Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Tujuan percobaan
 Mengukur absorbansi gas CO2 kedalam air yang mengalir kebawah kolom
menggunakan alat analisa gas
 Menghitung laju absorbansi CO2 kedalam air menggunakan metode titrasi
1.2 Dasar teori
1.2.1 Absorbsi
Absorpsi merupakan proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas
dengan cara peningkatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang
diikuti dengan pelarutan. Kelarutan gas akan diserap dapat disebabkan
hanya oleh gaya gaya fisible (pada absorbsi fisik) atau selain gaya tersebut
juga oleh ikatan kimia (pada absorbsi kimia juga disebut absorbs kimia).
Komponen gas yang dapat menggandakan ikatan kimia akan dilarutkan
lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi, karena itu
absorbsi kimia lebih mengungguli absorbs fisika.

Kecepatan absorbsi merupakan ukuran perpindahan massa antara fase


gas dan fase cair. Disamping pada perbedaan konsentrasi dan luas
permukaan absorben, kecepatan tersebut juga tergantung pada factor-faktor
lainnya. Contoh : tergantung pada suhu. Peningkatan pelaruan pada suhu
yang lebih rendah, tekanan (peningkatan kelarutan yang lebih tinggi) dan
viskositas (pada absorbsi kimia kelarutan hanya dipengaruhi sedikit oleh
suhu tetapi viskositas menurun drastic dengan naiknya temperatur).

Pada absorbsi gas, uap yang dapat larut diserap dari campurannya
dengan gas tak aktif atau lemban (inert) dengan bantuan zat cair dimana gas
terlarut (solute gas dapat larut, banyak atau sedikit). Contoh operasi ini
adalah pencucian amoniak dengan air, dari campuran ammonia dan udara.
Zat terlarut itu kemudian dipulihkan dari zat cair dengan cara destilasi.
Sedangkan zat cair penyerap selanjutnya dapat digunakan atau digunakan
kembali. Kadang-kadang zat terlarut itu dikeluarkan dari zat cair dengan
mengontakkan dengan gas lemban (inert gas). Operasi ini yang merupakan
kebalikan dari absorbsi disebut desorbsi atau pelucutan gas

Gambar 1.1 Pergerakan molekul gas ke liquid


Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi
dibedakan menjadi:

a. Absorpsi Fisika
Komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih
tinggi (dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa
melibatkan reaksi kimia.
Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, SelexolTM,
RectisolTM (LURGI), flour solvent (propylene carbonate).
b. Absorpsi Kimia
Melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi
yang terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan
kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen terlarut
Contoh: Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA,
Benfield Process (Kalium Karbonat)

1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi


a. Luas pemukaan kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju
absorpsi yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan,
permukaan kontak yang semakin luas akan meningkatkan peluang gas
untuk berdifusi ke pelarut.
b. Laju alir fluida
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan
pelarut akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan
jumlah gas yang berdifusi.
c. Konsentrasi gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses
difusi yang terjadi antar dua fluida.
d. Tekanan operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
e. Temperatur komponen terlarut dan pelarut
Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
f. Kelembaban Gas
Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil
kalor laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan
demikian, proses dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom
absorber sangat dianjurkan.
1.2.3 Jenis-jenis Kolom Absorber
Secara umum kolom absorber dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Packed Bed Column
b. Plate Column
c. Spray Column
Gambar 1.2 Packed Bed Column Gambar 1.3 Plate Coulmn

Gambar 1.4 Spray Column


Aliran fluida dalam kolom absorber dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Cross-flow → bersilangan
b) Countercurrent → berlawanan arah
c) Co-current → searah

Gambar 1.5 Aliran a) Cross-flow dan b) Countercurrent dalam Plate Column


1.2.4 Menara Packed Bed
Packed bed column adalah sebuah alat untuk proses kimia yang terdiri dari
sebuah hollow tube, pipe, atau vessel lainnya yang di isi material packing
lainnya.

Gambar 1.6 Peralatan Absorpsi


Keterangan :
1. Piston Gas 11. S1 (Valve Keluaran Gas Kolom 1)
2. Flowmeter Udara 12. Kolom Absorbsi
3. Flowmeter CO2 13. S2 (Valve Keluaran Gas Kolom 2)
4. Flowmeter Water 14. S3 (Valve Keluaran Gas Kolom 3)
5. Manometer 15. S4 (Valve Keluaran Air 1)
6. Switch Control Air 16. S5 (Valve Keluaran Air 2)
7. Switch Control Water 17. Tabung Bola
8. Sump Tank 18. Air Control Valve
9. Water Pump 19. Water Control Valve
10. Air Compressor 20. Gas Flow Control Valve
a. Keunggulan Menara Packed Bed
 Fabrikasi yang minim
Kolom isian hanya membutuhkan sejenis packing support dan sebuah
distributor cairan untuk tiap ketinggian 10 ft.
 Versatilitas
Materi isian dapat dengan mudah ditukar sehingga mudah meningkatkan
efisiensi, menurunkan pressure drop, dan meningkatkan kapasitas.
 Minim Korosi
Larutan asam dan larutan yang bersifat korosif lainnya dapat diatasi oleh
packed bed column karena konstruksi kolom terbuat dari material yang tahan
korosi.
 Pressure drop yang rendah
Lebih rendah jika dibandingkan dengan jenis Sieve Tray.
 Capital cost yang rendah
Bila digunakan isian plastik dengan diameter kurang dari 3 ft, investasi masih
dianggap murah.

