Anda di halaman 1dari 27

STERILISASI IKAN

OLEH KELOMPOK 7 :

Elvira Safitri 1802031048

Nur Afni Zulidar 1802031038

Prita Delvia Yollanda 1802031071

Sarah Soromi 1802031060

DOSEN PENGAMPU :

Saskiyanto manggabarani, SKM, M.Kes

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI S1 GIZI

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena

berkat limpahan rahmat dan karunianya, kami dapat meyelesaikan penyusunan

makalah ini.

Makalah yang kami susun ini membahas mengenai “STERILISASI

IKAN”. Dalam penyusunan makalah ini, tentu saja kami banyak mendapat

tantangan dan hambatan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak,

tantangan dan hambatan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan

terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang

setimpal dari Tuhan yang maha esa.Kami menyadari bahwa makalah ini masih

jauh dari kesempurnaan, baik dari penyusunan maupun dari materinya. Kritik

konstrukstif sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata

semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita, sekaligus menjadi

pengetahuan yang berguna bagi pembaca.

Medan, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………… i

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….1

1.1 LATAR BELAKANG………………………………………….…. 2

1.2 RUMUSAN MASALAH…………………....…………………… 2

1.3 TUJUAN…………………………………………………….……... 2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………….…. 3

2.1 PROSES STERILISASI…….......…………………………….…… 3

2.2 PENGARUH STERILISASI TERHADAP KARAKTERISTIK

PRODUK PANGAN...................................................................... 11

2.3 CONTOH STERILISASI PADA IKA…………………….…....…. 15

BAB III PENUTUP………………………………………………….…… 18

3.1 KESIMPULAN ……………………………………….….............. 23

3.2 SARAN…….................................................................................... 23

DAFTAR ISI………………………………………………....…………… 24
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG.

Sterilisasi merupakan salah satu metode untuk mematikan mikroorganisme

yang tidak diinginkan dalam suatu bahan atau produk. Sterilisasi pertama kali

dikembangkan merupakan proses termal, seperti pada proses pengalengan.

Kelemahan sterilisasi dengan proses termal adalah penggunaan suhu tinggi yang

dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dalam produk pangan, seperti

kerusakan nutrisi, pembentukan senyawa atau komponen yang bersifat toksik, dan

perubahan karakteristik produk. Perubahan karakteristik produk memengaruhi

daya terima konsumen terhadap produk pangan.Oleh karena itu, untuk mengatasi

kelemahan sterilisasi termal, saat ini teknik-teknik sterilisasi nontermal telah

dikembangkan. Teknik sterilisasi nontermal antara lain pengawetan kejut listrik,

osilasi medan magnet, dan tekanan tinggi.

Proses termal yang digunakan dalam pengalengan merupakan metode

untuk mengawetkan makanan, yaitu produk pangan dan kemasannya dinyatakan

sebagai steril secara komersal. Keadaan steriltersebut tercapai dengan

menggunakan panas saja atau dengan kombinasi dengan pH, aktivitas air, atau

pengawetan kimia.Kemasan yang dikemas secara hermetic (tidak memungkinkan

udara, mikroba, atau bahan-bahan lain masuk) dapat menjaga produk tetap steril.

Sterelisasi komersial merupakan proses sterilisasi dengan tujuan

membunuh semua mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk pangan pada

kondisi suhu ruang. Produk yang diproses melalui sterilisasi komersial, aseptis
dan dikemas secara hermetis biasa dikategorikan sebagai produk kaleng walaupun

kemasan yang digunakan tidak terbatas pada kaleng saja melainkan dapat berupa

kemasan yang lain, seperti retort pouch dan gelas jar. Berbeda dengan sterilisasi

total yang biasa diterapkan dalam dunia medis atau kedokteran, sterilisasi

komersial tidak sepenuhnya membunuh mikroba karena masih terdapat beberapa

mikroba yang masih dapat hidup setelah sterilisasi. Akan tetapi, kondisi dalam

kaleng selama distribusi, pemasaran, dan penyimpanan yang aseptis dan vakum,

maka mikroba tersebut tidak dapat hidup dan berkembang biak.

2. RUMUSAN MASALAH.

a. Apa yang dimaksud dengan sterilisasi?

b. Bagaimana proses sterilisasi?

c. Bagaimana proses sterilisasi pada ikan kaleng?

3. TUJUAN.

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sterilisasi.

b. Untuk mengetahui bagaimana proses sterilisasi.

c. Untuk mengetahui bagaimana proses sterilisasi pada ikan.

d.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PROSES STERILISASI.

Untuk menentukan waktu proses sterilisasi suatu produk pangan,

diperlukan informasi tentang resistensi mikroba atau enzim dan laju penetrasi

panas kedalam produk pangan. Proses sterilisasi produk pangan secara garis besar

dibagi dua, yaitu sterilisasi dalam kemasan dan sterilisasi produk yang belum

dikemas. Jenis sterilisasi yang kedua biasanya dilakukan secara kontinu dengan

sistem sterilisasi UHT dengan skema dibawah. Proses pengemasan produk yang

disterilisasi dengan UHT dilakukan secara aseptis sehingga kontaminasi setelah

sterilisasi tidak terjadi.

