Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS Desember 2017

“Kejang Demam Kompleks”

Nama : Rifka Ulfa Rosyida


No. Stambuk : N 111 17 092
Pembimbing : dr. Amsyar Praja, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal > 380C) yang disebabkan oleh proses estrakranium. Menurut
Konsensus Penatalaksanaan kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau
anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.(1)
Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang bersifat
umum, tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal dan tidak berulang dalam waktu 24
(1)
jam . Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15
menit, fokal, multipel (lebih dari 1 kali kejang per episode demam).(1)
Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus
kejang demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko
kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi.
Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala
klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya
abnormalitas struktur otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu
lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan peningkatan risiko kejang
demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan untuk
menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut. (2)
Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode kejang,
sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang. Tatalaksana kejang
demam terbagi atas 3 hal, yaitu pengobatan fase akut, mencari dan mengobati
penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.(3)
Prognosis kejang demam kompleks lebih buruk jika dibandingkan dengan
kejang demam sederhana. Suatu penelitian menunjukkan adanya gangguan memori
pada anak berumur kurang dari 1 tahun. Risiko menjadi epilepsi meningkat 7% atau
2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. (4)

1
Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam kompleks pada
pasien anak yang dirawat di Rumkit Wirabuana.

2
KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Z
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 1 tahun 7 bulan
Tanggal pemeriksaan : 28 November 2017

Keluhan Utama : Kejang


Riwayat penyakit sekarang:
Pasien anak laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang
dialami dirumah sebanyak 5 kali pada seluruh tubuh dan didahului dengan demam
tinggi. Semua kejang dialami selama ± 3 menit dan dialami saat pasien tidur. Saat
kejang tangan mengepal, kaki kaku, dan mata ke atas. Setelah kejang pasien
langsung menangis. Sebelum kejang pasien sempat demam sejak 4 hari yang lalu.
Batuk (+) beringus (+), sesak (-). Muntah (-). BAB kesan biasa dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah mengalami kejang pertama pada bulan Oktober sebanyak 2 kali,
dan 4 hari yang lalu sebanyak 1 kali didahului oleh demam tinggi.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama . Hipertensi (-), asma (-),
Diabetes Melitus (-)

Kemampuan dan Kepandaian anak:


Pasien mulai mengangkat kaki nya dan menggerakkan-gerakan tangannya
untuk bermain-main sendiri. Kadangkala juga memperhatikan tangannya yang bisa
bergerak-gerak.

3
Anamnesis Makanan:
ASI eksklusif diberikan dari lahir sampai 6 bulan. Pasien mengkonsumsi susu
formula dari 6 bulan sampai sekarang.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Ibu rutin kunjungan ANC 4 kali, selama hamil ibu tidak pernah sakit. Persalinan
secara normal dirumah ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis. BBL dan PBL
tidak diketahui

Riwayat Imunisasi :
Pasien hanya melakukan imunisasi BCG pada umur 2 bulan.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Kompos mentis

2. Pengukuran
Tanda vital : Nadi : 132 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 39,2 °C
Respirasi : 32 kali/menit
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 77 cm
Status gizi : Gizi baik (z score 1, 0)
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kepala: Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)

4
Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Cekung : (-/-)
Telinga : Sekret : otorrhea (-/+)
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Pernapasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : (+)
Mulut : Bibir : sianosis (-), kering (-)
Lidah : tidak kotor
4. Leher
 Pembesaran kelenjar leher : -/-
 Kaku kuduk : -
 Faring : tidak hiperemis
 Tonsil : T1/T1 tidak hiperemis
5. Toraks
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Dispnea : tidak ada
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus: simetris
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (+/+) Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra

5
Perkusi : Pekak, Dalam batas normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising :-
6. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : datar
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi : timpani
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, Rumple leed
test (-)
7. Genitalia : Dalam batas normal

STATUS GIZI

6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan darah Range normal pemeriksaan darah
RBC : 4,48 x 106 /L RBC : 4,4-5,9x 106/L
HCT : 34,4 % HCT : 40-52 %
PLT : 274 x 103 /L PLT : 150.000-450.000 /L
WBC : 25,9 x 103 /L WBC : 3,8-10,6x 103/L
HB : 10,5 g/dl HGB : 13,2-17,3 gr/dL

