04
RUMAH SAKIT TK.IV 02.07.02 LAHAT
PANDUAN
KOMUNIKASI EFEKTIF
Mengingat 1. Undang
: – undang nomor 44 tahun 1999 tentang kesehatan.
2. Permenkes nomor 159 b/1988 tentang rumah sakit.
3. Keputusan menteri kesehatan nomor 1333/menkes/
SK/XII/1999 tentang standar pelayanan rumah sakit.
4. Surat edaran Dirjen Pelayanan Medik No. YM.01.04.3.5.2504
tentang pedoman hak dan kewajiban pasien, dokter dan
rumah sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor : 012 tahun 2012
tanggal 1 Maret Tentang Akreditasi.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Keputusan Rumah Sakit Tk.IV 02.07.02 Lahat Tentang
Pemberlakuan Panduan Komunikasi Efektif untuk mendorong
keterlibatan pasien dan keluarga dalam proses pelayanan di
Rumah Sakit Tk.IV 02.07.02 Lahat.
Kedua : Panduan ini menjadi acuan bagi Rumah Sakit untuk
melaksanakan komunikasi secara efektif di Rumah Sakit Tk. IV
02.07.02 Lahat sebagaimana tercantum dalam lampiran
keputusan ini.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Lahat
pada tanggal : 9 Januari 2019
Karumkit Tk. IV 02.07.02 Lahat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Pengertian
Komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” yang artinya
bersama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu
proses penyampaian pikiran atau informasi (pesan) dari satu pihak ke
pihak lain dengan menggunakan suatu media. Menurut ahli kamus bahasa,
komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai
kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama
terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh
keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain
menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi
diantara individu melalui sistem lambing-lambang, tanda-tanda atau tingkah
laku.
C. Klasifikasi Komunikasi
Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi
diklasifikasikan menjadi :
1. Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri
antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal merupakan
keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik
dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima
pesan, meberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses intern
yang berkelanjutan.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator
dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau
antara seorang tenaga medis dengan pasien.
3. Komunikasi Kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok.
Komunikasi tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang
lainnya, komunikasi juga dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut
dengan komunikasi kelompok. Menurut Michael Burgoon, komunikasi kelompok
adalah interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan
yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan
masalah, dimana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota- anggota yang lain secara tepat, misalnya organisasi profesi, kelompok
remaja dan kelompok-kelompok sejenisnya. Komunikasi dapat dalam bentuk
diskusi, rapat dan sebagainya.
4. Komunikasi Publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di depan
umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu
informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan ketrampilan
komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan
efisien.
5. Komunikasi Organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar
organisasi baik secara formal maupun informal. Komunikasi organisasi pada
umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi serta hubungan
antarmanusia.
6. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang tersebar
di suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan
komunikan yang sama.
D. Jenis Komunikasi
Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis,
komunikasi verbal, komunikasi non-verbal, komunikasi satu arah dan
komunikasi dua arah.
1. Komunikasi Tertulis
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual
maupun melalui media seperti email, surat, media cetak. lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu :
- Lengkap
- Ringkas
- Pertimbangan
- Konkrit
- Jelas
- Sopan
- Benar
Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan
perkembangan pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya
yang memiliki fungsi sebagai berikut :
2. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi
dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti
telepon. Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni
dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara
langsung dalam bentuk respon
dari pihak komunikan.
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif,
kosa kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan
kesesuaian. Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah
Sakit dalam hal pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Kelebihan dari komunikasi ini adalah memungkinkan setiap individu untuk
merespon secara langsung.
Dalam menyebutkan kata yang sulit maka pemberi pesan harus mengeja huruf
dengan menggunakan kode alfabeth internasional yaitu :
Sumber Wikipedia
4. Komunikasi Non Verbal
Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan
kata-kata. Komunikasi ini adalah cara yang paling meyakinkan untuk
menyamoaikan pesan kepada orang lain. Tenaga medis perlu menyadari pesan
verbal dan non verbal yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan karena pesan non verbal dapat
memperkuat pesan yang disampaikan secara verbal, misalnya, menggunakan
gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, simbol-simbol serta
cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan
gaya berbicara.
Komunikasi non verbal meliputi beberapa hal sebagai berikut :
- Metakomunikasi
Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara
komunikator dan komunikan disebut metakomunikasi
misalnya, tersenyum meskipun hati kecewa atau marah.
Metakomunikasi dapat dilihat dari :
- Penampilan fisik
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian dalam
komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian dan cara berhias
akan menunjukkan kepribadian seseorang. Tenaga medis yang memperhatikan
penampilan diri dapat menampilkan citra profesionalisme yang positif.
- Nada suara atau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan oleh
seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian emosi merupakan
faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
- Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajar. Sakit,
susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat diketahui dari ekspresi
wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar dalam menentukan
pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap muka.
