Anda di halaman 1dari 7

Batu Ureter Sebagai Penyebab Gangguan Berkemih

Nur Ariadna Gadiza


102017242
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat
nur.2017fk242@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak :
Batu saluran kemih merupakan kondisi dimana terbentuknya batu di saluran keluarnya
urine. ia dapat berada di ginjal, ureter, kandung kemih maupun uretra. Sering pula masyarakat
mengenali dengan batu ginjal, secara khusus maksudnya batu itu hanya terdapat di ginjal.
Adapun penyebabnya antara lain: gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadan lain.Biasanya beberapa faktor yang mempengaruhi adalah
jenis kelamin, ras/etnis, usia, geografis, iklim, pekerjaan, berat dan tinggi badan, serta air.
Penyakit batu diketahui lebih sering terjadi pada pria dewasa dibanding wanita, hal ini terkait
dengan kondisi anatomi saluran urinaria pria yang lebih panjang dan sempit. Mekanisme
pembentukan batu adalah dimulai terjadinya hambatan aliran urine yang biasanya terjadi di
tempat-tempat yang lebih sempit dan berkelok, seperti di penyempitan pelvikalises ataupun
penyempitan di ureter yang masuk ke kandung kemih. Adanya kelainan bawaan seperti stenosis,
divertikel, hiperplasia prostat benigna, striktur ataupun buli-buli neurogenik dapat memudahkan
terjadinya pembentukan batu.
Kata kunci: ureter, urine

Ureter Stones as a Cause of Urinary Disorders

Abstract :
Urinary tract stones are a condition in which the formation of stones in the urine outlet.
it can be in the kidneys, ureters, bladder or urethra. Often people also recognize with kidney
stones, specifically that stone is only found in the kidney. The causes include: urinary flow
disorders, metabolic disorders, urinary tract infections, dehydration, and other conditions.
Usually some of the factors that affect are gender, race / ethnicity, age, geography, climate,

1
occupation, weight and height, as well as water. Stone disease is known to occur more frequently
in adult men than women, this is related to the anatomical condition of the male urinary tract
which is longer and narrower. Mechanism of stone formation is the onset of urinary flow
resistance that usually occurs in places that are narrower and winding, as in narrowing of the
pelvikalises or narrowing in the ureter that enters the bladder. Congenital abnormalities such as
stenosis, diverticles, benign prostatic hyperplasia, strictures or neurogenic bladder can facilitate
the formation of stones.
Keywords: ureter, urine

Pendahuluan
Batu ureter (ureterolitiasis) merupakan nyeri kolik akibat peristalsis, sifatnya hilang
timbul disertai mual dengan nyeri alih yang khas merupakan ciri utama. Dalam perjalanannya,
batu ureter dapat akhirnya ikut keluar bersama urin atau terhenti di buli. Batu juga bisa tetap di
ureter dan menyebabkan obstruksi kronis dengan hidroureter. Kasus-kasus seperti ini dapat
berujung pada hidronefrosis. Batu ureter dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan lokasi, yaitu
proksimal dan distal. Batu ureter proksimal jika batu terletak di atas pelvic brim dan distal jika
terletak di bawah pelvic brim.1
Sebagian besar kalkuli ureter terjadi karena sebab yang tidak diketahui, walaupun
drainase urin yang tidak adekuat, adanya urin terinfeksi, dan hiperkalsemia merupakan faktor
predisposisi definitif. Adanya batu ureter terimpaksi ditandai oleh hematuria dan nyeri kolik
yang semakin bertambah (kolik ureter), yang secara klasik menjalar dari pinggang ke paha.
Impaksi batu ureter yang besar dapat menyebabkan hidronefrosis dan/ atau infeksi ginjal yang
terkena dan oleh karenanya harus dihancurkan atau diangkat dengan intervensi atau prosedur
terbuka.2

Makroskopis ureter
a. Topografi ureter3
Ureter adalah suatu tabung/saluran musculorum yang berfungsi untuk mengalirkan urin
dari ren menuju vesica urinaria. Di superior ureter berlanjut dengan pelvis renalis, yang
merupakan struktur berbentuk corong di dalam sinus renalis. Pelvis renalis dibentuk oleh
penggabungan 2-3 calices renales majors, yang merupakan gabungan dari beberapa calices
renales minors. Calices renales minors mengelilingi satu papilla renalis.3
Pelvis renalis menyempit saat struktur ini melintas ke inferior melewati hilum renale dan
bersinambungan dengan ureter pada pertemuan ureteropelvica. Di inferior dari pertemuan ini,

