vertikal.

D.5.3.4 Penampang Memanjang


Gambar potongan memanjang yang dikenal dengan istilah
Profil, adalah penampang pada irisan sumbu jalan dari awal
sampai akhir ruas jalan yang menunjukkan elevasi
(ketinggian) titik-titik sepanjang ruas tersebut.
Skala yang digunakan adaiah 1: 1.000 untuk horizontal dan
1: 100 untuk vertikal.
D.5.3.5 Identifkasi Titik Tetap
Pada pengukuran untuk pembuatan peta, dipasang titik-titik
kontrol yang bersifat tetap (permanent) maupun sementara
yang fungsi masing-masing telah diuraikan pada bagian
Survei Topografi.
Uraian titik kontrol, hasil survei lapangan harus
diidentifikasikan (sesuai dengan gambar rencana teknik
jalan) agar mudah untuk ditemukan kembali.

Halaman D - 48
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Bentuk identifikasi titik tetap (BM), mencantumkan


koordinat di elevasi, serta keterangan lokasi (sketsa, desa
dan kecamatan serta kabupaten).

D.6 PERENCANAAN GEOMETRIK


Perencanaan Geometrik jalan adalah perencanaan route dari
suatu ruas jalan secara lengkap, meliputi beberapa elemen
yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang
ada atau tersedia dari hasil survei lapangan dan telah
dianalisis, serta mengacu pada ketentuan yang berlaku.
 Kelengkapan dan data dasar yang harus disiapkan
sebelum mulai melakukan perhitungan/perencanaan, yaitu:
- Peta planimetri dan peta-peta lainnya (geologi dan
tataguna lahan).
- Kriteria Perencanaan (lihat bagian 6.4)
 Ketentuan Jarak Pandang dan beberapa
pertimbangan yang diperlukan sebelum memulai
perencanaan, selain didasarkan pada teoritis, juga untuk
praktisnya.
 Elemen dalam perencanaan geometrik jalan, yaitu:
- Alinemen Horisontal (situasi/plan)
- Alinemen Vertikal (potongan memanjang/profile)
- Potongan Melintang (cross section)
- Penggambaran

D.6.1 Jarak Pandang


D.6.1.1 Jarak Pandang Henti (Jh)
adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentlkan kendaraannya dengan

Halaman D - 49
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik


di sepanjang jalan harus memenuhi ketentuan Jh.
Jarak Pandang Henti terdiri atas 2 (dua) elemen jarak,
yaitu :
(a)Jarak Tanggap (Jht), adalah jarak yang di tempuh oleh
kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan
yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat
pengemudi menginjak rem, dan
(b)Jarak Pengereman (Jhr), adalah jarak yang dibutuhkan
untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi
menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
D.6.1.2 Jarak Pandang Mendahului (Jd)
adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan
mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman
sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula.
Lokasi atau daerah untuk mendahului harus disebar di
sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30 % dari
panjang total ruas jalan yang direncanakan.

D.6.2 Alinemen Horisontal


Pada perencanaan alinemen honisontal, umumnya akan ditemui
dua jenis bagian jalan, yaitu : bagian lurus, dan bagian lengkung
atau umum disebut tikungan yang terdiri dari tiga jenis tikungan
yang digunakan, yaitu:
• Lingkaran (Full Circle = FC)
• Spiral - Lingkaran - Spiral (Spiral - Circle - Spiral = S-C-S)
• Spiral - Spiral (S-S)

D.6.3.1 Bagian Lurus

Halaman D - 50
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Panjang maksimum bagian lurus, harus dapat ditempuh


dalam waktu ≤ 2,5 menit (sesuai VR), dengan
pertimbangan keselamatan pengemudi akibat dari
kelelahan.
D.6.3.2 Tikungan
(1) Jari-jari Minimum
Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan
(V) akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan
kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi gaya
sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan
melintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi
(e). Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi,
akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara ban
kendaraan dengan permukaan aspal yang menimbulkan
gaya gesekan melintang. Perbandingan gaya gesekan
melintang dengan gaya normal disebut koefisien
gesekan melintang (f). Untuk menghindari terjadinya
kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat
dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum
dan koefisien gesekan maksimum,
(2) Bentuk Busur Lingkaran (FC)
FC (Full Circle), adalah jenis tikungan yang hanya terdiri
dari bagian suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya
digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang besar agar
tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka
diperlukan superelevasi yang besar.
(3) Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya
perubahan alinemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke
bentuk lingkaran (R = ∞ → R = Rc), jadi lengkung

Halaman D - 51
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

peralihan ini diietakkan antara bagian lurus dan bagian


lingkaran (circle), yaitu pada sebelum dan sesudah
tikungan berbentuk busur lingkaran.
Lengkung peralihan dengan bentuk spiral (clothoid)
banyak digunakan juga oleh Bina Marga. Dengan adanya
lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis
S-C-S.
Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, diambil
nilai yang terbesar dari tiga tinjauan di bawah ini :
(a)Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik),
untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang
lengkung dapat dihitung
(b)Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan
rumus Modifikasi Shortt
(c) Berdasarkan tingkat pencapalan perubahan
kelandaian

D.6.3.3 Pencapaian Superelevasi


 Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan
melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai
ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
 Superelevasi tidak diperhatikan jika radius (R) cukup
besar, untuk itu cukup lereng luar diputar sebesar lereng
normal (LP), atau bahkan tetap lereng normal (LN).

D.6.3.4 Landai Relatif


Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang
jalan diantara tepi perkerasan luar dan sumbu jalan
sepanjang lengkung peralihan disebut landai relatif..

Halaman D - 52
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Persentase kelandaian ini disesuaikan dengan kecepatan


rencana dan jumlah lajur yang ada.

D.6.3.5 Diagram Superelevasi


(1) Metoda
Metoda untuk melakukan superelevasi yaitu merubah
lereng potongan melintang, dilakukan dengan bentuk
profil dan tepi perkerasan yang dibundarkan, tetapi
disarankan cukup untuk mengambil garis lurus saja.
Ada tiga cara untuk mendapatkan superelevasi yaitu:
(a)memutar perkerasan jalan terhadap profil sumbu
(b)memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah
dalam
(c) memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah
luar
(2) Diagram
Pembuatan diagram superelevasi antara cara AASHTO
dan cara Bina Marga ada sedikit perbedaan, yaitu:
(a)Cara AASHTO, penampang melintang sudah mulai
berubah pada titik TS,
(b)Cara Bina Marga, penampang melintang pada titik TS
masih berupa penampang melintang normal.

D.6.3.6 Pelebaran di Tikungan


Pelebaran perkerasan atau, jalur lalu-lintas di tikungan,
dilakukan untuk mempertahankan kendaraan tetap pada
lintasannya (lajurnya) sebagaimana pada bagian lurus. Hal
ini terjadi karena pada ekcepatan tertentu kendaraan pada
tikungan cenderung untuk keluar lajur akibat posisi roda
depan dan roda belakang yang tidak sama, yang tergantung
dari ukuran kendaraan.

Halaman D - 53
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Penentuan lebar pelebaran jalur lalu-lintas di tikungan


ditinjau dari elemen-elemen : keluar lajur (off tracking) dan
kesukaran dalam mengemudi di tikungan.

D.6.3.7 Daerah Bebas Samping di Tikungan


Jarak pandang pengemudi pada lengkung horisontal (di
tikungan), adalah pandangan bebas pengemudi dari
halangan benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping).
 Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk
menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh
dipenuhi.
 Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan pandangan di tlkungan dengan
membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh E (m),
diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek
penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh
dipenuhi.

D.6.3.8 Tikungan Gabungan


Pada perencanaan alinemen horisontal, kemungkinan akan
ada/ditemui perencanaan tikungan gabungan karena kondisi
topografi pada route jalan yang akan direncanakan
sedemikian rupa sehingga terpaksa (tidak dapat dihindari)
harus dilakukan rencana tikungan gabungan, yang terdiri
dan tikungan gabungan searah dan tikungan gabungan
berbalik.
(1) Tikungan Gabungan Searah
R1> 1,5 R2 - tikungan gabungan searah yang harus
dihindari, jika terpaksa dibuat tikungan gabungan dari
dua busur lingkaran (FC).
(2) Tlkungan Gabungan Berbalik

Halaman D - 54
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Tikungan gabungan yang berbalik secara tiba-tiba, harus


dihindari, karena dalam kondisi ini pengemudi sangat
sulit untuk mempertahankan kendaraan pada lajurnya.
Jika terpaksa dibuat tikungan gabungan dari dua busur
lingkaran (FC).

Tikungan gabungan yang berbalik, akan menemui


kesukaran dalam pelaksanaan (konstruksi) kemiringan
melintang jalan, terutama pada konstruksi timbunan
yang tinggi, tikungan semacam ini sedapat mungkin
harus dihindari.

D.6.4 Alinemen Vertikal

Alinemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada


setiap titik yang ditinjau, berupa profil memanjang.
Pada perencanaan alinemen vertikal akan ditemui kelandaian
positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (turunan), sehingga
kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung.
Disamping kedua lengkung tersebut ditemui pula kelandaian = 0
(datar).
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui
oleh route jalan rençana. Kondisi topografi tidak saja berpengaruh
pada perencanaan alinemen horisontal, tetapi juga mempengaruhi
perencanaan alinemen vertikal.

D.6.4.1 Kelandaian
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
(1) Karakterlstik Kendaraan Pada Kelandaian
(2) Kelandaian Maksimum

Halaman D - 55
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(3) Kelandalan Minimum


(4) Panjang Kritis suatu kelandaian
(5) Lajur Pendakian pada Kelandaian Khusus
Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) Berdasarkan MKJI (1997) :
Penentuan lokasi lajur pendakian harus dapat dibenarkan
secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis BSH.

(b) Berdasarkan TPGJAK (1997) :


1) Disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
2) Apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki
VLHR> 15.000 smp/hari, dan persentase truk> 15
%.
3) Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur
rencana.
4) Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal
perubahan kelandaian dengan serongan sepanjang
45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak
kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter.
5) Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5
km.

D.6.4.2 Lengkung Vertikal


Lengkung vertikal direncanakan untuk merubah secara
bertahap perubahan dari dua macam kelandaian arah
memanjang jalan pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi goncangan akibat

Halaman D - 56
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

perubaban kelandaian dan menyediakan jarak pandang


henti yang cukup, untuk keamanan dan kenyamanan.
Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis yaitu:
 Lengkung Cembung
 Lengkung Cekung

D.6.5 Koordinasi Alinemen


Koordinasi alinemen pada perencanaan teknik jalan,
diperlukan untuk menjamin suatu perencanaan teknik jalan
raya yang baik dan menghasilkan keamanan serta rasa
nyaman bagi pengemudi kendaraan (selaku pengguna jalan)
yang melalui jalan tersebut.
Maksud koordinasi dalam hal ini yaitu penggabungan
beberapa elemen dalam perencanaa geometrik jalan yang
terdiri dari perencan : alinemen horisontal, alinemen vertikal
dan potongan melintang dalam suatu paduan sehingga
menghasilkan produk perencanaan teknik sedemikian yang
memenuhi unsur aman, nyaman dan ekonomis.
Beberapa ketentuan atau syarat sebagai panduan yang
dapat digunakan untuk proses koordinasi alinemen, sebagai
berikut:
 Alinemen horisontal dan alinemen vertikal terletak
pada satu phase, dimana alinemen horisontal sedikit
lebih panjang dari alinemen vertikal, demikian pula
tikungan horisontal harus satu phase dengan tanjakan
vertikal.
 Tikungan Tajam yang terletak di atas lengkung
vertikal cembung atau di bawah lengkung vertikal
cekung harus dihindarkan, karena hal ini akan
menghalangi pandangan mata pengemudi pada saat

Halaman D - 57
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

memasuki tikungan pertama dan juga jalan terkesan


putus.
 Pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang,
sebaiknya tidak dibuat lengkung vertikal cekung, karena
pandangan pengemudi akan terhalang oleh puncak
alinemen vertikal, sehingga sulit untuk memperkirakan
alinemen di balik puncak tersebut.
 Lengkung vertikal dua atau lebih pada satu
lengkung horisontal, sebaiknya dihindarkan.
 Tikungan tajam yang terletak di antara bagian
jalan yang lurus dan panjang, harus dihindarkan.

