Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

A. Proses Turunnya Al-Qur’an


Dalam pembahasan proses turunnya Al-Qur’an kali ini, kita hanya akan mengulas
sedikit materi sebelumnya, karena telah dibahas oleh kelompok sebelumnya.
Proses turunnya ada 2 tahap, yaitu:

1. Dari Lauhil Mahfuz ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar.

‫ت ِمنَ ْال ُهدَى‬ ِ َّ‫ان ُهدًى ِللن‬


ٍ ‫اس َو َبيِنَا‬ ِ ُ ‫ضانَ الَّذِي أ‬
ُ ‫نز َل فِي ِه ْالقُ ْر َء‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬
َ
Artinya:
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang haq dan yang batil) (Q.S. Al-Baqarah : 185).

2. Dari sama’ dunia ke bumi secara bertahap


Al-Qur’an dalam satu riwayat diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari,
yaitu dari malam 17 Ramadhan tahun 41 Nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63
dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.

Firman Allah dalam surat Al Isra’:


Artinya :
Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui Malaikat Jibril, tidak
secara langsung melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Sering pula wahyu turun
untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau
membenarkan tindakan Nabi SAW. Banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa
melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu.

B. Hikmah Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsur-Angsur

Turunnya Al-Qur’an secara bertahap, tidak hanya disebabkan karena Al-Qur’an itu
lebih besar dari kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah sebelumnya, melainkan ada
beberapa hikmah lainnya.[2]

Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu mengandung hikmah yang nyata


serta rahasia mendalam yang hanya diketahui oleh orang-orang yang alim atau
pandai.[3]Dari penjelasan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan hikmah turunnya Al-
Qur’an secara berangsur-angsur, diantaranya:

1. Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW


Ketika berdakwah, Nabi kerap kali berhadapan dengan para penentang yang
memiliki sikap dan watak begitu keras. Meraka senantiasa mengganggu dengan
berbagai macam gangguan dan kekerasan. Mereka senantiasa melemparkan berbagai
ancaman dan gangguan kepada Nabi.
Wahyu turun kepada Rasulullah dari waktu ke waktu sehingga dapat meneguhkan
hatinya terhadap kebenaran dan memperkokoh zamannya untuk tetap melangkahkan
kaki dijalan dakwahnya tanpa ambil peduli akan perlakuan jahiliyah yang beliau
hadapinya dari masyarakatnya sendiri, karena yang demikian itu hanyalah kabut
dimusim panas yang segera lenyap.[4]

Dalam surat Al-An’am Allah berfirman:

Artinya:
Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan
hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan
kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan
sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar
terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang
pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-
rasul itu.(Al-An’am: 33-34)

Allah menjelaskan kepada Rasulullah tentang sunnah-Nya yang terjadi kepada para
nabi terdahulu yang didustakan dan dianiaya oleh kaum mereka, tetapi mereka tetap bersabar
sehingga datang pertolongan Allah. Kaum Rasulullah itu pada dasarnya, mendustakannya
hanya karena kesombongan mereka. Disini beliau menemukan suatu “Sunnah Ilahi” dalam
perjalanan para nabi sepanjang sejarah, yang dapat menjadi hiburan dan penerang baginya
dalam menghadapi gangguan, cobaan, dan sikap mereka yang selalu mendustakan dan
menolaknya.
Al-Qur’an juga memerintahkan Nabi Muhammad agar bersabar seperti para rasul
sebelumnya,

Artinya:
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-
rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada
hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak
tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup,
maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (Al-Ahqaf : 35)
Hati beliau menjadi tenang, sebab Allah telah menjamin akan melindunginya dari
gangguan orang-orang yang mendustakannya, dan setiap kali penderitaan Rasulullah
bertambah karena didustakan oleh kaumnya dan merasa sedih karena penganiayaan mereka,
maka Al-Qur’an turun untuk melepaskan derita dan menghiburnya serta mengancam orang-
orang yang mendustakan bahwa Allah mengetahui dan akan membalas apa yang mereka
lakukan itu.
Contoh lain ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebagai penenang dan penghibur
Rasulullah misalnya:
Artinya:
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak
kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(Q.S. Al-Maidah:67)