2
ureter turun dan terletak di retroperitoneale pada aspectus medialis musculus psoas major. Pada
pintu pelvis, ureter menyilang ujung arteria iliaca communis atau permulaan arteriae iliaca
externa, dan masuk ke dalam cavitas pelvis, dan berlanjut hingga ke dalam vesica urinaria.3 Pada
tiga titik di sepanjang lintasan ureter terdapat penyempitan-penyempitan (Gambar 1):
- Titik penyempitan pertama di pertemuan ureteropelvica
- Titik penyempitan kedua adalah saat ureter menyilang arteria iliaca communis di pintu
pelvis
- Titik penyempitan ketiga adalah saat ureter memasuki dinding vesica urinaria
Batu renalis dapat terjebak pada titik-titik penyempitan ini.3

Gambar 1. Ureter3
b. Inervasi ureter3
Persarafan ureter berasal dari plexus renalis, aorticus, hypogastricus superior dan inferior
melalui nervi yang mengikuti pembuluh-pembuluh darah. Serabut-serabut efferentes viscerales
berasal dari sumber-sumber sympathicum dan parasympathicum, sedangkan serabut-serabut
afferents viscerales kembali ke medulla spinalis pada level T11-L2. Nyeri ureter, yang biasanya
berhubungan dengan distensi ureter, dengan demikian dialihkan ke daerah kulit yang disuplai
oleh level medulla spinalis T11-L2. Daerah ini sebagian besar adalah dinding posterior dan

3
lateral abdomen, dibawah costae diatas crista iliaca, regio pubica, scrotum pada pria, labium
majus pudenda pada wanita dan aspectus anterior proximal region femoralis.

c. Vaskularisasi ureter3
Ureter menerima suplai dari cabang-abang arteriae dari vasa di dekatnya saat ureter
menuju vesica urinaria (Gambar 1):
- Arteria renalis menyuplai ujung atas.
- Bagian tengah mungkin menerima cabang-cabang dari aorta abdominalis, arteriae
testicularis atau ovarica, dan arteriae iliaca communis.
- Di dalam cavitas pelvis, ureter disuplai oleh satu atau lebih arteriae dari cabang-cabang
arteriae iliaca interna.
Di semua kasus, arteriae yang menuju ureter terbagi menjadi cabang-cabang ascendesns
dan descendens, yang membentuk suatu anastomosis longitudinalis.

d. Pembuluh getah bening3


Drainase lymphatici ureter mengikuti pola yang seupa dengan suplai arterialnya.
Lymphaticus dari:
- Bagian superior setiap ureter bermuara ke nodi aortic laterals (lumbales).
- Bagian medial setiap ureter bermuara ke nodi lymphatici yang berhubungan dengan vasa
iliaca communis.
- Bagian inferior setiap ureter bermuara ke nodi lymphatici yang berhubungan dengan vasa
iliaca externa dan interna.

Mikroskopis ureter
Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan
tengah otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa. Lapisan-lapisan ureter
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih
masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui
ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran melalui osteum
uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertical ke bawah sepanjang
fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium.4

