Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan

Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,

petunjuk maupun pedoman bagi mahasiswa keperawatan dalam melaksanakan

asuhan keperawatan khususnya pada pasien efusi pleura.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang

kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca

untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 23 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .i
DAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .ii
BAB I
PENDAHULUAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
A. Latar Belakang Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Rumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
C. Tujuan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
A. Definisi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
B. Etiologi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
C. Manifestasi Klinik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
D. Patofisiologi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .15
E. Pemeriksaan Penunjang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .17
F. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
A. Pengkajian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
B. Analisa Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .21
C. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .22
BAB IV
PENUTUPAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .32
A. Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .32
B. Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .33
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pleura adalah membrane tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis
dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu didaerah hilus arteri dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bonkialis,
serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologist kedua lapisan ini terdiri dari
sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening
(Harrison, 2000).
Pleura seringkali mengalami pathogenesis seperti terjadinya efusi cairan,
misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila
rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empiema
thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi udara (Somantri, 2009).
Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam,
terutama karena infeksi tuberculosis atau non tuberculosis, keganasan, trauma dan
lain-lain. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang menganggu system
pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya
merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu
keadaan dimana terdapat cairan berlebihan dirongga pleura, jika kondisi ini
dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (Muttaqin, 2008).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus efusi pleura
di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah kanker paru,
sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi pleura suatu
disase entity dan merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat
mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh
jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru .Efusi
pleura menempati urutan ke empat distribus 10 penyakit terbanyik setelah kanker
paru yaitu dengan jumlah 76 dari 808 orang dengan prevalensi 9,14% ( Alsagaf,
2010)

1
Berdasarkan data yang dilaporkan Depatemen Kesehatan tahun 2006
menyebutkan di Indonesia kasus efusi pleura 2,7 % dari penyakit infeksi saluran
napas dengan Case Fatality Rate (CFR) 1, Sedangkan Sulawesi Selatan dilaporkan
kejadian efusi pleura 16 % dari penderita infeksi saluran napas.Tingginya kasus
efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan
sejak dini sehingga menghambat aktifitas sehari-hari dan kematian akibat efusi
pleura masih sering ditemukan.4,5. (Irwadi, Sulina, Hardjoeno , 2009)
Oleh karena ada peningkatan jumlah penderita maka menjadi masalah
kusus untuk kita semua, terutama bagi dunia keperawatan karena efusi pleura
masih menjadi masalah kesehatan yang tinggi, sehingga masalah kesehatan ini
harus segera ditangani dengan serius.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit efusi
pleura?

C. Tujuan
1. Mengetahui cara pengkajian pada klien dengan efusi pleura
2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan efusi pleura.
3. Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan efusi
pleura.
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
efusi pleura.

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh
cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009).
Menurut Smeltzer dan Bare efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga
pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan parietal, adalah proses
penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan
yang mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis daris suatu
penyakit, melainkan hanya merupakan gejalan atau komplikasi dari suatu penyakit
(Muttaqin,2008).
Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang
terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit primer yang
yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain.

B. Etiologi Efusi Pleura : (Mansjoer, 1999)


Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi
pleura melebihi reabsorbsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmer
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Eksudat

3
Eksudat merupakan cairan yang berbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler
pembuluh darah pleura meningkat sehingga selmesotelial berubah menjadi bulat
atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah mikrobakterium tuberculosis dan
dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam
cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening ini (misalnya pada
pleuritis tuberculosis) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi proteincairan
pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragi (Muttaqin, 2008):
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif
(gagal jantung kiri) sindoroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis
hepatis), sindroma vena kava sperior, tumor dan sindroma Meigs.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark
paru, radiasi, dan penyakit kolagen.
3) Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,
infark paru, tuberkulosis dan kanker paru.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral


dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunya kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit
kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus
aritematosus sistemis, tumor dan TB.

Penyakit –penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura (perhimpunan dokter


spesialis penyakit dalam, 2009):

1. Pleuritis karena Virus dan Mikoplasma


Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang.bila terjadinya
jumlahnya tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis virusnya