Artinya:
Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).(Q.S. Al-Fath: 3)

Artinya:
Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa.(Q.S.Al-Mujadilah: 21)
Demikianlah, ayat-ayat Al-Qur’an itu turun kepada Rasulullah secara
berkesinambungan sebagai penghibur dan pendukung sehingga beliau tidak dirundung
kesedihan dan dihinggapi rasa putus asa. Didalam kisah para Nabi itu terdapat teladan
baginya. Dalam nasib yang menimpa orang-orang yang mendustakan terdapat hiburan
baginya. Dan dalam janji akan memperoleh pertolongan Allah terdapat berita gembira
baginya. Setiap kali ia merasa sedih sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaannya, ayat-ayat
penghibur pun datang berulang kali, sehingga hatinya mantap untuk melanjutkan dakwah,
dan merasa tentram dengan pertolongan Allah.

2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an


Dalam dakwahnya nabi seringkali menerima pertanyaan-pertanyaan sulit dari orang-orang
kafir dengan tujuan melemahkan dan menguji kenabian Rasullullah. Maka turunlah Al-Qur’an yang
menjelaskan kebenaran dan jawaban yang amat tegas.

Artinya:
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami
datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya ( Al-Furqan: 33)
Turunnya wahyu secara berangsur-angsur tidak hanya menjawab pertanyaan bahkan
menentang mereka untuk membuat satu surat saja yang sebanding dengannya. Dan ternyata
mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu
kitab.

3. Meringankan Nabi dalam menerima wahyu


Hal ini karena kedalaman dan kehebatan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah:

Artinya:
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. (Q.S. Al-Muzzamil:
5)
Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah merupakan sabda Allah yang
mempunyai keagungan dan keluhuran. Ia adalah sebuah kitab yang andaikata diturunkan
kepada gunung niscaya gunung tersebut akan hancur dan merata karena begitu hebat dan
agungnya kitab tersebut.[5] Bagaimana dengan hati Nabi yang begitu lembut, mampukah
beliau menerima Al-Qur’an secara langsung tanpa merasakan kebingungan dan keberatan.

4. Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin
Al-Qur’an pertama kali turun ditengah-tengah masyarakat yang ummi yakni yang
tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu secara berangsur-
angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya.[6]

Artinya:
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka
Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata (Q.S.Al-Jumu’ah: 2)
Umat yang ummi akan kesulitan menghafal jika Al-Qur’an diturukan
sekaligus dan tidak mudah bagi mereka untuk memahami maknanya. Jadi dengan
diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu merupakan bantuan yang terbaik bagi
mereka untuk menghafal dan memahaminya. Setiap turun satu atau beberapa ayat, para
sahabat segera menghafalkannya, merenungkan maknanya dan mempelajari hukum-
hukumnya.

5. Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum samawi


Hikmah yang selanjutnya adalah tadarruj (berangsur-angsur) dalam penetapan
hukum. Hikmah Allah memutuskan demikian ini dengan tujuan mengalihkan dari beberapa
aqidah menjadi satu aqidah, mengeluarkan mereka dari berhala kepada agama, dari sangkaan
dan dugaan kepada kebenaran serta dari tidak iman menjadi keimanan.[7]
Setelah itu langkah pemantapan dan pelestarian iman diteruskan dengan ibadah.
Ibadah yang mula-mula ditekankan adalah shalat, yaitu pada masa sebelum hijrah, kemudian
diikuti dengan puasa dan zakat, yaitu pada tahun yang kedua hijrah dan yang terakhir adalah
ibadah haji yaitu pada tahun keenam hijrah.[8]
Demikian pula halnya dengan kebiasaan yang sudah membudaya dikalangan mereka,
Al-Qur’an pun menggunakan metode yang sama. Pertama-tama dititik beratkan kepada
masalah dosa-dosa besar, kemudian menyusul dosa-dosa kecil (hal-hal
yangdisepelehkan). Selanjutnya selangkah demi selangkah, mengharamkan perbuatan yang
sudah mendarah daging bagi mereka seperti : khamar, judi, dan riba.

