Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

BAB I .......................................................................................................................................................2

PENDAHULUAN....................................................................................................................................2

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................................2

BAB II ......................................................................................................................................................3

TINJAUAN TEORI .................................................................................................................................3

BAB III ....................................................................................................................................................6

ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................................................................6

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS .........................................................................................6

A. Pengkajian ............................................................................................................................................6

B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................................... 11

C. Intervensi keperawatan ...................................................................................................................... 11

D. Implementasi Keperawatan ............................................................................................................... 13

BAB IV .................................................................................................................................................. 15

PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 15

BAB V.................................................................................................................................................... 16

KESIMPULAN ...................................................................................................................................... 16

BAB 5 .................................................................................................................................................... 18

Kesimpulan dan Saran ............................................................................................................................ 18


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.
13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk,
2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Sistem Pernafasan Pada Lansia


1. Otot pernafasan kaku dan kahilangan kekuatan, sehingga volume udara
inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dangkal.
2. Penurunan aktifitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga
potensial terjadi penumpukan sekret.
3. Penurunan aktifitas paru(mengembang dan mengempisnya), kapasitas residu
meningkat, menari nafas menjadi berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman bernafas menurun (jika pada pernafasan yag tenang
kira-kira 500ml).
4. Alveoli ukurannya melebar dan jumlahnya berkurang.
5. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga
rangmenurun yang kelamaan menjadi racun bagi tubuh sendiri.
7. Kemampualuran nari san batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret dan
corpus alium dari saluran nafas bekurang sehingga potensial terjadinya
obstruksi.
8. Kemampuan pegas, dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun
seiiringnya dengan bertambahnya usia
2.1.1 Perubahan Anatomik Sistem Pernapasan
Menurut Stanley, 2006, perubahan anatomi yang terjadi pada sistem
respiratory akibat penuaan sebagai berikut :
a. Paru-paru kecil dan kendur.
b. Hilangnya recoil elastic.
c. Pembesaran alveoli.
d. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan.
g. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
h. Kelenjar mucus kurang produktif.
i. Penurunan sensivitas sfingter esophagus
j. Penurunan sensivitas kemoreseptor.
2.1.2 Perubahan Fisiologis Sistem Pernapasan
1. Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume
rongga dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo
pernafasan menjadi dangkal, timbul keluhan sesak nafas. Kelemahan
otot pernafasan menimbulkan penurunan kekuatan gerak nafas, lebih-
Iebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan.
2. Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan
menimbulkan penumpukan Warn dalam alveolus (air trapping) ataupun
gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-cabang bronkus.

3. Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa
faktor: (1) kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts
menurun, (3) resintensi saluran nafas (menurun sedikit). Secara umum
dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru.
4. Gangguan transport gas.
Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang
penyebabnya terutama disebabkan adanya ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh darah dari alveoli
(difusi) dan transport 02 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama terjadi
pada saat melakukan olah raga. Penurunan pengambilan 02 maksimal
disebabkan antara lain karena : (1) berbagai perubahan pada jaringan
paru yang menghambat difusi gas, dan (2) karena berkurangnya aliran
darah ke paru akibat turunnya curah jantung.
5. Gangguan perubahan ventilasi pain.
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya
penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral
ataupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap
rangsangan berupa penurunan Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH
darah arteri dan sebagainya

2.2 Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru


Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa
faktor yang dapat memperburuk fungsi paru. Faktor-faktor yang memperburuk
fungsi paru antara lain.
1. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran
nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan
terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya
penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut dapat terjadi obstruksi yang
iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).
2. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala
obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding
perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan
volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul
gangguan fungsi paru tipe restriktif.
3. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot
berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif'
berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut
dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang
menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks,
tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992). Perbaikan fungsi paru dapat
dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif.
4. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari
pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh
faal paru adalah : (1) pembedahan toraks (jantung dan paru); (2) pembedahan
abdomen bagian atas; dan (3) anestesi atau jenis obat anestesi tertentu.
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses ventilasi,
distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan
patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru:
atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena
timbulnya gagal nafas.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

A. Pengkajian
Pengkajian

1. Identitas

Pada klien penderita PPOK diantaranya usia>40 tahun. Pasien PPOK


biasnya bekerja sebagai karyawan pabrik rokok dan karyawan pabrik furniture.

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering dirasaka pada pasien penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) biasanya adanya sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh.

3. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita
oleh pasien dan mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa
ke Rumah Sakit Umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan
bagaimana perubahannyaserta data yang didapat saat pengkajian.

4. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit


paru obstruktif kronis (PPOK) atau penyakit menular yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada
yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang
lain yang ada di dalam keluarga.