4
adalah echo virus, Coxsackie group, Chlamidia, rickettsia dan mikoplasma.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6.000 per cc. Gejala
penyakit dapat dengan sakit kepala, demam malaise, mialgia, sakit dada, sakit
perut. Kadang-kadang ditemukan juga gejala perikarditis. Diagnosis ditegakan
dengan menemukan virus dalam cairan efusi dan mendeteksi antibodi terhdap
virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena Bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan
parenkim paru dan menjalar secara hematogen dan jarang melalui penetrasi
diafragma, dinding dada, atau esofagus.
Aerob: streptokokus pneumonia, streptokokus mileri, stafilokokus aureus,
hemofilus spp, eschericia koli, klebsiella, pseudomonas spp.
Anaerob: bakteroides spp, peptosstreptokokus, fusobakterium. Pemberian
kemoterapi dengan ampisilin 4x1 gram dan metronidazol 3x500 mg hendaknya
sudah dimulai sebelum kultur dan sensitivitas bakteri didapat.terapi lain yang
lebih penting adalah mengalirkan cairan efusi yang terinfeksi tersebut keluar dari
rongga pleura yang efektif.
3. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang serosantrokom dan
bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberklorosis
paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab
lain dapat juga dari robeknya perkijauan ke arah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis. Dapat juga secara hematogen
yang menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya serous,
kadang bisa juga hemoragik. Jumlah leukosit antara 500-2.000 per cc. Mula-mula
yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman Tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi
hipersentivitas terhadap tuberkuloprotein. Pada dinding pleura dapat ditemukan
adanya granuloma.
Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberculosis dalam cairan efusi
(biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana frekuensi

5
tuberculosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi
pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan adanya
granuloma pada biopsy jaringan pleura.
Pengobatan dengan obat-obatan anti tuberculosis ( rifampisin, INH,
Pirazinamid/etambutol,/streptomisin ) memakan waktu 6-12 bulan. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkannya
eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan
diresolusi dengan sempurna tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid
secara sistematik. ( prednisone 1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian dosis
diturunkan secara perlahan ).
1) Pleuritis Fungi
Biasanya terjadi karena penjalaran infesi fungi dari jaringan paru. Jenis
fungi penyebab pleuritis adalah: Aktinomikosis, Koksidiomikosis,
Aspergilus, Kriptokokus, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah
karena reaksi hipersentivitas lambat terhadap organisme fungi. Penyebaran
fungi ke organ tubuh lain alamat jarang. Pengobatan dengan amfoterisin B
memberikan respons yang baik. Prognosis penyakit ini relatif baik.
2) Pleuritis Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura adalah amoeba.
Bentuk tropozoitnya datang dari parenkim hati menembus diafragma terus
ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi
akibat peradangan. Disamping ini dapat juga terjadi emphiema kerana
amoeba yang cairanya warna khas merah coklat. Disini parasit masuk
kerongga pleura secara migrasi dari parenkim hati. Bisa juga karena robekan
dinding abses amoeba pada hati kearah rongga pleura. Efusi parapneumonia
karena amuba dari abses hati sering terjadi daripada empiema amuba.
3) Efusi pleura karena kelainan intra abdominal.
Efusi pleura dapat terjadi karena steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat dibawah diafragma seperti pankreas atau
eksaserbasi akut prankreatitiskronik, abses ginjal, abses hati dan abses
limpa.

6
Biasanya efusi terjadi karena pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral.
Mekanismenya adalah karena perpindahan cairan yang mengandung enzim
pankreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi ini bersifat
eksudat serosa, dan hemoragik. Kadar amilase dalam efusi lebih tinggi
daripada serum.
Efusi pleura juga sering 48-72 jam pasca operasi abdomen sperti
spelenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pacsa atelektasis.
Biasanya terjadi unilateral dan jumlah efusi tidak banyak. Cairan biasanya
bersifat eksudat dan mengumpul pada sisi operasi biasanya bersifat maligna
dan kebanyakan akan sembuh secara spontan.

4) Sirosis hati
Efusi pleura dapat terjadi kareana pasien dengan sirosis hati. Kebanyakan
efusi pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan
antara cairan pleura dan asites, karena terdapat hubungan fungsional antara
rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau
jaringan otot difragma. Kebanyakan efusi menempel pleura kanan ( 70% )
dan bisa juga terjadi bilateral.
Torakosentesis kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi sesak nafas
tapi bila asitesnya padat sekali cairan pleura akan timbul lagi dengan cepat.
Dalam hal ini perlu dilakukan terapi peritoneosintesis disamping terapi
dengan diuretic dan terapi terhadap penyakit asalnya.

