Anda di halaman 1dari 7

BIOSISTEMATIKA HEWAN

Hilyah Aulia

1187020028

Biologi 3A

1. Cacing pita dan cacing pipih termasuk dalam satu filum yakni Platyhelminthes tetatpi berbeda
kelas klasifikasinya. Tubuh Platyhelminthes terdiri atas tiga lapisan embrionik (triploblastik).
Tubuhnya aselomata atau tidak memiliki rongga tubuh. Ada Platyhelminthes yang sudah
memiliki sistem pencernaan makanan, terutama yang hidup bebas. Namun, ada pula yang tidak
memiliki sistem pencernaan makanan, misalnya cacing pita (Cestoda). Platyhelminthes tidak
memiliki sistem pernapasan dan sistem peredaran darah, sehingga pertukaran dan transportasi zat
terjadi secara difusi. Sistem saraf Platyhelminthes berupa beberapa pasang benang saraf. Alat
ekskresi masih sangat sederhana, berupa saluran bercabang-cabang yang berakhir pada sel api
(flame cell). Alat indra berupa bintik mata untuk mendeteksi adanya sinar dan kemoreseptor.
Cacing yang hidup endoparasit, seperti cacing pita, tidak memiliki alat indra.

Cacing pipih dulunya dibagi menjadi tiga kelompok. Turbellaria yang sebagian besar hidup
bebas termasuk planaria,dan dugesia, ini ditemukan di lautan, di air tawar, dan habitat darat
lembab, dan beberapa bersifat parasit. Trematoda, atau Cacing, semuanya parasit, dan memiliki
siklus hidup yang kompleks khusus sebagai parasitisme dalam jaringan hewan. Anggota dari satu
takson utama cacing ini, adalah Digenea – yang kebetulan meliputi paru-paru manusia
digambarkan di sebelah kanan – melewati beberapa tahap remaja yang parasit dalam satu, dua,
atau lebih host intermediate sebelum mencapai usia dewasa, pada saat itu mereka parasit host
definitif. Ini Cestoda, atau cacing pita, adalah parasit usus pada vertebrata, dan mereka juga
menunjukkan anatomi dan sejarah hidup modifikasi untuk parasitisme.
 Tabel Karakteristik cacing pita dan cacing pipi

Cacing Pita Cacing Pipih


1. Berbentuk pipih yg terdiri dari segmen 1. termasuk triploblastik aselomata
(proglotid)
2. hidup bebas di air tawar dan tempat lembap,
2. Tidak punya saluran pencernaan karna sari ada juga yang hidup sebagai parasit, tubuh
makanan diserap langsung oleh permukaan tidak bersegmen
tubuh
3. sistem pencernaan makanan tidak sempuma
3. Bersifat Endoparasit pada pencernaan
vertebrata 4. Ekskresi dengan menggunakan flame cells
(sel api)
4. Alat penghisap tersusun dari rostelum
(bahan kitin) 5. memiliki sistem saraf tangga tali

5. Tubuh cacing ini pipih (Platy), seperti pita 6. memiliki mata


yang terdiri atas tiga bagian yaitu skoleks, 7. reproduksi secara seksual dan aseksual
leher, dan strobila.
8. memiliki daya regenerasi yang tinggi
6. Pada bagian skoleks Taenia solium terdiri
atas sebuahrostelum yang dilengkapi kait- 9. serta merupakan organisme hermafrodit.
kait (hooks) dan empat buah batil hisap
10. mempunyai sistem penginderaan berupa
(sucker).
oseli, yaitu bintik mata yang mengandung
7 Strobila Taenia solium tersusun atas 800 pigmen peka terhadap cahaya
sampai 1000 segmen (proglotida).
11. Memiliki satu lubang yaitu di mulut tanpa
8. Cacing ini tergolong sebagai hemaprodit. dubur

9.Taenia solium tidak memiliki organ 12. Tidak memiliki sistem pernapasan
pencernaan sehingga untuk memperoleh
13. Memiliki simetri bilateral
nutrisi yang dibutuhkannya cacing ini
mengambil dari inangnya dengan 14. Memiliki saraf tunggal tali
menggunakan bagian tubuhnya yang
bernama tugumen. 15. Tidak memiliki pembuluh darah

