Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

SEORANG LAKI-LAKI UMUR 19 TAHUN DENGAN TB PARU BTA


NEGATIF

Oleh:
dr. Rusmita Hardinasari

Pembimbing:
dr. Nur Hidayani

Program Dokter Internsip Di RS PKU Muhammadiyah Gombong


Periode November 2018-November 2019

1
Halaman Pengesahan

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan program Internship


Dokter Indonesia di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Presentasi kasus ini
dengan judul :

SEORANG LAKI-LAKI UMUR 19 TAHUN DENGAN TB PARU BTA


NEGATIF

Hari/tanggal : Juli 2019

Oleh :
dr. Rusmita Hardinasari

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Nur Hidayani

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
Nama : Tn. NF
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Grenggeng 2/5 Karanganyar
Agama : Islam
No. RM : 376301
Tanggal MRS : 16 Mei 2019

B. Anamnesis
Keluhan utama :
Batuk keluar darah segar

Riwayat Penyakit sekarang


Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu
dirasakan hilang timbul. Awalnya batuk kering, kemudian lama-kelamaan
menjadi batuk berdahak. Satu minggu yang lalu, pasien merasakan
batuknya bertambah parah, pasien batuk disertai darah segar sebanyak ½
gelas aqua. Pasien juga mengeluh kadang-kadang nyeri didada sebelah
kiri seperti tertusuk-tusuk. Selama 1 bulan ini, pasien hanya minum obat
batuk biasa yang dibeli di warung.
Pasien juga merasakan badannya demam sumer-sumer tetapi
hilang timbul dan kadang-kadang berkeringat di malan hari (+). Pasien
mengaku berat badannya berkurang sebanyak 1 kg dalam dua minggu
terakhir.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat mondok dirumah sakit : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat TB paru : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS kelas III PBI.

II.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang.
Status gizi : BB = 60 kg
TB = 165 cm
BMI = 22,0
Kesan : status gizi kesan normal
Tanda vital :
a. Tekanan darah : 120/70 mmHg
b. Nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup
c. Respirasi : 20 x/menit
d. Suhu : 36,7ºC (per axiller)
Kulit :warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),
venectasi (-), spider nevi (-), turgor menurun (-)
Kepala :bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam,
mudah rontok (-)
Mata :cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem
palpebra (-/-)
Telinga :sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

4
Hidung :napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut :bibir kering(-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa
pucat(-), gusi berdarah (-), lidah kotor(-)
Tenggorokan :tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-)
Leher :simetris, trachea di tengah, JVP tidak meningkat (5+2),
KGB servikal membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri
tekan (-)
Thorax :normochest, simetris, retraksi interkostal (-), spider nevi
(-), pernapasan tipe thoraco-abdominal, SIC melebar (-)
Jantung :Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas jantung
Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah : SIC IV LPSS
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah : SIC V LMCS
Kesan :batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR : 88 kali/menit, ireguler, BJ I-II murni,
intensitas normal, reguler, bising (-)
Paru : Depan
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),RBK (+/
+) di apex paru kiri
Belakang
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultas : suara dasar vesikuler (+/+)

5
Abdomen : Inspeksi :dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi :peristaltik usus (+) normal
Perkusi :timpani, acites (-), pekak alih (-)
Palpasi :supel, nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, lien tidak teraba.
Extremitas Atas : pitting edem (-/-),akral dingin (-/-),luka (-/-),
clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)
Ekstremitas Bawah : pitting oedem (-/-), akraldingin (-/-),
luka(-/-),clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit 10.61 Ribu/ µl 3.8-10.5
Eritrosit 5.42 Juta/µl 4.4-5.9
Hemoglobin 14.9 g/dl 13.2-17.3
Hematokrit 46.2 % 40-52
Trombosit 315 Ribu/µl 150-440
HITUNG JENIS
Basofil % 0.3 % 0.0-1.0
Eosinofil % 4.2 % 2.0-4.0
Neutrofil % 70.4 % 50.0-70.0
Limfosit % 20.6 % 25.0-40.0
Monosit % 4.5 % 2.0-8.0

