Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas


1.1.1 Pengkajian
1. Pengkajian Inti/Core
a. Demografi
Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri atas: umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, dan
keyakinan. Data demografi yang perlu dikaji dalam keluarga atau
masyarakat adalah nama anggota keluarga, umur, jenis kelamin,
pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, dan agama.
b. Nilai dan Kepercayaan
Bagian dari inti komunitas adalah nilai, keyakinan, dan praktik
keagamaan penduduk.Setiap komunitas bersifat unik dengan nilai,
keyakinan, dan praktik keagamaan yang mengakar pada tradisi dan
secara kontinu berkembang serta tetap eksis karena memenuhi
kebutuhan masyarakat. Semua kelompok etnik mempunyai nilai dan
keyakinan yang berinteraksi dengan sistem komunitas untuk
mempengaruhi kesehatan warganya. Dalam masyarakat ditanyakan
keyakinan terhadap sehat dan sakit, tempat mereka berobat dan
usaha menyembuhkan sakit atau meningkatkan derajat kesehatan.
c. Sejarah
Sejarah dalam komunitas adalah terkait dengan sejarah
masyarakat, daerah yang terkait dengan kesehatan yang pernah
dialami oleh masyarakat.Tokoh masyarakat yang disegani yang
mengetahui sejarah daerah. Data sejarah yang perlu ditanyakan
kepada keluarga adalah riwayat anggota keluarga yang menderita
ISPA, cara penatalaksanaan, riwayat pengobatan.