10. Sistem ekskresinya menggunakan terdiri


dari collecting canal dan flame cell.
2. Bryozoa disebut juga Polyzoa atau Ectoprocta yang secara umum disebut sebagai hewan
lumut, adalah filum hewan invertebrata air. Biasanya panjangnya sekitar 0,5 milimeter (0,020
in), mereka pengumpan filter yang menyaring partikel makanan dari air menggunakan lofofor
yang dapat ditarik sebuah mahkota dari tentakel yang dilapisi dengan silia. Kebanyakan spesies
bryozoa hidup di perairan tropis, tetapi beberapa hidup di palung samudera dan lainnya yang
ditemukan di perairan kutub. Satu dari kelas bryozoa hanya hidup di lingkungan air tawar yaitu
kelas Phylactolaemata, kelas Stenolaemata hidup di lingkungan air laut dan beberapa spesies dari
kelas Gymnolaemata sebagian lebih suka lingkungan air payau. Lebih dari 4.000 spesies yang
masih hidup telah diidentifikasi. Sebagian besar bryozoa hidup berkoloni kecuali satu genus
yaitu Monobryozoon yang hidup soliter.
Filum ini awalnya disebut "Polyzoa", tetapi pada tahun 1831 istilah ini diganti dengan
"Bryozoa". Kelompok hewan lain kemudian ditemukan yang mekanisme penyaringannya
tampak mirip dan dimasukan dalam filum bryozoa, pada tahun 1869 setelah diketahui bahwa
kedua kelompok sangat berbeda secara internal kelompok baru diberi nama Entoprocta dan
menjadi filum tersendiri, sedangkan bryozoa yang asli disebut "Ectoprocta". Namun, tetap istilah
bryozoa lebih banyak digunakan.

Entoprocta yang namanya berarti ” anus dalam “, adalah filum dari sebagian besar sessile hewan
air , panjangnya 0,1-7 milimeter (0,0039-,28 in). Individu dewasanya adalah piala berbentuk,
pada relatif tangkai panjang. Mereka memiliki “mahkota” dari tentakel padat silia yang
menghasilkan arus air yang menarik partikel makanan ke mulut, dan kedua mulut dan anus
terletak di dalam “mahkota”. Bryozoa (Ectoprocta) biasanya terlihat memiliki anus luar
“mahkota” dari tentakel berongga. Kebanyakan keluarga dari entoprocta bersifat kolonial,
kecuali 2 dari 150 spesies laut. Sebuah spesies soliter sedikit dapat bergerak perlahan.
3. Karakteristik Mollusca

Ciri-ciri Mollusca:

Eukariot, Multiseluler, Triploblastik, selomata, namun selom tersebut mengalami reduksi simetri
bilateral, Bertubuh lunak, dinding tubuh tebal dan berotot, umumnya memiliki cangkang yang
tersusun atas kalsium karbonat atau kitin, memiliki kepala, lubang anus dan ekskretori umumnya
membuka ke arah rongga mantel, ovum berukuran kecil, memiliki sedikit cadangan
makanan,organ ekskresi berupa ginjal, berjumlah sepasang atau beberapa hanya memiliki 1
ginjal, sudah memiliki saluran peredaran darah dan jantung yang terdiri atas aurikel dan ventrikel
sebagian besar hidup di laut, namun ada pula yang hidup di darat dan air tawar, Secara umum,
tubuh Mollusca terdiri atas 3 bagian, yaitu kaki berotot yang berfungsi untuk pergerakan, massa
visceral yang mengandung organ-organ, dan mantel yang berfungsi melindungi massa visceral
dan mensekresikan bahan pembuat cangkang.

Berdasarkan struktur tubuh, Mollusca dibagi menjadi 8 Kelas, 6 diantaranya yaitu:

1. Aplacopora

2. Scapopoda

Memiliki bentuk cangkang seperti gading gajah Hidup di laut, di dalam subtract. Contoh:
Detalium entale

3. Polyplacophora

Memiliki cangkang tersusun atas 8 lempeng yang terbuat dari zat kapur kepala mengalami
reduksi, Memiliki kaki, Hidup di laut. Contoh: Chiton sp.

4. Gastropoda

Tubuh asimetris, Memiliki cangkang berpilin tunggal yang tersusun atas kitin atau kapur Ketika
dalam masa perkembangan, tubuhnya berputar 180o, Memiliki radula pada mulut yang berfungsi
seperti gigi, Beberapa spesies memiliki kaki untuk pergerakan, Bernapas dengan insang atau
paru-paru Hermaprodit. Contoh: bekicot, keong

5. Bivalvia

Tubuh simetris bilateral, Kaki pipih, Memiliki cangkang setangkup yang tersusun atas kitin atau
kalsium karbonat, kepala mengalami reduksi, Memiliki insang berpasangan dan berupa
lembaran, Umumnya hidup di dalam substrat, di laut dan air tawar, Mantel membentuk sifon
yang berfungsi sebagai penyaring makanan. Contoh: remis, kerang hijau, tiram

6. Cephalopoda
Terdapat tentakel di kepala, Memiliki cangkang internal, kecuali pada Nautilus (cangkang
eksternal), Beberapa spesies memiliki radula pada mulut, namun ada pula yang tidak, Bergerak
dengan memanfaatkan tekanan air melalui sifon yang terbuat dari mantel Hidup di laut. Contoh:
cumi-cumi, gurita, Nautilus.

