KONSEP TEORI
d. Vital Statistik
Data vital statistik meliputi angka kelahiran, angka kematian,
angka kesakitan, 10 penyakit penyebab kematian terbanyak dll.
1.1.2 Subsistem
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang berpengaruh
terhadap kesehatan masyarakat. Untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan juga kebersihan lingkungan
sekitar dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Data
subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalah bahan utama
bangunan, jumlah kamar tidur, jenis lantai, ventilasi rumah, luas
ventilasi,alat penerangan, kelembapan, dan masuk tidaknya cahaya
matahari.
2. Keamanan dan Transportasi
Di lingkungan tempat tinggal, tersediannya ambulan desa,
tersedianya kendaraan umum (Ojek, Angkot), tersediannya
kendaraan pribadi (Mobil, Sepeda Motor), tersediannya jalan
pintas,penggunaan jalan umum, serta kondisi jalan menuju layanan
kesehatan
3. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial yang tersedia untuk melakukan
deteksi dini gangguan atau merawat dan memantau apabila
gangguan sudah terjadi. Hal yang perlu dikaji dalam pelayanan
kesehatan dan sosial adalah ketersediaan tenaga kesehatan, jarak
RS, ketersediaan klinik dan gawat darurat, mencari pelayanan
kesehatan, jarak puskesmas, dan adanya jaminan kesehatan.
4. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas perlu diketahui apakah sudah
mencukupi dengan standar yang ada, sehingga upaya pelayanan
kesehatan yang diberikan dapat efektif. Yang perlu dikaji adalah jenis
pekerjaan warga sekitar, jumlah penghasilan rata-rata keluarga tiap
bulan, ketersediaan lapangan kerja, jumlah pengeluaran rata-rata
yang dikeluarkan dalam sehari, adakah alokasi simpanan dana untuk
kesehatan, status kepemilikan rumah, kepemilikan asuransi
kesehatan.
5. Pendidikan
Pendidikan atau tingkat pengetahuan penting dalam pengkajian
karena untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan warga sekitar
tentang penyakit hipertensi. Yang perlu dikaji dalam subsistem
pendidikan atau tingkat pengetahuan yaitu, pengetahuan umum
tentang penyakit hipertensi seperti, pengertian, tanda dan gejala
penyakit, komplikasi, pencegahan dan pengobatan.
6. Politik dan Pemerintahan
Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat terutama dalam penyediaan sarana pelayanan
kesehatan untuk menunjang kesehatan warga sekitar. Di masyarakat
yang perlu dikaji adalah, adanya jadwal pelaksana kegiatan PKK,
rutinitas kegiatan PKK, program PKK, tersedianya kader-kader
kesehatan tiap RT, rutinitas kegiatan kader untuk menunjang
kesehatan di masyarakat, serta keterlibatan warga dalam kegiatan
pemerintah.
7. Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah penting dalam
menerima informasi terutama terkait dengan kesehatan. Sarana
komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut
untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan kesehatan
(misalnya: televisi, radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada
komunitas). Dalam subsistem komunikasi yang perlu dikaji adalah
penggunaan alat komunikasi (telepon, handphone, tv, radio, koran
dll), ketersediaan tempat untuk kegiatan bersama warga, antusias
warga dalam mendapatkan informasi kesehatan.
8. Rekreasi
Rekreasi disekitar daerah apakah terdapat masalah atau dapat
menimbulkan masalah kesehatan kepada masyarakat disekitarnya.
Yang perlu dikaji dalam subsistem rekreasi adalah ketersediaan
fasilitas bermain anak-anak dan bentuk rekreasi yang sering
dilakukan.
1.1.3 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan Keluarga
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa
seberapa besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa
berat reaksi yang timbul dalam masyarakat tersebut. Kemudian
dijadikan dasar dalam pembuatan diagnosa atau masalah
keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Muecke (1995) terdiri
dari masalah kesehatan, karakteristik populasi dan lingkungan yang
dapat bersifat aktual, ancaman dan potensial.
1.1.4 Perencanaan Tindakan Keperawatan
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder,
tersier yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang
sesuai dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap
perencanaan ini meliputi penyusunan, pengurutan masalah
berdasarkan diagnosa komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan
masalah), penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi
intervensi dan rencana evaluasi.
1.1.5 Implementasi
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat
pencegahan yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit
atau disfungsi dan diaplikasikan ke populasi sehat pada
umumnya, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum
dan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit. Misalnya,
kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan bimbingan
dini dalam kesehatan keluarga.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan
pada saat terjadinya perubahan derajat kesehatan
masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini
dan inervensi yang tepat untuk menghambat proses penyakit
atau kelainan sehingga memperpendek waktu sakit dan
tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi
segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai
balita.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan
pada pengembalian individu pada tingkat fungsinya secara
optimal dari ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini
dimulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidakmampuan
yang menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi
semula dan menghambat proses penyakit.