A. Sterilisasi dalam Kemasan.

Sterilisasi produk pangan dalam kemasan, seperti kaleng, gelas, atau retort

pouch, dilakukan dengan tahapan pengisian, pengeluaran udara (exhausting),

penutupan, sterilisasi dan pensinginan.Tahap pengisian dilakukan setelah produk

pangan diblancing untuk sayuran dan buah-buahan atau diberi perlakuan

prapemasakan untuk produk hewani. Pada proses pengisian, medium penghantar

panas sekaligus dimasukkan kedalam wadah kemasan. Medium tersebut selain

sebagai penghantar panas juga berperan sebagai bumbu atau pemberi rasa, seperti

larutan garam, larutan gula dan saus.

Proses pengeluaran udara atau exhausting kemudian dilakukan sebelum

penutupan atau sealing. Tujuannya adalah mengeluarkan udara dalam kemasan


untuk mencegah pemuaian yang berlebihan ketika kemasan dan produk pangan

dipanaskan.Penghilangan oksigen juga bertujuan mencegah korosi dan perubahan

oksidatif produk pangan.Uap air digunakan untuk mengeluarkan udara.Ketika

didinginkan, uap air tersebut mengembun pada permukaan produk sehingga

kondisi vakum tercipta.

Pengeluaran udara dapat dilakukan melalui cara berikut :

a. Pengisian panas (hot filling) produk pangan ke dalam kemasan. Teknik ini

biasa digunakan sebagai perlakuan pemanasan awal yang dapat menurunkan

waktu proses.

b. Pengisian produk pangan dalam kondisi dingin (cold filling) kemudian

dilakukan pemanasan kemasan dan isinya pada suhu 80-90°C dengan tutup

kemasan sebagian terbuka.

c. Penghilangan udara secara mekanis menggunakan pompa vakum.

d. Penghilangan udara menggunakan uap air, yaitu aliran uap air dilewatkan

pada kemasan sebelum penutupan. Metode ini paling sesuai untuk produk

pangan yang berwujud cair karena biasanya terdapat sejumlah udara yang

terperangkap dan permukaan datar sehingga tidak mengganggu aliran uap air.

Daya simpan produk pangan hasil sterilisasi bergantung pada kemampuan

kemasan untuk melindungi produk pangan secara sempurna dari pengaruh

lingkungan tempat penyimpanan.Jenis kemasan yang digunakan untuk produk

sterilisasi dapat berupa logam atau kaleng, botol atau gelas selai, kemasan retort

pouch fleksibe, atau nampan yang bersifat kaku.Penutupan kemasan kaleng

dilakukan secara khusus dengan teknik penutupan ganda atau dikenal dengan
double seamer.Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa tutup tidak mengalami

kebocoran yang dapat berakibat kehilangan kondisi vakum aseptis.

Pada proses sterilisasi, panas dipindahkan dari uap air atau air bertekanan

tinggi menuju kemasan yang mengandung produk pangan. Pada umumnya,

koefisien pindah panas permukaan kemasan sangat tinggi dan tidak menjadi faktor

pembatas pada proses pindah panas. Faktor-faktor penting yang memengaruhi laju

penetrasi panas kedalam produk pangan adalah jenis produk, ukurankemasan,

agitasi kemasan, suhu retort atau sterilizer, bentuk kemasan dan jenis kemasan.

Produk pangan cair atau partikuler seperti kacang polong dalam larutan

garam, mengalami proses konveksi panas selama proses sterilisasi. Jenis produk

tersebut mengalami proses pemanasan yang lebih cepat dibandingkan produk

pangan padat yang lebih cepat dibandingkan produk pangan padat yang

mengalami proses konduksi seperti daging kornet. Konduktivitas panas yang

rendah dari produk pangan merupakan pembatas pindah panas selama proses

konduksi.

Ukuran kemasan memengaruhi laju penetrasi panas.Ukuran kecil

mengalami penetrasi panas yang lebih cepat dibandingkan ukuran besar.Agitasi

dapat meningkatkan laju penetrasi panas untuk produk yang kental atau

semipadat.Agitasi dapat dilakukan secara aksial atau dari ujung keujung.

Suhu retort memengaruhi laju penetrasi panas. Semakin tinggi perbedaan

suhu antara medium dengan produk pangan menyebabkan laju penetrasi panas

semakin tinggi.Demikian pula, jenis kemasan memengaruhi laju penetrasi


panas.Logam mempunyai laju penetrasi panas yang lebih tinggi dibandingkan

plastik atau gelas.

Proses sterilisasi dilakukan dalam retort dengan menggunakan medium

uap air atai air panas. Panas laten dipindahkan pada produk pangan ketika uap air

jenuh berkondensi pada permukaan kemasan bagian luar. Jika dalam kemasan

terdapat udara, udara menjadi insulator yang menghambat penetrasi panas karena

mencegah uap air berkondensasi. Akibatnya, terjadi proses pemanasan dibawah

suhu yang seharusnya. Oleh karena itu, harus pastikan bahwa udara keluar dari

dalam retort melalui proses yang disebut venting atau pengeluaran udara.