b. Kelemahan Menara Packed Bed


 Jika terdapat padatan atau pengotor, maka akan sulit dibersihkan
 Isian packed column akan mudah patah selama proses pengisian dan proses
pemanasan
 Tidak ekonomis jika laju alir pelarut tinggi
c. Ketentuan Isian dari Menara Packed Bed
 Bersifat inert terhadap fluida
 Kuat tetapi tidak berat
 Memiliki fraksi kekosongan yang cukup untuk menjamin kontak yang optimal
namun tidak menaikkan pressure drop
 Biaya murah
Terdapat dua metode pengisian packing pada kolom absorber, yaitu:

a) Random Packing
Pengisian secara acak memberikan luas permukaan spesifik yang besar dan
porositas yang lebih kecil, sehingga menurunkan biaya investasi. Namun, pressure
drop yang dihasilkan akan lebih besar.

b) Regular or Stack Packing


Pengisian yang tersusun memberikan pressure drop yang lebih kecil dan efektif
untuk laju alir yang tinggi. Namun, investasi lebih besar.

Gambar 1.7 Jenis isian dalam Packed Bed Column


d. Pressure Drop pada Packed Bed Column
Faktor penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan kolom isian adalah
besarnya pressure drop. Hal ini terutama berkaitan dengan fenomena yang disebut
dengan flooding (penggenangan), dimana cairan yang seharusnya bergerak
menuruni kolom, tertahan pergerakannya oleh tekanan gas yang terlalu besar atau
ruang antar isian terlalu rapat.

Fenomena flooding dapat terjadi bila pada laju alir gas konstan, laju alir cairan
dinaikkan sehingga cairan mengisi lebih banyak ruang antar isian dan mengurangi
ruang gerak gas. Bila hal ini terus terjadi, maka akan timbul fenomena flooding
cairan serta kenaikan pressure drop yang tinggi.
Hampir sama dengan di atas, untuk laju alir cairan turun yang tetap,
ternyata laju alir gas ditingkatkan sehingga pressure drop ikut naik, maka
akan terjadi flooding.

Persamaan Blake-Kozeny digunakan untuk perhitungan pressure drop


pada kolom isian:

P 150 1   
2
 v0 (...1)
L D 2p 3

1.2.5 Absorben dan Menara Isian


Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorbsi
pada permukannya, baik secara fisik maupun dengan reaksi kimia.
Berlawanan dengan adsorben memiliki permukaan dalam yang luas, pada
adsorben yang harus dibuat luas adalah permukaan luarnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan mencerai-beraikan cairan, misalnya menjadi tetesan-tetesan.
Absorben (juga sering disebut dengan cairan pencuci) harus memenuhi
persyaratan yang sangat beragam misalnya bahan itu harus:
a. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorbsi sebesar mungkin
(kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
b. Sedapat mungkin sangat selektif.
c. Memiliki tekanan uap rendah.
d. Sedapat mungkin tidak korosif.
e. Mempunyai viskositas yang rendah.
f. Stabil secara rendah.
g. Murah.
Absorben yang sering digunakan adalah air (untuk gas-gas yang dapat
larut atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan), Natrium
Hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi dengan asam) dan Asam Sulfat
(untuk gas-gas yang bereaksi dengan basa). Berdasarkan aturan ekonomi dan
kelestarian lingkungan absorben kebanyakan dikembalikan ke dalam alat
absorbsi dengan sirkulasi sehingga bahan tersebut terbebani secara penuh.
Kemudian absorben diolah lebih lanjut untuk keperluan lain, dibuat menjadi
tidak berbahaya atau diregenerasi.
Suatu alat yang hanya di pergunakan adalah absorbsi gas dan beberapa
operasi lain yaitu menara isian. Piranti ini terdiri dari sebuah kolom berbentuk
silinder atau menara yang dilengkapi dengan pemasukan gas dan ruang
distribusi pada bagian bawah, pemasukan cairan dan distribusinya pada
bagian atas. Sedang pengeluaran gas dan zat cair masing – masing diatas dan
dibawah, serta suatu massa bentukan zat padat tak aktif (inert) diatas
penyangga. Bantuan ini disebut isi menara (packing), dimana penyangga itu
harus mempunyai fraksi ruang terbuka yang cukup terbuka dan cukup besar,
untuk mencegah terjadinya pembanjiran pada piringan penyangga itu.
Ada dua jenis isian menara yang lazim yaitu yang disikan dengan
mencurahkan secara acak kedalam menara dengan tangan. Isian curah ini
terdiri dari satuan – satuan dengan dimensi utama ¼ sampai 3 inchi, dimana
isian yang ukurannya kurang dari 1 inchi dipergunakan dalam kolom – kolom
laboratorium atau instalasi percobaaan (pilot plant), satuan – satuan isian
disusun dengan tangan biasanya mempunyai ukuran antara 2-8 inchi.
Karakteristik bahan isian yang baik:
1. Tidak dapat bereaksi dengan bahan yang akan diserap.
2. Kuat tetapi tidak terlalu berat.
3. Mengandung cukup banyak larutan untuk kedua arus tanpa terlalu banyak
zat cair yang terperangkap atau menyebabkan penurunan tekanan yang
terlalu tinggi.
4. Memiliki kontak permukaaan yang luas.
5. Tidak terlalu mahal.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa isian menara terbuat dari bahan – bahan
yang murah, tidak bereaksi dan ringan, seperti: lumpung, porselin dan
berbagai bahan plastik. Alat absorbsi disebut juga absorben adalah tempat
campuran gas dan absorben yang dikontakkan satu sama lain secara intensif,
biasanya dalam arah berlawanan. Untuk maksud tersebut absorben
didistribusikan sebaik mungkin (permukaan dibuat luas), dengan bantuan
perlengkapan yang khusus misalnya (penyemprot, bahan pengisi, pelat, benda
rotasi). Gas dialirkan melalui tirai cairan yang terbentuk. Agar terjadi
perpindahan massa dan panas yang baik, umumnya lebih menguntungkan jika
operasi dilakukan dengan cara laju alir cairan dan gas yang setinggi mungkin.
Namun seperti pada kolom rektifikasi, operai harus tetap di bawah batas
peluapan.
Besarnya absorben (juga kuantitas absorben yang diperlukan) tidak hanya
ditentukan oleh jumlah gas yang akan diolah, melainkan juga oleh daya
melarutkan dari absorben dan kecepatan pelarutan. Absorbsi kimia misalnya
sering berlangsung begitu cepatnya sehingga diperlukan jumlah tahap yang
lebih sedikit daripada absorbsi fisik (alat menjadi lebih kecil). Seperti telah
disinggung sebelumnya, pada proses absorbsi sering diperlukan perlengkapan
pendingin. Alat ini dapat dijadikan satu dengan absorber atau dipasang dalam
sistem sirkulasi absorber. Pada operasi kontinyu harus tersedia dua absorber
secara bergantian, alat yang satu digunakan untuk absorbsi dan alat yang lain
untuk regenerasi absorben yang telah terbebani. Kadang-kadang satu kali
absorbsi tidak cukup untuk memisahkan campuran multi komponen. Dalam
hal ini, dua atau lebih absorben harus dipasang secara seri.
Dengan cara tersebut dimungkinkan misalnya untuk membersihkan gas
buang yang berasal dari berbagai reaktor, gas tersebut dapat berupa campuran
yang mengandung gas yang bersifat netral asam dan basa. Pemisahan dapat
dilakukan dengan menggunakan tiga absorber yang dihubungkan secara seri
(dengan air, natrium hidroksida dan asam sulfat). Selain itu absorber
seringkali digunakan untuk melakukan presipitasi bahn-bahan padat (debu)
dalam kuantitas kecil yang ikut terbawa dalam campuran gas.Alat-alat
absorbsi yang terpenting adalah alat pencuci seperti contoh menara:
1) Menara pencuci dan menara lintang
2) Pencuci pusaran
3) Pencuci pancaran
4) Pencuci rotasi
5) Pencuci venture
6) Alat pemisah loncatan tekanan.
-Kompresor
Kompresor adalah alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan
fluida mampu menempati yaitu gas atau udara. Tujuan meningkatkan
tekanan dapat untuk mengalirkan atau kebutuhan proses dalam suatu sistem
proses yang lebih besar (terdapat sistem fisika maupun kimia contohnya
pada pabrik-pabrik kimia untuk kebutuhan reaksi). Secara umum kompresor
dibagi menjadi 2 jenis yaitu, dinamik dan perpindahan panas

1.2.6 Laju Absorbsi CO2


Laju yang menunjukkan perpindahan molekul terlarut yang terabsorbsi
dikenal dengan interface mass-transfer rate dan bergantung dengan jumlah
permukaan kontak kedua fluida. Jumlah area kontak tersebut berhubungan
erat dengan ukuran dan bentuk material isian (packing), laju aliran, distribusi
cairan antar permukaan packing, potensi cairan untuk menggenang dan sifat-
sifat lain. Berdasarkan interaksi antara absorbens dan absorbate, absorbsi
dibedakan menjadi:
 Absorbsi Fisika
Komponen yang diserap pada absorbsi ini memiliki kearutan yang lebih
tinggi (disbanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa
melibatkan reaksi kimia. Contoh: Absorbsi menggunakan pelarut shell
sulfinol, flour solvent (propylene carbonate).
 Absorbsi Kimia
Absorbsi kimia melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat
berinteraksi. Reaksi yang terjadi dapat mempercepat laju absorbsi, serta
meningkatkan kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen terlarut.
Contoh: Absorbsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, NaOH,
Benfield Process (Kalium Karbonat)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Laju Absorbsi yaitu:
a. Luas Permukaan Kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka lau
absorbsi yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan,
permukaan kontak yang semakin luas akan menigkatkan peluang gas
untuk berdifusi ke pelarut.
b. Laju Alir Fluida
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan
pelarut akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan
jumlah gas yang berdifusi.
c. Konsentrasi Gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses
difusi yang terjadi antar dua fluida.
d. Tekanan Operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
e. Temperatur Komponen Terlarut dan Pelarut
Temperature pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorbsi.
f. Kelembaban Gas
Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk
mengambil kalor laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorbsi.
Dengan demikian proses dehumidification gas sebelum masuk ke dalam
kolom absorber sangat dianjurkan.
1.2.7 Pengukuran Laju Absorbsi gas CO2
Pengukuran laju absorbsi gas CO2 dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu:
1. Analisa gas