1.1.6 Evaluasi
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil
yang diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur,
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah
melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan kriteria
evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat
keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.
2.2 Evidence Based Practice Penanganan Hipertensi
Penanganan penyakit hipertensi dilakukan berdasarkan evidence based
berikut ini:
1. Effects of the dash diet and walking on blood pressure in patients with
type 2 diabetes and uncontrolled hypertension: a randomized controlled
trial
2. Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darag
pada lansia dengan hipertensi di upt panti werdha mojopahit mojokerto
3. Pengaruh pemberian jus jambu biji terhadap tekanan darah lansia
penderita hipertensi di pundung nogotirto gamping sleman yogyakarta
4. Pengaruh slow deep breathing dalam menurunkan nyeri kepala pada
penderita hipertensi di puskesmas x dan puskesmas y
5. Pengaruh senam tai chi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi
6. Latihan isometrik bermanfaat menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi
7. Effect of selected yogic practices on the management hypertension
8. Efek relaksasi terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi
9. Pengaruh pemberian jus tomat terhadap perubahan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi di desa wonorejo
kecamatan lawang malang
10. Efektivitas pemberian terapi rendam kaki air jahe hangat terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di panti werdha
pucang gading semarang
11. Pengaruh pemberian teh hijau dan madu terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi di rw 24 kelurahan pringgokusuma
yogyakarta
12. The effec of education provided ising the roy's adaptation model on
hypertension management
13. Efektifitas konsumsi semangka untuk menurukan tekanan drmarah tinggi
pada usia lanjut penderita hipertensi
14. Pengaruh terapi herbal air kelapa muda terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi di desa tambahrejo kecamatan bandar
kabupaten batang
15. Diet untuk kontrol hipertensi
16. Pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah lansia dengan hipertensi
pasa kelompok senam lansia di banjar kaja sesetan denpasar selatan
17. Pengaruh konseling motivational interviewing terhadap kepatuhan minum
obat penderita hipertensi
18. Music theraphy effect on the quality of live and the blood pressure of
hypertensive patients
19. Pengaruh konsumsi pisang (musaparadisiaca l.) Terhadap tekanan darah
penderita hipertensi di dusun jitengan balecatur gamping sleman
yogyakarta
20. Perbandingan keefektifan belimbing manis dan mentimun terhadap
penurunan tekanan darah penderita hipertensi di wilayah kerja
puskesmas sei jang kota tanjungpinang
21. Pengaruh pemberian susu kedelai terhadap tekanan darah pasien
hipertensi di rs islam jakarta pondok kopi
22. Efektifitas jus belimbing terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
di kelurahan tawangmas baru kecamatan semarang barat
2.3 Peran Perawat
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dam unit social
(Robbins, 2002). Peran dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam
maupun dari luar dan bersifat stabil. Banyak peranan yang dapat dilakukan
oleh perawat kesehatan masyarakat oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah (Widyanto, 2014):
a. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care provider)
Peran perawat sebagai care provider ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat berupa asuhan keperawatan
masyarakat yang utuh (holistic) serta berkesinambungan
(komprehensif). Asuhan keperawatan dapat diberikan secara langsung
maupun secara tidak langsung pada berbagai tatanan kesehatan
meliputi puskesmas, ruang rawat inap puskesmas, puskesmas
pembantu, puskesmas keliling sekolah, panti, posyandu, dan keluarga.
b. Peran Sebagai Pendidik (Educator)
Peran sebagi pendidik (educator) menuntut perawat untuk
memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat baik di rumah, puskesmas dan di
masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang optimal.
Perawat bertindak sebagai pendidik kesehatan harus mampu mengkaji
kebutuhan klien yaitu kepada individu, keluarga, kelompok masyarakat,
pemulihan kesehatan dari suatu penyakit, menyusun program
penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik sehat maupun sakit.
Misalnya penyuluhan tentang nutrisi, senam lansia, manajemen stress,
terapi relaksasi, gaya hidup bahkan penyuluhan mengenai proses
terjadinya suatu penyakit.
c. Peran sebagai konselor (Counselor)
Peran sebagai konselor melakukan konseling keperawatan
sebagai usaha memecahkan masalah secara efektif. Pemberian
konseling dapat dilakukan dengan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
d. Peran sebagai panutan (Role Mode)
Peran kesehatan masyarakat harus dapat member contoh yang
baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat tentang bagaimana tatacara hidup sehat yang dapat ditiru
dan dicontoh oleh masyarakat.
e. Peran sebagai pembela (Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau
tingkat komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan
fungsinya melalui pelayanan social yang ada pada masyarakat. Seorang
pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk
didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan
kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien.
f. Peran sebagai manajer kasus (Case Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola
berbagai kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat
sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.
g. Peran sebagai kolaborator
Peran sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara
bekerja sama dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi,
ahli radiologi, dan lain-lain dalam kaitannya membantu mempercepat
proses penyembuhan klien. Tindakan kolaborasi atau kerjasama
merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang lain pada
tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat penting untuk
merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.
h. Peran sebagai penemu kasus (Case Finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul
serta berdampak terhadapat status kesehatan melalui kunjugan rumah,
pertemuan-pertemuan observasi dan pengumpulan data. (Widyanto,
2014).