d. Vital Statistik
Data vital statistik meliputi angka kelahiran, angka kematian,
angka kesakitan, 10 penyakit penyebab kematian terbanyak dll.
1.1.2 Subsistem
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang berpengaruh
terhadap kesehatan masyarakat. Untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan juga kebersihan lingkungan
sekitar dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Data
subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalah bahan utama
bangunan, jumlah kamar tidur, jenis lantai, ventilasi rumah, luas
ventilasi,alat penerangan, kelembapan, dan masuk tidaknya cahaya
matahari.
2. Keamanan dan Transportasi
Di lingkungan tempat tinggal, tersediannya ambulan desa,
tersedianya kendaraan umum (Ojek, Angkot), tersediannya
kendaraan pribadi (Mobil, Sepeda Motor), tersediannya jalan
pintas,penggunaan jalan umum, serta kondisi jalan menuju layanan
kesehatan
3. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial yang tersedia untuk melakukan
deteksi dini gangguan atau merawat dan memantau apabila
gangguan sudah terjadi. Hal yang perlu dikaji dalam pelayanan
kesehatan dan sosial adalah ketersediaan tenaga kesehatan, jarak
RS, ketersediaan klinik dan gawat darurat, mencari pelayanan
kesehatan, jarak puskesmas, dan adanya jaminan kesehatan.
4. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas perlu diketahui apakah sudah
mencukupi dengan standar yang ada, sehingga upaya pelayanan
kesehatan yang diberikan dapat efektif. Yang perlu dikaji adalah jenis
pekerjaan warga sekitar, jumlah penghasilan rata-rata keluarga tiap
bulan, ketersediaan lapangan kerja, jumlah pengeluaran rata-rata
yang dikeluarkan dalam sehari, adakah alokasi simpanan dana untuk
kesehatan, status kepemilikan rumah, kepemilikan asuransi
kesehatan.
5. Pendidikan
Pendidikan atau tingkat pengetahuan penting dalam pengkajian
karena untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan warga sekitar
tentang penyakit hipertensi. Yang perlu dikaji dalam subsistem
pendidikan atau tingkat pengetahuan yaitu, pengetahuan umum
tentang penyakit hipertensi seperti, pengertian, tanda dan gejala
penyakit, komplikasi, pencegahan dan pengobatan.
6. Politik dan Pemerintahan
Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat terutama dalam penyediaan sarana pelayanan
kesehatan untuk menunjang kesehatan warga sekitar. Di masyarakat
yang perlu dikaji adalah, adanya jadwal pelaksana kegiatan PKK,
rutinitas kegiatan PKK, program PKK, tersedianya kader-kader
kesehatan tiap RT, rutinitas kegiatan kader untuk menunjang
kesehatan di masyarakat, serta keterlibatan warga dalam kegiatan
pemerintah.
7. Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah penting dalam
menerima informasi terutama terkait dengan kesehatan. Sarana
komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut
untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan kesehatan
(misalnya: televisi, radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada
komunitas). Dalam subsistem komunikasi yang perlu dikaji adalah
penggunaan alat komunikasi (telepon, handphone, tv, radio, koran
dll), ketersediaan tempat untuk kegiatan bersama warga, antusias
warga dalam mendapatkan informasi kesehatan.
8. Rekreasi
Rekreasi disekitar daerah apakah terdapat masalah atau dapat
menimbulkan masalah kesehatan kepada masyarakat disekitarnya.
Yang perlu dikaji dalam subsistem rekreasi adalah ketersediaan
fasilitas bermain anak-anak dan bentuk rekreasi yang sering
dilakukan.
1.1.3 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan Keluarga
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa
seberapa besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa
berat reaksi yang timbul dalam masyarakat tersebut. Kemudian
dijadikan dasar dalam pembuatan diagnosa atau masalah
keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Muecke (1995) terdiri
dari masalah kesehatan, karakteristik populasi dan lingkungan yang
dapat bersifat aktual, ancaman dan potensial.
1.1.4 Perencanaan Tindakan Keperawatan
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder,
tersier yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang
sesuai dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap
perencanaan ini meliputi penyusunan, pengurutan masalah
berdasarkan diagnosa komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan
masalah), penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi
intervensi dan rencana evaluasi.
1.1.5 Implementasi
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat
pencegahan yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit
atau disfungsi dan diaplikasikan ke populasi sehat pada
umumnya, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum
dan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit. Misalnya,
kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan bimbingan
dini dalam kesehatan keluarga.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan
pada saat terjadinya perubahan derajat kesehatan
masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini
dan inervensi yang tepat untuk menghambat proses penyakit
atau kelainan sehingga memperpendek waktu sakit dan
tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi
segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai
balita.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan
pada pengembalian individu pada tingkat fungsinya secara
optimal dari ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini
dimulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidakmampuan
yang menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi
semula dan menghambat proses penyakit.
1.1.6 Evaluasi
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil
yang diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur,
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah
melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan kriteria
evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat
keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.
2.2 Evidence Based Practice Penanganan Hipertensi
Penanganan penyakit hipertensi dilakukan berdasarkan evidence based
berikut ini:
1. Effects of the dash diet and walking on blood pressure in patients with
type 2 diabetes and uncontrolled hypertension: a randomized controlled
trial
2. Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darag
pada lansia dengan hipertensi di upt panti werdha mojopahit mojokerto
3. Pengaruh pemberian jus jambu biji terhadap tekanan darah lansia
penderita hipertensi di pundung nogotirto gamping sleman yogyakarta
4. Pengaruh slow deep breathing dalam menurunkan nyeri kepala pada
penderita hipertensi di puskesmas x dan puskesmas y
5. Pengaruh senam tai chi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi
6. Latihan isometrik bermanfaat menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi
7. Effect of selected yogic practices on the management hypertension
8. Efek relaksasi terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi
9. Pengaruh pemberian jus tomat terhadap perubahan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi di desa wonorejo
kecamatan lawang malang
10. Efektivitas pemberian terapi rendam kaki air jahe hangat terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di panti werdha
pucang gading semarang
11. Pengaruh pemberian teh hijau dan madu terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi di rw 24 kelurahan pringgokusuma
yogyakarta
12. The effec of education provided ising the roy's adaptation model on
hypertension management
13. Efektifitas konsumsi semangka untuk menurukan tekanan drmarah tinggi
pada usia lanjut penderita hipertensi
14. Pengaruh terapi herbal air kelapa muda terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi di desa tambahrejo kecamatan bandar
kabupaten batang
15. Diet untuk kontrol hipertensi
16. Pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah lansia dengan hipertensi
pasa kelompok senam lansia di banjar kaja sesetan denpasar selatan
17. Pengaruh konseling motivational interviewing terhadap kepatuhan minum
obat penderita hipertensi
18. Music theraphy effect on the quality of live and the blood pressure of
hypertensive patients
19. Pengaruh konsumsi pisang (musaparadisiaca l.) Terhadap tekanan darah
penderita hipertensi di dusun jitengan balecatur gamping sleman
yogyakarta
20. Perbandingan keefektifan belimbing manis dan mentimun terhadap
penurunan tekanan darah penderita hipertensi di wilayah kerja
puskesmas sei jang kota tanjungpinang
21. Pengaruh pemberian susu kedelai terhadap tekanan darah pasien
hipertensi di rs islam jakarta pondok kopi
22. Efektifitas jus belimbing terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
di kelurahan tawangmas baru kecamatan semarang barat
2.3 Peran Perawat
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dam unit social
(Robbins, 2002). Peran dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam
maupun dari luar dan bersifat stabil. Banyak peranan yang dapat dilakukan
oleh perawat kesehatan masyarakat oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah (Widyanto, 2014):
a. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care provider)