6. Pola fungi kesehatan

Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan .

menurut Gordon :

a. Persepsi terhadap kesehatan

Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan


perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.

b. Pola aktivitas dan latihan

Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) mengalami keletihan, dan kelemahan dalam
melakukan aktivitas karena adanya dispnea yang dialami.

c. Pola istirahat dan tidur

Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) salah satunya adalah gangguan pertukaran gas, karena pasien terlalu
sering menghirup udara yang tidah bersih sehingga mengakibatkan dyspnea.

d. Pola nutrisi-metabolik

Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) akan mempengaruhi
asupan nutrisi pada tubuh yang berakibat adanya penurunan BB dan
penurunan massa otot.
e. Pola eliminasi

Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK

f. Pola hubungan dengan orang lain

Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi


hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri

Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk
mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi(Body
Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).

h. Pola reproduksi dan seksual

Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan.

i. Pola mekanisme koping

Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah


kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan
yang intensif.

j. Pola nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang


baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan
mengganggu kebiasaan ibadahnya.
Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breathing):

Inspeksi: pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha


dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu nafas
(stroknokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat pasien
mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan
massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan nafas abnormal yang
tidak efektif. Pada tahap lanjut, dyspnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan
pada aktivitas kehidupan seharihari seperti makan dan mandi.Pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen disertai dengan demam mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernafasan. Palpasi: pada palpasi, ekspansi
meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun Perkusi: pada perkusi,
didapatkan suara abnormal sampai hipersonor sedangkan diafragma
mendatar/menurun. Auskultasi: sering didapatkan adanya bunyi nafas ronkhi dan
wheezing sesuai tngkat keparahan obstruksi pada bronkhiolus.

2. B2 (Blood)

Perawat perlu memonitor dampak ppok pada status kardiovaskuler


meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

3. B3 (Brain)

Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, perlu
pemeriksaan GCS, untuk menentukn tingkat kesadaran pasien apakan kompos
mentis, somnolen atau koma.
4. B4 (Bledder)

Pengukuran Output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake


cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena
hal tersebut merupakan tanda awal dari syok

5. B5 (Bowel)

Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi,
mengingat hal-hal tersebut dapat merangsang serangan PPOK. Pengkajian
tentang status nutrisi pasien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhannya. Pada pasien sesak nafas sangat potensial terjadi
kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi.Hal ini karena terjadi dipsnea saat
makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang di alami pasien.

6. B6 (Bone)

Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada


ekstremitas karena dapat merangsang serangan PPOK. Pada integumen perlu
dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut,
kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat
pasien yang meliputi berapa lama pasien tidur dan istirahat, serta berapa besar
akibat kelelahan yang dialami pasien.Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea
dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien. Perlu dikaji tentang aktivitas
keseharian pasien seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas juga
dapat mejadi faktor pencetus PPOK
B. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang


tertahan.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi perfusi

c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang PPOK

C. Intervensi keperawatan

DIAGNOSA Perencanaan
NO
KEPERAWATAN Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan 1. Identifikasi


tindakan keperawatan kepatenan jalan nafas
selama 3x24 jam,
2. Monitor pola nafas
diharapkan gangguan
(mis. Frekuensi,
bersihan jalan napas
kedalaman, usaha nafas)
Bersihan jalan napas tidak tersatasi.
efektif berhubungan 3. Identifikasi bunyi
1. Dengan kriteria hasil:
dengan sekresi yang napas
tertahan. 1. Klien mengatakan
4. Berikan minuman
bisa mengeluarkan
hangat
dahak
5. Ajarkan teknik nafas
2. Klien mampu
dalam dan batuk efektif
batuk efektif dan
mengeluarkan
dahak

Setelah dilakukan 1. Identifikasi kepatenan


tindakan keperawatan jalan nafas dan
selama 3x24 jam, keefektifan pertukarann
diharapkan gas
kebutuhanoksigen klie
2. Monitor frekuensi,
dapat tepenuhi dengan
irama, kedalaman dan
Gangguan pertukaran kriteria hasil :
upaya napas
gas berhubungan dengan
2. 1. Menunjukkan
kekurangan suplai 3. Atur interval
perbaikan ventilasi dan
oksigen pemantauan respirasi
oksigenasi
sesuai kondisi pasien

4. Monitor tand-tanda
vital

5. Jelaskan tujuan dan


prosedur

Setelah dilakukan 1. Identifikasi kesiapan


tindakan keperawatan dan kemampuan klien
selama 1x24 jam, menerima informasi
Defisit pengetahuan
diharapkan klien
berhubungan dengan 2. jelasan proses
mampu mengetahui
3. kurang informasi tentang penyakit individu
tentang penyakitnya
Perubahan Paru
3. Instruksikan untuk
Obstruksi Kronis Dengan kriteria hasil:
latihan nafas dan batuk
1. Klien mengetahui efektif
tentang penyakitnya
4. Jelaskan faktor resiko
2. Klien mampu yang dapat
mengetahui penyebab mempengaruhi
dari penyakitnya kesehatan