Gambar 1.8. Analisa Gas


a. Metode analisa gas hampl

Gambar 1.9 Analisa Gas Hampl


Berikut adalah tahapan-tahapan analisan gas hampl :
A. Mengisi dua tabung bola pada alat analisa dengan NaOH 0.1 M lalu
mengatur level pada tabung hingga skala 0 pada pipa menggunakan
valve pembuangan C dan menampung buangan kedalam labu.
Membersihkan saluran pengambilan contoh dengan mengisap tabung
berulang – ulang menggunakan piston gas dan mengeluarkan ke
atmosfer. Menutup saluran ke tabung penyerapan dan lubang atmosfer
juga di tutup
B. Mengisi tabung penghisap melalui piston gas sampai terisi gas 40 ml
(V1) dan 50 mL untuk proses selanjutnya, lalu menekan piston gas
sampai gas keluar ke atmosfer.
C. Membuka lubang ke atmosfer, menghisap selama 10 detik dengan
menarik piston.
D. Membuka saluran ke tabung penyerapan, sehingga antara tabung
penyerapan dan tabung penghisap terhubung. Ketinggian cairan harus
tetap, bila berubah membuka saluran ke atmosfer. Menunggu sampai
ketinggian cairan berada pada posisi nol, dimana menunujukkan bahwa
tekanan dalam tabung 1 atm. Lalu menutup saluran keluar.
E. Dengan perlahan menekan piston hingga semua gas berpindah ke tabung
penyerapan. Lalu menarik piston secara perlahan dan memperhatikan
ketinggian cairan.
F. Mengulangi langkah E) sampai ketinggian cairan tak berubah. Mencatat
volume akhir cairan (V2) yang menunjukkan volume contoh gas yang
dianalisa.
 Perhitungan CO2 pada gas sampel
Untuk gas ideal, volume fraksi = mol fraksi = Y
𝑉2 𝐹3
= 𝑌𝑖 =
𝑉1 𝐹2 + 𝐹3
Readings at inlet Calculations
F1 (CO2) F1 (air) V1 (ml) V2 (ml) 𝐹3 𝑉2
= 𝑌𝑖
L/s L 𝐹2 + 𝐹3 𝑉1

/s

 Perhitungan banyaknya CO2 yang terabsorbsi di kolom dari analisa pada


sampel inlet dan outlet
Dari analisis dengan Hemple apparatus, fraksi volume pada CO2 dalam
𝑉 𝑉
aliran gas pada inlet, Yi = (𝑉2 )𝑖 dan pada outlet, Y0 = (𝑉2 )0
1 1
Jika Fa adalah Liter/second CO2 diserap antara bagian atas dan bawah, jadi :
[F2 + F3] Yi – [F2 + (F3 – Fa)] Y0 = Fa

CO2 in CO2 out CO2 terserap


(𝑌𝑖 −𝑌0 )(𝐹2 +𝐹3 ) (𝑌𝑖 −𝑌0 )
Fa = = x (total aliran gas inlet)
1−𝑌0 (1−𝑌0 )

 INLET CONDITIONS OUTLET


Air CO2 TOTAL GAS SAMPLE GAS SAMPLE
F F F2 𝑉2 𝑉2 ABSORBED
𝑌𝑖 = ( )𝑖 𝑌𝑜 = ( )0
2 3 F3 𝑉1 𝑉1 CO2 Fa
L/s

Note : L/s bisa dikonversi menjadi gmol/s sebagaimana:


𝐹𝑎 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎(𝑚𝑚𝐻𝑔) 273
Ga : 22,42 𝑥 ( ) 𝑥 (𝑇𝑒𝑚𝑝.𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 0𝐶+273)
760

1.2.8 Metode Titrasi


Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
(artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini
disebut sebagai titik ekuivalen, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama
dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa sama dengan jumlah
asam yang dinetralkan : [H+]=[OH-]. Sedangkan keadaan dimana titasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai titik
akhir titrasi. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen. Oleh karena itu,
titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen. Pada saat titik
ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan. Kemudian mencata volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.
Dengan menggunakan data volume titran volume dan konsentrasi titer maka
dapat digunakan untuk menghitung kadar titran.
Titrasi asam-basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi. Dalam titrasi
ini, kita dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa.
Pada prinsipnya, reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi yaitu :

Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion
hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan
konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor
proton (asam) dengan penerima proton (basa).

Dalam menganalisis sampel yang bersiaft basa, maka kita dapat


menggunakan larutan standar asam, metode ini dikenal dengan istilah
asidimetri. Sebaliknya jika kita menentukan sampel yang bersifat asam, kita
akan menggunkan lartan standar basa dan dikenal dengan istilah alkalimetri.