Sebagai contoh yaitu dalam penetapan dalam kasus pengharaman minuman keras,
a. Tahap pertama

Artinya:
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang
baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang memikirkan. (An- Nahl 67)
Dalam ayat ini, menyebutkan tentang nikmat atau karunia Allah. Allah menjelaskan
bahwa Dia telah memberi kaunia dua jenis pohon kepada manusia, yaitu anggur dan kurma.
Dan dari keduanya dapat diperoleh minuman keras dan rezeki yang baik bagi manusia yaitu
berupa makanan dan minuman. Para Ulama sepakat bahwa pemberian predikat baik adalah
pada rezeki bukan pada mabuknya. Dengan demikian, pujian Allah hanya ditujukan pada
rezeki bukan pada mabuknya. Dari perbandingan diatas, orang-orang yang befikir akan
mengetahui perbedaannya dengan jelas.

b. Tahap kedua
Turun firman Allah.
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
"Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir,(Q.S. Al-Baqarah: 219)
Dalam ayat ini, membadingkan antara manfaat khamr seperti kesenangan ,
kegairahan, atau keuntungan karena memperdagangkannya, dengan bahaya yang berupa
dosa, bahaya kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan
dorongan untuk berbuat dosa. Ayat ini merupakan cara halus untuk menjauhkan khamr
dengan menonjolkan bahayanya.

c. Tahap ketiga
Dalam tahap ini terdapat larangan tegas berupa diharamkannya khamr terhadap
mereka dalam waktu shalat saja agar mereka sadar dari mabuknya.

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pema'af lagi Maha Pengampun. (Q.S. An-Nisa: 43)

d. Tahap terakhir
Dalam tahap ini sudah ada larangan tegas dan pasti akan pengharaman khamr dalam
segala waktu.

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah
dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 90-
91)
Dengan demikian sempurnalah pengharaman Khamr secara berangsur-angsur. Itulah
langkah-langkah dalam penanggulangan penyelewengan masyarakat yang ditempuh oleh
Islam.
6. Sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu
Al-Qur’an turun berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu sekaligus
memperingatkan kesalahan yang dilakukan tepat pada waktunya. Dengan demikian turunnya
Al-Qur’an lebih mudah tertanam dalam hatidan mendorong orang-orang Islam untuk
mengambil pelajaran secara praktis. Bila ada peersoalan baru, maka turunlah ayat yang
sesuai. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan maka turunlah ayat yang memberi batasan
serta pemberitahuan kepada mereka tentang masalah mana yang harus ditinggalkan dan patut
dikerjakan. Contohnya ketika Perang Hunain, orang Islam bersikan sombong dan optimis
karena jumlah pasukan mereka berlipat ganda melebihi pasukan kafir. Mereka merasa yakin
dapat mengalahkan orang kafir. Namun kenyataan yang terjadi mereka justru berantakan dan
mundur kocar-kacir. Pada peristiwa terbebut Allah menegaskan:

Artinya:
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mu'minin) di medan peperangan yang
banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfa'at kepadamu
sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari
kebelakang dengan bercerai-berai.
Contoh lain dalam permasalahan pengambilan harta tebusan tawanan dalam perang
badar, turunlah ayat pengarahan dari Allah yang begitu tajam.

Artinya:
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah
menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.(Q.S. Al-Anfal: 67)
Dari dua kisah diatas, kita dapat menyimpulkan, jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus,
maka umat Islam tidak akan mengetahui kesalahan dan menemukan jawaban yang tepat akan
permasalahannya.

7. Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang
maha bijaksana lagi terpuji
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah dalam waktu yang
lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam waktu-waktu tertentu, orang-orang
membacanya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu mereka mendapati rangkaiannya
yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya redaksi yang
begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat, yang saling terjalin bagaikan untaian mutiara
yang indah yang belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.