D.7. GEOTEKNIK DAN MATERIAL JALAN


Analisis Geoteknik pada perencanaan teknik jalan diperlukan
untuk pertimbangan perencanaan konstruksi badan jalan,
sedangkan Pengujian Material jalan diperlukan untuk rencana
bahan konstruksi lapisan perkerasan dan material filter untuk
subdrain, yang ukuran maupun mutunya diperoleh dari uji
laboratorjum mekanika tanah dan mekanika batuan..
Parameter desain untuk analisis tersebut, diperoleh dari hasil
pengujian laboratorium mekanika tanah terhadap contoh-
contoh tanah dan survei geoteknik.

D.7.1 Pengujian Laboratorium


Pengujian laboratorium untuk contoh air dan udara (dan
survei AMDAL) dilakukan di laboratorium air/kimia dan
laboratorium fisika (tidak diuraikan), sedangkan pengujian
laboratorium untuk contoh tanah dan survei geoteknik
dilakukan di laboratorium mekanika tanah.

Halaman D - 58
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Pengujian laboratorium mekanika tanah dilakukan untuk


keperluan:
 Analisis Penurunan (Settlement)
 Analisis Stabilitas Lereng
 Daya dukung lapisan tanah dasar (subgrade)

D.7.1.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah


Pengujian Sifat Fisik Tanah (index properties), untuk
mengetahui jenis (klasifikasi) tanah yang sangat dominan,
apakah berupa lempung, lanau pasir, kerikil dll.
D.7.1.2 Pengujian Sifat Mekanis Tanah
Pengujian Sifat Mekanis Tanah atau sifat keteknikan (ahliing
properties), diperlukan untuk mengetahui sifat tanah jika
menerima beban luar.
Parameter dan sifat mekanis tanah yang diperlukan untuk
analisis dan desain jalan, yang diperoleh dari hasil
pengujian sebagai berikut :
 Pengujian Konsolidasi
 Pengujian Kekuatan Geser Tanah, yang meliputi uji Kuat
Geser Langsung dan uji Triaxial serta uji Kuat Tekan
Bebas (bila diperlukan).
 Pengujian Pemadatan (kompaksi), yang termasuk uji CBR
Laboratorium terhadap contoh hasil pemadatan, dengan
cara tidak direndam (unsoaked) dan cara direndam
(soaked).

D.7.2 Klasifkasi Tanah

Halaman D - 59
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Maksud klasifikasi tanah secara umum adalah


pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok
yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya.

Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai


sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam
proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat
ditembus dengan peralatan pengambilan contoh (sampling)
pada saat pemboran.

Menurut kiasifikasi geologi, secara umum dapat diuraikan


bahwa tanah termasuk dalam proses geologi pada
formasinya. Untuk analisis pondasi secara kuantitatif,
pemerian geologi tidak cukup dan diperlukan tambahan
klasifikasi khusus, akan tetapi pemerian geologi membantu
dalam mengkorelasikan dengan pengalaman dari berbagai
lokasi yang diharapkan dapat menunjukkan contoh bentuk.
Identifikasi tanah secara teknik, selengkapnya sebagai
berikut :

 klasifikasi dari pemilih (teknisi) di lapangan


 pemeriksaaan dari macam dan karakteristik struktur di
laboratonium
 penentuan dari kepadatan atau kekasaran butir di
lapangan

Pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium hasil pengujian,


sama halnya dengan yang dilakukan di lapangan dalam hal
metoda atau cara yang digunakan, yaitu (yang banyak
digunakan) cara AASHTO dan cara USCS.

Halaman D - 60
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.7.2.4 Resume Klasifkasi

Halaman D - 61
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.7.3 Interpretasi Geologi


Interpretasi geologi adalah kegiatan yang dilakukan setelah
pengujian laboratorium selesai. Dalam kegiatan ini tenaga
ahli geoteknik mengkompilasikan kondisi geologi trase jalan
rencana yang meliputi fisiografi, stratigrafi dan struktur
geologi dengan bantuan peta-peta dasar yang mencakup
daerah penyelidikan secara regional.
Hasil pembahasan tersebut dikorelasikan dengan hasil
pengamatan visual (hasil dari survei pemetaan geologi
permukaan, log sumuran uji, log bor) dan hasil pengujian

Halaman D - 62
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

laboratorium sehingga diperoleh kesimpulan kondisi geologi


trase jalan rencana.
Tahap berikutnya menginterpretasikan kondisi geologi trase
jalan rencana berupa plotting pada peta dasar yaitu peta
planimetri dan peta lay out rencana teknik jalan (hasil
kegiatan perencanaan teknik/desain).
Peta-peta yang dibuat untuk penjelasan kondisi geologi ini
ada tiga macam, yaitu:
 Peta geologi teknik, yang menampilkan jenis dan kondisi
tanah, tingkat pelapukannya serta perkiraan tebal
lapisannya dan lokasi titik-titik penyelidikan di sepanjang
trase jalan rencana.
 Peta penyebaran tanah, menampilkan penyebaran jenis
tanah dan batas-batas satuannya.
 Peta stabilitas wilayah, menunjukkan lokasi atau daerah
yang stabil, lokasi dan arah longsoran serta sketsa jenis
longsoran yang diprediksi akan terjadi pada lokasi
tersebut.

D.7.4 Analisis Penurunan


Penurunan (settlement) dapat didefinisikan sebagai
pergerakan vertikal dasar suatu struktur yang dipengaruhi
penambahan beban atau hal lainnya. Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya penurunan, untuk konstruksi jalan
raya biasanya akibat penambahan beban pada tanah
sekitamya, penimbunan pada badan jalan, penurunan muka
air tanah, getaran, berat konstruksi. Penurunan dapat
diprediksi sebagai berikut:
 Penurunan langsung (immediate settlement), yang
disebabkan pemampatan elastis tanah.

Halaman D - 63
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Penurunan akibat konsolidasi (consolidation settlement),


yang disebabkan pemampatan oleh daya mampat
lapisan tanah yang berada di bawah.
Lebih teliti, untuk konstruksi khusus, biasanya diperhitungkan
juga penurunan tambahan (secondary settlement), pada
lokasi yang amblas akibat konsolidasi kedua (secondary
consolidation).

D.7.4.1 Penurunan Langsung


Pada konstruksi jalan raya, penurunan langsung terjadi
pada pekerjaan urugan tanah untuk timbunan
(embankment) yang cukup tinggi.

D.7.4.2 Penurunan Akibat Konsolidasi


Penurunan dapat diprediksi setelah pengujian laboratorium
dengan benda uji contoh tanah (UDS) tidak terganggu.
Besamya penurunan dapat dihitung juga dengan (qc) dari
percobaan sondir.

D.7.5 Analisis Stabilitas

Sepanjang trase jalan rencana, akan ditemui berbagai jenis


kondisi topografi maupun geologi yang tidak dapat dihindari
sehingga diperlukan penanganan khusus sehubungan dengan
pekerjaan tanah (galian dan urugan).Pada daerah
pegunungan dengan kondisi terain yang sulit, perlu dilakukan
banyak galian yang cukup tinggi. Apabila kondisi ini tidak
dapat dihindari, maka kemiringan lereng galian harus
dihitung dengan cermat, agar aman terhadap bahaya longsor
akan tetapi cukup efisien (dengan tidak banyak

Halaman D - 64
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

menggunakan konstruksi tambahan seperti tembok penahan


dan sebagainya).

Pada daerah pedataran, dengan kondisi terrain yang


sederhana tetapi dengan pertimbangan system drainase dan
muka air banjir, maka perlu dilakukan banyak urugan yang
cukup tinggi. Apabila kondisi ini tidak dapat dihindari, maka
bahaya penurunan (settlement) dan kemiringan lereng
timbunan (embankment) juga harus dihitung dengan cermat
dan material yang digunakan (terutama dari borrow area)
harus melalui pengujian laboratorium, sehingga pelaksanaan
pemadatan dapat dilakukan sesuai rencana.

Pada lokasi lereng alam, perlu dilakukan analisis terhadap


kondisi geologi yang ada di lapangan dari hasil pengujian
laboratorium, sehingga lereng alam dapat dianggap aman
terhadap gerakan tanah.

D.7.5.1 Tinjauan Gerakan Tanah


Gerakan tanah adalah penyebab utama dan terjadinya
kelongsoran, diantaranya yang sering terjadi adalah
longsoran jenis gelincir (slides).
(1) Penyebab gerakan
Kelongsoran menyertakan perubahan tegangan geser
atau kekuatan geser yang menyebabkan
ketidakseimbangan gerakan gaya-gaya.

(a) Lereng alam :


Ketidak seimbangan gaya-gaya pada lereng alam,
mungkin disebabkan oleh :
1) Perubahan pada penampang lereng akibat
penambahan beban bergerak pada bagian atas

Halaman D - 65
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

gelinciran atau mngurangi gaya tahanan pada


bagian dasar.
2) Penambahan tekanan air tanah yang akan
mengurangi tahanan gesek pada tanah non kohesif
atau pengembangan (swell) pada material kohesif.
3) Pengurangan kekuatan geser akibat proses
pelapukan dan perubahan mineral.
4) Peningkatan regangan geser yang terus menerus.

(b) Timbunan
Kelongsoran pada pondasi timbunan (embankment)
mungkin disebabkan oleh:
1) Penambahan beban yang dipakal tanpa thpat
ditahan dengan penambahan kekuatan geser
pondasi
2) Pengurangan kekuatan geser pondasi yang
disebabkan peningkatan garis piezometrik.
3) Proses pelapukan.
4) Peningkatan regangan geser yang terus menerus.

(2) Bentuk gerakan

Halaman D - 66
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(3) Pengaruh jenis tanah

Lereng dan selimut tegangan efektif untuk kekuatan


geser tanah berplastisitas rendah setara dengan sudut
geser tanah yang kepadatannya sedang atau urai, yaitu
tanah berbutir kasar.
Perbandingan stabilitas tanah yang berbutir halus
dengan yang berbutir kasar, terutama disebabkan oleh
pengaruh tekanan pori pada kekuatannya.
Kekuatan geser tidak dapat ditambah pada saat dibebani
kecuali tegangan efektif pada penambahan bentuk
butiran.
Pemberian tegangan ini terjadi begitu cepat pada tanah
berbutir kasar dan porous, tetapi dapat tertunda lama
pada jenis lempung kedap.

D.7.5.2 Metoda Analisis

Halaman D - 67
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Ada beberapa metode analisis yang ungkin harus dilakukan


dalam satu kajian diantaranya :
(1)Metoda Tegangan Efektlf
(2)Metoda Tegangan Total
(3)Penggunaan Metoda untuk Kelongsoran Rotasi
(4)Penggunaan Metoda untuk Kelongsoran Translasi
(5)Timbunan pada tanah lempung lunak

D.7.6 Analisis Daya Dukung

Analisis daya dukung untuk keperluan perencanaan teknik jalan


raya, yaitu daya dukung pada subgrade, baik natural subgrade
maupun embankment subgrade.
Daya dukung ini didasarkan pada nilai CBR hasil pengujian
lapangan maupun hasil pengujian laboratorium.

 Lapisan Tanah Dasar Asli, yaitu natural subgrade hasil


pekerjaan galian. Nilai CBR untuk lapisan ini diperoleh dari uji
lapangan dengan alat DCP (Dynaink Cone Penetrometer) atau
dengan alat Sondir atau dilakukan pengambilan contoh tanah
dengan silinder (Mold) untuk uji CBR asli di laboratorium.
 Lapisan Tanah Dasar Bentukan, yaitu lapisan tanah dasar
pada permukaan timbunan (embankment subgrade) hasil
pekerjaan urugan. Nilai CBR pada lapisan ini diperoleh dan uji
CBR di laboratorium terhadap contoh tanah tidak asli (hasil uji
kompaksi).

