Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Pendidikan Karakter

a. Makna Pendidikan

Sebelum berbicara mengenai apa itu pendidikan karakter,

terlebih dahulu akan dilihat definisi dari pendidikan itu sendiri.

Ada berbagai pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh

sejumlah pakar pendidikan. Menurut Hasan Langgulung

“Pendidikan (education) dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa

Latin ‘educare’ berarti memasukkan sesuatu” (1994: 4). Dalam

konteks ini, makna pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai

tertentu ke dalam kepribadian anak didik atau siswa.

Driyarkara dalam jurnal yang ditulis Ali Muhtadi (2010:

32), mengemukakan “Bahwa pendidikan pada dasarnya adalah

usaha untuk memanusiakan manusia”. Pada konteks tersebut

pendidikan tidak dapat diartikan sekedar membantu pertumbuhan

secara fisik saja, tetapi juga keseluruhan perkembangan pribadi

manusia dalam konteks lingkungan yang memiliki peradaban.

Sedangkan menurut Yahya Khan (2010: 1) “Pendidikan

merupakan sebuah proses yang menumbuhkan, mengembangkan,

mendewasakan, menata, dan mengarahkan”. Pendidikan juga

14
15

berarti proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada

dalam diri manusia agar dapat berkembang dengan baik dan

bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya.

b. Makna Karakter

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 3)

“Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian

seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai

kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan

untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak”.

Sedangkan menurut Darmiyati (2006: 5),

sistem pendidikan yang sesuai untuk menghasilkan kualitas


masyarakat yang berkarakter positif adalah yang bersifat
humanis, yang memposisikan subjek didik sebagai pribadi
dan anggota masyarakat yang perlu dibantu dan didorong
agar memiliki kebiasaan efektif, perpaduan antara
pengetahuan, ketrampilan, dan keinginan.

Menurut Tadkiratun Musfiroh “Karakter mengacu pada

serangkaian sikap perilaku (behavior), motivasi (motivations),

dan ketrampilan (skills), meliputi keinginan untuk melakukan hal

yang terbaik” (2008: 27). Menurut Megawangi dalam buku

Darmiyati (2004: 110) mendefinisikan pendidikan karakter

sebagai “Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat

mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan

kontribusi yang positif pada lingkungannya”.


16

Menurut Mulyana nilai merupakan “Sesuatu yang

diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri seseorang.

Nilai tersebut pada umumnya mencakup tiga wilayah, yaitu nilai

intelektual (benar-salah), nilai estetika (indah-tidak indah), dan

nilai etika (baik-buruk)” (2004: 24).

Istilah moral berasal dari kata moralis (Latin) yang berarti


adat kebiasaan atau cara hidup: sama dengan istilah etika
yang berasal dari kata ethos (Yunani). Tema moral erat
kaitannya dengan tanggung jawab sosial yang teruji secara
langsung, sehingga moral sangat terkait dengan etika.
Sedangkan tema nilai meski memiliki tanggung jawab
sosial dapat ditangguhkan sementara waktu. Sebagai contoh
kejujuran merupakan nilai yang diyakini seseorang, namun
orang tersebut (menangguhkan sementara waktu)
melakukan korupsi (Udik Budi Wibowo, 2010: 4).

Dari pemaparan diatas tampak bahwa pengertian karakter

kurang lebih sama dengan moral dan etika, yakni terkait dengan

nilai-nilai yang diyakini seseorang dan selanjutnya diterapkan

dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial.

Udik Budi Wibowo (2010: 4) mengemukakan “Manusia

yang berkarakter adalah individu yang menggunakan seluruh

potensi diri, mencakup pikiran, nurani, dan tindakannya seoptimal

mungkin untuk mewujudkan kesejahteraan umum”.

c. Makna Pendidikan Karakter

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 4)


pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta
didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
17

kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan


warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.

Sedangkan menurut Koesoema pendidikan karakter

merupakan

nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah masyarakat


mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai
seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain,
tanggung jawab pribadi, perasaan senasib, sependeritaan,
pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai
yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter
(2007: 250).

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen

harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu

sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,

penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan

sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,

pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja

seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan

karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang

dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Pendidikan karakter juga diartikan sebagai segala sesuatu

yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter

peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik.

Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara

guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru

bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.


18

Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat

yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat

atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang

banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh

karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks

pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni

pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa

Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi

muda.

Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang

dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu

peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang

berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama

manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam

pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan

norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat

istiadat.

Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir

dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja

bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan

membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter


19

mengajarkan anak didik berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah

secara alami.

d. Nilai-nilai atau Karakter Dasar yang Diajarkan dalam

Pendidikan Karakter

Thomas Lickona mengemukakan bahwa “Memiliki

pengetahuan nilai moral itu tidak cukup untuk menjadi manusia

berkarakter, nilai moral harus disertai dengan adanya karakter

yang bermoral" (1992: 53). “Termasuk dalam karakter ini adalah

tiga komponen karakter (components of good character) yaitu

pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang

moral (moral feeling), dan perbuatan bermoral (moral actions)”

(Nurul Zuriah, 2007: 45). Hal ini diperlukan agar manusia mampu

memahami, merasakan, dan sekaligus mengerjakan nilai-nilai

kabajikan.

Aspek-aspek dari tiga komponen karakter adalah: moral

knowing. Terdapat enam hal yang menjadi tujuan dari

diajarkannya moral knowing yaitu 1) kesadaran moral (moral

awareness), 2) mengetahui nilai moral (knowing moral values), 3)

perspective talking, 4) penalaran moral (moral reasoning), 5)

membuat keputusan (decision making), 6) pengetahuan diri (self

knowledge). Unsur moral knowing mengisi ranah kognitif

mereka.
20

Moral feeling. Terdapat enam hal yang merupakan aspek

dari emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk

menjadi manusia berkarakter, yakni: 1) nurani (conscience), 2)

penghargaan diri (self esteem), 3) empati (empathy), 4) cinta

kebaikan (loving the good), 5) kontrol diri (self control), dan

kerendahan hati (humality).