E. Model Komunikasi
Unsur komunikasi
1. Sumber Informasi (Source)
Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan pemikiran atau
informasi yang dimilikinya kepada orang lain (penerima pesan). Pengirim pesan
bertanggung jawab dalam menerjemahkan pemikiran atau informasinya
menjadi sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, non verbal dan
tulisan atau kombinasi dari ketiganya. Pengirim pesan (komunikator) yang baik
adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas tentang
informasi yang disampaikan cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar
yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
3. Saluran (Channel)
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali
komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan
dua, tiga atau empat saluran yang berbeda secara simultan.
Contoh :
Dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara),
tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara
visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan
(saluran olfaktori) dan seringkali kita saling menyentuh (saluran taktil). Media
fisik yang sering digunakan di rumah sakit adalah telepon, brosur, surat edaran,
memo, internet , dll.
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan tanggapan komunikan terhadap pesan yang
diberikan oleh komunikator. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau
non verbal dan sangat penting sekali sebagai proses klarifikasi untuk
memastikan tidak terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan pesan. Pada
saat penerima pesan melakukan proses umpan balik, pengirim pesan
(komunikator) yang baik harus memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Cara berbicara
Komunikator harus menguasai cara berbicara termasuk cara bertanya
(mengerti waktu penggunaan pertanyaan tertutup dan terbuka),
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar
Komunikator harus mendengarkan dengan baik umpan balik dari
penerima pesan tanpa memotong pembicaraannya.
c. Cara mengamati
Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan misalnya
bahasa non verbal yang digunakan di balik ungkapan kata atau
kalimatnya, gerakan tubuhnya.
d. Menjaga sikap
Komunikator harus menjaga sikap selama berkomunikasi dengan
komunikan (bahasa tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi dan
untuk menghindari kesalahpaham dalam mengartikan gerak tubuh yang
dilakukan oleh komunikator.
6. Gangguan
Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi
kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan.
3. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga
mengenai kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan.
a. Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi
yang telah diberikan.
b. Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dpat dilakukan
dengan cara menanyakan kepada keluarganya engan pertanyaan yang sama,
yaitu “Apakah Bapak/Ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”
(lihat selengkapnya di Panduan Penanganan Pasien Difabel).
c. Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi)
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien
mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
1. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu, lengkap, tidak ragu-
ragu dan dimengerti oleh penerima instruksi
2. Komunikasi efektif dilakukan antara petugas kesehatan, Antara Petugas
Pengedukasi Dengan Pasien Dan Keluarga Serta Tim PKRS Dengan
Masyarakat baik dilakukan secara lisan maupun tulisan
3. Perintah lisan dan yang melalui telepon hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap dan di dokumentasikan oleh penerima perintah
4. Perintah lisan dan yang melalui telepon secara lengkap dibacakan kembali
oleh penerima perintah
5. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi ulang oleh individu yang
memberi perintah
6. Perintah lisan atau melalui telepon dimintakan tanda tangan pemberi
perintah dan di sertai tanda tangan saksi
7. Pada saat pembacaan ulang individu yang menerima instruksi atau hasil
test, mendengarkan informasi yang diberikan
8. Pada keadaan tertentu pembacaan ulang, mungkin tidak dapat
dilaksanakan, dikarnakan dapat membahayakan keselamatan pasien yaitu :
a) Kegawat daruratan yang jelas seperti Cardias arrest
b) Pada saat dokter sedang melakukan tindakan steril
9. Semua bagian dipelayanan kesehatan yang menghasilkan hasil test yang
kritikal akan menyampaikan kepada dokter / bagian yang memberi intruksi
10. Individu yang menerima hasil test kritikal akan mencatat hasil tersebut
kedalam catatan medik dan melakukan pembacaan ulang kepada individu
yang menyampaikan hasil test
BAB IV
TATA LAKSANA
d. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan
organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses
komunikasi.
3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan
memberikan makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu
mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat
oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang
berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan
efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien.Terdapat dua katergori umum aktivitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan
dan saat pasien mengalami masalah psikologis.
Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien
dapat berperan sebagai sumber atau pengrim pesan dan penerima pesan
secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang
dirasakan atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya.
Sementara tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan pada saat
menyampaikan penjelasan penyakit, rencana
pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak
dari dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini,
tenaga medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa
yang disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan
memperhatikan setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang
dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau
pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahuan yang
ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika
pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif
memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan yang telah.
disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”.
Dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu
pasien, “Kalau dia panas, berikan obatnya.” Pengertian panas oleh ibu pasien
mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu
mencari cara untuk memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama,
misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer.
Dokter mengajarkan cara menggunakan termometer untuk mengetahui
keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan obat yang telah diresepkan
dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka tertentu yang
dimaksud dokter mengalami “panas”.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda,
rasa yang berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan
intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada
perbedaan diagnosa maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter
sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah
interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti
sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru
dapat dikatakan lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari
penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai
(penerima pesan memahami sesuai yang diharapkannya).
Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala.
Illness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu
merupakan pengalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi
kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya, apa yang
dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut
pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter- pasien
(doctor-patient partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan
saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah
dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat
sederhana dan aplikatif.
Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka
yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended
question by the doctor)
Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead
through closed question by the doctor)
Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan
berdasarkan negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both)
Keterangan :
Level 3 – 5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang
penyakitnya, secara eksplisit.
Contoh-contoh kalimat :
Level 5 : Berbagi pengalaman maupun perasaan “Ya saya mengerti
hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa
pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian
setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat
khawatir.
Level 4 : Konfirmasi “Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti
seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan
berolahraga.”
Level 3 : Penghargaan “Anda bilang Anda sangat stress datang ke
sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang
membuat Anda stress?”
Level 2 : Pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien
(terhadap penyakitnya) secara implicit.
Pasien : “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja.”
Dokter : “Ya…? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?”
Level 1 : Pengenalan secara sambil lalu “A-ha”, tapi dokter
mengerjakan hal lain, menulis, membalikkan badan,
menyiapkan alat, dan lain-lain.
Level 0 : Penolakan terhadap apa yang menjadi sudut pandang
pasien.
- Mengacuhkan pendapat pasien
- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat
pasien, seperti “Kalau stress ya, mengapa datang ke
sini?!” atau “Ya, lebih baik operasi saja sekarang.”
1. Populasi masyarakat
Untuk daerah sasaran rumah sakit populasi yang ada meliputi masyarakat
umum tanpa mempunyai asuransi, masyarakat dengan peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan yaitu peserta ex.
Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan TNI/Polri), pasien kesecelakaan dengan
menggunakan asuransi Jasa Raharja, dan pasien peserta Asuransi Kesehatan
perusahaan - perusahaan swasta yang bekerjasama dalam pelayanan
kesehatan bagi karyawan.
2. Strategi
Komunikasi dilakukan melaui radio, banner, spanduk dan komunikasi
langsung ke masyarakat serta merangkul Tokoh Masyarakat Sekitar dan
perusahaan-perusahaan.
3. Isi informasi
Informasi yang disampaikan adalah jenis pelayanan yang terdapat di rumah
sakit, jam pelayanan dan bagaimana akses pelayanan dari masyarakat ke
rumah sakit termasuk kualitas pelayanan yang diberikan. Serta Edukasi tentang
penyakit baik itu pencegahan, pengobatan maupun rehabilitasinya.
a. Melalui telepon
Komunikasi yang dilakukan melalui telepon, dimana saat mendaftar
pasien diminta menyebutkan nama dokter yang dituju, nama pasien dan nomor
rekam medis oleh petugas operator. Petugas operator akan mengkonfirmasi
apa yang didengarnya untuk input pendaftaran. Dalam melakukan konfirmasi,
komunikan terkadang menghadapi kesulitan menuliskan sesuatu informasi
sehingga harus menjabarkan hurufnya satu per satu dengan menggunakan
alfabeth.
b. Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali
harus dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja
untuk mendaftar. Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu
diarahkan ke tempat yang sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak
awal dengan rumah sakit ini, perlu disambut dengan 4S (senyum, sapa, salam,
Santun ) oleh petugas pendaftaran. Sambutan tersebut berupa salam hangat
yang dapat membuat mereka merasa tentram berada di rumah sakit. Di tempat
tersebut, pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan
keperluan yang dituju.
2. Komunikasi Efektif Rawat Jalan
Saat pasien berada di Instalas Rawat Jalan pasien harus melakukan
timbang, tensi, atau ukur tinggi badan di ruang nurse station (NS). Perawat
akan melakukan komunikasi dengan melakukan 4S (senyum, sapa, salam ,
santun ) dan mengarahkan pasien sesuai dengan dokter/keperluan yang dituju.
Rumah sakit menyediakan ruangan poliklinik untuk pasien rawat jalan yang
memerlukan konsultasi atau ingin mendapatkan informasi. Konsultasi dilayani
oleh dokter spesialis, dokter umum, bidan dan konselor. Konsultasi dapat
dilakukan secara individual dan berkelompok. Konsultasi secara berkelompok
contohnya kursus pra persalinan, kursus perawatan bayi dan senam hamil.
Ruang konsultasi dilengkapi dengan media komunikasi seperti laptop, LCD dan
gambar-gambar. Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan
adalah orang yang mengantarkannya ke rumah sakit. Mereka ini tidak dalam
keadaan sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari
berbagai media komunikasi yang tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di setiap
poliklinik, khususnya ruang tunggu, dipasang poster-poster, disediakan
selebaran (leaflet), dipasang televisi dan VCD/DVD player yang dirancang
untuk menayangkan informasi tentang kesehatan. Konsultasi yang dilakukan
secara individual dilakukan dengan sikap profesional, menurut Konsil
Kedokteran Indonesia (2006), sikap profesional ini penting untuk membangun
rasa nyaman, aman, dan percaya yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional
ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses
konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi.
Ditetapkan di : Lahat
pada tanggal : 9 Januari 2019
Karumkit Tk. IV 02.07.02 Lahat