6
b. Rontgen Thorax PA

Deskripsi :
Tampak opasitas inhomogen di supra-perihilar pulmo sinistra
Tampak hiperinflasi kedua pulmo
Hemidifragma dextra et sinistra licin
Sudut costa-frenicus dextra et sinistra lancip
Trakchea tampak di tengah
Tak tampak pembesaran limfonodi hilus, para tracheal dan mediastinum
CTR < 0.5
Struktur dan trabeculasi tulang tak tampak kelainan
Kesimpulan :
TB Pulmo (sinistra)
Besar cor normal

c. Pemeriksaan Bakteriologist
Setelah pemeriksaan dahak 3 kali (SPS) didapatkan hasil BTA (-)

7
IV.RESUME

1. Keluhan utama
Batuk disertai darah segar
2. Anamnesis
Batuk sejak 1 bulan yang lalu, awalnya kering berlanjut kental dan
berdahak. Satu minggu SMRS pasien batuk disertai darah segar. Keluhan
lain seperti demam sumer-sumer, keringat dingin di malam hari dan
penurunan berat badan.
3. Pemeriksaan Fisik
KU : CM, sedang
TD : 120/70
HR : 88
RR : 20
T : 36,7
Pulmo : Auskultasi : terdengan suara RBK di apex paru kiri
4. Pemeriksaan penunjang
Leukositosis : 10.61
Ro thorax : TB paru
BTA SPS : negatif

V. ASSESSMENT
Diagnosis Banding : TB paru
Bronkiektasis
Ca Paru
Diagnosis kerja : TB paru dengan BTA (-)

VI. TERAPI

8
- Rawat inap bangsal isolasi
- IVFD RL 20 tpm
- FDC 1 X 4 tablet
- Inj. Ranitidin 50mg/12j
- Nebu Nacl 3% 5cc per 8 jam
- OBH syr 3x C1
- Paracetamol 3x500 mg per oral

VIi. FOLLOW-UP
Rencana Awal
DPH Diagnosis Pengkajian (Assesment) RencanaTerapi
Diagnosis
1. Hemoptoe ec S :  Foto thorax PA  IVFD RL 20 tpm
Pasien mengeluh batuk berdahak  Sputum BTA  Nebu Nacl 3% 5cc per
susp. TB dd 8 jam
kental, susah dikeluarkan, nyeri dada
SPS
bronkiektasis, sebelah kiri seperti ditusuk-tusuk,  OBH syr 3x C1
batuk darah (-), sesak (-)  Paracetamol 3x500
ca paru mg per oral
O:
KU : CM, sedang
TD : 120/70
RR : 20x/menit
HR : 88x/menit, reguler
T : 36,7
Pulmo : SDV (+/+), RBK (-/+) apex
kiri

Pemeriksaan penunjang:
-AL : 10,61

2 Hemoptoe ec S :  Menunggu hasil  IVFD RL 20 tpm


Pasien mengeluh batuk berdahak (+), sputum BTA  Nebu Nacl 3% 5cc per
susp. TB dd 8 jam
nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk-
bronkiektasis, tusuk (+), batuk darah (-), sesak (-)  OBH syr 3x C1
 Paracetamol 3x500
ca paru
O: mg per oral
KU : CM, sedang
TD : 120/70

9
RR : 18x/menit
HR : 76x/menit, reguler
T : 36,5
Pulmo : SDV (+/+), RBK (-/+) apex
kiri

Pemeriksaan penunjang:
-AL : 10,61
-Rontgen Thorax : TB paru

3 TB paru BTA S :  IVFD RL 20 tpm


Pasien mengeluh batuk berdahak (+),  Nebu Nacl 3% 5cc per
negatif 8 jam
nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk-
tusuk (+), batuk darah (-), sesak (-)  OBH syr 3x C1
 Paracetamol 3x500
O: mg per oral
KU : CM, sedang  FDC 1 X 4 tablet
TD : 120/70  Inj. Ranitidin
50mg/12jam
RR : 18x/menit
HR : 82x/menit, reguler
T : 36,7
Pulmo : SDV (+/+), RBK (-/+) apex
kiri