Moral action perbuatan atau tindakan moral ini merupakan

out come dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami

apa yang mendorong seseorang untuk berbuat (act morally) maka

harus dilihrus dilihat dari karakter yaitu kompetensi

(competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).

e. Jenis-jenis Pendidikan Karakter

Ada empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan

dilaksanakan dalam proses pendidikan, yaitu:

1) pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang


merupakan kebenaran wahyu tuhan (konservasi moral).
2) pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain
yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra,
keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin
bangsa.
3) pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi
lingkungan).
4) pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap
pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi
diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan (konservasi humanis) (Yahya Khan, 2010:
2).
21

f. Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 7)

fungsi pendidikan karakter adalah:

1) pengembangan: pengembangan potensi peserta didik


untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta
didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang
mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
2) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional
untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi
peserta didik yang lebih bermartabat; dan
3) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

g. Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter adalah:

1) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta


didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik
yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan
tradisi budaya bangsa yang religius;
3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4) mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan
kebangsaan; dan
5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah
sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh
kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity)
(Ibid, 2010)

h. Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya Karakter

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010) nilai-

nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter

bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.


22

1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat


beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu,
masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan
kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal
dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-
nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus
didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari
agama.
2) Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia
ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan
dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila
terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan
lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam
UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan
politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan
seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara
yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3) Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada
manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari
oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu.
Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian
makna terhadap suatu konsep dan arti dalam
komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya
yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat
mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4) Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas
yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia,
dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di
berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional
memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus
dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu,
tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling
operasional dalam pengembangan pendidikan budaya
dan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut di atas,

teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan

karakter bangsa sebagai berikut ini.


23

Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

NO NILAI DESKRIPSI
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
Religius
1 dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
2 Jujur
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
3 Toleransi
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
4 Disiplin
ketentuan dan peraturan.
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
5 Kerja Keras berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
6 Kreatif
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
7 Mandiri
menyelesaikan tugas-tugas.
Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
8
kewajiban dirinya dan orang lain.
Rasa Ingin Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
9 Tahu mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
Semangat Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
10 Kebangsaan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya
Cinta Tanah Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
11 Air kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
12 Prestasi sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
13
Komuniktif bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
14
senang dan aman atas kehadiran dirinya.
Gemar Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
15 Membaca memberikan kebajikan bagi dirinya.

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada


Peduli
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
16 Lingkungan
untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain
17
dan masyarakat yang membutuhkan.
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
Tanggung-
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
18 jawab
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Sumber: Kemendiknas (2010: 9-10)
24

i. Platform Pendidikan Karakter

Pada bagian ini akan menguraikan platform (visi, misi,

tujuan, dan sasaran) pendidikan karakter.

1) Visi dan Misi Pendidikan Karakter

Visi pendidikan karakter dalam konteks ini adalah

kemampuan untuk memandang arah pendidikan karakter ke

depan dengan berpijak pada permasalahan saat ini untuk

disusun perencanaan secara bijak. Menurut Buku I

Pedoman Umum dan Nilai Budi Pekerti untuk Pendidikan

Dasar dan Menengah (2004: 4), visi pendidikan budi

pekerti/karakter adalah

mewujudkan pendidikan budi pekerti/karakter


sebagai bentuk pendidikan nilai, moral, etika yang
berfungsi menumbuhkembangkan individu warga
negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam piker,
sikap, dan perbuatannya sehari-hari, yang secara
kurikuler benar-benar menjiwai dan memaknai
semua mata pelajaran yang relevan serta sistem
sosial-kultural dunia pendidikan sehingga dari
dalam diri setiap lulusan setiap jenis, jalur, jenjang
pendidikan terpancar akhlak mulia.

Adapun misi pendidikan budi pekerti/karakter

menurut Cahyoto (2001: 19) adalah sebagai berikut.

a) Membantu siswa memahami kecendurungan


masyarakat yang terbuka dalam era
globalisasi, tuntutan kualitas dalam segala
bidang, dan kehidupan yang demokratis
dengan tetap berlandaskan norma budi pekerti
warga Indonesia.
b) Membantu siswa memahami displin ilmu yang
berperan mengembangkan budi
pekerti/karakter sehingga diperoleh wawasan
25

keilmuan yang berguna untuk


mengembangkan penggunaan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara.
c) Membantu siswa memahami arti demokrasi
dengan cara belajar dalam suasana demokratis
bagi upaya mewujudkan masyarakat yang
lebih demokratis.

2) Tujuan dan Sasaran Pendidikan Karakter

a) Tujuan Pendidikan Karakter

Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) tujuan

pendidikan karakter adalah sebagai berikut.

(1) Siswa memahami nilai-nilai karakter di


lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan
internasional melalui adat istiadat, hukum,
undang-undang, dan tatanan antarbangsa.
(2) Siswa mampu mengembangkan watak atau
tabiatnya secara konsisten dalam
mengambil keputuan budi pekerti di
tengah-tengah rumitnya kehidupan
bermasyarakat saat ini.
(3) Siswa mampu menghadapi masalah nyata
dalam masyarakat secara rasional bagi
pengambilan keputusan yang terbaik
setelah melakukan pertimbangan sesuai
dengan norma budi pekerti/karakter.
(4) Siswa mampu menggunakan pengalaman
karakter/budi pekerti yang baik bagi
pembentukan kesadaran dan pola perilaku
yang berguna dan bertanggunga jawab atas
tindakannya.

b) Sasaran Pendidikan Karakter

“Pendidikan karakter mempunyai sasaran

kepribadian siswa, khusunya unsur karakter atau watak

yang mengandung hati nurani (conscience) sebagai


26

kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat kebijakan

(virtue)” (Ibid, 2007: 68).

j. Penanaman Nilai/Karakter di Sekolah Menengah Pertama

Usia 12 tahun merupakan “Period Of Formal Operation”.


Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah
kemampuan berpikir secara simbolis dan bisa memahami
sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan
objek yang konkret, bahkan objek visual (Nurul Zuriah,
2007: 89).

Kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner terdiri dari:

1) kecerdasan linguistic, 2) kecerdasan logis matematis


(kemampuan berpikir runtut), 3) kecerdasan musical
(kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan
irama), 4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk
imajinasi mental tentang realitas), 5) kecerdasan kinestetik-
rogawi (kecerdasan menghasilkan gerakan motorik yang
halus), 6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan mengenal
dir sendiri dan mengembangkan rasa jati diri), 7)
kecerdasan antar pribadi (kemampuan memahami orang
lain) (Ibid, 2007: 90).

Pada jenjang SMP semakin terbuka kemungkinan untuk

menawarkan nilai-nilai hidup agar menjadi karakter manusia

melalui segala kemungkinan kegiatan, tidak hanya pada unsur

akademis semata.

1) Religiutas

Siswa diajak untuk mengenal bahwa dalam masyarakat

ada berbagai macam agama. Setiap agama ada tokoh (Nabi

dan Rasul) yang mendasarinya. Anak diperkenalkan pada

tokoh pemberi dasar agama dengan nilai-nilai dasar yang

diajarkannya.
27

2) Sosialitas

Pada jenjang SMP, anak sudah mulai mempunyai

lingkungan pergaulan yang lebih luas dibanding jenjang

pendidikan sebelumnya. Anak pada usia ini membutuhkan

kedekatan dengan teman-teman sebaya. Kedekatan dan

persahabatan ini perlu dikontrol dan diarahkan secara positif

dan konstruktif.

3) Gender

Pada usia SMP, mulai berkembang sikap chauvinisme

laki-laki. Sekolah perlu merancang kegiatan bersama yang

mengarah pada sikap menghargai antarmanusia tanpa

memandang jenis kelamin. Harus ditanamkan pada diri

anak bahwa, “laki-laki dan perempuan memang beda, tapi

tidak boleh dibeda-bedakan”.

4) Keadilan

Kegiatan yang dilakukan guru dalam proses belajar

mengajar, dengan mengembalikan kertas ulangan siswa

pada waktunya merupakan contoh nyata tentang keadilan.

Masing-masing pihak melakukan kewajibannya dan setiap

pihak juga mendapatkan haknya. Dengan demikian, sikap

saling menghargai benar-benar terjalin dan sikap saling

menghargai hak orang lain juga terlaksana.


28

5) Demokratis

Di sekolah anak dapat diajak untuk belajar sikap

demokratis, yaitu dalam pemilihan pengurus kelas dan

pemilihan ketua OSIS. Sikap demokratis berarti merupakan

sikap yang menghargai kepemimpinan dan sikap siap

dipimpin.

6) Kejujuran

Kegiatan olahraga di sekolah dapat menjadi sarana

yang tepat untuk menumbuhkan sikap kejujuran peserta

didik. Sikap fair play dalam sebuah pertandingan olah raga

perlu dijunjung tinggi.

7) Kemandirian

Kegiatan kelompok di luar sekolah merupakan sarana

yang tepat untuk menumbuhkan sikap kemandirian siswa.

Kegiatan di luar sekolah perlu didukung oleh seluruh civitas

sekolah dan orang tua serta masyarakat sekitarnya.

8) Daya Juang

Daya juang tidak hanya dilihat dari kemampuan fisik

semata tetapi juga bisa dilihat dari unsur semangat dan

kemampuan psikis. Mengerjakan tugas yang membutuhkan

ketekunan dan ketelitian dalam waktu yang cukup lama

merupakan wahana yang tepat untuk menumbuhkan sikap

daya juang siswa.


29

9) Tanggung Jawab

Kegiatan class meeting merupakan cara yang tepat

untuk melatih tanggung jawab anak didik. Anak didik

diajak untuk bersikap tekun dari mulai persiapan sampai

selesai kegiatan evaluasi.

10) Penghargaan terhadap Lingkungan Alam

Kegiatan kepramukaan dengan mengembangkan

kesadaran akan lingkungan sangat terbuka. Melalui kegiatan

pramuka peserta didik diajak untuk mencintai lingkungan.

k. Grand Design Pendidikan Karakter

1) Kerangka Pengembangan Budaya Sekolah

Budaya sekolah adalah

suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik


berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru,
konselor dengan peserta didik, antar tenaga
kependidikan, antara tenaga kependidikan dengan
pendidik dan peserta didik, dan antar anggota
kelompok masyarakat dengan warga sekolah-sekolah
(Kemendiknas, 2010: 19).

Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terikat

oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang

berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan,

keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial,

kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab

merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya

sekolah.
30

Selain itu, budaya sekolah diyakini merupakan salah

satu aspek yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Menurut penelitian Teerakiat Jareonsttasin tentang pengaruh

sekolah terhadap perkembangan anak, ditemukan empat hal

utama (input dan output) yang saling mempengaruhi. Yang

terpenting adalah iklim atau budaya sekolah. Jika suasana

sekolah penuh kedisiplinan, kejujuran, kasih sayang maka hal

ini akan menghasilkan output yang diinginkan berupa karakter

yang baik. Pada saat yang sama, guru akan merasakan

kedamaian dan suasana sekolah seperti itu akan meningkatkan

pengelolaan kelas (http://katresna72.wordpress.com, diakses

tanggal 10 Mei 2011).

Dengan pengelolaan kelas yang baik maka akan

menyebabkan prestasi akademik yang tinggi. Sebuah temuan

penting lainnya adalah bila siswa memiliki karakter yang

baik, maka hal ini akan berpengaruh langsung terhadap

prestasi akademik yang tinggi. Karena itu langkah pertama

dalam mengaplikasikan pendidikan karakter di sekolah adalah

menciptkan suasana atau iklim sekolah yang cocok yang akan

membantu transformasi guru-guru dan siswa, juga staf-staf

sekolah.

Hal ini termasuk di dalamnya adalah objektif atau

tujuan yang tepat untuk sekolah, misi sekolah, kepemimpinan


31

sekolah, kebijakan dan visi pihak manajemen moral para staf

dan guru, serta partisipasi orang tua dan siswa.

Sesunngguhnya, semua langkah dalam model pembelajaran

nilai-nilai karakter ini akan berkontribusi terhadap budaya

sekolah.