5) Sindrom Meigh
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium
disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis ini masih belum diketahui betul.
Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun segera
hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan
pleura sering dikirakan sebagai neoplasma dan metatasisnya.
6) Dialisis peritoneal

7
Efusi leura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis
peritonial. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan
cairan dialisat dari ringga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini
terbukti dengan samanya koposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat.
4. Efusi pleura karena kolagen
a) Lupus eritematosus
Pleuritis adalah salah satu gejala yang timbul belakangan pada
penyakit lupus eritematosus sistemik (SLE). Dengan terjadinya efusi pleura
yang kadang-kadang mendahului gejala sistemik lainnya, diagnosis SLE ini
menjadi lebih jelas. Hampir55% dari SLE disertai pleuritis dan 25%
daripada juga dengan efusi pleura.
b) Aritis reumatid (RA).
Efusi pleura terdapat pada 5% RA selama masa sakit. Cairan efusi
bersifat eksudat serosa yang banyak mengandung limfosit. Faktor reumatoid
mungkin terdapat dalam cairan efusi tapi tidak patognomik untuk RA,
karena juga terdapat pada karsinoma, tuberkulosis dan pneumaonia. Kadar
glukosa biasanya sangat rendah ( kurang dari 20%) malah tidak terdeteksi
sama sekali ( demikian juga pada tuberculosis dan karsinoma ). kadar
kolestrol dalam cairan efusi juga sering meningkat. Biopsi pada jaringan
pleura bisa mendapat granuloma yang seolah-olah seperti nodul reumatik
perifer. Umumnya efusi pleura pada RA sembuh sendiri tanpa diobati tapi
kadang-kadang diperlukan juga terapi kortikosteroid.
Demam reumatik akut sering juga ditemukan efusi pleura dengan sifat
eksudat. Jumlah cairan biasanya sedikit dan segera menghilang bila demam
reumatiknya berkurang.
c) Skeloderma
Efusi pleura juga didapatkan pada penyakit skoloderma. Jumlah cairan
efusinya tidak banyak, tapi yang menonjol disini adalah penebalan pleura
atau adhesi yang terdapat pada 75% pasien skeleroderma.
5. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi

8
a) Gangguan kariovaskuler
Payah jantung adalah sebab terbanyak timbulnya efusi plura. Penyebab
lain: perikarditis kontritiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya
adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan
kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah
subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga
filtrasi cairan ke pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral tapi yang agak sulit menerangkan
adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya
teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretic, dll. Dan efusi pleura juga segera
menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila pasien
amat sesak.
b) Emboli pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.
Keadaan ini dapat disertai dengan infark paru ataupun tanpa infark. Emboli
dapat menyebabkan menurunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga
terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan
peradangan dengan efusi yang berdarah ( warna merah).
Pada bagian paru yang iskemik terdapat juga kerusakan pleura viseralis,
keadaan ini kadang-kadang disertai pleuritik yang berarti pleura parietalis
juga ikut terkena. Disamping itu permeabilitas antara satu ataupun kedua
bagian pleura meningkat, sehingga cairan efusi mudah terbentuk. Adanya
nyeri pleuritik dan efusi pleura pa da emboli pulmonal tidak berarti infark
Paru juga harus terjadi. Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya
tidak banyak dan biasanya sembuh secara spontan. Efusi pleura dengan
infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuhan
juga lebih lama.
Pengobatan ditujukan terhadap embolinya yakni dengan memberikan
obat antikoagulan dan mengontrol keadaan trombositnya.

9
c) Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti
sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta edema
anasarka. Efusi ini terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan
pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi ini terjadi
kebanyakan bilateral dan cairannya bersifat transudat.
Pengobatan adalah dengan memberikan diuretic dan restriksi pemberian
garam. Pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
6. Efusi pleura neoplasma
Neoplasma primer atau sekunder ( metastasis ) dapat menyerang
pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling
banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah
akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan
torakosentesis berkali-kali.
Efusi bersifat eksudat tapi sebagin kecil ( 10% ) bisa sebagai
transudat. Warna efusi bisa serosantokrom ataupun hemoragik ( terdapat
lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc ). Didalam cairan ditemukan sel-sel
limfosit ( yang dominan 0 dan banyak sel mesotelial. Pemeriksaan sitologi
terhadap jenis-jenis neoplasma.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleurabpada
neoplasma yakni:
 Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura
terhadap air dan protein.
 Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh
darah vena dan getah bening sehingga rongga pleura gagal dalam
memindahkan cairan dan protein.
 Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinema
Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral tetapi bisa juga
bilateral karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat
mengakibatkan pengaliran cairan dari rongga pleura via diafragma. Keadaan efusi