Setelah sterilisasi, kemasan didinginkan dengan uap air.Uap air secara

cepat berkondensasi dalam retort, tetapi produk pangan mendingin lebih lambat

dan tekanan dalam kemasan tetap tinggi.Pemberian udara bertekanan tinggi

dilakukan untuk mencegah kemasan menjadi penyok. Ketika suhu produk pangan

telah mencapai di bawah 100°C, tekanan udara yang tinggi diturunkan dan

pendinginan dilanjutkan sampai dibawah 40°C. Air pada permukaan kemasan

kemudian dikeringkan untuk mencegah korosi dan mempermudah penempelan

label.

Produk pangan yang dikemas dalam gelas atau kemasan fleksibel dapat

disterilisasi dengan menggunakan air panas pada tekanan udara tinggi. Gelas lebih

tebal dibandingkan kaleng, tetapi mempunyai konduktivitas termal yang lebih

rendah yang berakibat pada proses pemanasan yang lebih lama dengan resiko

kejut panas yang lebih tinggi. Produk pangan cair atau semicair biasanya diproses

secara horizontal untuk menjamin bahwa ketebalan produk seragam. Sirkulasi


yang lebih baik diproleh jika posisi kemasan vertikel, tetapi perlu dipastikan

bahwa produk tidak menumpuk pada bagian bawah kemasan yang akan

berakibatpada perubahan laju penetrasi panas.

B. Sterilisasi Suhu Ultra Tinggi (UHT, ultra temperature)

Masalah utama pada sterilisasi produk pangan yang berwujud pada atau

kental adalah laju penetrasi panas yang rendah sehingga wwaktu proses lama. Hal

ini berakibat pada kerusakan komponen nutrisi pada bagian produk pangan yang

terletak dekat dengan permukaan kemasan.Metode untuk meningkatkan laju

pindah panas adalah penggunaan kemasan yang tipis dan agitasi seperti yang telah

dijelaskan. Peningkatan suhu retort juga menyebabkan waktu proses yang lebih

pendek sehingga kerusakan nutrisi dan perubahan sensori dapat dikurangi.

Suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses yang lebih pendek dapat

dilakukan jika produk pangan disterilisasi. Metode ini merupakan dasar proses

UHT yang juga disebut pengolahan aseptis(aseptic processing). Metode ini telah

diterapkan untuk produk pangan berwujud cair, seperti susu, jus, konsentrat buah,

dan krim ; serta produk pangan yang mengandung partikulat diskret seperti

makanan bayi, saus tomat, sayuran dan buah-buahan, serta sup. Kualitas produk

UHT setara dengan produk yang diawetkan dengan iradiasi dan pendinginan.Akan

tetapi, produk UHT mempunyai umur simpan yang lebih pendek jika disimpan

tanpa pendinginan, yaitu kurang dari 6 bulan.

Keuntungan metode UHT yang lain dibandingkan pengalengan adalah

ukuran kemasan bebas, harga kemasan lebih murah, produktivitas tinggi karena

dapat diproses secara otomatis dan energi lebih efisien. Metode UHT bersifat
ekonomis untuk pengolahan susu karena berbeda dengan proses pasteurisasi yang

tidak memerlukan sistem distribusi berpendingin.

Keterbatasan utama metode UHT adalah biaya operasional yang tinggi dan

pengolahan lebih kompleks.Metode UHT harus dilengkapi dengan peralatan

sterilisasi kemasan, termasuk tanki dan pipa-pipa yang harus dijamin steril,

kondisi lingkungan pengolahan dan permukaan mesin pengisi yang steril, dan

keterampilan pekerja yang tinggi.

a. Teori UHT.

Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan laju destruksi mikroba yang

lebih tinggi dibandingkan destruksi komponen nutrisi dan sensori. Perhitungan

waktu proses kadang-kadang didasarkan pada denaturasi enzim karena pada suhu

di atas 132-143ºc sejumlah enzim mempunyai ketahanan panas yang lebih tinggi

dibandingkan mikroba kontaminan. Berbeda dengan sterilisasi dalam kemasan,

efek letal pada sterilisasi tanpa kemasan biasanya terjadi pada akhir pemanasan

dan awal pendinginan.Pada metode UHT, pemanasan produk pangan terjadi

secara cepat sampai suhu tertentu (holding temperature) dan efek letal sebagian

besar terjadi pada suhu tertentu tersebut.Metode UHT seperti halnya pengalengan

termasuk kedalam sterilisasi komersial.

b. Pengolahan UHT.

Produk pangan pada metode UHT dipanaskan dalam plat penukar panas

tipis dengan kendali suhu dan waktu sterilisasi yang ketat. Produk yang sudah di

sterilisasi didinginkan dalam plat penukar panas yang kedua atau dalam wadah

vakum (vacuum chamber) jika proses degrasi juga diperlukan. Kemasan yang
digunakan dapat berupa karton berlaminasi yang lebih murah dari segi harga dan

biaya distribusinya.Kemasan tersebut disterilisasi terlebih dahulu dengan hidrogen

peroksida. Mesin pengisi dijaga steril melalui proses sterilisasi menggunakan

sinar ultraviolet dan udara disekitar mesin dijaga steril dengan menggunakan

penyaringan udara.

c. Peralatan.