Salah satu contoh kecil tentang kebersihan lingkungan

sekolah, baik di kamar mandi/WC, di ruang kelas, di lorong-

lorong maupun di luar gedung sekolah/taman sekolah. Hal itu

hanya dapat dilakukan di sekolah dengan dukungan

manajemen sekolah yang mempunyai kepedulian yang tinggi

terhadap kebersihan lingkungan. Kondisi sekolah seperti itu

dilaksanakan melalui program sekolah bersama antara

manajemen sekolah, guru, siswa dan orang tua siswa.

2) Integrasi Nilai dalam Kegiatan Intrakurikuler dan Kokurikuler

Menurut Nurul Zuriah (2007: 107) perencanaan dan

pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa

dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan

(konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas

pendidik diterapkan ke dalam kurikulum melalui kegiatan-

kegiatan sebagai berikut.

a) Kegiatan rutin sekolah

Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang

dilakukan peserta didik secara terus menerus dan


32

konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah:

upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan

kebersihan badan (kuku, telinga, rambut dan lain-lain)

setiap hari Senin, beribadah bersama/sembahyang

bersama setiap dluhur (bagi yang beragama Islam),

berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap

salam bila bertemu guru/tenaga kependidikan yang

lain dan sebagainya.

b) Kegiatan spontan

Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang

dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan

ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga

kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan

yang kurang baik dari peserta didik yang harus

dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui

adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka

pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi

sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan

yang tidak baik tersebut.

Contoh kegiatan tersebut adalah: membuang

sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak

sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi,


33

melakukan bullying, memalak, berlaku tidak sopan,

mencuri, berpakaian tidak senonoh dan sebagainya.

c) Teladan

Keteladanan merupakan perilaku dan sikap

guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam

memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang

baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi

peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan

tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar

peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan

nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan

tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang

pertama dan utama memberikan contoh bagaimana

berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai

terebut. Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada

waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih

sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur,

menjaga kebersihan dan sebagainya.

d) Pengkondisian

Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan

budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus

dikondisikan sebagai pendukung kegiatan tersebut.

Sekolah harus mencerminkan kehidupan sekolah yang


34

mencerminkan nilai-nilai dalam budaya dan karakter

bangsa yang diinginkan. Misalnya toilet yang selalu

bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu

dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar

ditempatkan teratur.

3) Pengintegrasian dalam semua Mata Pelajaran

Pengembangan nilai-nilai dan karakter diintegrasikan

dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-

nilai tersebut dicantumkan dalam Silabus dan Rencana

Program Pembelajaran (RPP). Pengembangan nilai-nilai

tersebut dalam Silabus ditempuh melalui cara-cara sebaghai

berikut.

a) Mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan


Kompetensi Dasar (KD) untuk menentukan
apakah kandungan nilai-nilai dan karakter yang
secara tersirat atau tersurat dalam SK dan KD di
atas sudah tercakup di dalamnya.
b) Menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan
keterkaitan antara SK/KD dengan nilai dan
indikator untuk menentukan nilai yang akan
dikembangkan.
c) Mencantumkankan nilai-nilai dan karakter
bangsa dalam tabel 1 tersebut ke dalam silabus.
d) Mencantumkan nilai-nilai yang sudah
tercantum dalam silabus ke RPP.
e) Mengembangkan proses pembelajaran peserta
didik aktif yang memungkinkan peserta didik
memiliki kesempatan melakukan internalisasi
nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang
sesuai.
f) Memberikan bantuan kepada peserta didik yang
mengalami kesulitan untuk internalisasi nilai
mau pun untuk menunjukkannya dalam perilaku
(Kemendiknas, 2010: 18)
35

4) Pembiasaan Perilaku Bermuatan Nilai

Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, sekolah harus

menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan

keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui

berbagai tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang

dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh siswa adalah

pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode

pendidikan utama, penciptaan nilai juga sangat penting.

Lingkungan pendidikan itulah yang ikut mendidik.

Penciptaan lingkungan disekolah dapat dilakukan melalui

penugasan, pembiasaan, pelatihan, pengajaran, pengarahan,

dan keteladanan. Semuanya mempunyai pengaruh yang tidak

kecil dalam pembentukan karakter anak didik. Pemberian

tugas tersebut disertai pemahaman akan dasar-dasar

filosofisnya, sehingga anak didik akan mengerjakan berbagai

macam tugas dengan kesadaran dan keterpanggilan.

Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan,

sebagai contoh dalam kegiatan kepramukaan, terdapat

pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan

kebersamaan, kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan.

Dalam kegiatan olahraga terdapat pendidikan kesehatan

jasmani, penanaman sportivitas, kerja sama (team work) dan

kegigihan untuk berusaha. Pengaturan kegiatan di sekolah


36

ditangani oleh organisasi pelajar yang terbagi dalam banyak

bagian, seperti Ketua, Sekretaris, Bendahara, Keamanan,

Pengajaran, Penerangan, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur,

Kantin Pelajar, Bersih Lingkunan, Pertamanan, Kesenian,

Ketrampilan, Olahraga, Penggerak Bahasa.

Sementara itu pada level asrama ada organisasi

sendiri, terdiri dari ketua asrama, bagian keamanan,

penggerak bahasa, kesehatan, bendahara dan ketua kamar.

Setiap club olah raga dan kesenian juga mempunyai struktur

organisasi sendiri, sebagaimana konsulat juga dibentuk

struktur keorganisasian. Seluruh kegiatan yang ditangani

organisasi pelajar ini dikawal dan dibimbing oleh para guru

staf pembantu pengasuhan siswa, dengan dukungan guru-guru

senior yang menjadi pembimbing masing-masing kegiatan.