Pada konstruksi badan jalan yang berupa struktur timbunan perlu


dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
 Jika timbunan terletak pada tanah lunak, hams dilakukan
perhitungan daya dukung dan besarnya penurunan tanah asli (di
bawah timbunan) yang menopang struktur timbunan.

Halaman D - 68
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Kemiringan lereng timbunan harus dianalisis agar aman


terhadap bahaya kelongsoran sehubungan dengan tinggi
timbunan dan jenis material urugan.
Daya dukung tanah asli (lempung lunak) di bawah timbunan, dapat
dianalisis dengan rumus dan Terzaghi (1943) untuk pondasi
dangkal.

D.7.7 Material Jalan


Material yang diperlukan untuk konstruksi jalan terdiri dari :
• Tanah
• Agregat
• Aspal / Beton

D.7.7.1 Tanah Sebagai Material


Tanah pada konstruksi jalan diperlukan untuk membentuk
badan jalan, yaitu berupa urugan. Tanah yang terbaik untuk
material adalah tanah dari borrow pit, karana akan
mempunyai karakteristik yang seragam pada daerah
sekitarnya.
(1)Urugan Biasa
Tanah yang disarankan untuk digunakan sebagai
material, mempunyai harga CBR rendaman (soaked)
minimal 6 %.
(2)Urugan Pilihan
Urugan pilihan hanya digunakan pada lokasi-lokasi
tertentu yang mempunyai harga CBR rendaman
berdasarkan AASHTO T 193-81 minimal 10 % dan IP mak
6%.

D.7.7.2 Agregat

Halaman D - 69
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Agregat adalah material perkerasan berbutir yang


digunakan untuk lapisan perkerasan jalan, terdiri dan tiga
kelompok berdasarkan mutu, yaitu kelas A kelas B dan kelas
C, dibedakan dan gradasi dan sifat material.
Ditilik dari jenisnya, agregat untuk konstruksi jalan terdiri
dari dua macam, yaitu:
 Asli (natural), dalam bentuk pasir, kerikil atau batu
pecah/belah
 Buatan pabrik (manufactured), meliputi letusan bara api
dan berbagai produk dari tanah lempung atau batu
sabak
Untuk meningkatkan mutu agregat, dalam pelaksanaan
seringkali dilakukan pencampuran.

I.7.7.3 Aspal
Aspal adalah material utama pada konstruksi lapis
perkerasan lentur (flexible pavement) jalan raya, yang
berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat,
karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat
adhesif kedap air dan mudah dikerjakan. Aspal merupakan
bahan yang plastis yang dengan kelenturannya mudah
diawasi untuk dicampur dengan agregat. Leblh jauh lagi,
aspal sangat tahan terhadap asam, alkali dan garam-
garaman. Pada suhu atmosfir, aspal akan berupa benda
padat atau semi padat, tetapi aspal akan mudah dicairkan
jika dipanaskan, atau dilakukan pencampuran dengan
pengencer petroleum dalam berbagai kekentalan atau
dengan membuat emulsi bahan alam yang terkandung
dalam hampir semua minyak buini yang diperoleh sebagai
hasil penyulingan.

Halaman D - 70
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Aspal yang digunakan untuk material jalan terdiri dari


beberapa jenis, yaitu :
 Aspal alam
 Bitumen (aspal buatan)
 Ter

(1) Aspal Alam


- Padat atau batuan dan disebut sebagai batu aspal
(rock asphalt) yang dijumpai antara lain di P. Buton
- Plastis yang ditemukan di Trinidad
- Cair yang ditemukan di Bermuda dan dikenal sebagai
Bermuda Lake Asphalt.

Penggunaan Aspal Alam


Aspal alam dalam hal ini aspal Buton sudah banyak
digunakan untuk pelapisan konstruksi perkerasan,
ditnana yang sudah banyak digunakan adalah Lasbutag
(Lapis Asbuton Agregat) dan Latasbum (Lapis Asbuton
Murni).

(2) Aspal Buatan


Aspal buatan adalah bitumen yang merupakan jenis
aspal hasil penyulingan minyak bumi yang mempunyai
kadar parafin yang rendah dan disebut dengan paraffin
base crude oil. Minyak bumi banyak mengandung
gugusan aromat dan syklis sehingga kadar aspalnya
tinggi dan kadar parafinnya rendah.

Halaman D - 71
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Aspal buatan terdiri dan berbagai bentuk, yaitu bentuk


padat, cair dan emulsi.
1) Penggunaan Aspal Padat
Aspal padat dapat digunakan untuk hampir seluruh
pekerjaan pelaksanaan lapisan perkerasan aspal,
mulai dari pelapisan permukaan sampai dengan
pekerjaan konstruksi perkerasan jalan yang bermutu
tinggi seperti lapisan aspal beton.
2) Penggunaan Aspal Cair
Aspal cair dapat digunakan seperti halnya aspal
padat.
3) Penggunaan Bahan Aspal Emulsi
Aspal emulsi dapat digunakan pada hampir semua
kegunaan dan aspal padat, bahkan lebih luas dan
dapat digunakan dimana tidak dapat digunakan aspal
padat.

(3) Ter
Ter adalah istilah umum untuk cairan yang diperoleh dari
mineral organis seperti kayu atau batu bara melalui
proses pemijaran atau destilasi pada suhu tinggi tanpa
zat asam. Untuk konstruksi jalan dipergunakan hanya ter
yang berasal dari batu bara, karena ter kayu sangat
sedikit jumlahnya. Ter mempunyai bau khusus karena
adanya gugusan aromat dengan gugusan - OH seperti
plenol dan cresol. Umumnya dalam ter tidak terdapat
susunan parafin.

D.7.7.4 Beton

Halaman D - 72
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Beton atau beton-semen, baik beton bertulang maupun


beton tak bertulang, banyak digunakan untuk konstruksi
jalan raya sebagai bangunan pelengkap jalan, bangunan
drainase jalan dan jembatan serta untuk lapis perkerasan
kaku (rigid pavement). Beton dihasilkan oleh campuran
material yang terdiri dari agregat (halus dan kasar), air dan
semen portland (PC). Beton adalah hasil dari campuran
komposit yang menghasilkan benda padat dan kuat.
Sifat-sifat Beton :
 Menghasilkan permukaan yang keras, tahan terhadap
gerusan
 Mempunyai kuat tekan yang tinggi
 Tahan terhadap cuaca dan bebas korosi

D.7.8 Material Filter

Material filter yang akan digunakan untuk urugan kembali


saluran drainase setelah pemasangan pipa berlubang atau
pada lapisan porous harus merupakan pasir alam atau kerikil
atau batu pecah bergradasi baik dan sangat porous.
Agar saluran drainase dan lapisan porous dapat bertahan
lama, maka material filter harus sangat stabil butirannya dan
bebas dari pelapukan atau penghancuran, dan harus
mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang optimal.

D.8 PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas


lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk
menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan
pada umumnya ada dua jenis,yaitu :

Halaman D - 73
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Perkerasan lentur (flexible pavement) dan


 Perkerasan kaku (rigid pavement)

Selain dari dua jenis tersebut, sekarang telah banyak


digunakan jenis gabungan (composite pavement), yaitu
perpaduan antara lentur dan kaku. Perencanaan konstruksi
perkerasan juga dapat dibedakan antara perencanaan untuk
jalan baru dan untuk peningkatan (jalan lama yang sudah
pernah diperkeras).

D.8.1 Metoda Perencanaan

Perencanaan konstruksi atau tebal lapisan perkerasan jalan,


dapat dilakukan dengan banyak cara (metoda), antara lain
AASHTO dan The Asphalt Institute (Amerika), Road Note
(Inggris), NAASRA (Australia) dan Bina Marga (Indonesia).

Dalam perencanaan ini, digunakan metoda perencanaan


sebagai berikut :

 Untuk Perkerasan Lentur digunakan cara Bina Marga, dengan


“Metoda Analisa Komponen” SKBI : 2.3.26.1987 / SNIO3-1732-
1989

 Untuk Perkerasan Kaku digunakan cara NAASRA (National


Association of Australian State Road Authorities), “Interim Guide
to Pavement Thickness Design” (1979), yang disesuaikan
dengan kondisi Indonesia oleh Bina Marga dalam SKBI :
2.3.28.1988 dan “Pavement Design” (A Guide to the Structural
Design of Road Pavements), NAASRA, 1987.

Halaman D - 74
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.8.2 Sistem Perencanaan Jalan Baru

Tahapan atau sistem perencanaan tebal perkerasan untuk


jalan baru, secara ideal seperti pada gambar - 7.1. Untuk
peimlihan tebal perkerasan dilakukan secara ekonomis akan
tetapi harus dapat mengantisipasi perkembangan lalu-lintas
dan dampak lingkungan disamping prediksi mengenai
komposisi penampilannya.

D.8.3 Pertimbangan Perencanaan

Berbagai pertimbangan yang diperlukan dalam perencanaan


tebal perkerasan antara lain meliputi, hal-hal sebagai berlkut
:

D.8.3.1 Pertimbangan Konstruksi dan Pemeliharaan

Halaman D - 75
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Konstruksi dan pemeliharaannya kelak setelah digunakan,


harus dijadikan pertimbangan dalam merencanakan tebal
perkerasan. Faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
 Perluasan dan Jenis Drainase
 Penggunaan konstruksi berkotak-kotak
 Ketersediaan peralatan khususnya peralatan :
pencampur material, penghamparan dan pemadatan.
 Penggunaan Konstruksi Bertahap
 Penggunaan Stabilisasi
 Kebutuhan dari segi lingkungan dan keamanan pemakai
 Pertimbangan Sosial dan Strategi pemeliharaan
 Resiko-resiko yang mungkin terjadi.

D.8.3.2 Pertimbangan Lingkungan


Faktor yang dominan berpengaruh pada perkerasan adalah:
(1) Kelembaban
Kelembaban secara umum berpengaruh terhadap
penampilan perkerasan, sedangkan kekakuan/ kekuatan
material yang lepas dari tanah dasar, tergantung dari
kadar air materialnya.
(2) Suhu Lingkungan
Suhu lingkungan pengaruhnya cukup besar pada
penampilan permukaan perkerasan jika digunakan
pelapisan permukaan dengan aspal, karena
karakteristik dari sifat aspal yang kaku dan regas pada
temperatur rendah dan sebaliknya akan lunak dan
visko elastis pada suhu tinggi. (lihat uraian
sebelumnya).

Halaman D - 76
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Pada perkerasan dengan beton, temperatur yang tinggi


juga akan berpengaruh besar, terutama pada saat
pelaksanaan konstruksi.

D.8.3.3 Evaluasi Lapisan Tanah Dasar (subgrade)


Daya dukung lapisan tanah dasar adalah hal yang sangat
penting dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan, jadi
tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mengestimasi
nilai daya dukung subgrade yang akan digunakan dalam
perencanaan.
(1) Faktor Pertimbangan untuk estimasi daya dukung
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
mengestimasi nilai kekuatan dan kekakuan lapisan
tanah dasar.
 Urutan pekerjaan tanah
 Penggunaan kadar air (w) pada saat pemadatan
(kompaksi) dan kepadatan lapangan (γd) yang
dicapai
 Perubahan kadar air selama usia pelayanan
 Variabilitas Tanah Dasar
 Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat
diterima lapisan lunak yang ada di bawah lapisan
tanah dasar.
(2) Pengukuran daya dukung subgrade
Pengukuran daya dukung subgrade (lapisan tanah
dasar) yang digunakan, dilakukan dengan :
 California Bearing Ratio (CBR)
 Parameter Elastis
 Modulus Reaksi Tanah Dasar ( k)

Halaman D - 77
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Pengambilan Nilai CBR Perkiraan

D.8.3.4 Material Perkerasan


Material perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi empat
kategori sehubungan dengan sifat dasarnya, akibat beban
lalu lintas, yaitu:
 Material berbutir lepas
 Aspal
 Material terlkat
 Beton semen
D.8.3.5 Lalu – lintas Rencana
Kondisi lalu-lintas yang akan menentukan pelayanan
adalah:
 Jumlah sumbu yang lewat
 Beban sumbu
 Konfigurasi sumbu
Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi
terutama oleh kendaraan berat.