D. Implementasi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Implementasi

1. Mengidentifikasi kepatenan jalan nafas

2. Memonitor pola nafas (mis. Frekuensi,


Bersihan jalan napas tidak kedalaman, usaha nafas)
efektif berhubungan
1. 3. Mengidentifikasi bunyi napas
dengan sekresi yang
tertahan. 4. Memberikan minuman hangat

5. Mengajarkan teknik nafas dalam dan batuk


efektif

1. Mengidentifikasi kepatenan jalan nafas dan


keefektifan pertukarann gas

2. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan


Gangguan pertukaran gas upaya napas
2. berhubungan dengan
3. Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai
kekurangan suplai oksigen
kondisi pasien

4. Memonitor tand-tanda vital

5. Menjelaskan tujuan dan prosedur


1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan klien
menerima informasi
Defisit pengetahuan
berhubungan dengan 2. Menjelasan proses penyakit individu

3. kurang informasi tentang 3. Menginstruksikan untuk latihan nafas dan batuk


Perubahan Paru Obstruksi efektif
Kronis
4. Menjelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
BAB IV

PEMBAHASAN

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia utama yang digunakan


untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ tubuh. Sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler mengalami
perubahan sepanjang proses penuaan. Fungsi pernapasan yang menurun akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada lansia.
Rata-rata RR lansia sebelum dilakukan intervensi diaphragmatic breathing
exercise adalah 22,71kali/menit atau 23 kali/menit. Frekuensi napas yang normal
pada lansia sehat adalah 12 sampai 18 kali per menit, sedangkan frekuensi napas
pada lansia dengan gangguan kesehatan atau pada lansia yang menjalani perawatan
jangka panjang adalah 18 sampai dengan 25 kali permenit.
Latihan pernapasan diaphragmaticbreathing exercise merupakan salah satu
teknik latihan pernapasan yang menitik beratkanpenggunaan otot diafragma saat
melakukanpernapasan (inspirasi dan ekspirasi).Pernapasan diafragmatik bertujuan
membantumenggunakan diafragma dengan benar selamapernapasan, dan
bermanfaat untuk menguatkandiafragma, menurunkan kerja pernapasandengan
memperlambat frekuensi pernapasan, menurunkan kebutuhan oksigen,
menggunakankekuatan dan energi yang lebih sedikit untuk bernapas.

Nilai rata-rata RR sebelum dilakukan intervensi diaphragmatic


breathing exerciseadalah 23 kali/menit, dan rata-rata setelahdilakukan
intervensi adalah 21 kali/menit. Nilairata-rata APE sebelum dilakukan
intervensidiaphragmatic breathing exercise adalah 78,99%, dan rata-rata
setelah dilakukanintervensi adalah 84,95%. pengaruh diaphragmatic breathing
exercise terhadap fungsi pernapasan (RR dan APE) pada lansia diUPT PSLU
Kabupaten Jember dengan (p value0.000 < 0,05), dengan hasil penelitian terjadi
penurunan rata-rata RR sebesar 2 kali/menitdan penurunan rata-rata APE sebesar
5,96%.
BAB V

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil nilai rata-rata RR sebelum dilakukanintervensi


diaphragmatic breathing exerciseadalah 23 kali/menit, dan rata-rata
setelahdilakukan intervensi adalah 21 kali/menit. Nilairata-rata APE sebelum
dilakukan intervensidiaphragmatic breathing exercise adalah78,99%, dan
rata-rata setelah dilakukanintervensi adalah 84,95%. Ada
pengaruhdiaphragmatic breathing exercise terhadapfungsi pernapasan (RR dan
APE) pada lansia diUPT PSLU Kabupaten Jember dengan (p value0.000 < 0,05),
dengan hasil penelitian terjadipenurunan rata-rata RR sebesar 2 kali/menitdan
penurunan rata-rata APE sebesar 5,96%

Saran

Kepada keluarga penderita TB paru tetap memberikan motivasi kepada


anggota keluarga untuk melakukan pengobatan dan tetap melaksanakan lima tugas
kesehatan keluarga. Melakukan inhalasi sederhana dan batuk efektif sebagai
perawatan keluarga pada penderita TB serta meningkatkan perilaku pencegahan
potensi penularan TB paru dengan memiliki alat makan, menutup mulut jika batuk,
tidak membuang dahak disembarang tempat, dan mengurangi aktivitas yang
terdapat banyak kerumunan orang banyak. Pencegahan dapat dilakukan dari diri
sendiri dan penderita juga bisa mengikuti penyuluhan berkala untuk meningkatkan
pengetahuan.
BAB 5

Kesimpulan dan Saran

Anda mungkin juga menyukai