37

Tabel 2. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SMP/MTs/SMPLB

No. Rumusan SKL Nilai/Karakter


1 Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan Iman dan taqwa
remaja
2 Menunjukkan sikap percaya diri Adil
3 Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih Disiplin
luas
4 Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial Nasionalistik
ekonomi dalam lingkup nasional
5 Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber- Bernalar, kreatif
sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif
6 Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif Bernalar, kreatif
7 Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi Gigih, tanggung
yang dimilikinya jawab
8 Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam Bernalar
kehidupan sehari-hari
9 Mendeskripsi gejala alam dan sosial Terbuka, bernalar
10 Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab Tanggung jawab
11 Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, Nasionalistik,
berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara gotong royong
Kesatuan Republik Indonesia
12 Menghargai karya seni dan budaya nasional Peduli,
nasionalistik
13 Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya Tanggung jawab,
kreatif
14 Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu Bersih dan sehat
luang
15 Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun Santun, bernalar
16 Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di Terbuka,
masyarakat Tanggung jawab
17 Menghargai adanya perbedaan pendapat Terbuka, adil
18 Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana Gigih, kreatif
19 Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis Gigih, kreatif
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana
20 Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan Bervisi, bernalar
menengah
Sumber: http://www.puskur.org , diakses tanggal 2 Juni 2011

2. Boarding School

a. Definisi Boarding School

Boarding school adalah sistem sekolah dengan asrama, di


mana peserta didik dan juga para guru dan pengelola
sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan
sekolah dalam kurun waktu tertentu biasanya satu semester
diselingi dengan berlibur satu bulan sampai menamatkan
sekolahnya (Arsy Karima Zahra, 2008: 145).
38

Di lingkungan sekolah, para siswa dapat melakukan

interaksi dengan sesama siswa, bahkan berinteraksi dengan para

guru setiap saat. Contoh yang baik dapat mereka saksikan

langsung di lingkungan mereka tanpa tertunda. Dengan demikian,

pendidikan kognisi, afektif, dan psikomotor siswa dapat terlatih

lebih baik dan optimal.

“Boarding School yang baik dijaga dengan ketat agar tidak

terkontaminasi oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan sistem

pendidikan atau dengan ciri khas suatu sekolah berasrama” (Arsy

Karima Zahra, 2008: 145). Dengan demikian peserta didik

terlindungi dari hal-hal yang negatif seperti merokok, narkoba,

tayangan film atau sinetron yang tidak mendidik dan sebagainya.

Di sekolah dengan sistem ini, para siswa mendapatkan pendidikan

dengan kuantitas dan kualitas yang berada di atas rata-rata

pendidikan dengan sistem konvensional.

Untuk menjawab kemajuan jaman, sekolah-sekolah dengan

sistem boarding telah merancang kurikulumnya dengan orientasi

kebutuhan masa depan. Penerapan pembelajaran berbasis TI

(Teknologi Informasi) semisal penggunaan bahan ajar dengan

power point, flash, penggunaan internet sebagai sumber informasi

utama, pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar yang

efektif, penayangan film yang relevan dengan materi pelajaran,

penggunaan laboratorium bahasa dan laboratorium komputer yang


39

intensif, telah lazim diterapkan di sekolah-sekolah ini. Kurikulum

yang disajikan kepada para siswapun sedikit berbeda di banding

sekolah lainnya.

b. Latar Belakang dibentuknya Boarding School

Latar belakang dibentuknya boarding school adalah:

1) proses pendidikan secara konvensional, terutama di


kota besar, dinilai kurang efektif,
2) pelajar dan pendidik banyak menghabiskan waktu dan
tenaganya diluar jam belajar karena jarak tempuh dan
kondisi lingkungan yang macet dan lain-lain,
3) mayoritas pelajar diluar jam sekolah lebih banyak yang
menghabiskan waktunya untuk bermain dan menonton
televisi,
4) diperlukan sistem belajar terbaik yang memungkinkan
adanya perbaikan mutu pembelajaran,
5) belajar dengan sistem boarding school sampai saat ini
merupakan yang terbaik di antara berbagai pilihan.
Sistem ini bukan barang baru, karena sudah lama
dipraktikkan di pesantren. Dengan sistem mesantren
atau mondok, seorang siswa atau santri tidak hanya
belajar secara kognitif, melainkan juga afektif dan
psikomotor,
6) belajar afektif adalah mengisi otak siswa dengan
berbagai macam ilmu pengetahuan, dengan cara
melatih kecerdasan anak. Sementara menghadapi era
modernisme seperti sekarang ini, otak siswa tidak lagi
cukup dengan dipenuhi ilmu pengetahuan, melainkan
perlu keterampilan dan kecerdasan merasa dan berhati
nurani. Sebab, pada kenyataannya, dalam menghadapi
kehidupan, manusia menyelesaikan masalah tidak
cukup dengan kecerdasan intelektual, melainkan perlu
kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ). Mengajarkan kecerdasan emosional dan spiritual
tidak cukup dilakukan secara kognitif, sebagaimana
mengajarkan kecerdasan intelektual. Dalam hal ini
diperlukan proses internalisasi dari berbagai pengertian
yang ada dalam rasio ke dalam hati sanubari. Salah satu
cara terbaik mengajarkan dunia afektif adalah
pemberian teladan dan contoh dari para pemimpin dan
orang-orang yang berpengaruh di sekitar anak,
40

7) dengan mengasramakan anak didik sepanjang 24 jam,


anak didik tidak hanya mendapatkan pelajaran secara
kognitif, melainkan dapat menyaksikan langsung
bagaimana perilaku guru, dan orang-orang yang
mengajarkan mereka. Para siswa bisa menyaksikan
langsung, bahkan mengikuti imam, bagaimana cara
shalat yang khusuk, misalnya. Ini sangat berbeda
dengan pelajaran salat, misalnya, yang tanpa disertai
contoh dan pengalaman makmum kepada imam yang
shalatnya khusuk,
8) dengan sistem boarding school, para pimpinan sekolah
dapat melatih psikomotorik anak lebih optimal. Dengan
otoritas dan wibawa yang dimiliki, para guru mampu
mengoptimalkan psikomotorik siswa, baik sekadar
mempraktikkan berbagai mata pelajaran dalam bentuk
gerakan-gerakan motorik kasar maupun motorik
lembut, maupun berbagai gerakan demi kesehatan jiwa
dan psikis anak,
9) karena sistem boarding school mampu
mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor siswa, maka sistem boarding ini memiliki
prasyarat agar para guru dan pengelola sekolah siap
mewakafkan dirinya selama 24 jam. Selama siang dan
malam ini, mereka melakukan proses pendidikan, baik
ilmu pengetahuan, maupun memberikan contoh
bagaimana mengamalkan berbagai ilmu yang diajarkan
tersebut,
10) dengan adanya boarding school, keinginan orang tua
mendapatkan sekolah berkualitas didukung tempat
tinggal yang bagus bagi anak-anaknya dapat terpenuhi,
11) selain adanya pengawasan 24 jam, menyekolahkan
anak di boarding school juga bisa meningkatkan
persaudaraan yang kental di antara anak-anak,
menciptakan hubungan yang baik antara guru dan
murid,
12) dan di beberapa sekolah boarding school dimanfaatkan
untuk meningkatkan efektivitas dari visi sekolah itu
sendiri (Arsy Karima Zahra, 2008: 147).
41

c. Manfaat Boarding School

Menurut Dian Purnama (2010: 63-65) manfaat atau

kelebihan dari sistem pendidikan boarding school sebagai berikut.