B. Pemeriksaan Foto Thorax PA


Gambaran - Tampakan bercak infiltrat pada kedua lapang
paru
- COR: bentuk dan ukuran kesan normal
- Kedua sinus dalam batas normal
- Tulang-tulang intak
Kesan Bronchopneumonia ec proses spesifik

RESUME
Pasien anak laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang
dialami dirumah sebanyak 5 kali pada seluruh tubuh dan didahului dengan demam
tinggi. Semua kejang dialami selama ± 3 menit dan dialami saat pasien tidur. Saat
kejang tangan mengepal, kaki kaku, dan mata ke atas. Setelah kejang pasien
langsung menangis. Sebelum kejang pasien sempat demam (+) sejak 4 hari yang
lalu. Batuk (+) beringus (+), sesak (-), mual (-), muntah (-). BAB (+) biasa dan BAK
(+) lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum composmentis, tampak sakit
berat, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 132 x/menit, reguler, kuat
angkat, respirasi 32 kali/menit, suhu 39,2 oC. Pada pemeriksaan fisik terdapat
otorrhea (-/+), rhonki (+/+).

7
Pada pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah rutin didapatkan
leukositosis (25,9 x 103 /L) dan pemeriksaan foto thorax didapatkan
bronchopneumonia ec proses spesifik.

DIAGNOSA
Kejang demam kompleks + Bronchopneumonia + Sepsis + OMA

TERAPI
 IVFD Ringer laktat 10 tetes per menit
 Diazepam 3 x 1,5 mg
 Inj. Dexametasone 3 x 1,5 mg/iv
 Inj. Ampicillin 4 x 250 mg/iv
 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 2 cth
 GG 35 mg + CTM 1 mg pulv 3 x 1

ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Darah rutin (kontrol)
2. EEG
3. CT-Scan

FOLLOW UP
Tanggal 29 November 2017 (Perawatan hari 1)
S : Panas (-), kejang (-), batuk (+), flu (+).
O: Tanda vital :
Nadi : 100 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,°C
Respirasi : 28 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : otorrhea (-/+)
Leher : Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Dada : rhonki (+/+)

8
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Otot : dalam batas normal
A: kejang demam kompleks + sepsis + bronchopneumonia + OMA
P:
 IVFD Ringer laktat 10 tetes per menit
 Diazepam 3 x 1,5 mg
 Inj. Dexametasone 3 x 1,5 mg/iv
 Inj. Ampicillin 4 x 250 mg/iv
 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 2 cth
 GG 35 mg + CTM 1 mg pulv 3 x 1

Tanggal 30 November 2017 (Perawatan hari 2)


S : Panas (-), kejang (-), batuk (+), flu (+).
O: Tanda vital :
Nadi : 116 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,°C
Respirasi : 28 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : otorrhea (-/+)
Leher : Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Dada : rhonki (+/+)
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Otot : dalam batas normal
A: kejang demam kompleks + sepsis + bronchopneumonia + OMA
P:
 IVFD Ringer laktat 10 tetes per menit
 Diazepam 3 x 1,5 mg
 Inj. Dexametasone 3 x 1,5 mg/iv
 Inj. Ampicillin 4 x 250 mg/iv

9
 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 2 cth
 GG 35 mg + CTM 1 mg pulv 3 x 1

Tanggal 01 Desember 2017 (Perawatan hari 3)


S : Panas (-), kejang (-), batuk (+), flu (+).
O: Tanda vital :
Nadi : 122 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,2 °C
Respirasi : 24 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : otorrhea (-/+)
Leher : Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Dada : rhonki (+/+)
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Otot : dalam batas normal
A: kejang demam kompleks + sepsis + bronchopneumonia + OMA
P:
 IVFD Ringer laktat 10 tetes per menit
 Diazepam 3 x 1,5 mg
 Inj. Dexametasone 3 x 1,5 mg/iv
 Inj. Ampicillin 4 x 250 mg/iv
 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 2 cth
 GG 35 mg + CTM 1 mg pulv 3 x 1

Tanggal 02 Desember 2017 (Perawatan hari 4)


S : Panas (-), kejang (-), batuk (+), flu (+).
O: Tanda vital :
Nadi : 100 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37 °C