10
pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini ditemukan 10-20% karsinoma bronkus,
8% dari limfoma maligna dan leukemia. jenis-jenis neoplasma yang menyebabkan
efusi pleura:
a. Mesotelioma
Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini
jarang ditemukan bila tumor masih terlokalisasi biasanya tidak
menimbulkan efusi pleura sehingga dapat digolongkan sebagai tumor jinak.
Sebaliknya bila ia tersebar ( difus )digolongkan sebagai tumor ganas karena
dapat menimbulkan efusi pleura yang maligna.
b. Karsinoma bronkus
Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi pleura.
Tumor bisa ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung
dari paru-paru melalyui pembuluh getah bening. Efusi dapat juga terjadi
tanpa adanya pleura yang terganggu yakni dengan cara obstruksi
pneumonitis atau menurunnya aliran getah bening. Terapi operasi terhadap
tumornya masih dapat dipertimbangkan tetapi bila pada pemeriksaan
sitologi sudah ditemukan cairan pleura pasien tidak dapat dioperasi lagi.
Untuk mengurangi keluhan sesak nafasnya dapat dilakukan torakosentesis
secara berulang-ulang. Tapi sering timbul lagi dengan cepat sebaiknya
dipasang pipa torakotomi pada dinding dada ( risikonya timbul empiema
).tindakan lain untuk mengurangi timbulnya lagi cairan adalah dengan
pleurodesis memakai zat-zat seperti tetrasiklin, talk, sitistatika, kuinakrin.
c. Neoplasma metastatic
Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastasis kepleura dan
menimbulkan efusinya adalah karsinoma payudara (terbanyak , ovarium,
lambung, ginjal, pancreas, dab bagian-bagian organ lain dalam abdomen.
Efusi dari pleura yang terjadi dapat bilateral. Ganbaran foto mungkin
tidak terlihat bayangan metastasis dijaringan baru karena implantasi dapat
mengenai pleura viseralis saja. Pengobatan terhadap neoplasma metastatic
ini sama dengan karsinoma bronkus yakni dengan kemoterapi dan
penanggulangan terhadap efusi pleuranya.

11
d. Limfoma maligna
Kasus-kasus limfoma maligna ( non Hodgkin dan Hodgkin ) ternyata
30% bermetastasis kepleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Didalam
caiaran efusi tidak selalu terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma
lainnya. Biasanya ditemukan sel-sel limfosit karena sel ini ikut dalam aliran
darah dan aliran getah bening melintasi rongga pleura. Diantara sel-sel lain
yang bermigrasi inilah kadang-kadang ditemukan sel-sel yang ganas
limfoma malignum.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya yakni:
 Bila efusi terjadi dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura, cairannya adalah eksudat berisi sel limfosit yang banyak
dan sering hemoragik.
 Bila efusi terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cairannya
bisa transudat atau eksudat dan ada limfosit.
 Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya
akan berbentukkilus.
 Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma
maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, efusi
akan berbentuk empiema akut atau kronik.
Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura yang berulang (efusi
maligna ) pada limfoma maligna kebanyakan tidak responsif terhdap tindakan
torakostomi dan instilasi dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan efusi
maligna ini mempunyai prognosis yang buruk.
7. Efusi pleura karena sebab lain-lain
1) Trauma
Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma yakni trauma tumpul,
laserasi, luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah
hebat atau karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
Jenis cairan dapat berupa serosa ( eksudat/transudat ), hemotoraks,
kilotoraks, dan empiema.

12
Analisis cairan ufusi dapat menentukan lokalisasi trauma,
misal pada ruptura esophagus kadar pH nya rendah ( lebih kurang
6,5 ) karena terkontaminasi dengan asam lambung, kadar amylase
dalam cairan pleura meningkat karena adanya air ludah ( saliva )
yang tertelan dan masuk kedalam riongga pleura.
2) Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis
yang terdiri dari efusi pleura, efusi perikard, dan efusi peritoneal
(asites). Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui betul
tapin diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan
permeabilitas jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Yang agak
unik adalah cairan masih juga terjadi walaupun pasien menjalani
hemodialisis kronik ( uremianya berkurang ). Disini cairan malah
dapat berubah dari serosa menjadi hemoragik dan seterusnya
terjadi kontriktif pleura/pericardium. Asal darah tidak jelas betul
tapi diperkirakan karena efek antikoagulan/heparin pada
pleura/pericardium. Bila sudah terjadi kontriktif pleura/pericardium
penatalaksanaannya adalah dengan dekortikasi.
Sebagian besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan
gejala yang jelas seperti sesak nafas, sakit dada atau batuk. Jumlah
efusi bisa sedikit atau banyak, unilateral atau bilateral.. kadang-
kadang dengan dialysis yang teratur efusi dapat terserap perlahan-
lahan. Torakosentesis sewaktu-waktu masih diperlukan.
3) Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagi bagian
dari penyakit miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun
secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan mengandung
protein dengan konsentrasi tinggi.
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka,
tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru.
Beberapa pasien dapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-