Peran perawat sebagai care provider ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat berupa asuhan keperawatan
masyarakat yang utuh (holistic) serta berkesinambungan
(komprehensif). Asuhan keperawatan dapat diberikan secara langsung
maupun secara tidak langsung pada berbagai tatanan kesehatan
meliputi puskesmas, ruang rawat inap puskesmas, puskesmas
pembantu, puskesmas keliling sekolah, panti, posyandu, dan keluarga.
b. Peran Sebagai Pendidik (Educator)
Peran sebagi pendidik (educator) menuntut perawat untuk
memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat baik di rumah, puskesmas dan di
masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang optimal.
Perawat bertindak sebagai pendidik kesehatan harus mampu mengkaji
kebutuhan klien yaitu kepada individu, keluarga, kelompok masyarakat,
pemulihan kesehatan dari suatu penyakit, menyusun program
penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik sehat maupun sakit.
Misalnya penyuluhan tentang nutrisi, senam lansia, manajemen stress,
terapi relaksasi, gaya hidup bahkan penyuluhan mengenai proses
terjadinya suatu penyakit.
c. Peran sebagai konselor (Counselor)
Peran sebagai konselor melakukan konseling keperawatan
sebagai usaha memecahkan masalah secara efektif. Pemberian
konseling dapat dilakukan dengan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
d. Peran sebagai panutan (Role Mode)
Peran kesehatan masyarakat harus dapat member contoh yang
baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat tentang bagaimana tatacara hidup sehat yang dapat ditiru
dan dicontoh oleh masyarakat.
e. Peran sebagai pembela (Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau
tingkat komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan
fungsinya melalui pelayanan social yang ada pada masyarakat. Seorang
pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk
didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan
kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien.
f. Peran sebagai manajer kasus (Case Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola
berbagai kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat
sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.
g. Peran sebagai kolaborator
Peran sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara
bekerja sama dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi,
ahli radiologi, dan lain-lain dalam kaitannya membantu mempercepat
proses penyembuhan klien. Tindakan kolaborasi atau kerjasama
merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang lain pada
tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat penting untuk
merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.
h. Peran sebagai penemu kasus (Case Finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul
serta berdampak terhadapat status kesehatan melalui kunjugan rumah,
pertemuan-pertemuan observasi dan pengumpulan data. (Widyanto,
2014).
1) Peran Pada Invidu Atau Keluarga
2) Sebagai pelaksana kesehatan
3) Sebagai pendidik
4) Sebagai konselor
5) Sebagai peneliti
i. Perawat kesehatan masyarakat sekolah
Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang difokuskan pada
anak ditatanan pendidikan guna memenuhi kebutuhan anak dengan
mengikut sertakan keluarga maupun masyarakat sekolah dalam
perencanaan pelayanan (Logan, BB, 1986). Fokus utama perawat
kesehatan sekolah adalah siswa dan lingkungannya dan sasaran
penunjang adalah guru dan kader.
j. Peran dalam bidang kesehatan kerja
Perawatan kesehatan kerja adalah penerapan prinsip-prinsip
keperawatan dalam memelihara kelestarian kesehatan tenaga kerja
dalam segala bidang pekerjaan. Perawat kesehatan kerja
mengaplikasikan praktik keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan
unik individu, kelompok dan masyarakat ditatanan industry, pabrik, tempat
kerja, tempat konstruksi, universitas dan lain-lain.
k. Perawatan kesehatan di rumah
Perawatan kesehatan dirumah adalah bagian dari rangkaian
perawatan kesehatan umum yang disediakan pada individu dan
keluarga untuk meningkatkan, memelihara dan memulihkan kesehatan
guna memaksimalkan kesehatan dan meminimalkan penyakit.
(Ilmi, 2011).
1. Fungsi perawat komunitas
Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan sistem organ
fungsional sampai molekuler. Kegiatan ini dilakukan dengan diprakarsai
oleh perawat dan
perawat bertanggung jawab serta bertanggung gugat atas rencana
keputusan tindakannya.
a. Fungsi Dependen yaitu kegiatan yang dilakukan dan dilaksanakan oleh
seorang perawat atas instruksi dari tim kesehatan lainnya (dokter, ahli
gizi, radiologi dan lainnya).
b. Fungsi Interdependen, fungsi ini berupa kerja tim (Astuti, 2014).
2.4 Penyakit Tidak Menular
2.4.1 Konsep Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di
dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya
disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk
dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi
rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang
berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di
negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab
kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit
cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%),
sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang
lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian
disebabkan diabetes (WHO, 2011).
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak
Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia,
peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin.
Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat
penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes.
Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa
kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38
juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti
malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa
saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2012). Pada
negara-negara menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab
terhadap tiga kali dari tahun hidup yang hilang dan disability (Disability
adjusted life years=DALYs) dan hampir lima kali dari kematian penyakit
menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi (WHO, 2011)
Secara global, regional dan nasional pada tahun 2030 transisi
epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin
jelas. Diproyeksikan jumlah kesakitan akibat penyakit tidak menular dan
kecelakaan akan meningkat dan penyakit menular akan menurun. PTM
seperti kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta penyakit kronik
lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2030.
Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan
penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun
2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor
risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia
yang makin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan
hidup.
2.4.2 Definisi Penyakit Tidak Menular
Penyakit Tidak Menular (selanjutnya disingkat PTM) adalah penyakit yang
perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang panjang
(kronik) (Kemenkes RI, 2016). Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal
sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka
memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang secara
lambat (Riskesdas, 2013). Menurut Permenkes No. 71 tahun 2015, bahwa
kelompok Penyakit Tidak Menular berdasarkan sistem dan organ tubuh
terdiri dari; penyakit keganasan, penyakit endokrin, nutrisi, dan metabolik,
penyakit sistem saraf, penyakit sistem pernapasan, penyakit sistem
sirkulasi, penyakit mata dan adnexa, penyakit telinga dan mastoid, penyakit
kulit dan jaringan subkutanius, penyakit sistem musculoskeletal dan jaringan
penyambung, penyakit sistem genitourinaria, penyakit gangguan mental dan
perilaku, penyakit kelainan darah dan gangguan pembentukan organ darah.
2.4.3 Jenis Penyakit Tidak Menular
Bedasarkan Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (PANDU PTM)
oleh Kemenkes RI tahun 2016, PTM dapat dibedakan menjadi 5 yaitu;
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes Melitus dan Gangguan
Metabolik, Penyakit Paru Kronik, Penyakit Kanker, Gangguan Indera dan
Fungsional. Sedangkan menurut Riskesdas 2013, PTM meliputi : (1) asma;
(2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid;
(6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal
ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik.
2.4.4 Epidemiologi PTM di Indonesia
Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari 31,7
persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Asumsi terjadi
penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang
berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang
berobat ke fasilitas kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi
berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat
hipertensi) dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Hal
yang sama untuk stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban
responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari
8,3 per 1000 (2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013).

Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin meningkat. Dari


sepuluh penyebab utama kematian, satu diantaranya adalah penyakit tidak
menular. Salah satunya hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang
mengalami peningkatan terus-menerus dari tahun ke tahun. Salah satu
prioritas utama dalam penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu hipertensi.
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada
umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%),
diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa
Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang
didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen.
Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai
tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7
persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8%
+ 0,7 %) (Kemenkes RI, 2016).
2.5 Hipertensi
2.5.1 Definisi Hipertensi
Menurut Riskesdas tahun 2013, hipertensi adalah suatu keadaan ketika
tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut
dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini
dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital
seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah
didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga
kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita
hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk tekanan
darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang digunakan pada
penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil
pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik
≥90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥18 tahun,
maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung
hanya pada penduduk umur ≥18 tahun. Mengingat pengukuran tekanan
darah dilakukan pada penduduk umur ≥15 tahun maka temuan kasus
hipertensi pada umur 15-17 tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan
dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi.
2.5.2 Klasifikasi Hipertensi
Menurut infodatin Kemenkes Ri tahun 2016, berdasarkan dari penyebab
terjadinya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Berdasarkan penyebab
b. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hid up seperti
kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada
sekitar 90% penderita hipertensi.
c. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
2. Berdasarkan bentuk Hipertensi
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), Hipertensi campuran
(sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension).

Terdapat jenis hipertensi yang lain:


1. Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan
sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi
penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam
melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi
pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia
pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan dengan
perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per
1 juta penduduk, dengan mean survival / sampai timbulnya
gejala penyakit sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk
hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health;
bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau
"mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat
istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan
adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit myokardium,
penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.
2. Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya
terdapat pada saat kehamilan, yaitu:
a. Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi
yang diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan ( selain
tekanan darah yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada
air kencingnya ). Preeklamsi adalah penyakit yang timbul
dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan.
b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak
sebelum ibu mengandung janin.
d. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan
gabungan preeklampsia dengan hipertensi kronik.
e. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat.
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum
jelas. Ada yang mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan
oleh kelainan pembuluh darah, ada yang mengatakan karena
faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan
faktor keturunan, dan lain sebagainya.