Gambar 1.9. Gambar Metode Titrasi


Berikut merupakan tahapan-tahapan analisa menggunakan metode titrasi :
A. Isi cairan pada tanki pengisian hingga ¾ tangki
B. Dengan mengontrol tutupan valve C2 dan C3, nyalakan pompa cairan dan
menambahkan aliran air melewati kolom kurang lebih 6 L/min pada flowmeter
F1 dengan mengontrol aliran valve C1
C. Mulai nyalakan compressor dengan menyetel control valve C2 untuk
memberikan aliran udara kurang lebih 10% dari skala total flowmeter F2
D. Buka dengan perlahan regulasi tekanan katup pada silinder karbon dioksida, dan
mengatur valve C3 untuk mengatur flowmeter F3 kurang lebih setengah dari
aliran udara Fe. Pastikan menutup rapat cairan pada dasar dari kolom absorbsi
yang dijaga. Jika diperlukan, tambahkan pada valve control C4
E. Setelah 15 menit dari operasi stabil, ambil sampel dengan interval 10 menit dari
S4 dan S5. Ambil sampel 150 ml dengan mengetahui waktu setiap case. Analisa
sampel mengikuti prosedur titrasi
 Perhitungan
Jumlah CO2 bebas di dalam sampel air dihitung dari :
𝐵 𝑉 𝑥 0.0277
gmol/Liter bebas CO2 = 𝑉𝑜𝑙 = Cd
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

-CO2 diserap selama periode waktu tertentu (ex. 30 min)


Rata-rata = [Cdi (t=40) – Cdi (t = 10)] x VT (gmol/second)
30 x 60
-CO2 diserap melintasi kolom pada waktu tertentu
Aliran masuk dari CO2 terlarut = F1. Cdi (gmol/second)
Aliran keluar dari CO2 terlarut = F1. Cd0 (gmol/second)
Absorpsi rata-rata = F1 [Cdi – Cd0] (gmol/second)
Keterangan :
Cdi = Konsentrasi CO2 bebas terlarut masuk (gmol/second)
Cd0 = Konsentrasi CO2 bebas terlarut keluar (gmol/second)
F = Aliran (Liter/second)
VB = Volume basa yang ditambahkan dalam analisis cairan (mL)
VT = Volume air pada sistem (Liter)

Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati


perubahan pH, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini
dilakukan untuk mengurangi kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari
indikator lihat Gambar 1.3.

Gambar 1.10 Titrasi alkalimetri dengan larutan standar basa NaOH


 Indikator PP
Penoftaelin adalah senyawa kimia dengan rumus mulekul C2H14O4 dan sering
ditulis sebagai “Hln” atau “PP” dalam notasi singkat. Fenolftalein sering
digunakan sebagai indicator dalam asam basa. Untuk aplikasi ini, ia berubah
warna dan tak bewarna dalam larutan asam menjadi merah muda dalam larutan
basa.
1.2.9 Gas CO2
Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah
absorbsi gas CO2 dengan larutan MEA, NaOH, K2CO3 dan sebagainya.Aplikasi
dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO2 pada
pabrik Amonia.
Penggunaan absorbsi kimia dalam fase cair sering digunakan untuk
mengeluarkan zat pelarut secara lebih sempurna dalam campuran gasnya.
Suatu keuntungan dalam absorbsi kimia adalah meningkatkan harga
koefisien perpindahan massa(kga). Sebagian dari perubahan ini disebabkan
makin besarnya luas efektif antar muka karena absorbsi kimia dapat juga
berlangsung di daerah hamper stagnan di samping perangkapan dinamik. Untuk
memperluas permukaan kontak digunakan kolom berisi packing (packed
coloum) dengan criteria pemilihan packing sebagai berikut :
 Memiliki luas permukaan terbasahi tiap unit volume yang besar
 Memiliki ruang kosong yang cukup besar sehingga kehilangan tekanan kecil
 Karakteristik pembasahan baik
 Densitas kecil agar berat kolom keseluruhan kecil
 Tahan korosi dan ekonomis
Beberapa jenis packing yang sering digunakan antara lain raching ring, intolox
sadle, poll ring.
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat yang digunakan:
 Alat UOP 7, Gas Absorbtion Column
 Buret 50 mL
 Statif & Klem
 Gelas kimia 250 mL
 Erlenmeyer 500 mL
 Pipet ukur 10 mL
 Bulp
 Corong kaca
 Pipet tetes
 Botol semprot
2.1.2 Bahan yang digunakan:
 CO2
 Udara
 Air
 Larutan NaOH 0,1 N
 Indikator PP
 Larutan Na2CO3 0,01 N
 Aquadest
2.2 Prosedur Kerja
A. Penyerapan gas CO2 kedalam air menggunakan alat analisa gas.
1) Mengisi tangki penampung cairan sampai ¾ bagian dengan air bersih.
2) Menghubungkan steker pada alat kesumber arus listrik.
3) Dengan valve pengendali aliran gas C2 dan C3 tertutup, menjalankan
pompa cairan dan mengatur aliran air melalui kolom sampai 6 liter/menit
pada F1 dengan mengatur valve pengendali C1.
4) Menjalankan compressor dan mengatur valve pengendali C2 agar aliran
udara 20 liter/menit pada F. Membuka valve pengendali tekanan pada
tabung CO2 dan mengatur valve C2. Memastikan lapisan cairan di dasar
kolom terjaga, bila perlu mengatur dengan valve C4.
5) Menganalisa contoh gas
a. Mengisi dua tabung bola pada alat analisa dengan NaOH 0,1 N lalu
mengatur level pada tabung hingga skala 0 pada pipa menggunakan
valve pembuangan C dan menampung buangan kedalam labu.