1) Belajar Mandiri

Hidup mandiri bukan berarti segala sesuatu dilakukan

secara individual karena tinggal di lingkungan asrama

juga mengharuskan dapat beradaptasi dengan

komunitas baru, seperti teman satu kamar, satu asrama,

hingga para staf, dan guru.

2) Harus Toleran

Peserta didik dapat belajar bersikap toleransi terutama

dengan teman sekamar dan seasrama.

3) Hidup Lebih Teratur

Sekolah telah memiliki jadwal kegiatan sehari-hari bagi

peserta didik mulai dari bangun tidur, makan, makan,

belajar, mengerjakan tugas, hingga waktu senggang.

4) Ada Pendamping

Di sekolah asrama biasanya ada kepala sekolah dan

kepala asrama. Kepala asrama dibantu para

pendamping untuk mengontrol kegiatan siswa.


42

5) Resiko Terlambat Sangat Minim

Bahkan mungkin bisa dikatakan tidak mungkin

terlambat. karena biasanya sekolah dan asrama terletak

dalam satu kompleks yang jaraknya tidak berjauhan.

6) Makanan Terjamin

Sama halnya seprti saat kita dirumah. makanan yang

kita makan tentunya lebih terjamin dari pada makanan

di luar.

7) Lebih Aman

Tinggal di asrama memang relatif lebih aman

dibandingkan dengan nge-kost misalnya. Banyak sekali

resiko apabila nge-kost. Dari pencurian sampai

pembunuhan akhir-akhir ini sering diberitakan di media

masa. mka dari itu harus cermat bila mau memilih

tempat kost. Di asrama tidak boleh sembarang orang

masuk keluar lingkungan asrama.

8) Fasilitas Lebih Lengkap

Fasilitas sekolah asrama biasanya memang lebih

lengkap bila dibandingkan dengan sekolah regular.

Karena fasilitas tersebut yang akan mengakomodir

kegiatan sehari-hari peserta didik tanpa harus

meninggalkan asrama
43

Sedangkan menurut Arsy Karima Zahra (2008: 150)

manfaat sistem pendidikan boarding school adalah:

1) Dari sisi kualitas, sekolah dengan sistem pendidikan


boarding memungkinkan interaksi antara siswa dengan
guru terjalin lebih leluasa, bahkan hingga 24 jam.
Interaksi yang kerap ini membuat siswa terhindar dari
pengaruh negatif lingkungan, semisal penyalahgunaan
narkoba, perilaku seks bebas, tawuran, bergabung
dalam geng kriminal, dan hal – hal lain yang bersifat
negatif yang berasal dari lingkungan.
2) Dengan sistem boarding, komunikasi antara siswa
dengan guru jauh lebih cair. Para siswa memandang
gurunya tidak hanya sebagai pengajar, namun lebih dari
itu, yakni sebagai teman, sahabat, dan pengganti orang
tua, yang dengannya mereka bebas untuk berbicara
tentang apa saja. Dengan cara ini pengawasan terhadap
perilaku siswa dapat lebih dipertanggung jawabkan.
3) Faktor yang tidak kalah penting dari pelaksanaan
sekolah dengan sistem boarding adalah mekanisme
pembentukan siswa menjadi pribadi yang mandiri dan
berakhlak mulia. Para siswa dibiasakan untuk dapat
mengurus dirinya sendiri, dari mulai mengurus hal-hal
ringan semisal bangun pagi hingga ke hal-hal yang
lebih serius semisal menjaga kesehatan dan menjaga
ritme belajar.
4) Siswa juga dibiasakan menata hidupnya dengan cermat,
mengatur waktunya dengan efektif, bersosialisasi
dengan sehat, mengatur emosi, pendeknya mereka
dibiasakan untuk rajin, tekun, ulet, berdisiplin, dan
memiliki empati, sehingga kelak ia akan menjadi
pribadi yang menyenangkan.
5) Kedisiplinan dan ketaatan beribadah kepada Allah
hingga kini masih menjadi alasan utama para orang tua
menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah boarding.
Di sini para siswa dibiasakan disiplin dan taat dalam
beribadah, suatu hal yang sangat sulit di lakukan di
rumah, terutama di keluarga dengan kedua orang tua
berkarir di luar.
6) Memperdalam ilmu agama tak pelak menjadi bagian
yang sangat penting dalam proses ini. Semua ilmu-ilmu
kepesantrenan umumnya diajarkan di sekolah-sekolah
boarding khususnya yang berbasis Islam. Ilmu-ilmu
itu, seperti ilmu Hadits, Tafsir, Aqidah, Akhlak, dan
sebagainya, disajikan dengan formulasi berbeda, lebih
44

moderen dan menarik minat anak, tanpa harus


kehilangan esensinya.
7) Peserta didik fokus kepada pelajaran.
8) Pembelajaran hidup bersama.
9) Terhindar dari hal-hal yang negatif seperti merokok
narkoba.
10) Bebas dari kemacetan saat peserta didik berangkat
sekolah.
11) Bebas dari tawuran.
12) Bebas dari tayang/film/sinetron yang tidak mendidik.
13) Lingkungan nyaman, udara bersih bebas polusi.
14) Orang tua tidak terlalu khawatir terhadap anaknya,
karena aman.

d. Penerapan Pendidikan Karakter pada Boarding School

Dalam sistem pendidikan boarding school seluruh peserta

didik wajib tinggal dalam satu asrama. Oleh karena itu, guru atau

pendidik lebih mudah mengontrol perkembangan karakter peserta

didik. Dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, baik

di sekolah, asrama dan lingkungan masyarakat dipantau oleh guru-

guru selama 24 jam. Kesesuaian sistem boarding-nya, terletak pada

semua aktivitas siswa yang diprogramkan, diatur dan dijadwalkan

dengan jelas. Sementara aturan kelembagaannya sarat dengan

muatan nilai-nilai moral.