Secara teoretis proses UHT yang ideal adalah peemanasan dilakukan

secara cepat sampai suhu tertentu yang dibutuhkan, menahannya pada suhu

tersebut, dan secara cepat didinginkan. Pada praktiknya, untuk mencapai hal

tersebut bergantung pada kecanggihan pengendalian yang bergantung pada

peralatan yang digunakan, dan sifat produk pangan seperti viskositas, adanya

partikulat, kepekaan terhadap panas dan kecendrungan mengalami deposisi pada

permukaan yang panas.

Peralatan yang digunakan untuk proses UHT mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

1) Pengoperasian diatas suhu 132ºc.

2) Volume aliran produk yang relatif kecil untuk mendapatkan luas permukaan yang

besar untuk mempermudah pindah panas.

3) Dapat menjaga turbulensi produk ketika melewati permukaan pemanas.

4) Menggunakan pompa untuk menjaga aliran bahan yang tetap walaupun terjadi

tekanan tinggi dalam plat penukar panas.

Berdasarkan metode pemanasan, peralatan UHT dikelompokkan menjadi

beberapa system berikut ini :


1) System langsung, seperti injeksi dan infuse uap air.

2) System tidak langsung seperti plat penukar panas, tabung penukar panas (tubular

heat exchanger) dan scraped surface heat exchanger.

3) System lain, seperti gelombang mikro, dielektrik dan pemanasan induksi.

Pada system langsung, uap air bertekanan tinggi (sampai 965 kPa)

diberikan pada produk yang telah mengalami pemanasan awal pada suhu

76ºc.suhu pemanasan sampai 150ºc dan pemanasan dilakukan dalam waktu cepat

(contohnya 2,5 detik). Produk kemudian didinginkan pada wadah vakum sampai

suhu 70ºc dan uap air serta senyawa-senyawa volatile berkondensasi. Akibatnya,

kadar air produk kembali seperti semula. Keuntungan metode ini adalah

merupakan metode pemanasan dan pendinginan yang cepat sehingga cocok untuk

produk pangan yang peka terhadap panas, serta penguapan senyawa volatil pada

produk tertentu seperti susu. Akan tetapi, metode ini mempunyai kelemahan

yaitu :

1) Hanya cocok untuk produk dengan viskositas rendah.

2) Kendali proses rendah.

3) Kesulitan menjaga kondisi steril pada bagian-bagian peralatan yang bertekanan

rendah.

4) Uap air yang digunakan harus steril dan harganya mahal.

5) Regenerasi energy hanya 50%.

System tidak langsung menggunakan plat penukar panas. Pada system

tidak langsung, pembersihan ditempat (clean in place) dilakukan setelah 3-4 jam

pengoperasian untuk menghilangkan deposit atau sia-sia produk yang


terakumulasi. Proses pembersihan tersebut tidak menyebabkan kondisi menjad

tidak steril.

2.2 PENGARUH STERILISASI TERHADAP KARAKTERISTIK

PRODUK PANGAN.

Tujuan sterilisasi termal adalah memperpanjang umur simpan produk

pangan dengan tetap meminimumkan perubahan nutrisi dan sensori produk.

Perbedaan nilai D dan Z mikroorganisme, enzim, serta komponen nutrisi dan

sensori produk pangan diperhatikan untuk mendapatkan kondisi proses sterilisasi

yang optimum.

1. Perubahan warna.

Kombinasi suhu dan waktu yang digunakandalam pengalengan

memengaruhi pigmen dalam produk pangan.Sebagai contoh, pigmen

oksimioglobin yang berwarna cokelat, dan mioglobin yang berwarna keunguan

diubah menjadi miohemikromogen yang berwarna merah-cokelat.Reaksi

pencoklatan maillard dan karamelisasi berperan terhadap warna produk yang di

sterilisasi.Perubahan tersebut pada daging dikehendaki.Garam nitrat atau nitrat

ditambahkan pada produk olahan daging untuk menurangi resiko pertumbuhan C.

botulinum, juga untuk mendapatkan warna daging yang cerah dari nitrit

oksidamioglobin dan metmioglobin nitrit.

Pada sayuran dan buah-buahan, klorofil diubah menjadi faeofitin,

karotenoid berisomerisasi dari 5,6 epoksida menjadi 5,8 epoksida yang

mempunyai intensitas warna lebih rendah, serta antosianin didegradasi menjadi


berwarna cokelat. Selama penyimpanan, perubahan warna produk pangan yang

dikalengkan terjadi.Sebagai contoh, jika besi atau timah dari kemasan kaleng

bereaksi dengan antosianin terbentuk pigmen berwarna ungu.Jika leukoantosianin

yang tidak berwarna bereaksi dengan logam tersebut terbentuk kompleks

antosianin yang berwarna merah muda. Pada produk susu, perubahan warna yang

terjadi diakibatkan oleh sedikit karamelisasi dan reaksi meillard.