13
kuningan. Pathogenesis efusi pleura vbersifat eksudat ini belum
diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya kegagalan aliran
getah bening. Didaerah timur tengah terutam pada bangsa yahudi
penyakit diturunkan sebagai secara autosomal resesif dari orang tua
ke anaknya.
Gejala penyakit berupa serangan demam yang berulang, rasa
sakit abdominal dan pleuritis. Pleuritis disini dapat memberikan
rasa nyeri pleuritik dan efusi pleura. Pengobatan bersifat suportif
saja dan operasi sebaiknya dihindarkan.
4) Reaksi hipertensif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofuratoin,metilsergid, praktolol
kadang-kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru
dan pleura berupa radang dan kemudian juga akan menimbulkan
efusi pleura. Bila proses menjadi kronik bisa terjadi fibrosis paru
atau pleura.
Pengobatan dengan hidrazin, prokainamid dan kadang-
kadang derngan definilhidatoin dan isoniazid sering juga
menimbulkan pleuritis dan perikarditid. Radang dan efusi yang
timbul dapat menghilang bila pemberian obat-obatan tersebut
dihentikan.

C. Manifestasi Klinik
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis
cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri
dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk
atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan
gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a) batuk kadang berdarah
b) demam, menggigil
c) pernafasan yang cepat

14
d) Lemas progresif disertai penurunan BB
e) Asites
f) Dipsnea

D. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic
plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel
mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat
melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma
(eskudat), sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan
ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder
(akibat samping )terhadap peradangan atau adanya neoplasma.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan
oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai
pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat
pleura perietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura.
Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah
tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit
lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati,
sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai
keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan , atelektasis paru dan
pneumotoraks .

15
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan kedalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa
yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti
parapneumonia, parasit(amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur,
pneumonia atipik(virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,
proses imunologik seperti leuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis,
radang sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan
akibat radiasi.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika
terjadi payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan
terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya
timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada dalam pleura,
ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar
limfe dipleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang
abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik
sindrom, malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan edema
anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan
pleura dan reabsorsi yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya
penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan
akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.
Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian akan
bergantung pada kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume
dalam batas pernafasan normal dinding dada cenderung recoil keluar
sementara paru-paru cenderung untuk recoil kedalam.

16
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologic mempunyai nilai yang tinggi dalam
menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam
menentukkan faktor penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan
homogeny dengan batas atas yang cekung atau datar, dan sulit
kostofrenikius yang tumpul; cairan dengan jumlah yang sedikit hanya
akan memberikkan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus.
Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks
yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogeny baru dapat terlihat
jelas apabila cairan efusi pleura lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak
tampak pada foto posteroanterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi
dekubitus lateral.
Di bawah ini beberapa pemeriksaan radiologis yang lazim
dilakukan :
Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan di konfirmasi dengan foto thpraks. Dengan foto thoraks posisi
lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura
sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA
ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.

CT scan dada : CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru


dan cairan dan biasa menunjukkan adanyan pneumonia, abses paru atau
tumor.
USG dada : USG bisa membantu menentukkan lokasi dari
pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukkan
pengeluaran cairan.

Torakosentesis

17
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan local).
Analisa cairan pleura
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui,
kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, yaitu melalui
thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan
seperti :
- Komposisi kimia seperti protein, laktat dehydrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glucose.
- Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
- Pemeriksaan hitung sel.
- Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

Biopsi
Diagnosis dari pleuritis TB secara umum ditegakkan dengan
analisis cairan pleura dan biopsy pleura. Biopsi pleura parietal telah
menjadi tes diagnostic yang paling sensitive untuk pleuritis TB.
Pemeriksaan histopatologis jaringan pleura menunjukkan peradangan
granulomatosa, nekrosis kaseosa, dan BTA positif.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukkan.
Biopsi pleura perlu dipikirkan setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata
negative. Diagnosis keganasan dapat ditegakkan dengan biopsi pleura
tertutup pada 60% penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
biopsi yang dilakukan berulang (dua sampai empat kali) dapat
meningkatkan diagnosis sebesar 24%. Biopsi pleura dapat dilakukan
dengan jarum.

18
F. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan (Brunner & Suddarth, 2000)
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyabab yang
mendasari untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk
menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik
diarahkan pada penyebab yang mendasari.