b. Membersihkan saluran pengambilan contoh dengan mengisap tabung


berulang – ulang menggunakan piston gas dan mengeluarkan ke
atmosfer.
c. Menutup saluran ke tabung penyerapan dan lubang atmosfer juga di
tutup. Mengisi tabung penghisap melalui piston gas sampai terisi gas
20 mL, 30 mL, 40 mL dan 50 mL untuk proses selanjutnya, lalu
menekan piston gas sampai gas keluar ke atmosfer.
d. Membuka lubang ke atmosfer, menghisap selama 10 detik dengan
menarik piston.

e. Membuka saluran ke tabung penyerapan, sehingga antara tabung


penyerapan dan tabung penghisap terhubung. Ketinggian cairan harus
tetap, bila berubah membuka saluran ke atmosfer.
f. Menunggu sampai ketinggian cairan berada pada posisi nol, dimana
menunujukkan bahwa tekanan dalam tabung 1 atm. Lalu menutup
saluran keluar.
g. Dengan perlahan menekan piston hingga semua gas berpindah ke
tabung penyerapan. Lalu menarik piston secara perlahan dan
memperhatikan ketinggian cairan.
h. Mengulangi langkah g) sampai ketinggian cairan tak berubah.
Mencatat volume akhir cairan (V2) yang menunjukkan volume contoh
gas yang dianalisa.
B. Penyerapan gas CO2 kedalam air menggunakan alat analisa gas.
1) Mengisi tangki penampungan cairan dengan air bersih 40 L dan
mencatat volumenya (Vt)
2) Dengan valve pengendali C2 dan C3 dalam keadaan tertutup, memulai
menjalankan pompa cairan dan mengatur laju alir melalui kolom
sampai 6 L/menit pada F1, dengan mengatur valve pengendali C1
3) Menjalankan kompresor dan mengatur valve pengendali C2 20 pada
L/menit sebagai F2
4) Membuka valve pengendali tekanan pada tabung CO2 dan mengatur
valve C3 pada 3 L/menit sebagai F3.
5) Setelah 15 menit operasi berjalan dengan baik, mengambil contoh
sampel secara bersamaan dititik S4 dan S5. Menganalisa kandungan
CO2 dalam kedua contoh tersebut.
6) Analisa CO2 yang terlarut dalam air :
 Mengambil contoh larutan S4 dan S5 menggunakan erlenmeyer
sebanyak 14 mL
 Menambahkan 3 tetes indikator PP, bila larutan berubah
menjadi merah dengan cepat berarti tidak mengandung CO2.
Jika tetap bening, menitrasi dengan NaOH 0,1 N sampai larutan
berubah warna menjadi merah muda.
 Mencatat volume NaOH yang digunakan sebagai (V2)
 Melepaskan steker dari sumber arus listrik
 Membersihkan alat yang telah digunakan
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Pengamatan

3.1.1 Tabel pengamatan

S2 S4 S5 Laju alir Laju alir Laju alir


Run Waktu (F1) udara (F2) CO2 (F3)
(menit) V1 V2 V3 V4 Vrata2 V5 V6 Vrata2 (L/min) (L/min) (L/min)

1 15 20 0,3 0,7 0,6 0,65 2 2,2 2,1 6 20 10

2 30 30 0,6 0,8 0,6 0,7 1,1 0,8 0,95 6 20 10

3 45 40 0,9 0,6 0,5 0,55 1,4 1,4 1,4 6 20 10

4 60 50 1,2 0,5 0,4 0,45 0,8 0,7 0,75 6 20 10

3.1.2 Tabel hasil pengamatan

No Waktu (menit) Yi Yo Fa (L/min)

1 15 0,015 9,685

2 30 0,02 9,581
0,33
3 45 0,023 9,519

4 60 0,024 9,498
CO2 bebas (Cd) CO2 terserap sepanjang
(gmol/L) kolom
Laju
Aliran Aliran penyerapan(gmol/min)
No Waktu
masuk(gmol/ keluar
S4 (Cdo) S5 ( Cdi)
min) (gmol/min)

1 15 4,64.10-4 1,5.10-4 4,64.10-3 9.10-3 0,010

2 30 5.10-4 6,79.10-4 5.10-3 4,07.10-3 1,786.10-4

3 45 3,93.10-4 1.10-4 3,92.10-3 6.10-3 2,93.10-3

4 60 3,21.10-4 5,36.10-3 3,21.10-3 3,214.10-3 2,14.10-3

3.1 Pembahasan

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengukur absorbsi gas CO2 ke


dalam air mengalir menggunakan alat analisa gas serta menghitung laju
absorbsi CO2 ke dalam air menggunakan metode titrasi. Bahan penyerap
(absorben) adalah air, sedangkan bahan yang diserap berupa gasi CO2.

Penyerapan gas CO2 yang masuk bersama-sama udara ke dalam air


terjadi didalam kolom yang didalamnya berisi packing dengan dengan jenis
raschimg ring. Packing ini berfungsi memperbesar kontak antara gas yang
naik dari bawah dengan cairan yang turun dari atas, proses ini berlangsung
secara counter current (berlawanan arah) dimana air masuk melalui kolom
bagian bawah, hal ini bertujuan agar penyerapan CO2 lebih optimal oleh air.