2. Perubahan dan cita rasa.

Daging kaleng mengalami perubahan yang kompleks seperti tirolisis,

deaminasi dan dekarboksilasi asam amino, degradasi, reaksi meillard dan

karamelisasi karbohidrat membentuk furfural dan hidroksimetilfurfural, serta

oksidasi dan dekarboksilasi lipid.Interaksi antar komponen tersebut mengahsilkan

lebih dari 600 senyawa cita rasa dan bau.

Pada sayuran dan buah-buahan, perubahan terjadi akibat reaksi kompleks

yang mencakup degradasi, rekombinasi dan volatilisasi aldehid, keton, gula,

lakton, asam amino, dan asam-asam organic. Pada susu, pembentukan cita rasa

matang (cooked flavor) yang disebakan oleh denaturasi protein whey membentuk

hidrogen sulfida dan pembentukan lakton dan methilketon akibat oksidasi lipid.

Pada proses UHT, perubahan tersebut lebih sedikit terjadi dan cita rasa serta bau

alami produk dan bahan tangan dapat dipertahankan.

3. Perubahan tekstur dan viskositas.

Pada daging kaleng, perubahan tekstur disebabkan koagulasi dan

penurunan daya ikat air dari protein.Akibatnya, terjadi pengerutan dan daging

menjadi kaku.Pelunakan terjadi akibat hidrolisis kolagen, pelarutan gelatin yang


terbentuk dari hasil hidrolisis kolagen, dan pelelehan fraksi lemak yang terdispersi

dalam jaringan daging.Polifosfat biasa ditambahkan pada daging untuk

meningkatkan daya ikat air.Polifosfatase dapat mengurangi pengerutan dan

meningkatan keempukan daging.

Pada buah dan sayuran, pelunakan disebabkan oleh hidrolisis senyawa-

senyawa peptin, gelatinisasi pati, pelarutan parsial hemiselulosa, yang

dikombinasikan dengan penurunan turgor(tekanan sel) garam kalsium dapat

ditambahkan pada perusos blansing, untuk meningkatkan kekerasan buah dan

sayuran kaleng. Garam kalsium yang digunakan dapat beragam bergantung pada

jenis bahan.Misalnya, kalsium hidroksida digunakan untuk cerry, kalsium klorida

untuk tomat, dan kalsium untuk apel.Penggunaan jenis garam kalsium yang

berbeda disebabkan oleh perbedaan proporsi pectin yang didemetilasi.

Pada susu, sedikit perubahan yang terjadi disebabkan oleh perubahan

kappa kasein. Kappa kasein menjadi lebih peka terhadap kalsium sehingga mudah

mengalami koagulasi dan presipitasi.

Pada pengolahan susu dan jus buah secra aseptis, viskositas tidak berubah.

Tekstur sayur dan buah-buahan lenih lunak dibandingkan yang tidak disterilisasi

akibat pelarutan komponen pectin dan penurunan tekan turgor dalam sel, tetapi

lebih kaku dibandingkan buah buahan atau sayuran yang tidak di kalengkan. Pada

proses pengalengan daging, waktu relative lama dibutuhkan untuk hidrolisis

kolagen dan suhu relatife rendah dibutuhkan untuk mencegah daging menjadi

kaku.

4. Perubahan nilai gizi.


Faktor penting yang harus diperhatikan pada proses pengolahan adalah

perubahan nilai gizi. Pengalengan menyebabkan hidrolisis karbohidrat dan lipid,

tetapi kedua komponen tersebut tetap mempunyai ketersediaan hayati yang baik

dan nilai gizi nya tidak berubah. Protein terkoagulasi dan biasanya penurunan

asam amino terjadi sebesar 10-20%.penurunan kadar lisin setara dengan suhu

yang digunakan. Penurunan kadar triptofan dan metionin menurunkan niulai

biologi protein sebesar 6-9%.

Penurunan kadar vitamin terjadi terutama pada tiamin(50-75%), dan asam

pantotenat(20-35%). Pada buah-buahan dan sayuran kaleng, penurunan vitamin

terjadi pada hampir semua vitamin larut air terutama asam askorbat. Penurunan

tersebut beragam tergantung pada jenis pada produk pangan, kadar residu oksigen

dalam kemasan, dan metode preparasi sebelumpengalengan (missal pengupasan

dan pengirisan, atau blansing). Pada sejumlah produk, sejumlah vitamin larut

dalam sirup atau medium lain yang juga dikonsumsi, sehingga tidak terjadi

penurunan. Pada proses sterilisasi metode UHT, penurunan vitamin hanya sedikit

terjadi.

Sterilisasi pada daging tiruan yang dibuat dari kedelai dapat meningkatkan

nilai gizinya berkaitan dengan inaktivasi komponen antitrypsin.Antitrypsin

merupakan protein yang dapat berkaitan dengan enzim tripsin dalam pencernaan

sehingga menurunkan ketersediaan hayati protein.