Sistem boarding lebih menekankan pendidikan

kemandirian. Dengan pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu

agama dan ilmu umum diharapkan akan membentuk kepribadian

yang utuh setiap siswanya. Pelayanan pendidikan dan bimbingan

dengan sistem boarding school yang diupayakan selama 24 jam,

akan diperoleh penjadwalan pembelajaran yang lebih leluasa dan


45

menyeluruh, segala aktifitas siswa akan senantiasa terbimbing,

kedekatan antara guru dengan siswa selalu terjaga, masalah

kesiswaan akan selalu diketahui dan segera terselesaikan, prinsip

keteladanan guru akan senantiasa diterarpkan karena murid

mengetahui setiap aktifitas guru selama 24 jam.

Pembinaan mental siswa secara khusus mudah

dilaksanakan, ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa

terpantau, tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar,

terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, para

siswa dan guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai

kesabaran, kebenaran, kasih sayang, dan penanaman nilai-nilai

kejujuran, toleransi, tanggungjawab, kepatuhan dan kemandirian

dapat terus-menerus diamati dan dipantau oleh para

guru/pembimbing.

e. Program Pendidikan Karakter di SMP IT Abu Bakar

Yogyakarta

Program pendidikan karakter di SMP IT Abu Bakar

Yogyakarta melalui sepuluh muwashofat adalah sebagai berikut.

1) Akidah yang lurus/bersih

Meyakini Tuhan sebagai pencipta, pemilik, pemelihara,

penguasa alam semesta dan menjauhkan diri dari segala

pikiran, sikap dan perilaku buruk.


46

2) Ibadah yang benar

Terbiasa dan gemar melaksanakan ibadah seperti, sholat,

mengaji, dan lain-lain.

3) Akhlak yang kokoh (pribadi yang matang)

Menampilkan perilaku santun, tertib, disiplin, peduli terhadap

sesama dan sabar, ulet, pemberani dalam menghadapi

permasalahan sehari-hari.

4) Kekuatan jasmani (sehat dan kuat)

Memiliki badan dan jiwa yang sehat dan kuat.

5) Keluasan jasmani

Cerdas dan berpengaruh, memiliki kemampuan berpikir kritis,

logis, dan kreatif.

6) Berjuang melawan hawa nafsu

7) Pandai menjaga waktu (efisien memanfaatkan waktu).

8) Teratur dalam suatu urusan

Bersungguh-sungguh dan disiplin, memiliki kesungguhan dan

motivasi yang tinggi dalam memperbaiki diri dan lingkungan

yang ditunjukkan dengan etos dan kedisiplinan kerja yang

baik.

9) Memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri

Mandiri dalam memenuhi segala keperluan hidupnya dan

memiliki bekal yang cukup dalam pengetahuan, kecakapan,

dan ketrampilan dalam usaha memenuhi kebutuhannya.


47

10) Bermanfaat bagi orang lain dan peduli terhadap sesama

manusia.

f. Program Pembentukan Karakter Siswa SMP IT Abu Bakar

Yogyakarta

Pelaksanaan pendidikan karakter di SMP IT Abu Bakar

Boarding School didasarkan pada.

1) Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Prinsip-prinsip pendidikan karakter meliputi:

a) Prinsip keteladanan

Ketedalanan merupakan prinsip yang paling penting di

dalam proses pembentukan karakter. Oleh karena itu,

dalam memilih guru dan pembina asrama harus hati-hati

dan teliti.

b) Prinsip membimbing

Pembina asrama dan guru dalam perilaku moralnya, karena

siswa tumbuh dan berkembang mengikuti model

perilakunya. Terlebih lagi pembina asrama tinggal bersama

siswa dan siswa melihat semua perilaku pembina asrama.

Pembina asrama harus memiliki kompetensi baik pedagogi,

personal, maupun sosial.

c) Prinsip membantu

Aturan ditegakkan secara tidak kaku dan lebih bersifat

membantu. Sebagai contoh, saat peneliti melakukan


48

observasi di dalam asrama ada seorang siswa mematahkan

kran dispenser yang berada di dalam asrama, maka teman-

teman yang lain ikut membantu membetulkan. Selain itu,

siswa juga berlomba-lomba untuk membangunkan teman-

temannya saat waktu sahur telah tiba.

d) Prinsip pengembangan moral

Menurut Maksudin (2009: 123), nilai yang

diajarkan dalam rangka mengembangkan potensi diri

peserta didik dalam fungsi-fungsi sosial, meliputi

(1) nilai tanggung jawab sosial, yang berkenaan


dengan saling mencintai dan menghormati, peduli
kepada sesama, keadilan sosial, menghargai hak
asasi, kedamaian, persamaan, dan partisipasi pada
publik, (2) nilai efisiensi ekonomi, yang berkenaan
dengan pemeliharaan sumber daya, etika kerja,
produktivitas, pengetahuan iptek, dan
kewirausahaan, (3) nilai nasionalisme, yang
berkenaan dengan persatuan nasional, penghargaan
jasa pahlawan, tanggung jawab, kesadaran
kewarganegaraan, kebangsaan, solidaritas, dan
kesetiaan kepada negara, dan (4) nilai solidaritas
global, yang berkenaan dengan pemahaman dan
kerja sama internasional.

Penerapan dan pengembangan pendidikan karakter

merupakan sebuah proses. Oleh karena itu, siswa perlu

diajari secara berkesinambungan, dan diberi teladan yang

baik.

e) Prinsip Keputusan Moral

Setelah siswa memperoleh contoh, mendapatkan

bimbingan, bantuan, mengalami proses berpikir dan


49

merasakan, siswa diharapkan mampu memebuat keputusan

moral.

