PENDAHULUAN
1.1 Tujuan percobaan
Mengukur absorbansi gas CO2 kedalam air yang mengalir kebawah kolom
menggunakan alat analisa gas
Menghitung laju absorbansi CO2 kedalam air menggunakan metode titrasi
1.2 Dasar teori
1.2.1 Absorbsi
Absorpsi merupakan proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas
dengan cara peningkatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang
diikuti dengan pelarutan. Kelarutan gas akan diserap dapat disebabkan
hanya oleh gaya gaya fisible (pada absorbsi fisik) atau selain gaya tersebut
juga oleh ikatan kimia (pada absorbsi kimia juga disebut absorbs kimia).
Komponen gas yang dapat menggandakan ikatan kimia akan dilarutkan
lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi, karena itu
absorbsi kimia lebih mengungguli absorbs fisika.
Pada absorbsi gas, uap yang dapat larut diserap dari campurannya
dengan gas tak aktif atau lemban (inert) dengan bantuan zat cair dimana gas
terlarut (solute gas dapat larut, banyak atau sedikit). Contoh operasi ini
adalah pencucian amoniak dengan air, dari campuran ammonia dan udara.
Zat terlarut itu kemudian dipulihkan dari zat cair dengan cara destilasi.
Sedangkan zat cair penyerap selanjutnya dapat digunakan atau digunakan
kembali. Kadang-kadang zat terlarut itu dikeluarkan dari zat cair dengan
mengontakkan dengan gas lemban (inert gas). Operasi ini yang merupakan
kebalikan dari absorbsi disebut desorbsi atau pelucutan gas
a. Absorpsi Fisika
Komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih
tinggi (dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa
melibatkan reaksi kimia.
Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, SelexolTM,
RectisolTM (LURGI), flour solvent (propylene carbonate).
b. Absorpsi Kimia
Melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi
yang terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan
kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen terlarut
Contoh: Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA,
Benfield Process (Kalium Karbonat)
a) Cross-flow → bersilangan
b) Countercurrent → berlawanan arah
c) Co-current → searah
a) Random Packing
Pengisian secara acak memberikan luas permukaan spesifik yang besar dan
porositas yang lebih kecil, sehingga menurunkan biaya investasi. Namun, pressure
drop yang dihasilkan akan lebih besar.
Fenomena flooding dapat terjadi bila pada laju alir gas konstan, laju alir cairan
dinaikkan sehingga cairan mengisi lebih banyak ruang antar isian dan mengurangi
ruang gerak gas. Bila hal ini terus terjadi, maka akan timbul fenomena flooding
cairan serta kenaikan pressure drop yang tinggi.
Hampir sama dengan di atas, untuk laju alir cairan turun yang tetap,
ternyata laju alir gas ditingkatkan sehingga pressure drop ikut naik, maka
akan terjadi flooding.
P 150 1
2
v0 (...1)
L D 2p 3
/s
Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion
hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan
konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor
proton (asam) dengan penerima proton (basa).
METODOLOGI
1 15 0,015 9,685
2 30 0,02 9,581
0,33
3 45 0,023 9,519
4 60 0,024 9,498
CO2 bebas (Cd) CO2 terserap sepanjang
(gmol/L) kolom
Laju
Aliran Aliran penyerapan(gmol/min)
No Waktu
masuk(gmol/ keluar
S4 (Cdo) S5 ( Cdi)
min) (gmol/min)
3.1 Pembahasan
Anonim.2013.PengertianAbsorbsi.http://alexschemistry.blogspot.co.id/2013/03/peng
ertian-absorpsi.html.(Diakses pada tanggal 21 Mei 2018).
Sahraeni. S, 2006, “Perpindahan Massa Diffusional”, Jurusan Teknik Kimia:
Politeknik Negeri Samarinda.
Tim Laboratorium Operasi Teknik Kimia 2018, “Penuntun Mekanika Fluida dan
Perpindahan Masaa”, Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
a. Penyerapan laju absorbsi gas CO2 ke dalam air yang mengalir ke bawah
kolom menggunakan alat analisa gas.
Keterangan :
F1 = Laju alir air
F2 = Laju alir udara
F3 = Laju alir CO2
(𝑌1−𝑌0)(𝐹2+𝐹3) (𝑌1−𝑌0)
Fa = = x (total gas inlet flow )
(1−𝑌0) (1−𝑌0)
Menit 15
Gas masuk
𝐹3 10 𝐿/𝑠
1) Y1 = 𝐹2+𝐹3 = 30 𝐿/𝑠 = 0.33
Gas keluar
𝑉2 0.3 𝑚𝑙
2) Y0 = 𝑉1 = = 0.015
20 𝑚𝑙
(𝑌1−𝑌0)
3) Fa = x (10+20 )
(1−𝑌0)
(0.33−0.015)
Fa = x (30 ) = 9,685 L/min
(1−0.015)
Menit 30
Gas masuk
𝐹3 10 𝐿/𝑠
1) Y1 = 𝐹2+𝐹3 = 30 𝐿/𝑠 = 0.33
Gas keluar
𝑉2 0.6 𝑚𝑙
2) Y0 = 𝑉1 = = 0,02
30 𝑚𝑙
(𝑌1−𝑌0)
3) Fa = x (10+20 )
(1−𝑌0)
(0.33−0.02)
Fa = x (30 ) = 9,581 L/min
(1−0.02)
Menit 45
Gas masuk
𝐹3 10𝐿/𝑠
1) Y1 = 𝐹2+𝐹3 = 30𝐿/𝑠 = 0.33
Gas keluar
𝑉2 0,9 𝑚𝑙
2) Y0 = 𝑉1 = = 0.023
40 𝑚𝑙
(𝑌1−𝑌0)
3) Fa = x (10+20 )
(1−𝑌0)
(0.33−0.023)
Fa = x (30 ) = 9,519 L/min
(1−0.023)
Menit 60
Gas masuk
𝐹3 10 𝐿/𝑠
1) Y1 = 𝐹2+𝐹3 = 30 𝐿/𝑠 = 0.33
Gas keluar
𝑉2 1,2 𝑚𝑙
2) Y0 = 𝑉1 = = 0.024
50 𝑚𝑙
(𝑌1−𝑌0)
3) Fa = x (10+20 )
(1−𝑌0)
(0.33−0.024)
Fa = x (30) = 9,498 L/min
(1−0.024)
𝑉𝐵 𝑥 0.027
S5 = Cdi = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑉𝐵 𝑥 0.027
S4 = Cdo = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