1) Torasentesis, ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan


pengosongan cairan. Indikasi untuk melakukan torakosentesis
adalah: (1) menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh
akumulasi cairan dalam rongga pleura, (2) bila terapi spesifik pada
penyakit primer tidak efektif atau gagal, (3) bila terjadi
reakumulasi cairan.
2) Selang dada dan drainase water –seal mungkin diperlukan untuk
pneumotoraks (kadang merupakan akibat torasentesis berulang).

Water Seal Drainase


WSD (Water Seal Drainase) adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain
untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
Indikasi :
- Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus.
- Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah
thorak
- Efusi pleura
- Empiema Karen penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
Tujuan pemasangan WSD:
 Untuk mengeluarkan udara, caiaran atau darah rongga pleura.
 Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
 Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian.
 Untuk mencegah reflex drainase kembali kedalam rongga dada.
Tempat pemasangan WSD:

19
a. Apical
Letak selang pada interkosta III mid klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-V1 atau interkostal VIII-IX mid
aksiller
Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

Jenis WSD:
1. Sistem 1 botol .sistem drainase ini paling sederhana dan
sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks
2. System dua botol pada system ini btol pertama
mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol
waterseal
3. System tiga botol , botol penghisap control ditambahkan
kesistem dua botol.sistem tiga botol ini paling aman untuk
mengatur jumlah penghisapan.
Komplikasi pemasangan WSD:
1. Komplikasi primer: perdarahan, edema paru, tension
pneumotoraks, atrial aritmia
2. Komplikasi sekunder: infeksi, emfiema

3) Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi


ruang pl;eura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
4) Modalitas pengobatan lainnya: Radiasi dinding dada, operasi
pleurektomi dan terapi diuretic.

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data Subjektif : Bapak L mengeluh susah saat tarik nafas dalam.
Data Objektif :
Inspeksi : dada kelihatan seperti tong, dinding dada sebelah kanan
selalu tertinggal saat bernafas.
Auskultasi : Tidak ada terdengar udara saat inspirasi dan ekspirasi
Perkusi : dada bagian kanan suara redup.

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 DS: - Tn.L mengeluh Penumpukan cairan di pola nafas
susah tarik nafas dalam. rongga pleura tidak efektif
DO:
- Tidak ada terdengar Tekanan intrapleural
suara saat inspirasi dan
ekspirasi Efusi Pleura
- Dada bagian kanan
suara redup Ekspansi paru
- dada seperti tong menurun dan asimetris
gerakan paru

Pertukaran O2 di
alveoli
menurun

Dypnea

21
Pola nafas tidak
efektif

2 DS: - Tn.L mengeluh Nyeri


susah tarik nafas dalam.
DO: Penumpukan cairan di
- Tidak ada terdengar rongga pleura
suara saat inspirasi dan
ekspirasi Tekanan intrapleural
- Dada bagian kanan
suara redup Efusi Pleura
-dinding dada sebelah
kanan selalu tertinggal Penurunan ekspansi
saat bernafas. paru

Pengeluaran zat-zat
vasoaktif(bradikinin,
serofinin)

Merangsang ujung-
ujung saraf bebas

Nyeri

C. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya

22
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intevensi pola nafas
klien dapat normal.
Kriteria evaluasi:
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal,
pada pemeriksaan rontgen thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, dan bunyi napas terdengar jelas.
Rencana Intervensi Rasioanl
Identifikasi factor penyebab Dengan mengidentifikasi
penyebab, kita dapat
menentukan jenis efusi pleura
sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat
Kaji kualitas, frekuensi, dan Dengan mengkaji kualitas,
kedalaman pernapasan, serta frekuensi dan kedalaman
melaporkan setiap perubahan yang pernapsan kita dapat
terjadi mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
Baringkan klien dengan kondisi yang Penurunan diafragma dapat
nyaman, dalam posisi duduk, dengan memperluas daerah dada
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90o sehingga ekspansi paru bisa
atau miringkan kearah sisi yang sakit maksimal.
Miring kearah sisi yang sakit
dapat menghindari efek
penekanan gravitasi cairan
sehingga ekspansi dapat
maksimal
Observasi tanda- tanda vital ( nadi dan Peningkatan frekuensi napas
pernapasan) dan takikardi merupakan

23
indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
Lakukan auskultasi suara napas tiap 2- Auskultasi dapat menentukan
4 jam . kelainan suara napas pada
bagian paru
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk Menekan daerah yang nyeri
dan napas dalam yang efektif ketika batuk atau napas dalam.
Penekanan otot- otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.
Kolaborasi dengan tim medis lain Pemberian O2 dapat
untuk pemberian O2 dan obat-obatan menurunkan beban pernapasan
serta foto thoraks dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thoraks, dapat di
monitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru
Kolaborasi untuk tindakan Tindakan thorakosentesis atau
thorakosentesis fungsi pleura bertujuan untuk
menghilangkan sesak napas
yang disebabkan oleh
akumulasi cairan dalam rongga
pleuraa.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungang dengan


sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema
tracheal/faringeal.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi, bersihan
jalan nafas kembali efektif.