2.3 CONTOH STERILISASI IKAN.

Proses Pengalengan Ikan Tuna

A. Penerimaan bahan baku

Pada umumnya bahan baku ikan tuna diterimaoleh industri pengalengan

dalam keadaan beku.Pemeriksaan mutu terhadap bahan baku yang diterimaharus

dilakukan (Suwanrangsi et al., 1995), minimaldengan pengujian organoleptik.

Setiap bahan bakuyang tidak memenuhi persyaratan harus ditolak ataudigunakan

untuk jenis pengolahan lain yang sesuai.Pembongkaran bahan baku dilakukan

setelahpengujian terhadap suhu, kadar histamin, kadar garamdan organoleptik.

Sampel diambil sebanyak 5% daritotal bahan baku. Selain itu dilakukan

pengujianterhadap honeycomb, brosis dan parasit denganmenggunakan test pack.

Pengujian dilakukan dengancara mengambil 2 ekor sampel ikan tuna dan

dikukusselama 1–2,5 jam tergantung ukuran ikan. Standarpenerimaan bahan baku

yang diterapkan oleh salahsatu industri pengalengan di Indonesia adalah suhu <–

20C, histamin < 2,5 mg%, kadar garam < 1,5 mg %,dan organoleptik > 7 (dari

skala 1– 9). Sedangkanuntuk honeycomb, brosis dan parasit tidak boleh lebihdari

2,5% dari daging yang dikukus. Di samping itukandungan histamin pada ikan

tuna bekudipersyaratkan maksimal 20 mg% (SNI 01-2710-1992).

Bahan baku yang memenuhi standar dibongkardari mobil pengangkut

dengan waktu tidak boleh lebihdari 3 jam dan langsung dibawa ke cold storage.

Didalam cold storage ikan tuna disusun dengan batasbatasantar bahan baku

berupa palet-palet darisupplier yang berbeda dan bahan baku ini diberi
tandadengan lot, yaitu identitas bahan baku berdasarkanjumlah kedatangan. Suhu

cold storage adalah -180C.Untuk memudahkan pengeluaran,

penyimpanandibedakan sesuai jenis ikan dan penyimpanandilakukan maksimal 2–

3 bulan, tergantung dari orderada.

Sebelum diolah, ikan tuna harus dilelehkan terlebihdahulu. Pelelehan ikan

tuna beku diawali denganmengisi bak pelelehan dengan air sebanyakseperempat

dari kebutuhan untuk mencegahkerusakan fisik pada ikan saat dijatuhkan dalam

bak.Selama proses pelelehan berlangsung, air dialirkansecara terus menerus yang

menyebar melalui pipapipayang terdapat di atas bak pelelehan. Waktupelelehan

sangat tergantung dari ukuran dan volumeikan dalam satu bak.

B. Penyiangan

Proses penyiangan diawali dengan pemotonganikan tuna menggunakan

gergaji. Tuna albakora dipotong menjadi 7– 8 bagian dengan panjang 11 cm,dan

biasanya ukuran panjang potongan ikan disesuaikan dengan tinggi kaleng. Bagian

potongan ikan terdiri dari 4 atau 5 bagian badan tengah, 1 bagian leher, 1 bagian

kepala, dan 1 bagian ekor. Tuna albakora yang telah dipotong, kemudian diambil

bagian isi perut dan insang dengan menggunakan pisau.Limbah dari penyiangan

dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi tepung ikan. Selama proses

penyiangan ikan disiram terus menerus melalui pipa-pipa air yang terdapat di atas

conveyor.

C. Penyusunan dalam rak

Penyusunan ikan dalam rak dilakukan berdasarkan potongan bagian

anggota tubuh ikan.Bagian badan ikan disusun terpisah dalam rak yang berbeda
dari bagian ekor, kepala, dan leher.Bagian badan ikan disusun teratur secara

vertikal, sedangkan bagian ekor, kepala dan leher disusun dalam keadaan

terlentang dan diselang-seling.Pemisahan susunan dalam rak ini diperlukan karena

masing-masing bagian tersebut memerlukan waktu pemasakan pendahuluan

(precooking) yang berbeda.Susunan ikan dalam rak diatur jaraknya agar tidak

terlalu dekat, sehingga memudahkan sirkulasi uap panas dalam rak.

D. Pemasakan pendahuluan

Tujuan dari pemasakan pendahuluan ini adalah untuk memudahkan proses

pembersihan daging ikan, mengurangi kandungan air, lemak, dan membuat daging

ikan menjadi lebih kompak (Murniyati & Sunarman, 2000).

Proses pemasakan pendahuluan dilakukan dengan memasukkan ikan yang

telah disusun dalam rak ke dalam cooker yaitu tempat atau ruangan pemasakan

yang memiliki pintu yang dapat ditutup rapat untuk mencegah pengeluaran uap

yang terlalu banyak. Setelah itu dilakukan pembersihan daging ikan dengan

menyemprotkan air melalui pipa-pipa yang terdapat di dalam cooker selama 10

menit.Tahapan selanjutnya adalah pengeluaran uap panas melalui pipa yang

terdapat dalam cooker hingga mencapai suhu 1000C.Jika suhu telah mencapai

1000C, aliran uap panas dihentikan.Suhu dan waktu pemasakan dapat dilihat

dengan menggunakan thermorecording atau termometer. Pengontrolan suhu

dimaksudkanuntuk m enjaga keseimbangan antara lama pemasakan, suhu, mutu

daging serta biaya produksi,karena pengukusan yang terlalu lama dan suhu yang

terlalu tinggi dapat mempengaruhi rupa dantekstur daging (Moeljanto,1992).