Artinya:
Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan
secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Tahu, (Q.S. Huud: 1)
Hadist-hadist Rasulullah SAW sendiri yang merupakan puncak kefasihan sesudah Al-
Qur’an, tidak mampu membandingi keindahan bahasa Al-Qur’an, apalagi ucapan dan
perkataan manusia biasa.[9]
“Katakanlah; sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa dengan Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun sebagian dari mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-
Israa’: 88)
Seperti yang telah dikemukakan oleh oleh Syekh Muhammad Abdul Azhim Az-
Zarqani dalam kitabnya Manahilul Irfan, beliau mengemukakan secara tegas”memberi
petunjuk terhadap sumber Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah kalm Allah semata, dan
bukan merupakan kata-kata nabi Muhammad atau makhluk lainnya” beliau menjelaskan
bahwa: “Kami telah membaca Al-Qur’an hingga tamat ternyata rangkaian kata-katanya
begitu teratur jalinannya, lembut susunan bahasanya, begitu kuat kaitannya. Satu sama
lainnya saling berhubungan, baik antara satu surat dengan yang lainnya, ayat-ayat yang satu
dengan yang lainnya mampu dilihat dari secara keseluruhan dari mulai alif sampai dengan
ya’ mengalir darah kemukjizatannya, seolah-olah Al-Qur’an merupakan suatu gumpalan yang
tidak dapat terpisahkan. Di antara bagian-bagiannya tidak terpisah-pisah, Al-Qur’an tidak
ubahnya bagaikan untaian mutiara atau sepasang kalung yang menarik perhatian. Huruf-huruf
dan kata-kata kalimatnya, dan ayat-ayatnya tersusun secara sistematis.
Semua makhluk termasuk Nabi Muhammad pun tidak akan dapat membuat sebuah
kitab yang baik dan rapi antara satu dengan yang lainnya, kokoh rangkaian kalimatnya, saling
berkaitan dari awal hingga akhir serta sesuai susunannya dengan berbagai faktor di luar
Kemampuan manusia, yaitu beberapa peristiwa dan kejadian, yang masing-masing dari
uraian kitab ini bisa mengiringi dan menceritakan kejadian tersebut, sebab demi sebab, faktor
demi faktor sejalan dengan berbagai faktor yang berbeda latar belakangnya padahal masa
penyusunan ini berjauhan dan masa turunya cukup lama.
Usaha untuk menyamai kerapian dan keserasian susunan Al-Qur’an tidak mungkin
dapat berhasil dan bahkan sedikitpun tidak dapat mendekati pola ini, baik sabda Rasulullah
sendiri ataupun perkataan para sastrawan maupun lainnya. Hal itu tidak mungkin terjadi dan
tidak akan terjadi. Siapa saja yang berusaha ke arah itu, ia akan sia-sia belaka. Oleh karena
itu Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur karenamerupakan Kalam Allah yang Maha
Esa. Itulah hikmah yang sungguh agung yang secara tegas menunjukkan kepada makhluk-
Nya tentang sumber Al-Qur’an.

C. Faedah Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap dalam Pendidikan dan Pengajaran

Proses belajar mengajar itu berlandaskan dua asas: perhatian terhadap tingkat pemikiran
sisiwa dan pengembangan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya dengan apa yang dapat
membawanya kearah kebaikan dan kebenaran.
Dalam hikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap itu kita melihat adanya suatu
metode yang berfaedah bagi kita dalam mengaplikasikan perhatian terhadap tingkat
pemikiran siswa dan pengembangan potensi akal, sebab turunnya Al-Qur’an itu telah
meningkatkan pendidikan umat islam secara bertahap dan bersifat alami untuk memperbaiki
jiwa manusia, meluruskan perilakunya, membentuk kepribadian dan menyempurnakan
eksistensinya, sehingga jiwa itu tumbuh dengan tegak di atas pilar-pilar yang kokoh dan
mendatangkan buah yang baik bagi kebaikan umat manusia seluruhnya dengan izin Tuhan.
Pentahapan turunnya Al-Qur’an itu merupakan bantuan yang paling baik bagi jiwa
manusia dalam upaya mengahafal Al-Qur’an, memahami, mempelajari, memikirkan makna-
maknanya da mengamalkan apa yang dikandungnya. Petunjuk ilahi tentang huikmah
turunnya Al-Qur’an secara bertahap merupakan contoh yang baik dalam menyusun
kurikulum pengajaran, memilih metode yang baik dan menyusun buku pelajaran.

Anda mungkin juga menyukai