Pada tujuan pertama yaitu mengukur besarnya penyerapan gas CO2 ke


dalam air menggunakan alat analisa gas. Untuk mengetahui banyaknya
penyerapan gas CO2 menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan
analisa. Agar memperoleh data penyerapan tahap awalnya adalah
mengendalikan laju alir pompa air yang masuk kedalam kolom, mengatur laju
alir kompresor dan mengatur laju alir CO2 yang masuk dari tabung CO2. Laju
alir air sebesar 6 L/min, laju alir udara sebesar 20 L/min dan laju alir gas CO2
sebesar 10 L/min. Setelah mengatur laju alir masing-masing, mulai
menganalisa diketahui dari volume yang terlihat pada tabung penyerapan (V2)
saat piston ditekan. Setiap 15 menit proses berlangsung sampel diambil di titik
S2, S4, S5. Pada S2 diambil untuk dianalisa gas sampel dengan variasi volume
20 ml, 30 ml, 40 ml dan 50 ml. Sedangkan, pada titik S4 dan S5 diambil untuk
dianalisa dengan metode titrasi. Hasil analisa gas diperoleh pada menit ke 15
CO2 yang terserap pada aliran masuk sebesar 4,64.10-3 gmol/min dan aliran
keluar sebesar 9.10-3 gmol/min. Pada menit ke 30 CO2 yang terserap pada
aliran masuk sebesar 5.10-3 gmol/min dan aliran keluar sebesar 4,07.10-3
gmol/min. Pada menit ke 45 CO2 yang terserap pada aliran masuk sebesar
3,93.10-3 gmol/min dan aliran keluar sebesar 6.10-3 gmol/min. Pada menit ke
60 CO2 yang terserap pada aliran masuk sebesar 3,21.10-3 gmol/min dan
aliran keluar sebesar 3,21.10-2 gmol/min. Dapat disimpulkan bahwa semakin
lama waktu absorbsi maka semakin banyak gas CO2 yang terserap hal ini
disebabkan pada keluaran S2 kontak gas dengan air lebih singkat, sehingga
gas CO2 yang terserap menjadi semakin besar.

Pada tujuan selanjutnya yaitu menghitung laju absorbsi CO2 ke dalam


air menggunakan metode titrasi. Pada metode titrasi digunakan larutan NaOH
0,1 N sebagai penitar dan larutan Na2CO3 0,01 N sebagai larutan
pembandingnya. Diperoleh data laju penyerapan pada menit ke 15, 30, 45 dan
60 berturut-turut sebesar 0,010 gmol/min, 1,79.10-3 gmol/min, 2,93.10-3
gmol/min dan 2,14.10-3 gmol/min.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan dan perhitungan yang telah lakukan dapat disimpulkan
bahwa:
 Pada percobaan penyerapan gas CO2 kedalam air dengan metode analisa
gas diperoleh hasil laju absorbsi pada menit ke 15, 30, 45 dan 60 berturut-
turut sebesar 9,685 L/min, 9,581 L/min, 9,519 L/min dan 9,498 L/min.
 Pada percobaan penyerapan gas CO2 kedalam air dengan metode titrasi
diperoleh hasil laju absorbsi pada menit ke 15, 30, 45 dan 60 berturut-turut
sebesar 0,010 gmol/min, 1,79.10-3 gmol/min, 2,93.10-3 gmol/min dan
2,14.10-3 gmol/min.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Absorbsi CO2. http://depisatir.blogspot.co.id/2013/06/absorpsi-ii-


absorpsi-co2-dalam-air.html. (Diakses pada tanggal 21 Mei 2018).

Anonim. 2011 . Absorpsi Gas.https://id.scribd.com/document/51091372/ABSORBSI-


GAS.html. (Diakses pada tanggal 21 Mei 2018).

Anonim.2013.PengertianAbsorbsi.http://alexschemistry.blogspot.co.id/2013/03/peng
ertian-absorpsi.html.(Diakses pada tanggal 21 Mei 2018).
Sahraeni. S, 2006, “Perpindahan Massa Diffusional”, Jurusan Teknik Kimia:
Politeknik Negeri Samarinda.
Tim Laboratorium Operasi Teknik Kimia 2018, “Penuntun Mekanika Fluida dan
Perpindahan Masaa”, Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda.
LAMPIRAN

PERHITUNGAN

a. Penyerapan laju absorbsi gas CO2 ke dalam air yang mengalir ke bawah
kolom menggunakan alat analisa gas.
Keterangan :
F1 = Laju alir air
F2 = Laju alir udara
F3 = Laju alir CO2
(𝑌1−𝑌0)(𝐹2+𝐹3) (𝑌1−𝑌0)
Fa = = x (total gas inlet flow )
(1−𝑌0) (1−𝑌0)

 Menit 15
 Gas masuk
𝐹3 10 𝐿/𝑠
1) Y1 = 𝐹2+𝐹3 = 30 𝐿/𝑠 = 0.33

 Gas keluar
𝑉2 0.3 𝑚𝑙
2) Y0 = 𝑉1 = = 0.015
20 𝑚𝑙
(𝑌1−𝑌0)
3) Fa = x (10+20 )
(1−𝑌0)
(0.33−0.015)
Fa = x (30 ) = 9,685 L/min
(1−0.015)