Setelah proses pemasakan pendahuluan, ikandisemprot kembali dengan air

melalui pipa dalamcooker selama 10 menit. Penyemprotan ini bertujuanuntuk

mendinginkan dan membuat daging ikanmenjadi kompak. Penyemprotan dengan

air dapatjuga dilakukan di luar cooker, tetapi dikhawatirkanakan terjadi perubahan

warna daging menjadi kuning.Waktu pemasakan pendahuluan sangat

tergantungdari ukuran ikan serta berat bagian badan ikan yangdipotong-potong,

yaitu sekitar 60– 80 menit. Air yangdikeluarkan oleh ikan selama proses

pemasakanpendahuluan adalah sekitar 17,5% (Broek, 1965).

E. Pendinginan

Rak yang berisikan daging ikan yang telah masakdikeluarkan dari cooker

dan diletakkan dalam ruangpendinginan dan membiarkannya dalam

ruangantersebut selama ± 3 jam.Pendinginan ini bertujuanuntuk membuat daging

ikan lebih kompak dan padat sehingga memudahkan dalam proses

pengolahanselanjutnya.

F. Pembuangan kepala dan kulit ikan

Proses pembuangan kepala ikan dilakukan dengantangan setelah diambil

daging yang terdapat didalamnya. Proses pembuangan kepala ikan tunaalbakora

lebih mudah dilakukan karena bagian tubuhikan telah dipotong-potong terlebih

dahulu. Selanjutnyaikan diletakkan dalam talam dan diberi tandaberdasarkan

bagian tubuhnya.

Proses pembuangan kulit dilakukan menggunakanpisau yang tajam dalam

posisi tegak dengan caramengikis kulit tersebut sesuai arah otot pada dagingikan.

Hal ini bertujuan untuk mencegah terbuangnyadaging ikan yang akan


mempengaruhi rendemen.Pada tahapan ini juga dilakukan pembuangan tulangdan

sisik.

G. Pembersihan daging

Pembersihan daging ikan bertujuan untukmemisahkan daging ikan dari

daging gelap, tulangyang terdapat dalam daging dan sisik yang masihtersisa

setelah proses skinning. Pembersihan dagingikan dilakukan menggunakan pisau

yang tajam.Teknik yang digunakan hampir sama dengan prosespembuangan kulit

yaitu mengikis daging ikan secaraperlahan dengan mata pisau tegak.

Prosespembersihan daging ikan menghasilkan beberapabagian daging antara

lainsolid, chunk, flake, daginghitam, dan daging cucian.

Bagian daging ini nantinya disortir untukmemisahkan sisa daging hitam

atau coklat yangmasih ada, tulang, dan sisik.Pensortiran jugadimaksudkan untuk

menghindari adanya brosis,honeycomb dan parasit pada ikan sehingga mutu

ikantetap terjaga.

H. Pemotongan daging

Pemotongan dimaksudkan untuk memperolehbentuk dan ukuran ikan yang

sesuai dengankalengnya. Proses pemotongan dilakukanmenggunakan pisau yang

tajam yang menghasilkandaging solid dan serpihan (flake). Daging solid

yangmerupakan hasil utama pemotongan dikikis denganpisau dan menghasilkan

serpihan yang nantinyadiisikan ke dalam kaleng. Dalam proses

pemotongandaging, chunk yang dihasilkan dari prosespembersihan daging ikan

bisa dibuat menjadi dagingserpihan.


I. Pengisian daging ke dalam kaleng

Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukandengan cara menata daging

ikan ke dalam kalengsesuai dengan tipe produk (solid, chunk, flake,standar, dan

grated).

Daging ikan tuna albakora yang diisikan adalahdaging solid dan flake

dengan kaleng yang digunakan berukuran 603 x 408.Daging solid yang

diisikandalam satu kaleng berjumlah 2– 3 potongan, pengisiandilakukan sepadat

mungkin dan sesuai dengan netweight, oleh karenanya ditambahkan flake

untukmemenuhi persyaratan tersebut.

J. Penambahan medium

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwamedium yang digunakan

dalam pengalengan tunaadalah minyak nabati atau air garam. Pada

mediumminyak nabati biasanya ditambahkan garam sebanyak2,8% dari berat

medium (Angrenani, 1997).Penambahan medium dilakukan secara manual

danotomatis.