Menurut JNC VIII (The Enighth Joint National Committee)


(2013) yang didasarkan pada rata-rata pengukuran dua tekanan
darah atau lebih pada dua kunjungan klinis untuk pasien dewasa
(umur ≥ 18 tahun). Klasifikasi tekanan darah mencakup empat
kategori dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS)
<120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmHg. Pre-
hipertensi tidak dikategorikan sebagai klasifikasi hipertensi tetapi
mengidentifikasi pasien yang tekanan darahnya cenderung
dalam periode meningkat ke klasifikasi hipertensi. Berikut
merupakan tabel klasifikasi Menurut JNC VIII (2013), sebagai
berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VIII Tahun 2013


Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120-139 80-90
Stadium I 140-159 90-99
Stadium II ≥ 160 ≥ 100
Sumber : National Heart, Lung and Blood Institute(NHLBI),
2013
Sedangkan menurut American Heart Association (2014)
menggolongkan hasil pengukuran tekanan darah menjadi:

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VIII Tahun 2013


2.5.3 Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut Corwin (2009) :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer


Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut
ini:
1. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor
genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga
yang memliki tekanan darah tinggi.
2. Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia
bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat
dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada
perempuan.
3. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa
dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya
karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan
tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya
dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia
yang tua karena jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal
yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih
banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya
cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume
darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah
membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh
pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah
bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam
dinding pembuluh darah. Kelenjar adrenal memproduksi suatu
hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini akan lebih banyak
memproduksi hormon tersebut ketika seseorang mengkonsumsi
terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi untuk
menghadirkan protein yang menyeimbangkan kadar garam dan
kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika konsumsi garam
meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan
kalsium dan garam dalam pembuluh darah. Kalsium dikirim
kepembuluh darah untuk menyeimbangkan kembali, kalsium dan
garam yang banyak inilah yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Konsumsi 15 garam
berlebih membuat pembuluh darah pada ginjal menyempit dan
menahan aliran darah. Ginjal memproduksi hormone rennin dan
angiostenin agar pembuluh darah utama mengeluarkan tekanan
darah yang besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa
mengalirkan darah seperti biasanya. Tekanan darah yang besar
dan kuat ini menyebabkan seseorang menderita hipertensi.
Konsumsi garam per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500 –
2000 mg atau setara dengan satu sendok teh. Perlu diingat bahwa
sebagian orang sensitif terhadap garam sehingga mengkonsumsi
garam sedikit saja dapat menaikan tekanan darah. Membatasi
konsumsi garam sejak dini akan membebaskan anda dari
komplikasi yang bisa terjadi.
4. Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga
berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25%
diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan
tekanan darah atau hipertensi.
5. Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup
dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu
hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan
dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat
menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol
yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat
meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika 16 memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol
agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya
hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa
terjadi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus
hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik
yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan
tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf
pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit
tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal
disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal
yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena
adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan
pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal.
Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan memproduksi
berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta
ganguuan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas
jantung, meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan
meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga
mengakibtkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya
hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,
coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis,
gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume
intravaskuler, luka bakar, dan stress karena stres bisa memicu
sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan aktivitas
jantung dan tekanan pada pembuluh darah.
2.5.4 Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut infodatin Kemenkes RI tahun 2016, Penatalaksanaan
hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan ataupun
dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dapat
dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari X - }) sendok
teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman
berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi
penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama
20-25 me nit dengan frekuensi 3-5 x per minggu. Penting juga untuk
cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress. Untuk pemilihan
serta penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk berkonsultasi
dengan dokter keluarga anda.
Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita
hipertensi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemakjenuh tinggi (otak, ginjal, paru,
minyak kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,
crackers, keripik dan makanan keringyangasin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned,
sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan
asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta
sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah
(sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus
sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya
mengandunggaram natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian,
tape.

Di Indonesia terdapat pergeseran pola makan, yang mengarah


pada makanan cepat saji dan yang diawetkan yang kita ketahui
mengandung garam tinggi, lemak jenuh, dan rendah serat mulai
menjamur terutama di kota-kota besardi Indonesia. Dengan mengetahui
gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi diharapkan penderita dapat
melakukan pencegahan dan penatalaksanaan dengan modifikasi
diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga komplikasi yang terjadi
dapat dihindarkan.

Anda mungkin juga menyukai