Pemeriksaan penunjang:
-AL : 10,61
-Rontgen Thorax : TB paru
-BTA : negatif

4 TB paru BTA S :  IVFD RL 20 tpm


Pasien mengeluh batuk berdahak  Nebu Nacl 3% 5cc per
negatif 8 jam
berkurang, nyeri dada sebelah kiri
seperti ditusuk-tusuk berkurang, batuk  OBH syr 3x C1
darah (-), sesak (-)  Paracetamol 3x500
mg per oral
O:  FDC 1 X 4 tablet
KU : CM, sedang  Inj. Ranitidin
TD : 120/70 50mg/12jam

RR : 20x/menit
HR : 70x/menit, reguler

10
T : 36,5
Pulmo : SDV (+/+), RBK (-/+) apex
kiri

Pemeriksaan penunjang:
-AL : 10,61
-Rontgen Thorax : TB paru
-BTA : negatif

5 TB paru BTA S :  BLPL


Pasien mengeluh batuk berdahak  FDC 1 X 4 tablet
negatif
berkurang, nyeri dada sebelah kiri  Ranitidin 2 x 150 mg
seperti ditusuk-tusuk berkurang, batuk per oral
darah (-), sesak (-)  OBH syr 3 x C1
 Pasien diminta kontrol
O: ke poli paru setelah 1
KU : CM, sedang minggu
TD : 120/70  Edukasi pasien dan
keluarga pasien
RR : 20x/menit tentang penyakit
HR : 70x/menit, reguler
T : 36,5
Pulmo : SDV (+/+), RBK (-/+) apex
kiri

Pemeriksaan penunjang:
-AL : 10,61
-Rontgen Thorax : TB paru
-BTA : negatif

VIII. PROGNOSIS

- ad vitam : ad bonam
- ad sanationam : ad bonam
- ad fungsionam : ad bonam

IX. EDUKASI PASIEN

11
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit TB paru.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang TB paru ini mudah
menular dan harus diruang isolasi sehingga keluarga pasien ataupun tamu
bila berkunjung harus memakai masker agar tidak tertular dan jauhkan
pasien dari anak kecil.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar minum obat TB setiap hari
selama 6 bulan tanpa berhenti dan harus ada yang mengawasi, apabila
terjadi kuning di tubuh pasien atau telat minum obat TB segera lapor di
puskesmas terdekat
4. Menjelaskan pasien dan keluarga terhadap prognosis dari penyakit TB.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Myobacterium tuberculosis complex yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (Price dan Standridge, 2007).

B. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dengan tebal 0,3-
0,6/um. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosis complex
adalah: 1. M. tuberculosis, 2. Varian Asian, 3. Varian African I dan II, 4. M.
bovis. Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT), atypical
adalah: 1. M.kansasi, 2. M.avium, 3. M.intracellulare, 4. M.scrofulaceum, 5.
M.malmacerse, 6. M.xenopi (Amin dan Bahar, 2010).
Bakteri ini adalah bakteri gram positif, tahan asan dan alkohol,
berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan diklasifikasikan ke dalam
golongan actinomycetes. M. tuberculosis adalah parasit intraseluler fakultatif
yang dipercaya mampu tumbuh ekstraseluler dan dapat dorman selama
beberapa tahun bahkan beberapa dekade (PDPI, 2011).
Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid), peptidoglikan,
dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam
(BTA) dan tahan gangguan kimia maupun fisis. Kuman dapat hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit
intraselular, yakni di dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain dari kuman ini
adalah aerob. Penularan infeksi TB biasanya terjadi secara inhalasi, melalui
droplet nuclei. Partikel ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,

13
tergantung ada/ tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan
kelembaban(Amin dan Bahar, 2010).

C. PATOGENESIS
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni
yang disebut sarang primer. Sarang primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal dengan kompleks primer. Kompleks primer ini
akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut (Daniel, 2007; Getahun,
et al., 2015):
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas.
c. Menyebar dengan cara:
1) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru yang bersangkutan
maupun paru sebelahnya.
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, adrenal, genitalia dan sebagainya (PDPI, 2011).

2. Tuberkulosis Postprimer (Tuberkulosis Sekunder)


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Bentuk
tuberkulosis inilah yang dapat menjadi sumber penularan. TB sekunder
terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, keganasan,
diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan
sarang dini yang berbentuk suatu sarang pneumoni. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut (Daniel, 2007):
a. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan pembentukan jaringan fibrosis.
c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa).