1) Peran Pada Invidu Atau Keluarga
2) Sebagai pelaksana kesehatan
3) Sebagai pendidik
4) Sebagai konselor
5) Sebagai peneliti
i. Perawat kesehatan masyarakat sekolah
Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang difokuskan pada
anak ditatanan pendidikan guna memenuhi kebutuhan anak dengan
mengikut sertakan keluarga maupun masyarakat sekolah dalam
perencanaan pelayanan (Logan, BB, 1986). Fokus utama perawat
kesehatan sekolah adalah siswa dan lingkungannya dan sasaran
penunjang adalah guru dan kader.
j. Peran dalam bidang kesehatan kerja
Perawatan kesehatan kerja adalah penerapan prinsip-prinsip
keperawatan dalam memelihara kelestarian kesehatan tenaga kerja
dalam segala bidang pekerjaan. Perawat kesehatan kerja
mengaplikasikan praktik keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan
unik individu, kelompok dan masyarakat ditatanan industry, pabrik, tempat
kerja, tempat konstruksi, universitas dan lain-lain.
k. Perawatan kesehatan di rumah
Perawatan kesehatan dirumah adalah bagian dari rangkaian
perawatan kesehatan umum yang disediakan pada individu dan
keluarga untuk meningkatkan, memelihara dan memulihkan kesehatan
guna memaksimalkan kesehatan dan meminimalkan penyakit.
(Ilmi, 2011).
1. Fungsi perawat komunitas
Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan sistem organ
fungsional sampai molekuler. Kegiatan ini dilakukan dengan diprakarsai
oleh perawat dan
perawat bertanggung jawab serta bertanggung gugat atas rencana
keputusan tindakannya.
a. Fungsi Dependen yaitu kegiatan yang dilakukan dan dilaksanakan oleh
seorang perawat atas instruksi dari tim kesehatan lainnya (dokter, ahli
gizi, radiologi dan lainnya).
b. Fungsi Interdependen, fungsi ini berupa kerja tim (Astuti, 2014).
2.4 Penyakit Tidak Menular
2.4.1 Konsep Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di
dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya
disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk
dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi
rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang
berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di
negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab
kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit
cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%),
sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang
lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian
disebabkan diabetes (WHO, 2011).
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak
Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia,
peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin.
Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat
penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes.
Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa
kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38
juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti
malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa
saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2012). Pada
negara-negara menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab
terhadap tiga kali dari tahun hidup yang hilang dan disability (Disability
adjusted life years=DALYs) dan hampir lima kali dari kematian penyakit
menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi (WHO, 2011)
Secara global, regional dan nasional pada tahun 2030 transisi
epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin
jelas. Diproyeksikan jumlah kesakitan akibat penyakit tidak menular dan
kecelakaan akan meningkat dan penyakit menular akan menurun. PTM
seperti kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta penyakit kronik
lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2030.
Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan
penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun
2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor
risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia
yang makin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan
hidup.
2.4.2 Definisi Penyakit Tidak Menular
Penyakit Tidak Menular (selanjutnya disingkat PTM) adalah penyakit yang
perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang panjang
(kronik) (Kemenkes RI, 2016). Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal
sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka
memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang secara
lambat (Riskesdas, 2013). Menurut Permenkes No. 71 tahun 2015, bahwa
kelompok Penyakit Tidak Menular berdasarkan sistem dan organ tubuh
terdiri dari; penyakit keganasan, penyakit endokrin, nutrisi, dan metabolik,
penyakit sistem saraf, penyakit sistem pernapasan, penyakit sistem
sirkulasi, penyakit mata dan adnexa, penyakit telinga dan mastoid, penyakit
kulit dan jaringan subkutanius, penyakit sistem musculoskeletal dan jaringan
penyambung, penyakit sistem genitourinaria, penyakit gangguan mental dan
perilaku, penyakit kelainan darah dan gangguan pembentukan organ darah.
2.4.3 Jenis Penyakit Tidak Menular
Bedasarkan Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (PANDU PTM)
oleh Kemenkes RI tahun 2016, PTM dapat dibedakan menjadi 5 yaitu;
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes Melitus dan Gangguan
Metabolik, Penyakit Paru Kronik, Penyakit Kanker, Gangguan Indera dan
Fungsional. Sedangkan menurut Riskesdas 2013, PTM meliputi : (1) asma;
(2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid;
(6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal
ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik.
2.4.4 Epidemiologi PTM di Indonesia
Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari 31,7
persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Asumsi terjadi
penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang
berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang
berobat ke fasilitas kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi
berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat
hipertensi) dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Hal
yang sama untuk stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban
responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari
8,3 per 1000 (2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013).