D.8.4 Lapisan Perkerasan Lentur

Perencanaan konstruksi lapisan perkerasan lentur jalan yang


akan diuraikan, yaitu perkerasan lentur untuk jalan baru
dengan Metoda Analisa Komponen.

D.8.4.1 Karakteristik Perkerasan Lentur


 Bersifat elastis jlka menerima beban, sehingga dapat
memberi kenyamanan bagi pengguna jalan.
 Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.
 Seluruh lapisan ikut menanggung beban.

Halaman D - 78
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar


sedemikian sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar
(subgrade).
 Usia rencana maksimum 20 tahun. (MKJI = 23 tahun)
 Selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara
berkala (routine maintenance).
I.8.4.2 Lalu-lintas Rencana untuk Perkerasan Lentur
(1) Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana
(2) Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
(3) Perhitungan Lalu-lintas

(a) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)


(b) Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
(c) Lintas Ekivalen Teagah (LET)
(d) Lintas Ekivalen Rencana (LER)
D.8.4.3 Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan
grafik korelasi. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai
CBR atau Plate Bearing Test, DCP, dll.
Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan
dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi
percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan
keadaan di Indonesia. FR ini dipengaruhi oleh bentuk
alinemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti
serta iklim.
D.8.4.4 Indeks Permukaan
Indeks permukaaan adalah nilai kerataan/ kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.
D.8.4.5 Indeks Tebal Perkerasan

Halaman D - 79
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Indeks tebal perkerasan adalah variable yang diperlukan


dalam menentukan tebal perkerasan yang dibutuhkan.

D.8.5 Lapisan Perkerasan Kaku

Prosedur perencanaan perkerasan kaku didasarkan atas


perencanaan yang dikembangkan oleh NAASRA (National
Association of Australian State Road Authorities).
Metoda Perencanaan yang diambil untuk menentukan tebal
lapisan perkerasan didasarkan pada perkiraan sebagai
berikut :
a) Kekuatan lapisan tanah dasar yang dinamakan nilai
CBR atau Modulus Reaksi Tanah Dasar (k).
b) Kekuatan Beton yang digunakan untuk lapisan
perkerasan.
c) Prediksi volume dan komposisi lalu-lintas selain usia
rencana.
d) Ketebalan dan kondisi lapisan pondasi bawah (sub
base) yang diperlukan untuk menopang konstruksi,
lalu-lintas, penurunan akibat air dan perubahan
volume lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan
daya dukung permukaan yang seragam di bawah
dasar beton.

D.8.5.1 Jenis Perkerasan Kaku


(1) Perkerasan Beton semen
Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai
perkerasan yang mempunyai lapisan dasar beton dan
Portland Cement (PC).
Menurut NAASRA ada lima jais perkerasan kaku, yaitu:
 Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.

Halaman D - 80
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Perkerasan beton semen bersambung dengan


tulangan.
 Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.
 Perkerasan beton semen dengan tulangan serat baja
(fiber)
 Perkerasan beton semen pratekan.

(2) Perkerasan Kaku dengan Permukaan Aspal


Jenis perkerasan kaku dengan permukaan aspal adalah
salah satu dari jenis komposit.
Ketebalan rencana permukaan aspal pada perkerasan
kaku dihitung dengan :
(a)Menentukan ketebalan dan jenis perkerasan beton
semen yang tidak lazim, digunakan metoda detail
yang baru diperkenalkan ini (mengabaikan bahwa
perkerasan permukannya menggunakan aspal).
(b)Mengurangi ketebalan perkerasan beton semen
setebal 10 mm untuk setiap 25 mm permukaan
aspal yang digunakan.

D.8.5.2 Faktor untuk Menentukan Ketebalan


Faktor untuk menentukan ketebalan lapisan perkerasan
kaku adalah sebagai berikut : (uraiannya lihat pada bagian
sebelumnya)
(1) Kekuatan Lapisan Tanah Dasar
(2) Kekuatan Beton
(3) Lalu-lintas Rencana
(4) Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base)
D.8.5.3 Lalu – lintas Rencana untuk Perkerasan Kaku
Metoda penentuan beban lalu-lintas rencana untuk
perencanaan tebal perkerasan kaku dilakukan dengan cara

Halaman D - 81
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

mengakumulasikan jumlah beban sumbu (dalam rencana


lajur selama usia rencana) untuk masing-masing jenis
kelompok sumbu, termasuk distribusi beban ini.
Tahapan pada bagian ini adalah ; penentuan karakteristik
kendaraan dan perhitungan lalu-lintas rencana.
D.8.5.4 Tata Cara Perencanaan Ketebalan
Dalam hal ini digunakan tata cara (prosedur) dimana
kebutuhan tebal perkerasan ditentukan dari jumlah
kendaraan niaga selama usia rencana. Perencanaan tebal
pelat didasarkan pada total fatigue mendekati atau sama
dengan 100 %.
Tahapan pada bagian ini adalah ; penentuan tebal pelat
beton, dasar penentuan ketebalan dan ketebalan
perkerasan minimum.

D.8.5.5 Tata Cara Perencanaan Penulangan


Tujuan dasar distribusi penulangan baja adalah bukan untuk
mencegah terjadinya retak pada pelat beton tetapi untuk
membatasi lebar retakan yang timbul pada daerah dimana
beban terkonsentrasi agar tidak terjadi pembelahan pelat
beton pada daerah retak tersebut, sehingga kekuatan pelat
tetap dapat dipertahankan.

Banyaknya tulangan baja yang didistribuslkan sesuai


dengan kebutuhan untuk keperluan ini yang ditentukan oleh
jarak sambungan susut, dalam hal ini dimungkinkan
penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat
mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat
meningkatkan kenyamanan.

Halaman D - 82
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(1) Kebutuhan Penulangan pada Perkerasan


Bersambung Tanpa Tulangan
Pada perkerasan bersambung tanpa tulangan,
penulangan tetap dibutuhkan untuk mengantisipasi
atau meminimalkan retak pada tempat-tempat dimana
dimungkinkan terjadi konsentrasi tegangan yang tidak
dapat dihindari.
Tipikal pengunaan penulangan khusus ini antara lain:
 Tambahan pelat tipis,
 Sambungan yang tidak tepat dan
 Pelat kulah atau struktur lain.

(2) Penulangan pada Perkerasan Bersambung


Dengan Tulangan
Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dan
persamaan sebagai berikut:

Dimana :
As = luas tulangan yang diperlukan, (mm2/m lebar)
F = koefisien gesekan antara pelat beton dengan
lapisan di bawahnya (tabel -7.17), tak
berdimensi
L = jarak antara sambungan, (m)
h = tebal pelat, (mm)
fS = tegangan tarik baja ijin, (MPa) (± 230 Mpa)

Catatan : As minimum menurut SNI’91, untuk segala


keadaan 0,14 % dari luas penampang beton.

Halaman D - 83
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.8.5.6 Sambungan
Perencanaan “Sambungan” pada perkerasan kaku,
merupakan bagian yang harus dilakukan pada perencanaan,
baik jenis perkerasan beton bersambung tanpa atau dengan
tulangan, maupun pada jenis perkerasan beton menerus
dengan tulangan.
(1) Jenis Sambungan
Sambungan dibuat atau ditempatkan pada perkerasan
beton, dimaksudkan untuk menyiapkan tempat muai
dan susut beton akibat terjadinya tegangan yang
disebabkan : perubahan lingkungan (suhu dan

Halaman D - 84
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

kelemban), gesekan dan keperluan konstruksi


(pelaksanaan).
Sambungan pada perkerasan beton, umumnya terdiri
dari 3 jenis, yang fungsinya sebagai berikut:
 Sambungan Susut, atan sambungan pada bidang
yang diperlemah (dummy) dibuat untuk
mengalihkan tegangan tarik akibat : suhu,
kelembaban, gesekan sehingga akan mencegah
retak. Jika sambungan susut tidak dipasang, maka
akan terjadi retak acak pada permukaan beton.
 Sambungan Muai, fungsi utamanya untuk
menyiapkan ruang muai pada perkerasan, sehingga
mencegah tenjadinya tegangan tekan yang akan
menyebabkan perkerasan tertekuk.
 Sambungan konstruksi (pelaksanaan), diperlukan
untuk kebutuhan konstruksi (berhenti dan mulai
pengecoran). Jarak antara sambungan memanjang
disesuaikan dengan lebar alat atau mesin
penghampar (paving machine) dan oleh tebal
perkerasan.

Selain tiga jenis sambungan tersebut, jika pelat


perkerasan cukup lebar (> 7 m, kapasitas alat), maka
diperlukan sambungan ke arah memanjang yang
berfungsi sebagai penahan gaya lenting (warping) yang
berupa sambungan engsel, dengan diperkuat ikatan
batang pengikat (tie bar).

(2) Geometrlk Sambungan


Geometrik sambungan adalah tata letak secara umum
dan jarak antara sambungan. Geometrik sambungan

Halaman D - 85
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

direncanakan berdasarkan perhitungan teknis yang


akan sangat mempengaruhi mutu perkerasan beton itu
sendiri, sehingga harus direncanakan dan dipasang
pada tempatnya sesuai dengan desain teknis.
(3) Dimensi Bahan Penutup Sambungan
Petunjuk dimensi penutup alur untuk setiap jenis
sambungan susut, muai, dan sambungan pelaksanaan
dilakukan melalui perhitungan dan referensi dari Manual
Book.
(4) Dowel (Ruji)
Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada
sambungan, yang dipasang dengan separuh panjang
terikat dan separuh panjang dilumasi atau dicat untuk
memberikan kebebasan bergeser.
(5) Batang Pengikat (Tie Bar)
Adalah potongan baja yang diprofilkan yang dipasang
pada sambungan lidah-alur dengan maksud untuk
mengikat pelat agar horisontal. Batang pengikat
dipasang pada sambungan memanjang.
Untuk nenentukan dimensi batang pengikat, menurut
AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1986.

D.9 DRAINASE JALAN

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumya, bahwa penyebab


kerusakan konstruksi jalan raya, langsung maupun tidak
langsung disebabkan oleh air yang erat hubungannya dengan
hydrologi dan sistem drainase jalan.
Dua hal pokok yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan
sistem drainase untuk jalan raya, yaitu:
 Drainase Permukaan

Halaman D - 86
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Drainase Bawah Permukaan

Analisis hydrologi dilakukan sehubungan dengan “drainase


permukaan”, sedangkan adanya air tanah akibat proses infiltrasi
dan kapilerisasi yang akan mempengaruhi kondisi subgrade,
stabilitas lereng dan tembok penahan tanah, termasuk dalam
“drainase bawah permukaan”.

D.9.1 Drainase Permukaan


Drainase permukaan adalah sistem drainase yang dibuat untuk
mengendalikan air (limpasan) permukaan akibat hujan. Tujuan dan
sistem drainase ini, untuk memelihara agar jalan tidak tergenang
air hujan dalam waktu yang cukup lama (yang akan
mengakibatkan kerusakan konstruksi jalan), tetapi harus segera
dibuang melalui sarana drainase jalan.
Sarana drainase permukaan terdiri dan tiga jenis, yaitu :
 Saluran:
- Saluran Penangkap (catch ditch),
- Saluran Samping (side ditch),
 Gorong-gorong (culvert),
 Saluran alam (sungai) yang memotong jalan.

Agar aliran air hujan dapat ditampung dan dialirkan ke tempat


pembuangan (sungai, dll), maka kapasitas sarana drainase jalan
(kecuali saluran alam), ukuran/dimensi-nya harus direncanakan
terlebih dahulu.