Pada penambahan medium air garam, mula-mulamedium dimasukkan ke

dalam kaleng sebanyakseperempatnya dan dibiarkan beberapa menit,

yangbertujuan agar air garam dapat meresap ke dalamdaging untuk memberikan

rasa. Setelah itu dilewatkanpada conveyor dan kaleng secara otomatis akan terisi

air garam yang keluar melalui pipa-pipa saluran daritempat pemasakan air garam

yang terdapat di atasconveyor. Pengisian air garam tidak boleh berlebih,karena

mempengaruhi kaleng pada saat penutupandan dapat menyebabkan kaleng

membengkak ataubocor. Oleh karena itu pengisian medium harussampai batas


head space atau 6–10% dari tinggikaleng. Menurut SNI 01-2712.2-1992, suhu

mediumtidak boleh kurang dari 700C. Suhu air garam yangtinggi akan membuat

kondisi vakum yang semakintinggi. Pada suhu tinggi peluang udara

yangterperangkap diantara bagian produk dalam kalenglebih kecil (Winarno,

1994). Pengisian medium minyaknabati ke dalam kaleng dilakukan dengan cara

yangsama seperti di atas.

K. Penutupan kaleng

Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem doubleseaming secara otomatis

menggunakan vacuum seamer, yaitu mesin penutup kaleng yang sekaligusdapat

melakukan penghampaan udara dalam kaleng.Dalam hal ini, kaleng yang telah

berisikan ikan danmedium dilewatkan melalui conveyor menuju vacuum seamer

untuk dilakukan penutupan secara otomatis.Setiap kaleng yang ditutup dicek

secara visual untukmelihat kesempurnaan proses penutupan kaleng.

L. Sterilisasi

Proses sterilisasi diawali dengan penyusunankaleng dalam keranjang

sterilisasi. Selanjutnyakeranjang dimasukkan dalam retort dan disemprotdengan

air yang mengandung khlorin 2 ppm selama10 menit. Waktu dan suhu sterilisasi

tergantung padajenis produk dan kaleng yang disterilisasi.Sterilisasi dilakukan di

dalam retort dengan nilai Fo sesuai dengan jenis dan ukuran kaleng, mediadan

tipe produk dalam kemasan atau equivalent dengan nilai Fo>2,8 menit pada suhu

120oC.

Setelah proses sterilisasi berakhir dilakukanpendinginan dengan

menyemprotkan air yangmengandung khlorin 2 ppm selama ± 30


menit.Penyemprotan bertujuan untuk mencegah terjadinyaover cooking atau over

processing yaitu ikanmengalami pemasakan lebih lanjut yang berakibatpada

perubahan rasa, warna, dan tekstur daging.

M. Pendinginan dan pemeraman kaleng

Ikan tuna kaleng yang masih dalam keranjangsterilisasi didinginkan dalam

ruang terbuka selama ±24 jam. Untuk mempercepat proses pendinginan,dalam

ruangan tersebut dapat dipasang kipas angin.Ikan tuna kaleng yang telah dingin

dibersihkan denganminyak goreng untuk menghilangkan sisa-sisakotoran pada

kaleng. Disamping itu juga dilakukanpengecekan terhadap label pada tutup

kaleng, jikaada yang terhapus dapat dilakukan penutupan ulang.

Ikan tuna kaleng tersebut selanjutnya dilakukanuji pemeraman untuk

mengetahui kesempurnaanproses sterilisasi. Uji pemeraman menurut SNI-2712-

1992, yaitu ikan kaleng yang telah dingindimasukkan ke dalam suatu ruangan

dengan suhukamar dan diletakkan dengan posisi terbalik, kemudian dilakukan

pengecekan terhadap kerusakankaleng.Kaleng yang dianggap rusak adalah

kalengyang menggembung atau bocor.Pemeraman kalengdilakukan minimal 7

hari.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN.

Sterilisasi merupakan salah satu metode untuk mematikan mikroorganisme

yang tidak diinginkan dalam suatu bahan atau produk. Proses termal yang

digunakan dalam pengalengan merupakan metode untuk mengawetkan makanan,

yaitu produk pangan dan kemasannyadinyatakan sebagai steril secara komersial.

Kemasan yang dikemas secara hermetic (tidak memungkinkan udara, mikroba,

atau bahan-bahan lain masuk) dapat menjaga produk tetap steril.

Sterilisasi komersial merupakan proses sterilisasi dengan tujuan membunuh

semua mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk pangan pada kondisi

suhu ruang. Produk yang diproses melalui sterilisasi komersial, secara aseptis, dan

dikemas secara hermetic biasa dikategorikan sebagai produk kaleng walaupun

kemasan yang digunakan tidak terbatas pada kaleng saja, melainkan dapat berupa

kemasan yang lain seperti retort pouch dan gelas jar.

3.2 SARAN.

Sterilisasi bertujuan untuk menghilangkan spora-spora dari

mikroorganisme.Tetapi kekurangan dari produk sterilisasi ini adalah banyak nya

zat gizi yang terbuang karna pemanasan.Sebaiknya membeli bahan pangan yang

langsung dari penjual pasaran swalayan dari pada menggunakan bahan pangan

kalengan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bbp4b.litbang.kkp.go.id/squalen-

bulletin/index.php/squalen/article/download/136/106

Estiasih Teti,Ahmadi Kgs.2014.Teknologi Pengolahan Pangan.Jakarta:PT Bumi

Aksara

Anda mungkin juga menyukai