 Menit 30
 Gas masuk
𝐹3 10 𝐿/𝑠
1) Y1 = 𝐹2+𝐹3 = 30 𝐿/𝑠 = 0.33

 Gas keluar
𝑉2 0.6 𝑚𝑙
2) Y0 = 𝑉1 = = 0,02
30 𝑚𝑙
(𝑌1−𝑌0)
3) Fa = x (10+20 )
(1−𝑌0)
(0.33−0.02)
Fa = x (30 ) = 9,581 L/min
(1−0.02)
 Menit 45
 Gas masuk
𝐹3 10𝐿/𝑠
1) Y1 = 𝐹2+𝐹3 = 30𝐿/𝑠 = 0.33

 Gas keluar
𝑉2 0,9 𝑚𝑙
2) Y0 = 𝑉1 = = 0.023
40 𝑚𝑙
(𝑌1−𝑌0)
3) Fa = x (10+20 )
(1−𝑌0)
(0.33−0.023)
Fa = x (30 ) = 9,519 L/min
(1−0.023)

 Menit 60
 Gas masuk
𝐹3 10 𝐿/𝑠
1) Y1 = 𝐹2+𝐹3 = 30 𝐿/𝑠 = 0.33

 Gas keluar
𝑉2 1,2 𝑚𝑙
2) Y0 = 𝑉1 = = 0.024
50 𝑚𝑙
(𝑌1−𝑌0)
3) Fa = x (10+20 )
(1−𝑌0)
(0.33−0.024)
Fa = x (30) = 9,498 L/min
(1−0.024)

b. menghitung laju absorbsi CO2 ke dalam air menggunakan metode titrasi

𝑉𝐵 𝑥 0.027
 S5 = Cdi = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑉𝐵 𝑥 0.027
 S4 = Cdo = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

 CO2 terlarut dalam laju aliran masuk = F1 x Cdi


 CO2 terlarut dalam laju aliran masuk = F1 x Cdo
 Laju Penyerapan = Fi (Cdi-Cdo)
 Menit 15
1) CO2 Bebas ( Cd)
0,65 𝑥 0.01
 S4 = Cdo = = 4,64.10-4 gmol/ml
14
2,1 𝑥 0.01
 S5 = Cdi = = 1,5.10-3 gmol/ml
14
2) CO2 terserap sepanjang kolom
 CO2 terlarut dalam laju aliran masuk = 10 L/min x 4,64.10-
4
gmol/ml = 4,64.10-3 gmol/min
 CO2 terlarut dalam laju aliran keluar = 6 L/min x = 1,5.10-3
gmol/ml = 9.10-3 gmol/min
3) Laju penyerapan = 10 L/min x (1,5.10-3 gmol/ml – 4,6.10-4
gmol/ml) = 0,010 gmol/min
 Menit 30
1) CO2 Bebas ( Cd)
0,7 𝑥 0.01
 S4 = Cdo = = 5.10-4 gmol/ml
14
0,95 𝑥 0.01
 S5 = Cdi = = 1.10-4 gmol/ml
14

2) CO2 terserap sepanjang kolom


 CO2 terlarut dalam laju aliran masuk = 10 L/min x 3,93.10-
4
gmol/ml = 3,93.10-3 gmol/min
 CO2 terlarut dalam laju aliran keluar = 6 L/min x 1.10-3
gmol/ml = 6.10-3 gmol/min
3) Laju penyerapan = 10 L/min x (3,93.10-4 gmol/ml - 6.10-3
gmol/ml) = 1,74.10-3 gmol/min
 Menit 45
1) CO2 Bebas ( Cd)
2,85 𝑥 0.027
 S4 = Cdo = = 5,50.10-3 gmol/ml
14
1,85 𝑥 0.027
 S5 = Cdi = = 5,98.10-3 gmol/ml
14

2) CO2 terserap sepanjang kolom


 CO2 terlarut dalam laju aliran masuk = 6 L/min x 5,98.10-3
gmol/ml = 3,59.10-2 gmol/min
 CO2 terlarut dalam laju aliran keluar = 6 L/min x 5,50.10-3
gmol/ml = 3,3.10-2 gmol/min
3) Laju penyerapan = 6 L/min x (5,98.10-3 gmol/ml - 5,50.10-3
gmol/ml) = 2,88.10-3 gmol/min
 Menit 60
1) CO2 Bebas ( Cd)
0,45 𝑥 0.01
 S4 = Cdo = = 3,21.10-4 gmol/ml
14
0,75 𝑥 0.01
 S5 = Cdi = = 5,36.10-4 gmol/ml
14

2) CO2 terserap sepanjang kolom


 CO2 terlarut dalam laju aliran masuk = 10 L/min x 3,21.10-
4
gmol/ml = 3,21.10-3 gmol/min
 CO2 terlarut dalam laju aliran keluar = 6 L/min x 5,36.10-4
gmol/ml = 3,21.10-3 gmol/min
3) Laju penyerapan = 10 L/min x (5,36.10-4 gmol/ml - 3,21.10-4
gmol/ml) = 2,14.10-3 gmol/min

Anda mungkin juga menyukai