D.9.1.1 Saluran Samping


Tahapan untuk menentukan kapasitas saluran samping
jika menggunakan metoda rasional, seperti uraian skema
di bawah.

Halaman D - 87
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Untuk menghitung besarnya hujan rencana, dapat


digunakan berbagai cara tergantung data hujan (dan hasil
pengamatan) yang tersedia, karena tidak semua pos
pencatat hujan model otomatis dan pengamatan yang
dilakukan juga tidak selalu kontinyu (berbagai
pertimbangan dan segi: SDM, keamanan, kondisi lokasi,
teknisi dan suku cadang (kerusakan alat) dll.
Beberapa hal yang diperhitungkan dalam menentukan
dimensi dan kapasitas saluran samping, antara lain :
 Menentukan frekwensi hujan rencana pada masa ulang (T)
tahun
 Menentukan Intensitas hujan rencana
 Waktu konsentrasi

Halaman D - 88
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Luas Daerah Pengaliran


 Koefisien Pengaliran
 Debit Aliran

D.9.1.2 Gorong - Gorong (Culvert)


Pada sarana drainase jalan, gorong-gorong termasuk dalam
sarana drainase permukaan yang berfungsi sebagai
penerus aliran dan saluran samping ke tempat
pembuangan. Gorong-gorong ini ditempatkan melintang
jalan di beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan.

Disamping berfungsi sebagai penerus aliran dan saluran


samping jalan, gorong-gorong juga perlu dibuat atau
ditempatkan pada jalan yang berbentuk punggungan yaitu
berupa timbunan (embankment) dengan lembah pada sisi
kiri dan kanan jalan. Gorong-gorong ini berfungsi untuk
mengalirkan air dari lembah yang satu ke lembah lainnya
yang ada sarana pembuangan, jadi gorong-gorong ini
berfungsi sebagai pengering.

D.9.1.3 Saluran Alam (Sungai)


Di atas sungai sungai yang memotong jalan, diperlukan
jembatan. Untuk perencanaan jembatan dengan bentang
pendek (<20 m), secara umum termasuk dalam
perencanaan

Halaman D - 89
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

teknik jalan raya, sedangkan untuk jembatan dengan


bentang panjang (di atas sungai besar dan lebar) harus
dilakukan perencanaan teknik khusus jembatan.
Jembatan dengan bentang pendek dibangun di atas sungai
sungai kecil atau anak-anak sungai yang memotong jalan.
Karakteristik aliran sungai-sungai kecil ini pada umumnya
normal, atau berupa saluran pembuangan. Konstruksi
bangunan-atas pada umumnya menggunakan konstruksi
tipe standar, sedangkan bangunan bawah disesuaikan
dengan kondisi tanah setempat.
Untuk menentukan elevasi lantai jembatan tersebut,
diperlukan perhitungan debit aliran maksimum (banjir
rencana) di sekitar lokasi rencana jembatan. Debit banjir
rencana ini dapat ditentukan dengan dua cara atau metoda,
yaitu “langsung” dan “tidak langsung”.
Cara “langsung” ini dikenal dengan metoda “kecepatan
aliran — penampang” (velocity-area method), yaitu
menghitung besarnya debit rencana berdasarkan data
kecepatan aliran (V) yang diperoleh dan survei pengukuran
aliran di lapangan dengan alat pelampung atau dengan alat
current meter.
Cara “tidak langsung” ini dikenal dengan metoda
“kemiringan – penampang” (slope-area method). Untuk
menentukan debit aliran dapat digunakan berbagai metoda,
diantaranya yang banyak digunakan metoda Rasional,
Weduwen, Haspers danjuga rumus Chezy. Untuk daerah
tangkapan (daerah aliran) ≥ 100 km 2, metoda gabungan
Rasional - Weduwen akan lebih cocok. Untuk daerah
tangkapan (daerah aliran) < 100 km 2, metoda Weduwen

Halaman D - 90
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

atau Haspers akan lebih cocok. Untuk daerah aliran < 1


km2. metoda Rasional akan lebih cocok digunakan.

D.9.2 Drainase Bawah Permukaan


Drainase bawah permukaan (Sub Soil or Sub Surface Drainage)
diperlukan pada lokasi dimana terdapat air yang terkumpul di
bawah struktur lapisan perkerasan.

Adanya air tanah ini disebabkan oleh berbagai kemungkinan,


yaitu:
 Tekanan air pori akibat muka air tanah yang cukup dangkal
 Perkolasi dan tebing jalan atau median yang ditinggikan
 Air permukaan yang masuk bagian konstruksi dan lapis
perkerasan yang retak - retak
 Mata air di bawah konstruksi jalan
 Terjadinya infiltrasi akibat porositas tanah
 Rembesan ( seepage) dan saluran samping

Jika ada air yang menembus lapisan perkerasan, dari manapun


asalnya, pertimbangan pertama yang harus dilakukan adalah
pencegahan agar air tersebut tidak memasuki atau tidak sampai
merendam keseluruhan struktur jalan. Jika pencegahan ini tidak
berhasil, maka perlu dibuat sarana drainase bawah permukaan.

D.9.2.1 Permeabllitas (kelulusan air)


Pada perencanaan sistem drainase bawah permukaan,
terlebih dahulu harus diketahui kondisi tanah dan kondisi
seepage untuk mengetahui atau menentukan koefisien
permeabilitas tanah dan kemungkinan tekanan hydraulik

Halaman D - 91
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

yang diperlukan untuk menghitung debit air yang harus


dibuang melalui sistem drainase.
D.9.2.2 Perhitungan Drainase Bawah Permukaan
Besarnya aliran seepage pada perencanaan bangunan
drainase, perlu diketahui terlebih dahulu. Besaran atau nilai
ini diperoleh dari studi terhadap data hasil investigasi
tanah, dengan pertimbangan bahwa nilai seepage yang
akurat sulit diperoleh karena pengaruh kondsi lingkungan
yang bervariasi. Tetapi paling tidak diperlukan estimasi
sebagai pendekatan untuk menurunkan MAT dari data
survei untuk keperluan pada saat pelaksanaan bangunan
drainase di tempat yang diperkirakan MAT-nya tinggi.
D.9.2.3 Struktur Drainase untuk Subgrade
(1) Drainase pada sisi jalan
Drainase (subdrain) di bagian sisi atau samping jalan
biasanya terletak di bawah saluran samping jalan,
seringkali dibuat atau dipasang tanpa perbedaan
desain, baik untuk mengeringkan lapisan tanah dasar
(subgrade) maupun untuk lapisan pondasi (base).
Saluran ini biasanya dibuat atau dipasang pada daerah
dengan m.a.t. tinggi, berfungi sebagai sarana drainase
bawah permukaan (subsoil drainage).
Pada dataran dengan m.a.t. dangkal (dekat
permukaan), saluran ini dipasang pada kedua sisi jalan
seperti pada gambar - 8.1 5a Pada daerah dengan
permukaan miring dimana aliran air tanah hanya
searah, saluran dipasang pada sisi jalan yang lebih
tinggi, seperti gambar - 8. 15b. Jika lebar jalan cukup
besar sehingga perlu dibuat median, maka di bawah

Halaman D - 92
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

median perlu dipasang saluran, seperti pada gambar -


8.1 5c.

Pada daerah dimana air tanah berlimpah, maka untuk


sistem drainase perlu dipasang lapisan porus sepanjang
batas antara subgrade dan lapisan pondasi untuk
mengalirkan air rembesan (seepage) ke saluran, karena
saluran drainase yang ada tidak akan mencukupi.

Halaman D - 93
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Pada umumnya saluran drainase harus mempunyai


kedalaman 1,5 - 3,0 m tetapi variasinya tergantung
keadaan topografi, geologi dan m.a.t. pada setiap
lokasi.
Biasanya pada dasar saluran dipasang pipa berlubang,
pada beberapa kasus dipasang pipa dengan bukaan
pada jarak tertentu atau pipa tanpa lubang dengan
bukaan kecil pada sambungan. Pipa berlubang
kebanyakan terbuat dari beton, tetapi dapat juga
digunakan pipa baja atau pipa vinyl.

Diameter dalam pipa berlubang adalah 20—30 cm.


Penggunaan pipa dengan diameter dalam kurang dan
10 cm tidak disarankan karena mudah tersumbat pasir.
Beberapa pipa berlubang mempunyai lubang pada
sekelilingnya. Pipa-pipa ini harus dilindungi dengan
material filter pelindung dengan ukuran butir (pada
uraian Bab-6,I.8).

Data-data pengujian menunjukkan bahwa meskipun


material tidak memuaskan, akan tetapi infiltrasi pasir
ke dalam pipa dapat dibatasi dengan memasang
lubang pada bagian bawah pipa sepanjang 1/3
kelilingnya. Pipa berlubang harus dilinduagi dengan

Halaman D - 94
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

material Filter. Jika material Filter dengan gradasi butir


yang memenuhi tidak tersedia maka jangan digunakan
pipa berlubang.
Infiltrasi pasir ke dalam pipa berlubang dapat dkegah
dengan cara menutup dengan bahan material dan filter
glass atau fiber polimer tinggi.

Pipa berlubang harus mempunyai lubang> 50


lubanglm2 dan luas total 150 - 200 cm2/m2 luas
permukaan.
Pada kasus tertentu, batu pecah atau cabang/ ranting
pohon diletakkan pada dasar saluran akan lebih baik
daripada pipa berlubang untuk sistem drainase. Tetapi
hal ini tidak disarankan kecuali pada hal yang tidak
dapat dihindarkan karena alur yang terjadi mempunyai
kapasitas aliran yang kecil dan cenderung untuk
tersumbat partikel kecil.
Untuk urugan kembali saluran drainase digunakan
material filter yang porus tetapi mampu mencegah
infiltrasi partikel halus tanah. Urugan kembali harus
cukup padat untuk mencegah penurunan dan
deformasi. Jika saluran drainase terletak di bawah
saluran samping atau perkerasan, permukaannya harus
kedap. Jika terletak di bawah bahu jalan permukaannya
harus ditutupi 30 cm lapisan tanah yang mempunyai
permeabilitas yang relative kecil dan baik
pemadatannya untuk mencegah kemungkinan infiltrasi
air permukaan langsung melalui aterial filter.

(2) Saluran Drainase Melintang

Halaman D - 95
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Saluran drainase melintang diperlukan jika kebutuhan


drainase tidak dapat dipenuhi oleh saluran memanjang.
Pada kasus pekerjaan galian pada lereng yang
mempunyai m.a.t. tinggi, air seepage kadang-kadang
menembus ke permukaan galian dan meresap ke
sambungan timbunan, maka dibutuhkan saluran
melintang seperti pada gambar - 8.16.
Infiltrasi air dan lapisan tanah dasar dapat dicegah
secara efektif dengan menggunakan kombinasi saluran
drainase melintang dengan lapisan porus di bawah
lapisan pondasi.
Saluran melintang kadang-kadang dipasang pada arah
normal jalan. Jika jalan mempunyai kelandaian
memanjang, maka saluran melintang dipasang pada
arah diagonal seperti pada gambar - 8.17.

Biasanya pada dasar saluran melintang dipasang pipa


berlubang, tetapi kadangkala juga dihamparkan kerikil
untuk mendapatkan ruang saluran. Saluran melintang
dihubungkan ke saluran tepi jalan.