4
Gambar 2. Lapisan dinding ureter
Sumber: www.adamimages.com

Hubungan saluran kemih dengan organ di sekitarnya5


Urine yang dikeluarkan dari kandung kemih pada dasarnya memiliki komposisi yang
sama dengan cairan yang mengalir keluar dari duktus koligens, tidak ada perbedaan komposisi
urine yang bermakna selama urine mengalir melalui kalises ginjal dan ureter menuju ke kandung
kemih.
Urine mengalir dari duktus koligens menuju kalises ginjal. Urine meregangkan kalises
dan meregangkan kalises dan meningkatkan aktivitas pacemaker yang ada, yang kemudian akan
memicu kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis ginjal dan ke arah bawah di sepanjang
ureter, dengan demikian memaksa urine mengalir dari pelvis ginjal ke arah kandung kemih. Pada
orang dewasa, ureter normal panjangnya 25 sampai 35 cm (10 sampai 14 inci).
Dinding ureter terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh saraf simpatis dan
parasimpatis serta pleksus neuron dan serat saraf intramural sepanjang ureter. Seperti otot polos
viseral lainnya, kontraksi peristaltik pada ureter diperkuat oleh rangsang parasimpatis dan
dihambat oleh rangsang simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih melalui otot detrusor di dalam area trigonum kandung
kemih, seperti yang terlihat pada gambar 3. Biasanya, ureter berjalan miring sepanjang beberapa
sentimeter ketika melewati dinding kandung kemih. Tonus normal otot detrusor di dalam
kandung kemih cenderung akan menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik
(refluks) urine dan kandung kemih ketika tekanan di dalam kandung kemih meningkat selama
miksi atau selama kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik di sepanjang ureter

5
meningkatkan tekanan di dalam ureter sehingga daerah yang menuju kandung kemih membuka
dan memungkinkan aliran urine ke dalam kandung kemih.

Gambar 3. Kandung kemih pada perempuan dan laki-laki5

Pada beberapa orang, jarak yang ditempuh ureter di dalam kandung kemih lebih pendek
dari normal, sehingga kontraksi kandung kandung kemih selama miksi tidak selalu menyebabkan
oklusi ureter yang lengkap. Sebagai akibatnya sebagian urine di dalam kandung kemih didorong
ke belakang ke arah ureter, kondisi ini disebut refluks vesikoureter. Refluks semacam ini dapat
menyebabkan pembesaran ureter dan jika berat, dapat meningkatkan tekanan dalam kalises ginjal
dan struktur medulla ginjal, menyebabkan kerusakan di daerah ini.
Pengeluaran urine secara volunteer biasanya dimulai dengan cara berikut: Mula-mula,
orang tersebut secara volunteer mengontraksikan otot perutnya, yang akan meningkatkan
tekanan di dalam kandung kemih dan memungkinkan urine tambahan memasuki leher kandung
kemih dan uretra posterior akibat tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu
reseptor regang, yang mencetuskan refleks miksi dan sekaligus menghambat sfingter uretra
eksterna. Biasanya, seluruh urine akan dikeluarkan dan menyisakan tidak lebih dari 5 sampai 10
ml urine di dalam kandung kemih.
Setiap ureter, saat memasuki kandung kemih, berjalan miring melintasi otot detrusor dan
kemudian berjalan lagi 1 sampai 2 cm di bawah mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan
urine ke kandung kemih.
6
Panjang leher kandung kemih (uretra posterior) adalah 2 sampai 3 cm, dindingnya
tersusun atas otot detrusor dijalin dengan sejumlah besar jaringan elastis. Otot di daerah ini
disebut sfingter interna. Tonus normalnya menyebabkan leher kandung kemih dan uretra
posterior tidak mengandung urine dan, dengan demikian, mencegah pengosongan kandung
kemih hinga tekanan, pada bagian utama kandung kemih meningkat melampaui nilai ambang.
Setelah melewati uretra posterior, uretra berjalan melalui diafragma urogenital, yang
mengandung suatu lapisan otot rangka volunteer, berbeda dengan otot pada bagian korpus dan
leher kandung kemih, yang seluruhnya merupakan otot polos. Otot sfingter eksterna berada di
bawah kendali volunteer sistem saraf dan dapat digunakan untuk mencegah miksi secara sadar
bahkan ketika kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.

Kesimpulan
Batu ginjal, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung
kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis
renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik
yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang timbul, biasanya di daerah
antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha
sebelah dalam.

Daftar pustaka
1. Gaol HL. Mochtar CA. Kapita selekta kedokteran jilid 1. Edisi 4. Jakarta. Media
Aesculapius; 2014: h.277
2. Faiz U, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta. PT Gelora Aksara Pratama; 2003:
h.45
3. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Dasar-dasar anatomi. Singapore. Elsevier;
2014: h.192-3
4. Nuari NA. Widayati D. gangguan pada sistem perkemihan dan penatalaksaan
keperawatan. Yogyakarta. Penerbit Deepublish; 2007: h.9-10
5. Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Singapore. Elsevier; 2014: h.329-
332

Anda mungkin juga menyukai