4. Kebiasaan makan gastropoda sangat beragam. Hal ini dapat dilihat pada struktur radulanya.
Radula yang dimiliki gastropoda tiap jenisnya berbeda-beda, radula pemakan tumbuh-tumbuhan
berbeda dengan radula pemakan daging (Dharma, 1988). Hughes (1986) menerangkan bahwa
kebiasaan makan dari gastropoda meliputi semua proses dari mencari makan, membawanya
sampai pada proses pencernaannya, termasuk dalam hal ini semua aktifitas yang memungkinkan
untuk mencari makan. Gastropoda pemakan mikroalga secara perlahan-lahan bergerak di atas
subtrat sambil mengumpulkan makanan, sedangkan yang bersifat predator menunggu mangsanya
dan kadang-kadang bergerak mencari mangsa. “Suspension feeder ” menahan partikel-partikel
makanan dari aliran air sedangkan “Deposit feeder” menyerap yang terdapat dalam sedimen
(Hughes, 1986).

Pada jenis gastropoda yang memburu makanan ada dua aspek yang berperan terhadap efisiensi
pengambilan makanan, yakni saat gastropoda bergerak mencari makan dengan kecepatan
pergerakannya dan kondisi jalan atau subtrat. Dalam proses mencari makan dibutuhkan waktu
yang paling memungkinkan untuk mendapatkan makanan dengan mudah dan aman. Cassidae
berburu bintang laut (Echinoidea) pada waktu malam hari, pada siang harinya bersembunyi
dalam pasir. Nucella lapillus mencari tritip dan kerang hijau pada saat pasang tertinggi dan pada
saat surut berada pada tempat yang tergenang. Untuk pemakan tumbuhan dan detritus (misalnya
family Potamididae) di daerah intertidal mulai makan ketika substrat mulai terpapar pada saat air
surut (Hughes, 1986).

5. Proses terbentuknya mutiara ada yang secara alami dan buatan.

Alami : kerang terbuka di dasar laut - pasir yang ukurannya agak besar masuk ke dalam tubuh
kerang tersebut dengan perantara air - agar tubuh kerang tidak luka, kerang mengeluarkan lendir
yang berfungsi untuk menyelimuti butiran pasir tadi - lama lama butiran pasir mengeras lalu
terbentuk mutiara

Buatan : kerang dikumpulkan dalam kolam yang diisi air laut, kemudian secara sengaja
dimasukkan butiran pasir ke dalamnya. proses nya sama seperti alami, bedanya jika yg buatan,
memang sengaja dimasukkan pasir. hasil mutiaranya pun jauh lebih berkualitas yang alami.

Cara Kerang Menghasilkan Mutiara


Kerang termasuk kedalam fillum mollusca merupakan hewan triploblastik selomata yang
bertubuh lunak. Ke dalamnya termasuk semua hewan lunak dengan maupun tanpa cangkang,
seperti berbagai jenis siput, kiton, kerang-kerangan, serta cumi-cumi.
Hewan ini memiliki ciri tubuh tidak bersegmen. Simetri bilateral. Tubuhnya terdiri dari “kaki”
muskular, dengan kepala yang berkembang beragam menurut kelasnya. Kaki dipakai dalam
beradaptasi untuk bertahan di substrat, menggali dan membor substrat, atau melakukan
pergerakan. Kerang dikenal sebagai pengahasil mutiara.

Proses pembuatan mutiara


1. Rekayasa
Bentuk rekayasa ini dikenal dengan istilah grafting atau seeding atau juga implantation, yaitu
dengan menyisipkan inti (nucleus) bersama selembar organ mantel (irisan daging kerang mutiara
lain yang dikenal dengan nama ‘saibo’) ke dalam kerang mutiara. Organ mantel ini diambil oleh
individu kerang mutiara yang lain dan berperan sebagai donor. Berdasarkan penelitian,
pemilihan donor yang baik akan menentukan kualitas mutiara yang dihasilkan terutama dari segi
warna, bentuk dan kilau mutiara. Inti dan irisan mantel ini ditempatkan di dalam gonad kerang
setelah sebelumnya dibuat irisan kecil pada dinding gonad.