Halaman D - 96
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

(3) Lapisan Porus di bawah Pondasi


Jika kondisi tanah untuk drainase buruk dan lapisan
tanah keras (subgrade) kedap atau jika m.a.t. tinggi
dan air seepage besar kadang-kadang dipasang lapisan
porus di bawah lapisan pondasi (base).
Lapisan pondasi bawah (subbase) biasanya dianggap
sangat porus, tetapi pada tabel - 8.10 dapat dilihat
bahwa kadang-kadang permeabilitasnya sangat kecil
tergantung materialnya. Pada kasus seperti ini,
dipasang lapisan porus dengan tebal lebih dari 30 cm
terdiri dari kerikil kasar atau batu pecah. Lapisan
pondasi ini dapat dilaksanakan setelah diperhitungkan
secara ekonomis karena ketebalan lapisan porus dapat
dikurangi 10 cm. Jika dibuat lapisan tanah dasar yang
ditingkatkan (improved subgrade).
Lapisan poros juga digunakan jika subgrade lunak.
Dalam kasus ini dihamparkan lapisan pasir setebal 50
cm. Jika lapisan porus dari tanah berbutir kasar, akan

Halaman D - 97
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

mencegah air dari gaya kapiler naik dan menjaga


perkerasan tetap dalam kondisi baik.
Drainase pada lapisan porus dapat lebih ditingkatkan
dengan memasang pipa berlubang seperti pada
gambar - 8.18 terutama jika aliran air besar.

D.10 BANGUNAN PELENGKAP JALAN


Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap
akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk
pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk bagi pengguna
jalan agar unsur kenyamanan dan keselamatan dapat terpenuhi.
Bangunan pelengkap jalan dapat dikelompokan sebagai berikut:
 Bangunan Drainase Jalan
 Bangunan Penguat Tebing
 Bangunan untuk keamanan lalu-lintas, Rambu dan Marka Jalan.

D.10.1 Bangunan Drainase Jalan


Bangunan Drainase Jalan terdiri dari:
 Bangunan Drainase Permukaan
- Saluran samping Jalan
- Gorong-gorong (culvert)
- Kantong lumpur dan Bak Penampung

Halaman D - 98
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

- Saluran pembuang
- Saluran penangkap
- Bangunan terjun
 Bangunan Drainase Bawah Permukaan:
- Subdrain (saluran bawah permukaan)
- Konstruksi filter

D.10.2 Bangunan Penguat Tebing

Bangunan Penguat Tebing terdiri dari :

D.10.2.1 Perkuatan Lereng


Perkuatan Lereng adalah bangunan konstruksi non
struktural untuk melindungi lereng timbunan atau galian
dan gerusan air dan angin yang sifatnya tidak menahan
beban. Manfaat lain dan perkuatan lereng dengan tanaman,
disamping untuk menahan gerusan air juga untuk
menambah kestabilan lereng dan menambah estetika
dengan penataan landscape yang baik, misalnya pada
tempat yang digunakan untuk istirahat ( rest area) atau
pada tepi sungai (sekitar abutment jembatan) dan pada
tempat dinding kepala dari bangunan terjun (culvert).
Perkuatan lereng dalam perencanaan teknik jalan, juga
termasuk bagian yang harus direncanakan dengan
didasarkan pada sifat dan jenis tanah bahan urugan pada
daerah timbunan dan sifat dari jenis tanah lereng alam
pada daerah galian, sehingga jenis perkuatan lereng dapat
ditentukan, apakah dari tanaman (rumput dll.) atau material
bahan konstruksi (batu alam atau beton).

Sistem drainase pada perkuatan lereng ini tidak boleh


diabaikan, dengan demikian dalam perencana perkuatan

Halaman D - 99
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

lereng, harus dipertimbangkan apakah perlu dibuat sistem


bertangga (terasering), dibuat saluran penangkap (catch
ditch) dan dipasang pipa (lubang) drainase pada perkuatan
lereng dengan pasangan batu alam atau beton.
Sebagaimana sifat dari perkuatan lereng ini yaitu tidak
menahan beban tetapi hanya berupa perlindungan
terhadap erosi, sehingga bahaya longsor akibat gerusan air
dapat diminimalkan.

D.10.2.2 Stabilisasi Timbunan


Stabilisasi timbunan pada umumnya hanya digunakan pada
peningkatan jalan, baik pelebaran maupun pemindahan
alinemen. Sedangkan pada jalan baru, sudah barang tentu
pemilihan route jalan dilakukan menghindari tempat-tempat
yang labil maupun yang kondisi medannya sulit (dalam arti
akan memerlukan bangunan Penunjang yang mahal).

Stabilisasi timbunan dapat dilakukan dengan berbagai jenis


dan cara yang disesuaikan dengan kebutuhan/kondisi
setempat, misalnya : dengan tanaman (bambu banyak
digunakan), dengan memperbaiki atau membuat drainase
bawah permukaan, memasang tembok penahan dan yang
lainnya.

D.10.2.3 Tembok Penahan


Tembok Penahan adalah bangunan struktural yang
umumnya dibuat untuk menahan badan jalan yang berupa
timbunan yang cukup tinggi baik pada daerah rolling
maupun pada daerah dataran rendah yang mempunyai
perbedaan tinggi muka air normal dan muka air banjir
cukup besar, sehingga konstruksi badan jalan dibentuk

Halaman D - 100
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

berupa timbunan untuk menghindari banjir. Jadi tembok


penahan diperlukan untuk menahan kelongsoran badan
jalan pada lokasi dengan lereng / talud cukup tinggi.

Tembok penahan tanah terdiri dari beberapa tipe bentuk


yang ditilik dari konstruksinya, yaitu seperti pada gambar -
9.1 dan 9.2, yaitu Tipe Pasangan Batu dan Tipe Beton
Bertulang.

Untuk merencanakan tembok penahan tanah, terlebih


dahulu harus diketahui karakteristik tanah, baik tanah dasar

Halaman D - 101
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

maupun tanah sebagai material urugan, dimana parameter


tanah yang diperlukan, yaitu Berat Isi (γ), Sudut Geser (Φ)
dan Kohesi (c).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam desain tembok
penahan, antara lain yaitu :

(1) Tekanan Tanah Lateral


Untuk membuat Tembok Penahan agar tetap stabil oleh
pengaruh tekanan tanah lateral akibat berat sendiri
dan pembebanan lainnya, maka pengaruh tekanan
tanah harus dapat diimbangi atau ditahan oleh
konstruksi tembok penahan tersebut.

(2) Perkiraan Dimensi untuk Desain

(3) Stabilitas Tembok Penahan

Halaman D - 102
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Pemeriksaan stabilitas yang harus dilakukah pada


kontsruksi tembok penahan tanah (diambil dari buku
“Principles of Foundation Ahliing” oleh Braja M Das,
Brooks/Cole Ahliing Division, Calfornia 1984) sebagai
berikut:
 Stabilitas terhadap guling
 Stabilitas terhadap geser
 Daya dukung tanah dasar
 Penurunan (settlement)

D.10.3 Bangunan Lain-Lain


Bangunan Lain-lain yang diperlukan untuk jalan luar kota,
meliputi :
D.10.3.1 Perkuatan Lereng
Bangunan untuk keamanan lalu-lintas, terdiri dari:
 Pagar Pengaman, Pagar Pengaman atau Rel Pengaman
dipasang pada tikungan yang cukup tajam, dimana pada
sisinya merupakan lereng terjal dengan beda tinggi yang
cukup besar antara muka jalan dengan muka tanah sisi
jalan. Rel pengaman digantungkan atau ditopang oleh
patok-patok beton bertulang dengan jarak antar patok
2,00 meter. Bahan rel pengaman harus dari baja
galvanizer, sedangkan dimensi dan spesifikasi bahan
sesuai dengan standar dari Bina Marga.
 Patok Pengarah, Disamping patok kilometer. dan patok
hektometer, yang dipasang untuk petunjuk jarak, patok
beton yang berfungsi sebagai pengarah harus dipasang
pada tikungan dan jalan masuk jembatan, dimensi patok
sesuai dengan ketentuan standar dan Bina Marga.

Halaman D - 103
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

D.10.3.2 Sistem dan Sarana Pengatur Lalu – lintas


Sebaiknya sebelum jalan (baru) dibuka untuk lalu-lintas,
sarana pengatur lalu-lintas harus sudah dibuat untuk
keamanan. Sarana dan sistem untuk mengatur lalu-lintas
yang umum digunakan terdiri dari : Rambu dan Marka jalan
serta pedestrian (sarana pejalan kaki).

D.11 PERKIRAAN BIAYA & LAPORAN


Perkiraan biaya adalah estimasi besarnya biaya yang
diperlukan untuk membangun suatu ruas jalan sesuai dengan
hasil perencanaan teknis Jalan dengan ketentuan spesifikasi
yang telah disusun. Dalam estimasi biaya, pada umumnya
tidak termasuk biaya pengadaan / pembebasan lahan.

D.11.1 Gambar Rencana

Salah satu bagian dari Dokumen untuk Pembangunan Jalan


adalah Gambar Rencana. Kelengkapan gambar rencana
antara lain yaitu :
1. Peta Lokasi Ruas Jalan
 Pada peta ini, ruas jalan rencana dari awal sampai akhir harus
tampak
 Peta ini merupakan petunjuk untuk mencapai lokasi

Halaman D - 104
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Data lokasi dan koordinat serta elevasi awal dan akhir ruas
jalan harus dicantumkan.

2. Peta Lokasi Quarry (Sumber Material)


Peta ini digambar dengan skala 1 : 5.000 atau 1 : 10.000 yang
menampilkan :
 Lokasi sumber material (quarry) sepanjang ruas jalan
rencana, ditunjukkan dengan legends.
 STA dicantumkan setiap Km
 Grid koordinat dan arah utara
 Daftar jenis material dan kapasitasnya pada setiap lokasi.

3. Legenda dan Singkatan


Gambar ini memberikan informasi mengenai tanda/kode/
keterangan (legenda) tata guna lahan sepanjang ruas jalan
rencana. Daftar singkatan-singkatan yang baku digunakan pada
gambar teknik jalan, misalnya : MAN (muka air normal), TS (titik
perubahan dari tangen ke spiral).

4. Ringkasan Volume
Ringkasan volume berupa tabel yang memuat total volume
pekerjaan sesuai dengan mata-pembayaran yang dicantumkan
dalam spesifikasi teknis. Item-item pada ringkasan volume sama
dengan item-item yang telah ditentukan dalam spesifikasi
tersebut.

5. List Volume

Halaman D - 105
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

List volume berupa tabel perincian kelompok pekerjaan yang


menjelaskan lokasi (STA), letak (kiri/kanan) dan jumlah atau
volume kelompok pekerjaan tersebut.

6. Tipikal Potongan Melintang


Pada satu ruas jalan (luar kota) yang direncanakan, pada
umumnya terdiri dari beberapa tipikal potongan melintang
(tidak seragam) tergantung dari tipe medan sepanjang ruas
jalan tersebut.
Tipikal potongan melintang ini memberikan gambaran kepada
pihak pelaksana, dalam melakukan persiapan peralatan dan
lainnya.
Beberapa tipikal potongan melintang secana umum pada ruas
jalan luar kota, terdiri dari:
(a)tipikal galian dan timbunan
(b)tipikal timbunan saja
(c) tipikal galian saja
(d)tipikal timbunan dengan tembok penahan
(e)tipikal galian dengan perkuatan tebing
(f) tipikal timbunan dengan konstruksi tikar
Tidak semua ruas jalan terdiri dari atau mempunyai tipikal (a)
Sampai (f), tergantung dari terrain yang dilalui. Misalnya ruas
jalan pada daerah pedataran pantai biasanya mempunyai tipikal
(b), (d) dan mungkin (f) apabila ruas jalan melalui daerah bekas
rawa yang tanah dasarnya lunak. Pada umumnya pekerjaan
tanah yang ideal antara galian dan timbunan seimbang.

7. Lay Out Trase Jalan


Digambar dengan skala 1 : 5.000 — 1 : 10.000 menampilkan
seluruh panjang ruas jalan yang dilengkapi dengan : garis

Halaman D - 106
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

poligon, garis sumbu rencana jalan, sungai yang memotong


jalan (dilengkapi dengan arah aliran), data lokasi awal dan akhir
proyek, grid koordinat, letak dan nomor tikungan (P1), daftar
koordinat P1, lokasi Bench Mark (BM), daftar koordinat BM, arah
utara, dan lokasi STA setiap Km.