10
Respirasi : 28 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : otorrhea (-/+)
Leher : Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Dada : rhonki (+/+)
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Otot : dalam batas normal
A: kejang demam kompleks + sepsis + bronchopneumonia + OMA
P:
 IVFD Ringer laktat 10 tetes per menit
 Diazepam 3 x 1,5 mg
 Inj. Dexametasone 3 x 1,5 mg/iv
 Inj. Ampicillin 4 x 250 mg/iv
 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 2 cth
 GG 35 mg + CTM 1 mg pulv 3 x 1

Pasien dibolehkan untuk pulang

11
DISKUSI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut dan tidak ada
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan – 5 tahun. (1)(3)
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18
bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi.
Kejang demam dapat diturunkan secara autosom dominan melalui kromosom 19p
dan 8q 12-21, sehingga penting untuk dilakukan anamnesis riwayat kejang demam
pada keluarga.(1)(3)
Kejang demam tidak menunjukkan adanya abnormalitas pada
elektroensefalografi (EEG) serta biasanya dapat sembuh secara sempurna.
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.[1]

Selain adanya faktor genetika, kejang demam jarang berkembang menjadi


epilepsi (Kejang demam yang disebabkan keadaan ekstrakranial harus dipisahkan
dari keadaan intrakranial, sehingga perlu dilakukan pungsi lumbal pada pasien yang
mengalami demam, khususnya pada pasien berusia di bawah 18 bulan dengan
kejang demam pertama kali meskipun tidak ada tanda spesifik meningitis (2) (4)

12
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri
berikut:

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah : 6

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam


Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.[1]
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa kejang demam yang
dialami pasien pada kasus ini adalah kejang demam kompleks karena kejang yang
berulang pada satu periode (24 jam). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
leukosit yang meningkat yang menandakan adanya infeksi.
Pada pasien ini, fokus infeksi dapat berasal dari kemungkinan karena
infeksi bakteri namun perlu pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mengetahui
lokasi terjadinya infeksi. Penanda adanya infeksi bakteri dibuktikan dengan hasil
laboratorium darah rutin, dimana ditemukan adanya leukositois atau peningkatan
kadar leukosit (25,9 X 103/uL), yang menunjukkan adanya proses infeksi.
Menurut Soetomenggolo (1999) ada 3 (tiga) hal yang perlu dikerjakan pada
proses tata laksana kejang demam, yaitu:
1. Pengobatan Fase Akut
Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat
harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah

13
terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan
lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan
intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali
sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB IV,
BB<10 kg dosis 5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan
utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki
masa kerja yang singkat

2. Profilaksis Intermitten
Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38℃. Terapi
intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif
mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten
hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent
dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg
untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien
dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis 0,5
mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan
suhu 38,5 atau lebih. (2)

3. Profilaksis Terus Menerus


Pemberian fenobarital 4-5 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat
digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang memiliki
efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital, meskipun
memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan

14
kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi. Indikasi profilaksis terus menerus adalah:
1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap
4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi
pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam
satu episode demam
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. (2) (5)
Prognosis pada kasus kejang demam kompleks adalah adanya kemungkinan
gangguan memori bila kejang demam kompleks terjadi pada anak berumur kurang
dari 1 tahun. Pada penelitian juga didapatkan adanya gangguan pada hipokampus
5
pada kejang demam yang berlangsung lama. Mortalitas jangka panjang tidak
meningkat pada kejang demam, namun terdapat sedikit peningkatan mortalitas 2
tahun setelah kejang demam kompleks. Risiko menjadi epilepsy meningkat sampai
7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. Faktor risiko
terjadinya epilepsy di kemudian hari adalah kejang demam kompleks, ditambah
(3)
riwayat keluarga dengan epilepsy, dan adanya kelainan neurologis. Prognosis
pada pasien ini adalah dubia dikarenakan kejang demam yang terjadi adalah kejang
demam kompleks yang berkaitan dengan risiko seperti diatas.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006.


2. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK: Churchill
Livingstone, 2007.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI, 2008.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Seminar Dokter Umum Peningkatan Kualitas
Pelayanan Kesehatan Anak Pada Tingkat Pelayanan Primer. Jakarta: 2013.
5. Hasan R, dkk. Buku Kuliah 2- Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta, 2005.
6. Arif RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education-
CDK-232/Vol.42 No.9. 2015

16

Anda mungkin juga menyukai