14
D. KLASIFIKASI TB PARU
1. Berdasarkan organ tubuh yang terkena
a. TB paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yangmenyerang parenkim


paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus.

b. TB ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-
lain. Tuberkulosis ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra-paru ringan
Misalnya: TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat
Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran
kencing dan alat kelamin (Depkes RI, 2003).

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)


a. TB paru BTA (+)
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thoraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. TB paru BTA (-)
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto thoraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.

15
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi
pasien dengan HIV negatif.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan).
3. Berdasarkan tipe pasien
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan obat
anti tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif.
c. Kasus drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan). Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.

16
E. DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis
a. Gejala respiratori
1) batuk  2 minggu
2) batuk darah
3) sesak napas
4) nyeri dada
b. Gejala sistemik
1) demam: subfebril, hilang timbul.
2) malaiase
3) keringat malam
4) anoreksia

5) berat badan menurun (Zumla, et al., 2013)

2. Pemeriksaan Fisik
Bila dicurigai adanya infiltrat yang luas pada bagian apeks paru,
didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan
didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan
nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diikuti penebalan pleura, suara napasnya
menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi suara
amforik.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit
menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat
menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas, dapat terjadi
hipertensi pulmonal, cor pulmonal, dan gagal jantung kanan. Bila TB
mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat
agak tertinggal dalam pernapasan, perkusi suara pekak, dan auskultasi
suara napas melemah (Amin dan Bahar, 2010).

3. Pemeriksaan Bakteriologi
Dengan pemeriksaan dahak 3 kali (Sewaktu, Pagi, Sewaktu). Interpretasi
hasil pemeriksaan dahak 3 kali adalah:
3 kali (+) atau 2 kali (+), 1 kali (-)BTA (+)

17
1 kali (+), 2 kali (-) ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali (+), 2 kali (-)BTA (+)
bila 3 kali (-)BTA (-)

4. Pemeriksaan Radiologi
a. Lesi TB aktif
1) Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas dan segmen superior lobus bawah
2) Kaviti
3) Bayangan bercak milier
4) Efusi pleura unilateral atau bilateral
b. Lesi TB inaktif
1) Fibrotik
2) Kalsifikasi
3) Schwarte atau penebalan pleura
5. Pemeriksaan Biakan Kuman
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara:
- Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
- Agar base media: Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis
pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun
pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang
timbul.

18
Gambar: Alur Diagnosis TB paru

F. PENGOBATAN TB
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

2. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


a. Jenis OAT
1) Jenis obat utama (lini 1)
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Etambutol
- Streptomisin
2) Jenis obat tambahan (lini 2)
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

19
b. Dosis OAT

c. Prinsip pengobatan
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup, dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan
a) Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
b) Tahap lanjutan

20
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
d. Paduan OAT di Indonesia
1) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a) pasien baru TB paru BTA positif
b) pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c) pasien TB ekstra paru

Dosis per hari/kali


Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
Tahap Lama
isonia Rifamp pirazina etamb hari/kali
pengob pengob
zid @ isin @ mid utol @ menelan
atan atan
300 450 @500 250 obat
mg mg mg mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjuta
4 bulan 2 1 48
n

2) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya:
a) pasien kambuh
b) pasien gagal
c) pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

21
3) OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

e. Efek Samping Obat dan Penatalaksanaannya


1) Efek samping ringan: terapi diteruskan

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan


Tidak ada nafsu
Semua OAT diminum
makan, mual, sakit Rifampisin
malam sebelum tidur
perut
Nyeri sendi Pirazinamid Beri Aspirin/ allopurinol
Beri vitamin B6
Kesemutan s/d rasa
INH (piridoxin) 100 mg per
terbakar di kaki
hari
Tidak perlu diberi apa-
Warna kemerahan
Rifampisin apa, tapi perlu penjelasan
pada air seni (urine)
kepada pasien

2) Efek samping berat: terapi dihentikan

22
Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan Beri antihistamin dan
Semua jenis OAT
kemerahan kulit dievaluasi ketat
Streptomisin dihentikan,
Tuli Streptomisin
ganti Etambutol
Gangguan Streptomisin dihentikan,
Streptomisin
keseimbangan ganti Etambutol
Hentikan semua OAT
sampai ikterus
Ikterus tanpa Hampir semua
menghilang dan boleh
penyebab lain OAT
diberikan
hepatoprotektor
Bingung dan
Hentikan semua OAT,
muntah-muntah Hampir semua
segera lakukan tes fungsi
(permulaan ikterus OAT
hati
karena obat)
Gangguan
Etambutol Hentikan Etambutol
penglihatan
Purpura dan
Rifampisin Hentikan Rifampisin
renjatan (syok)

G. EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
1. Evaluasi Klinis
Dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu
dalam masa intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai masa akhir
pengobatan.
2. Evaluasi Bakteriologis
Dilakukan minimal 2 kali, sebaiknya 3 kali (0-2-6/9) yaitu sebelum
pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) dan di
akhir masa pengobatan
3. Evaluasi Radiologis (0-2-6/9)
Diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Bila secara
bakteriologis menunjukkan adanya perbaikan, tapi secara klinis dan

23
radiologis tidak, maka harus dicurigai adanya penyakit lain selain TB
paru. Waktu pelaksanaan seperti pemeriksaan bakteriologis.
4. Evaluasi Efek Samping Secara Klinis
Untuk memantau efek samping dari penggunaan OAT.
5. Evaluasi Keteraturan Minum Obat
Penting untuk memantau kepatuhan minum obat.

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan pasien ini mengeluhkan batuk yang sudah lama
sekitar 1 bulan, bahkan saat batuk pernah disertai darah merah segar. Pasien juga
memiliki gejala sistemik seperti demam sumer-sumer, keringat dingin di malam
hari dan adanya penurunan berat badan meskipun tidak signifikan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya suara abnormal di paru-paru, yaitu ronkhi
basah kasar yang terletak di bagian apex paru kiri. Untuk vital sign masih dalam
batas yang normal. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik kita mencurigai
kemungkinan penyakit pasien mengarah ke TB paru, sehingga untuk menegakkan
diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan sputum BTA dan
rontgen thorax.
Hasil dari pemeriksaan rontgen thorax mengarah ke TB paru, namun hasil
sputum BTA 3x negatif. Dari pertimbangan dokter, pasien tetap didiagnosis TB
paru dengan BTA (-). Dengan mengacu ke panduan pemberian OAT di Indonesia,
maka pasien mendapat terapi TB paru kategori 1, yaitu 2HRZE/ 4H3R3 yang
artinya dua bulan tahap intensif dengan isoniazid, rimpafisin, pirazinamid dan
etambutol serta 4 bulan tahap lanjutan dengan isoniazid dan rimpafisin.

25
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.
2. Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,dan
pemeriksaan penunjang dan penilaian ada tidaknya faktor modifikasi untuk
mengarahkan penatalaksanaan TB.
3. Penatalaksanaan tuberkulosis dapat dilakukan dengan rawat jalan maupun
rawat inap dengan obat anti tuberkulosis sesuai kategorinya.
B. Saran
1. Pola hidup yang bersih dan sehat merupakan upaya yang dapat dilakukan
untuk mengurangi angka kejadian penyakit tuberkulosis.
2. Sebaiknya pasien patuh dalam menjalankan terapi dengan baik, terapi
antibiotik yang tepat dan adekuat akan memberikan prognosis yang lebih
baik.
3. Sebaiknya keluarga pasien dapat memberikan dukungan, perhatian,
memantau kondisi penderita dan dapat menciptakan suasana yang kondusif
sehingga menejemen terapi pada tuberculosis dapat berjalan baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amin Z, Bahar A (2010). Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,


Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds).Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, pp: 2230-8.

Daniel TM (2007). Tuberkulosis. Dalam: Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson


JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL (eds). Harrison: Prinsip-prinsip
ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, pp: 799-808.
Getahun H, Matteelli A, Chaisson RE, Raviglione M (2015). Latent
Mycobacterium tuberculosis infection. NEJM, 372 (22): 2127-35.
PDPI. 2011. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta : PDPI.

Price SA, Standridge MP (2007). Tuberkulosis paru. Dalam: Price SA, Wilson
LMC. PATOFISIOLOGI: Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 852-62.
Zumla A, Raviglione M, Hafner R, Reyn CFV (2013). Current concepts:
Tuberculosis. NEJM, 368 (8): 745-755.

27

Anda mungkin juga menyukai