8. Plan & Profl


Digambar pada kertas standar yang terdiri dari dua bagian yaitu
bagian atas polos sedangkan bagian bawah bergaris-garis
dengan ukuran milimeter.
(a) Situasi (Plan)
Digambar pada bagian atas dengan skala 1: 1.000, dengan
kelengkapan sebagai berikut :
1) Peta plarimetri (peta kontur) yang mencantumkan garis
polygon dan nomor titik kontrol (patok).
2) Alinemen horisontal di atas peta kontur dengan bagian-
bagian jalan :
 lebar jalan (total), yaitu lebar jalur termasuk bahu
 lokasi tikungan (P1) lengkap dengan data lengkung
 lokasi BM lengkap dengan data koordinat dan elevasi
 arah (azimuth) ke titik tikungan P1
3) Drainase jalan:
 saluran samping
 lokasi culvert, Iengkap dengan data teknis
 lokasi jembatan yang mencantumkan rencana tipe
konstruksi dan bentang serta lebar
4) Profil untuk pekerjaan tanah, galian dan timbunan
5) Tata guna lahan disepanjang ruas jalan rencana, berupa
legenda
6) Jarak, berupa STA dicantumkan setiap interval 50 m

Halaman D - 107
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

7) Rambu lalu-lintas, lokasi dan kode lambang


(b) Profl (Potongan Memanjang)
Digambar pada bagian bawah dengan skala 1 : 1.000
horisontal dan skala 1 : 100 vertikal.
Gambar potongan memanjang dibuat pada garis milimeter,
yang menunjukkan elevasi titik-titik di sumbu jalan rencana
pada setiap STA interval 50 m dan pada setiap titik yang
ditinjau. Pada gambar profil ini menampilkan juga :
1) Profil tanah asli dan garis elevasi rencana jalan pada
sumbu rencana.
2) Persentase kelandaian menaik atau menurun yang
ditunjukkan dengan arah panah dan angka dalam
persen.
3) Letak titik puncak (PPV) lengkung cembung dan lengkung
cekung yang dilengkapi dengan data lengkung vertikal.
4) Lokasi bangunan drainase yang dilengkapi dengan
keterangan peletakan dasar culvert dan MAB serta MAN
(rencana jembatan).
5) Diagram superelevasi setiap tikungan yang ada pada
gambar situasi di atasnya.

9. Gambar Potongan Melintang (Cross Section)


Gambar potongan ini dibuat untuk setiap Sta interval 50 m
(normal) pada kertas standar dengan skala 1: 100 horisontal dan
1 : 50 vertikal (kadangkala 1: 100 kalau medannya. curam,
berupa lereng terjal). Kelengkapan gambar ini yaitu :
 Nomor Patok dan STA setiap Penampang
 Profil rencana
 Kelandaian lereng
 Penampang saluran samping

Halaman D - 108
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Tembok penahan tanah (kalau ada)

10.Gambar Struktur
Gambar struktur ini terdiri dari beberapa macam yang
semuanya berupa gambar standar maupun hasil perencanaan.
Gambar ini meliputi gambar detil (gambar kerja).
 Struktur jembatan kayu standar yang digunakan
 Tembok penahan tanah yang digunakan
 Culvert dari berbagai tipe yang digunakan pada ruas jalan
rencana

11.Gambar Standar
Gambar standar ini adalah gambar bangunan – bangunan
pelengkap jalan, yaitu :
 Patok KM, patok HM dan patok BM
 Pagar pengaman
 Rambu lalu-lintas dan marka jalan
 Pedestrian (trotoar), untuk jalan luar kota pada umumnya
tidak dibuat.

D.11.2 Spesifkasi Teknis


Spesifikasi teknis ini adalah uraian mengenai ketentuan-
ketentuan yang harus dilaksanakan pada pelaksanaan
pembangunan jalan, yaitu meliputi :
D.11.2.1 Persyaratan Umum
 Penjelasan lingkup pekerjaan
 Tata cara penyimpanan material
 Tata cara mobilisasi : peralatan, personil dan
perlengkapan lainnya termasuk kantor lapangan
 Tata cara pemeriksaan mutu material dan hasil pekerjaan

Halaman D - 109
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Tata cara pembayaran


 Tata cara pelaksanaan pekerjaan, termasuk as built
drawing (gambar detil yang dilaksanakan)
 Tata cara pembersihan lapangan dan demobilisasi

D.11.2.2 Pekerjaan Utama


Dalam bagian ini diuraikan lebih detil setiap item pekerjaan:
 Tata cara pengukuran dan pembayaran
 Tata cara pengendalian mutu, termasuk penyimpanan
material
 Tata cara pelaksanaan
Yang termasuk dalam bagian ini :
 Pekerjaan tanah
 Pekerjaan drainase
 Pekerjaan bahu jalan
 Pekerjaan perkerasan, termasuk pondasi dan bitumen
(aspal)
 Pekerjaan struktur
D.11.2.3 Pekerjaan Diluar Pekerjaan Utama
 Pekerjaan harian
 Pekerjaan pemeliharaan
 Perlengkapan jalan (rambu, patok, marka dll)
D.11.2.4 Spesifkasi Khusus
Spesifikasi khusus perlu dibuat sebagai suplemen spesifikasi
umum, jika ada item pekerjaan yang diluar standar
ketentuan yang telah dimuat dalam spesifikasi umum.
D.11.3 Perhitungan Kwantitas
Perhitungan kwantitas pekerjaan, dirinci untuk setiap item
pekerjaan sesuai dengan yang dicantumkan dalam spesifikasi

Halaman D - 110
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

teknis untuk memudahkan pengukuran pada pelaksanaan,


kemudian dirangkum berupa daftar “Ringkasan Volume”,
sedangkan daftar perincian perhitungan kwantitas untuk
masing-masing kelompok akan ditampilkan sebagai “List
Volume” pada gambar rencana.

D.11.4 Analisis Harga Satuan


Analisis harga satuan terdiri daRI tiga kelompok, yaitu:
 Harga Satuan Upah
 Harga Satuan Bahan
 Harga Satuan Peralatan
Dari analisis yang dilakukan untuk masing-masing kelompok,
kemudian disatukan menjadi “Analisis Harga Satuan
Pekerjaan”.
Jumlah Perkiraan Biaya Proyek, dapat dibuat dengan
mengalikan kwantitas satuan pekerjaan dan harga satuan
pekerjaan. Kemudian dibuat jumlah setiap Bab (mata
pembayaran) yang itemnya sama dengan rincian item pada
kwantitas.
D.11.5 Dokumen Lelang
Dokumen lelang adalah kumpulan ketentuan teknis dan
persyaratan administrasi, untuk bahan rujukan bagi calon
pelaksana pembangunan fisik (kontraktor) dalam menyusun usulan
(proposal) penawaran pekerjaan.
Dokumen lelang untuk proyek pembangunan jalan raya, pada
umumnya terdiri dari empat buku, yaitu:
 Buku - 1 : Ketentuan Lelang, Daftar kwantitas pekerjaan,
biasanya dilampirkan dalam buku ini.
 Buku - 2 : Syarat Kontrak
 Buku - 3 : Spesifikasi Umum

Halaman D - 111
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

 Buku - 4 : Gambar Rencana

D.11.6 Spesifkasi

Di Indonesia pada umumnya, manajemen jalan ditangani oleh


Bina Manga, baik Perencanaan, Pelaksanaan maupun
Pemeliharaannya.
Menurut ketentuan Bina Marga, pekerjaan pembangunan
jalan terdiri dari empat bagian yang mencakup sepuluh
kelompok pekerjaan.
Satu kelompok pekerjaan terdiri dari beberapa seksi atau
item pekerjaan atau kegiatan.

Setiap seksi mempunyai nomor yang sekaligus menunjukkan


nomor item pekerjaan. Nomor item ini juga digunakan
sebagai nomor item mata pembayaran. Hal ini dilakukan
untuk mempermudah dalam pemeriksaan prestasi yang telah
dikerjakan oleh pihak pelaksana disamping yang terutama
untuk memudahkan dalam menentukan jenis pekerjaan yang
akan dibuat, karena tidak semua ruas jalan mencakup semua
item tersebut tetapi dari pertimbangan kebutuhan yang ditilik
dari jenis / tipe jalan dan klasifikasi jalan.

(1) Bagian - 1 : UMUM


Terdiri dari satu kelompok pekerjaan yang mencakup semua
Bidang secara “umum”. Bagian ini meliputi Mobilisasi dan
Manajemen Lapangan.
(2) Bagian - 2 : PEKERJAAN - PEKERJAAN UTAMA

Halaman D - 112
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Terdiri dari enam kelompok pekerjaan yang mencakup


Drainase, Pekerjaan Tanah, Pelebaran Tepi Perkerasan dan
Bahu Jalan, Perkerasan Berbutir, Perkerasan Aspal dan Struktur.
(3) Bagian – 3 : PENGEMBALIAN KONDISI DAN PEKERJAAN
MINOR
Terdiri dari dua kelompok pekerjaan, yaitu : Pengembalian
Kondisi dan Pekerjaan Minor dan Pekerjaan Harian.
(4) Bagian - 4 : PEKERJAAN PEMELIHARAAN RUTIN
Terdiri dari satu kelompok yaitu Pekerjaan Pemeliharaan Rutin.

PROGRAM KERJA

Halaman D - 113
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Pada bagian ini akan menggambarkan sekilas mengenai Rencana Kerja


pelaksanaan pekerjaan, meliputi ; Pola Kerja, Sistematika Pengumpulan
Data, Analisis Data, Design, Penggambaran dan Pelaporan.

1. METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN


Komponen Utama pelaksanaan Pekerjaan Perencanaan Teknis Jalan
ini antara lain yaitu :

Pengumpulan Data
Survey Awal
Pengukuran Topografi
Inventarisasi jalan dan Kondisi Jembatan
Pengumpulan Data Sekunder

Pengolahan Data

Pelaporan :
Laporan Pendahuluan
Laporan Survey Topografis & Geoteknik Asistensi &
Laporan Akhir Konsultasi
Gambar Rencana
Engineer’s Estimasi
Flashdisk (laporan, Foto Dokumentasi & Gambar)

1.1 Pekerjaan Persiapan


Kegiatan persiapan meliputi pengumpulan data berupa peta-peta
yang telah ada, yang akan digunakan sebagai data penunjang
pekerjaan survei topografi. Peta-peta yang akan disiapkan berupa
Peta Topografi atau Peta Link Jalan Provinsi Sumatera Selatan.
Selanjutnya dilakukan penyiapan Peta Rencana Kerja yang memuat
kerangka (baseline) sebagai jaringan kontrol horizontal.

Halaman D - 114
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Bentuk Pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah :


1. Mengumpulkan data Kelas Jalan, fungsi serta status jalan yang
akan di survey
2. Menetapkan peta - peta dasar berupa (sesuai dengan jenis
pekerjaan) :
 Peta tata guna lahan
 Peta Topografi skala 1 : 250.000 s/d 1 : 25.000 atau yang
lebib besar
 Peta Geologi skala 1 : 250.000 s/d 1 : 25.000
 Menetapkan awal dan akhir rencana proyek pada peta
 Membuat estimasi panjang jalan yang akan disurvey,
jumlah dan panjang jembatan, Box Culvert / Gorong – gorong
dan bangunan pelengkap jalan lainnya yang mungkin akan
terdapat pada rute tersebut.
 Melakukan koordinasi dan konfirmasi dengan instansi
terkait baik di pusat maupun di daerah termasuk juga
mengumpulkan informasi teknis dan harga satuan / upah
untuk di sekitar lokasi proyek terutama pada proyek yang
sedang berjalan.
 Mengumpulkan dan mempelajari laporan – laporan yang
berkaitan dengan wilayah yang dipengaruhi atau
mempengaruhi jalan yang akan direncanakan.
 Waktu pelaksanaan adalah 3 (Tiga) bulan terhitung sejak
Mobilisasi pertama dikeluarkan dan diperkirakan berakhir pada
bulan Juli 2013.
 Untuk mencapai target pekerjaan seperti tercantum pada
Kerangka Acuan Kerja (TOR), maka CV. Detail Merabang
Seulawah selaku konsultan pelaksana membuat Jadwal Waktu

Halaman D - 115
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Pelaksanaan sedemikian rupa sehingga diharapkan pekerjaan


dapat diselesaikan tepat waktu.