24
Kriteria evaluasi :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Pernafasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan
otot bantu nafas. Bunyi nafas normal, Rh-/- dan pergerakan
pernafasan normal.
Rencana intervensi Rasional
Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, Penurunan bunyi nafas
kecepatan, irama, kedalaman, dan menunjukkan atelektasis,ronkhi
penggunaan otot bantu nafas. menunjukkan akumulasi secret
dan ketidakefektifan
pengeluaran sekresi yang
selanjutnya dapat menimbulkan
penggunaan otot bantu nafas
dan peningkatan kerja
pernafasan.
Kaji kemampuan mengeluarkan Pengeluaran akan sulit bila
sekresi, catat karakter dan volume sekret sangat kental (efek
sputum infeksi dan hidrasi yang tidak
adekuat).
Berikan posisi semifowler/fowler Posisi fowler memaksimalkan
tinggi dan bantu klien latihan nafas ekspansi paru dan menurunkan
dalam dan batuk efektif. upaya bernafas. Ventilasi
maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan
nafas besar untuk dikeluarkan.
Pertahankan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat
2500 ml/hari kecuali tidak membantu mengencerkan
diindikasikan. sekret dan mengefektifkan
pembersihan jalan nafas.

25
Bersihkan sekret dari mulut dan Mencegah obstruksi dan
trachea bila perlu lakukan pengisapan aspirasi. Pengisapan diperlukan
( suction ). bila klien tidak mampu
mengeluarkan sekret. Eliminasi
lendir dengan suction sebaiknya
dilakukan dalam jangka waktu
kurang dari 10 menit dengan
pengawasan efek samping
suction.
Kolaborasi pemberian obat sesuai Pengobatan antibiotik yang
indikasi: obat antibiotic ideal adalah dengan adanya
dasar dari tes uji resistensi
kuman terhadap jenis antibiotik
sehingga lebih mudah
mengobati pneumonia.
Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan
sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
Bronkodilator: jenis aminofilin via Bronkodilator meningkatkan
intravena diameter lumen percabangan
trakheobronkhial sehingga
menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada
hipoksemia dengan keterlibatan
luas dan bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan.

26
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik dan rencana pengobatan
Tujuan : Memberikan informasi tentang proses penyakit, program
pengobatan
Kriteria Hasil :
- Klien mengetahui tentang proses penyakit, program pengobatan
penyakitnya.
- Kecemasan klien menurun
Rencana Intervensi Rasional
Jelaskan hal – hal mengenai Mengorientasi program
penyakit pada pasien dan pengobatan. Membantu
pengobatan menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol.

Ajarkan tindakan yang dapat Pengontrolan dispnea melalui


mengontrol dyspnea pengontrolan seimbang, istirahat
cukup dan aktivitas dapat
ditoleransi

Kaji patologi masalah individu Informasi menurunkan takut


karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk
pemahaman kondisi dinamik.
Kaji ulang tanda / gejala yang Berulangnya efusi pleura
memerlukan evaluasi medik memerlukan intervensi medik
cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, untuk mencegah / menurunkan
dispnea, distres pernapasan lanjut potensial komplikasi.
Kaji ulang praktik kesehatan yang Mempertahanan kesehatan umum
baik, istirahat meningkatkan penyembuhan dan

27
dapat mencegah kekambuhan.

Identifikasi kemungkinan kambuh Penyakit paru yang ada seperti


/ komplikasi jangka panjang PPOM berat dan keganasan dapat
meningkatkan insiden kambuh.

Perubahan nurtisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan,


dispneu, anorexia.
Tujuan : memuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria:
- BB meningkat
- Melakukan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB
yang tepat
Rencana Intervensi Rasionalisasi

Catat status nutrisi pasien Berguna dalam mendefenisikan


derajat / luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang berguna.

Awasi masukan / pengeluaran dan Berguna dalam mengukur


BB secara periodic keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.