Irisan daging mantel akan membentuk kantung mutiara (pearl sac) dan nantinya akan
memproduksi nacre. Proses ini dikenal sebagai biomineralisasi, sama halnya dengan proses
pembentukan tulang pada manusia dan hewan bertulang belakang lainnya. Nacre adalah bagian
permukaan yang berkilau dari mutiara atau juga dinding bagian yang berkilau dalam kerang.
Pada bagian dalam kerang, nacre diistilahkan sebagai Mother of Pearl (ibu dari mutiara)
sedangkan nacre yang melekat di inti disebut mutiara. Kualitas nacre yang dihasilkan menjadi
penentu kualitas mutiara secara keseluruhan.

Proses penyisipan merupakan bagian kecil dari rangkaian proses budidaya yang panjang sejak
penentuan lokasi budidaya sampai pada penanganan pasca panen. Prinsip proses penyisipan ini
didasarkan atas bagaimana terbentuknya mutiara secara alami dimana kerang akan membungkus
irritant yang tidak dapat dihindari dengan nacre. Prinsip kerja ini sama bila kerang mengalami
kerusakan cangkang, mereka akan segera menutup lubangnya dengan nacre sehingga mencegah
tubuh lunaknya terekspos. Namun sejauh ini belum ada bukti bahwa mutiara alami terbentuk
karena masuknya butir pasir ke dalam tubuh kerang. Asumsi kuat yang menunjang terbentuknya
lapisan nacre ini adalah adanya virus seperti yang ditemukan pada beberapa jenis kerang mutiara
yang dibudidayakan.

2. Secara alami

Di alam, mutiara terbentuk akibat adanya irritant yang masuk ke dalam mantel kerang mutiara.
Fenomena adanya irritant ini sering juga ditafsirkan dengan masuknya pasir atau benda padat ke
dalam mantel kemudian benda ini pada akan terbungkus nacre sehingga jadilah mutiara.
Terbentuknya mutiara alami terbagi atas dua bagian besar, terbentuk akibat irritant dan
masuknya partikel padat dalam mantel moluska. Pada prinsipnya, mutiara terbentuk karena
adanya bagian epithelium mantel yang masuk ke dalam rongga mantel tersebut. Bagian
epithelium mantel ini bertugas mengeluarkan/mendeposisikan nacre pada bagian dalam
cangkang kerang disamping membentuk keseluruhan cangkang.
Teory irritant mengungkapkan bahwa pada suatu saat bagian ujung mantel sang kerang dimakan
oleh ikan, hal ini dimungkinkan karena kerang akan membuka cangkang dan menjulurkan bagian
mantelnya untuk menyerap makanan. Saat mantelnya putus, bagian remah eptiheliumpun masuk
ke dalam rongga mantel. Teory irritant juga mengungkapkan bahwa bisa saja mutiara terbentuk
akibat masuknya cacing yang biasanya menempati moluska pada masa perkembangannya
kemudian berpindah ke organisme lain.

Cacing ini merusak dan memasuki rongga mantel. Cacing ini tanpa sengaja membawa bagian
epithelium yang ada di permukaan mantel bersamanya. Bila cacing mati dalam rongga mantel,
maka cacing ini akan dibungkus oleh epithelium, membentuk kantung mutiara dan akhirnya
terbentuklah mutiara. Kalaupun cacing itu bisa melepaskan diri, maka epithelium yang tinggal
dalam rongga mantellah yang akan membentuk mutiara setelah sebelumnya membentuk kantung
mutiara. Sementara teori yang kedua adalah masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel.

Partikel padat bisa saja terperangkap di dalam tubuh kerang akibat dorongan air. Saat kerang ini
tak bisa mengeluarkannya, partikel inipun bisa saja masuk ke rongga mantel. Saat dia masuk,
epithelium juga ikut bersamanya. Epithelium ini akhirnya membungkus partikel padat sehingga
terbentuklah kantung mutiara. Kantung mutiara ini akhirnya akan mendeposisikan nacre ke
partikel padat tersebut. Namun demikian sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang mendukung
teori masuknya pasir ke dalam mantel kerang mutiara walaupun teori ini dipahami sejak lama.
Dari beberapa mutiara alami yang dibedah, menunjukkan bahwa bagian inti mutiaranya bukanlah
partikel padat.

Anda mungkin juga menyukai