2. POLA / SISTEMATIKA RENCANA KERJA

TAHAP
PEKERJAAN LAPANGAN

TAHAP
ANALISIS DATA

TAHAP PERENCANAAN
DAN PENGGAMBARAN

TAHAP PENYIAPAN
DOKUMEN LELANG

Halaman D - 116
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

3. SISTEMATIKA PENGUMPULAN DATA

PERSIAPAN

MOBILISASI

SURVEI ROUTE
DAN
PENGUMPULAN DATA
TIDAK

ROUTE ALTERNATIF

YA

ROUTE YANG DIPILIH

SURVEI DETAIL
AMDAL-TOPOGRAFI-
HIDROLOGI-
GEOTEKNIK & MATERIAL

Halaman D - 117
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

4. ANALISIS DATA, DESIGN, PENGGAMBARAN DAN PELAPORAN

START

- Persiapan Awal
- Orientasi Lapangan
- Identifikasi & Analisis Data

- Koordinasi dengan PPTK


- Koordinasi dengan Tim Konsultan
- Koordinasi dengan Unsur Terkait

Konsep Disain DISAIN


Teknis

- Laporan Pendahuluan
- Laporan Survey Topografi &
Geoteknik
- Laporan Akhir
- Engineer Estimate
- Gambar Rencana Desain
- Spesifikasi Teknis

SELESAI

Halaman D - 118
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

5. JADWAL PELAKSANAAN DAN KONTRIBUSI TENAGA AHLI

Pada bagian ini akan menggambarkan sekilas mengenai Kontribusi Masing-Masing


Tenaga Ahli dalam Setiap Kegiatan dan Laporan, Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan,
Jadwal Penugasan Personil, Kebutuhan Staf Penunjang.

5.1. Kontribusi Masing-Masing Tenaga Ahli dalam Setiap Kegiatan dan Laporan
a. Tahap Pengumpulan Data :
 Team Leader/Ahli Perencana Jalan dan Ahli Jalan melakukan survey
kondisi lapangan , mengkoordinasikan team, membuat acuan survey,
meneliti hasil survey.
 Surveyor : survey kondisi lapangan, penyiapan Peta Planimetri, yang
merupakan peta hasil survei topografi yang diperlukan sebagai peta dasar
perencanaan geometrik.

b. Tahap Analisa Data


 Team Leader : meneliti hasil survey, mengkoordinasikan team, meneliti
rencana konsep desain.
 Ahli Perencana Jalan dan Ahli Jalan : meneliti hasil survey, membuat
rencana konsep desain.
 Surveyor : penggambaran hasil pengukuran dan pelaporan data survey.
 Ahli Perencana Jalan dan Ahli Geoteknik serta Surveyor : mengevaluasi
hasil test lapangan dan bertanggungjawab terhadap ketelitian dan
kebenaran hasil yang diproses serta pembuatan laporannya.

c. Tahap Perencanaan dan Penggambaran


 Team Leader : meneliti penggambaran survey, laporan sementara,
mengkoordinasikan team, meneliti desain.
 Ahli Perencana Jalan dan Ahli Geoteknik : membuat konsep desain
geometrik, pembahasan konsep, membuat konsep desaign rinci, dan
membuat desain rinci, pelaporan.
 Operator CAD/CAM : membuat gambar hasil desaign, pencetakan
laporan gambar.

Halaman D - 119
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

d. Tahap Penyiapan Dokumen Lelang


 Team Leader : mengkoordinasikan team, meneliti laporan desain,
meneliti laporan dokumen lelang.
 Ahli Perencana Jalan dan Ahli Geoteknik : membuat spesifikasi teknis.
 Ahli Estimasi Biaya : melakukan perhitungan volume pekerjaan, membuat
analisa harga satuan, membuat Rencana Anggaran Biaya, dan Bill of
Quantity.

5.2. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan


Agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu maka diperlukan
jadwal pelaksanaan Pekerjaan, Terlampir.

Halaman D - 120
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

ORGANISASI PEKERJAAN

1. UMUM

Berdasarkan pada pengalaman Konsultan dalam pelaksanaan


pekerjaan perencanaan selama ini, sangat diperlukan struktur
organisasi pelaksanaan pekerjaan yang mantap, disertai pula
dengan penempatan personil tenaga ahli yang berkwalitas sesuai
dengan spesialisasi masing-masing, disamping penyediaan sarana
peralatan kerja dengan kualitas yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Untuk mencapai target pekerjaan yang optimal, diperlukan pula
pengaturan jadwal penugasan personil.
Dalam paragraph berikut dapat diikuti secara lebih detail
penjelasan masing-masing kebutuhan.

2. BAGAN ORGANISASI

Untuk mencapai target pekerjaan yang optimal dalam Pembuatan


DED Jalan Lingkar Barat ini, CV. Saunarung Maha Cipta
menyusun tim perencana yang diperlukan untuk memenuhi
pelaksanaan pekerjaan.

3. PENUGASAN PERSONIL

Staf yang diusulkan ikut menangani proyek ini dipilih yang sesuai
dengan pengalaman dan kecakapan mereka dan sesuai dengan
posisi dan tanggung jawab mereka.

Halaman D - 121
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Adapun daftar personil inti yang diusulkan untuk menangani


pekerjaan perencanaan ini adalah seperti tercantum dalam
Tabel VI - 1.

Sedangkan daftar riwayat hidup masing-masing personil inti


dilampirkan pada Lampiran .
Jadual penugasan personil akan dibuat berdasarkan
pengetahuan dan kemampuan Konsultan untuk memenuhi
persyaratan pekerjaan, pengalaman terdahulu pada pekerjaan di
Indonesia yang mirip/sejenis dan lingkup kerja yang tertera pada
KAK.
Jadual penugasan personil dapat dilihat pada Tabel VI-2.

4. URAIAN TUGAS PERSONIL


Secara rinci uraian tugas personil dalam melaksanakan
pekerjaan ini adalah :

a. TEAM LEADER
Team Leader adalah seorang Ahli Madya atau seorang tenaga Ahli
Sipil, harus seorang Sarjana Teknik Strata Satu (S1) Jurusan Teknik
Sipil lulusan Universitas Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta yang
telah terakreditasi dan memiliki pengalaman dalam melaksanakan
pekerjaan sejenis sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. Jumlah yang
dibutuhkan adalah 1 (satu) orang.
Tugas dan tanggung jawab Team Leader meliputi :
1. Mengatur semua personil yang terlibat dalam pekerjaan
pengambilan data lapangan.
2. Menyusun rencana kerja dan pembagian tugas kerja.

Halaman D - 122
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

3. Menganalisa kondisi eksisting, data-data pendukung baik data


primer maupun sekunder terhadap aspek kependudukan,
ekonomi, karakteristik kawasan, dan sebagainya.
4. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan kawasan.
5. Bersama dengan anggota tim merancang tipologi jalan dan
jembatan yang akan direncanakan.
6. Turut menyusun laporan-laporan dan mampu
mempresentasikan hasil pekerjaan.

b. AHLI AHLI JALAN RAYA


Ahli Teknik Jalan adalah ahli yang memiliki kompetensi

merancang geometrik dan struktur jalan, melaksanakan dan

mengawasi pekerjaan konstruksi jalan. Mempunyai sertifikat

keahlian Perencana Jalan dengan jumlah Orang Bulan sebesar 1

(satu) OB. Tenaga ahli yang disyaratkan adalah Sarjana Teknik

Sipil Strata 1 (S1) lulusan universitas/perguruan tinggi negeri

atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau

perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi yang

berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaan

studi/perencanaan jalan dan jembatan lebih diutamakan/disukai

5 (lima) tahun. Tenaga ahli tersebut tugas utamanya adalah :

– Menyusun rencana kerja survei serta mengendalikan semua

personil yang terlibat dalam pengumpulan data lapangan.

– Memeriksa hasil pengumpulan data lapangan serta

menganalisanya.

Halaman D - 123
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

– Bertanggung jawab atas semua analisa/ perhitungan perkerasan

dan perencanaan geometrik jalan/ jembatan serta gambar-

gambar.

C. AHLI ESTIMASI
Ahli Estimator adalah seorang Ahli Muda harus seorang Sarjana
Teknik Strata Satu (S1) JurusanTeknik Sipil lulusan Universitas
Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta yang telah terakreditasi dan
memiliki pengalaman dalam melaksanakan pekerjaan estimator
sekurang - kurangnya 5 (Lima) tahun. Jumlah yang dibutuhkan
adalah 1 (satu) orang.

Kebutuhan Asisten Tenaga Ahli terdiri dari :


a. ASISTEN AHLI TEKNIK JALAN
Asisten Ahli Teknik Jalan sebanyak 1 orang dengan syarat minimal
pendidikan S1 Teknik Sipil serta berpengalaman minimal 2 tahun.
Bertugas mendampingi tenaga ahli teknik jalan dalam
menyelesaikan tugasnya.

Kebutuhan Tenaga TEKNISI terdiri dari :

Adalah Tenaga Teknisi yang diperlukan untuk melaksanakan

pekerjaan ini adalah yang terdiri dari sebagai berikut

1. Surveyor
Tenaga yang disyaratkan seorang Sarjana Muda (D3) atau Sarjana

Halaman D - 124
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

Teknik Strata Satu (SI) Jurusan Teknik Sipil lulusan


universitas/perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta
yang telah terakreditasi yang berpengalaman dibidangnya sekurang
- kurangnya 3 (Tiga) tahun.Jumlah tenaga yang dibutuhkan adalah 2
(dua) orang.

2. Lab Technician

Tenaga yang disyaratkan seorang Sarjana Muda (D3) atau Sarjana


Teknik Strata Satu (SI) JurusanTeknik Sipil lulusan
universitas/perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta
yang telah terakreditasi yang berpengalaman dibidangnya
sekurang - kurangnya 1 (satu) tahun. Jumlah tenaga yang
dibutuhkan adalah 2 (dua) orang.Sarjana muda berpengalaman
Nol tahun, dan untuk SLTA/STM minimal 5 (lima) tahun.
Berpengalaman dalam pelaksanaan pekerjaan penyelidikan
lapangan untuk pekerjaan sipil khususnya teknik jalan dan
jembatan, termasuk pemeriksaan tanah, pengukuran Geodesi,
survey material. Tugas dan tanggung jawab Surveyor adalah
mengumpulkan semua data yang dibutuhkan dari lapangan dan
bertanggung jawab atas ketelitian hasil yang didapat. Staff ini
dibutuhkan sebanyak 1 (satu) orang.
Kebutuhan Tenaga pendukung terdiri dari :

Tenaga Pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan


pekerjaan ini adalah yang terdiri dari sebagai berikut :
1. Operator Komputer
Komputer/ Sekretaris adalah minimal Tamatan Sekolah Menengah
Umum (SMU) atau sederajat dengan berpengalaman dalam
bidang administrasi kegiatan pekerjaan teknik sipil dan
operasional komputer, gambar-gambar teknik sipil, khususnya
jalan raya dan jembatan. Dapat bekerja dengan cepat dengan

Halaman D - 125
CV. SAUNARUNG MAHA CIPTA

tingkat ketelitian yang tinggi dan mampu memperbaiki komputer


2. CAD Operator
CAD Operator adalah minimal Tamatan Sekolah Menengah Umum
(SMU) atau sederajat dengan berpengalaman dalam bidang
draffter atau Autocad untuk kegiatan pekerjaan teknik sipil,
gambar-gambar teknik sipil, khususnya jalan raya dan jembatan.
Dapat bekerja dengan cepat dengan tingkat ketelitian yang
tinggi.

Halaman D - 126

Anda mungkin juga menyukai