Selidiki anoreksia, mual, muntah, Dapat mempengaruhi pilihan diet


dan catat kemungkinan hubungan dan mengidentifikasi area
dengan obat. Awasi frekuensi, pemecahan masalah untuk
volume dan konsistensi feses. meningkatkan pemasukan /
penggunaan nutrient.

28
Berikan perawatan mulut sebelum Menurunkan rasa tak enak karena
dan sesudah tindakan pernapasan. sisa sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi yang
merangsang pusat muntah.

Anjurkan makan sedikit dan sering Memaksimalkan masukan nutrisi


dengan makanan tinggi protein tanpa kelemahan yang tak perlu /
dan karbohidrat. kebutuhan energi dari makanan
banyak dan menurunkan iritasi
gaster.

Rujuk ke ahli gizi untuk komposisi Untuk mengidentifikasi kebutuhan


diet. nutrisi individu untuk
meningkatkan penyembuhan.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas


terhadap efusi pleura, nyeri akut, imobilitas, kelemahan umum

Tujuan : Dapat beraktivitas sebagaimana biasanya

Kriteria Evaluasi :

Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukan dengan daya


tahan tubuh, penghematan energi,dan perawatan diri

Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat dicapai atai dipertahankan


secara realistis

29
-Menampilkan aktivitas sehari-hari dengan beberapa bantuan (misalnya
eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi

-Mengurangi dyspnea
Rencana Intervensi Rasionalisasi
Jelaskan aktivitas dan faktor yang Merokok, suhu ekstrim dan stre
dapat meningkatkan kebutuhan menyebabkan vasokonstruksi
oksigen. pembuluh garah dan peningkatan
beban jantung.
Anjurkan program hemat energy, Mencegah penggunaan energi
buat jadwal aktifitas harian, berlebihan
tingkatkan secara bertahap
Ajarkan teknik napas efektif Mempertahankan pernapasan
lambat dengan tetap
mempertahankan latihan fisik yang
memungkinkan peningkatan
kemampuan otot bantu pernapasan
Pertahankan terapi oksigen Meningkatkan oksigenasi tanpa
tambahan mengorbankan banyak energi

Beri waktu istirahat yang cukup Meningkatkan daya tahan pasien,


mencegah keletihan

Rangguan perfusi cerebral berhubungan dengan inadekuat sirkulasi


oksigen ke otak
Tujuan : pemenuhan kebutuhan oksigen ke otak dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- status mental baik
- Fungsi sensorik dan motorik baik

30
- Tingkat kesadaran klien baik

Rencana intervensi Rasionalisasi


Kaij tingkat kesadaran dengan klien hipoksia yang parah dapat
dengan GCS (Glasgow coma scale) menyebabkan perubahan tingkat
kesadaran, koma dan dapat
fatal.

Pantau tanda- tanda vital secara peningkatan RR dan takikardi


teratur merupakan adanya indikasi
penurunan fungsi paru.
peningkatan TD terjadi karena
peningkatan TIK, jika diikuti
oleh penurunan kesadaran.
Demam dapat mencerminkan
kerusakan hipotalamus
Periksa respon dan ukuran pupil Reaksi pupil diatur oleh saraf
terhadap rangsangan cahaya cranial okulomotor (III) dan
berguna untuk menentukan
batang otak tersebut semakin
baik. Ukuran dan kesamaan
pupil ditentukan oleh
keseimbangan antara persarafan
simpatis dan parasimpatis yang
mempersarafi.
Pertahankan posisi kepala dalam Menurunkan tekanan arteri
keadaan netral dengan bantalan kecil dengan meningkatkan drainase
(posisi elevasi) dan meningkatkan sirkulasi atau

31
perfusi serebral.
Cegah pasien untuk mengedan, batuk Batuk dan mengejan dapat
keras, berikan periode istirahat meningkatkan tekanan
cukup, lingkungan nyaman intracranial dan potensi terjadi
pendarahan

BAB IV

PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Efusi Pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukkan
cairan diantara dua lapisan pleura. Pleura merupakan membrane yang
memisahkan paru-paru dengan dinding dada bagian dalam.

32
Cairan yang di produksi pleura ini sebenarnya berfungsi sebagai
pelumas yang membantu kelancaran pergerakkan paru-paru ketika
bernafas. Namun ketika cairan tersebut berlebihan dan menumpuk, maka
bisa menimbulkan gejala-gejala tertentu.
Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura
yang terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit
primer yang yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah
ini dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat di pertanggung
jawabkan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, MC dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC

33
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Price, SA & Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2.


Jakarta : Salemba Medika

34

Anda mungkin juga menyukai