2) Latihan-latihan Pengamalan Nilai Moral dan Pembentukan

Akhlak

Segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa di SMP IT

Abu Bakar Yogyakarta dilihat sebagai upaya mencari bentuk

mengenai pengamalan nilai dan pembentukan akhlak.

Beberapa siswa yang berhasil diwawancarai pada umumnya

mengaku senang bisa bersekolah di SMP IT Abu Bakar

Yogyakarta. Siswa melakasanakan kegiatan-kegiatan yang

diselenggarakan di sekolah dan asrama ditandai oleh

keikhlasan. Keikhlasan itu diwujudkan dengan sikap dan

kesanggupan siswa untuk menaati dan mematuhi segala

peraturan yang berlaku dalam melaksanakan segala aktivitas di

sekolah dan di asrama.

3) Transformasi Batin

Transformasi batin dalam penelitian ini dipahami sebagai

perubahan karakter batin dan perubahan sifat siswa yang

diperoleh melalui proses pendidikan karakter.


50

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rosada (2009) dalam tesis yang

berjudul “Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS

untuk Pengamalan Nilai Moral Siswa SMP 1 dan SMP VI di

Mataram”, berhasil dengan cara guru mau pun kepala sekolah

mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS untuk

pengamalan nilai moral siswa. Proses integrasi pendidikan karakter

siswa diupayakan guru melalui, pemberian contoh pada materi yang

dipelajari dalam kehidupan nyata sehingga yang dipahami tidak hanya

konsep tetapi didalam lingkungannya bisa diaplikasikan, melalui

program pemanfaatan metode pembelajaran, media dan pendekatan

yang relevan sehingga memberikan motivasi siswa untuk belajar IPS,

sehingga pembentukan karakter dasar siswa dapat tercapai.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Anasufi Banawi (2009) dalam tesis

yang berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran IPA Berbasis

Karakter dalam Meningkatkan Budi Pekerti Siswa Sekolah Dasar”,

mendapatkan hasil bahwa pembelajaran IPA yang berbasis karakter

efektif dalam meningkatkan budi pekerti siswa sekolah dasar. Dengan

memasukkan unsur-unsur pendidikan nilai dalam setiap pembelajaran

IPA, terbukti efektif dalam meningkatkan budi pekerti siswa sekolah

dasar.

3. Penelitian yang dilakukan Udik Budi wibowo (2010) dalam jurnal

yang berjudul “pendidikan dari dalam: strategi alternatif


51

pengembangan karakter”, mendapatkan hasil bahwa pendidikan

karakter dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti indoktrinasi,

modeling, dan klarifikasi nilai. Dalam implementasinya, pendidikan

karakter juga dapat diintegrasikan dalam suatu pembelajaran materi

bidang studi tertentu atau diberikan dalam bentuk pembelajaran materi

tersendiri tentang nilai, moral, atau etika.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ali Muhtadi dalam jurnal yang

berjudul “Strategi Implementasi Pendidikan Budi Pekerti yang Efektif

di Sekolah”, memperoleh hasil bahwa untuk mengimplementasikan

pendidikan budi pekerti di sekolah dapat dilakukan dengan empat cara

yaitu, 1) mengintegrasikan materi pembelajaran etika ke dalam semua

mata pelajaran sekolah yang relevan, 2) mengimplementasikan budi

pekerti dalam kehidupan sehari-hari pada warga sekolah melalui

keteladanan, 3) mengembangkan program kegiatan sosial, 4)

memperkuat partisipasi orang tua dan kerja sama seluruh warga

sekolah.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan Siswa Boarding School

Boarding school merupakan program sekolah di mana siswa

atau perserta didik dan juga pembina asrama tinggal dalam tempat

yang sama sampai siswa menamatkan sekolahnya. Di dalam asrama


52

pula siswa harus menaati semua peraturan yang berlaku. Selain itu,

siswa juga harus beradaptasi dengan teman-teman dan lingkungannya.

Kegiatan di dalam asrama SMP IT Abu Bakar Yogyakarta

diantaranya adalah kegiatan formal dan kegiatan non formal. Kegiatan

formalnya yaitu night study club. Sementara kegiatan non formal

adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan siswa di dalam asrama,

misalnya saja shalat berjamaah setiap hari, mencuci pakaian secara

mandiri, makan bersama, melaksanakan kegiatan piket, dan lain-lain.

2. Peran Boarding School terhadap Karakter Siswa

Melalui program boarding school diharapkan dapat

meningkatkan kualitas budi pekerti peserta didik. Pendidikan karakter

sangat diperlukan sebagai bekal bagi generasi muda yang kelak akan

menjadi pemimpin. Dengan program pendidikan boarding school

maka sekolah akan mudah memantau dan mengontrol perkembangan

karakter peserta didik.

Untuk itu sekolah mengupayakan kegiatan yang relevan

sehingga akan tercipta suasana yang kondusif untuk meningkatkan

kualitas karakter peserta didik. Dengan demikian output yang

diinginkan sekolah adalah siswa memiliki pribadi memahami

pelajaran tidak dari materi tetapi mampu mengaplikasikannya pada

kehidupan sehari-hari yang bermanfaat untuk dirinya sendiri maupun

orang lain.
53

3. Kualitas Karakter Siswa Boarding School

Kualitas karakter siswa boarding school merupakan suatu

keadaan yang menunjukkan karakter siswa boarding school. Karakter

siswa ditunjukkan dalam perilakunya sehari-hari di lingkungan asrama

maupun sekolah. Berdasarkan uraian di atas, kerangka berpikir dari

penelitian ini dapat divisualisasikan dalam bagan berikut.

Kegiatan Siswa Peran Boarding Kualitas Karakter Siswa


Boarding School Boarding School SMP IT
School terhadap
SMP IT Abu Bakar
Abu Bakar Yogyakarta
Yogyakarta Karakter Siswa

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

D. Pertanyaan Penelitian

Dari kerangka pikir di atas maka terdapat beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses pembentukan pendidikan karakter siswa di

SMP IT Abu Bakar Yogyakarta?

2. Bagaimanakah peran boarding school terhadap pendidikan karakter

siswa boarding school SMP IT Abu Bakar Yogyakarta?

Anda mungkin juga menyukai