Anda di halaman 1dari 86

KARYA ILMIAH

TENTANG

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE


TERHADAP TINGKAT NYERI HAID PADA REMAJA PUTRI
DI SMA HUTAMA BEKASI TAHUN 2019

DISUSUN:

OLEH

RIRIS R.H.V. ARUAN


NIP 196512032000122001

DINAS KESEHATAN
KOTA BEKASI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan puji sukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberi rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan

penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap

Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja Putri di SMA Hutama Bekasi Tahun 2019”.

Bekasi, Oktober 2018

Penulis

Riris R.H.V Aruan


ABSTRAK

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP


TINGKAT NYERI HAID PADA REMAJA PUTRI
DI SMA HUTAMA BEKASI TAHUN 2019

dr. Ririrs R.H.V Aruan

Latar Belakang : Prevalensi dismenore di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar


65,25%. Dismenore sangat berdampak pada wanita khususnya remaja putri, hal ini
menyebabkan terganggunya produktivitas dan kualitas hidup remaja. Salah satu
terapi untuk mengurangi dismenore adalah latihan Abdominal Stretching, yaitu
latihan peregangan otot pada perut yang dilakukan selama 10-15 menit.
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh Abdominal Stretching Exercise terhadap
penurunan intensitas dismenore pada remaja putri di SMA Hutama Bekasi.
Metodologi : Penelitian quasi-experiment ini menggunakan rancangan pre and post
test with control group design. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 remaja
putri yang mengalami dismenore, terdiri dari 25 responden pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar pengukuran
tingkat nyeri Numerical Rating Scale. Data dianalisis menggunakan Wilcoxon
signed rank test untuk mengetahui penurunan tingkat nyeri pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol serta uji Mann-whitney untuk mengetahui
perbandingan kedua kelompok.
Hasil Penelitian : Ada perbedaan yang signifikan pada kelompok intervensi
sebelum dan sesudah diberikan Abdominal Stretching Exercise dengan (p<0,000)
dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kelompok kontrol sebelum dan
sesudah tanpa diberikan Abdominal Stretching Exercise dengan (p<0,796). Hal ini
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dari penurunan intensitas
dismenore antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kesimpulan dan Saran : Abdominal Stretching Exercise berpengaruh dalam
menurunkan intensitas dismenore. Diharapkan program ini dapat diaplikasikan
serta difasilitasi oleh institusi pendidikan serta tenaga kesehatan untuk membantu
mengurangi dismenore pada wanita.

Kata Kunci : Abdominal Stretching Exercise, Nyeri Haid, Remaja Putri


Kepustakaan : 53 (2004-2018)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa perkembangan yang sangat penting

bagi remaja itu sendiri, diawali dengan matangnya organ-organ reproduksi.

Pada masa remaja terdapat perubahan-perubahan yang terjadi seperti

perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial, dimana kondisi

tersebut dinamakan dengan masa pubertas. Salah satu tanda pubertas pada

remaja putri yaitu terjadinya menstruasi (Batubara, 2010). Pada saat

menstruasi wanita sering mengalami beberapa keluhan. Keluhan- keluhan

yang sering muncul pada saat menstruasi adalah mudah tersinggung,

gelisah, sukar tidur, gangguan konsentrasi, payudara mengalami

pembesaran dan gangguan yang berkenaan dengan masa haid berupa

dismenore (Manuaba, 2009). Salah satu keluhan yang paling sering

dirasakan oleh remaja saat menstruasi adalah dismenore atau nyeri haid.

Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013

didapatkan angka kejadian dismenore pada wanita sebesar 1.769.425 yaitu

mencapai 90% dengan 10-15% mengalami dismenore berat

(Apriyanti,2018). Angka kejadian dismenore di dunia cukup tinggi, rata-

rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami nyeri menstruasi.

Presentase angka kejadian dismenore di Amerika sebesar 60%, sedangkan

di Swedia sebesar 72% (Susanti, 2018). Hal ini di dukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Klein dan Litt di Amerika, melaporkan bahwa

prevalensi dismenore 59,7%, dengan nyeri haid berat sebanyak 12%, nyeri

sedang 37%, dan nyeri ringan 49% (Fauziah,2015). Dismenore

dikategorikan menjadi dua yaitu (1) dismenore primer berkaitan dengan

nyeri haid yang terjadi tanpa terdapat kelainan anatomis alat kelamin,

sedangkan (2) dismenore sekunder yaitu nyeri haid yang berhubungan

dengan kelainan anatomis yang jelas atau masalah patologis di rongga

panggul (Manuaba, 2010). Dismenore primer pada umumnya terjadi setelah

1-3 tahun dari menarche (Ningsih, 2011). Secara nasional rata-rata usia

menarche 13-14 tahun terjadi pada anak Indonesia. Berdasarkan hal tersebut

maka dismenore akan terjadi pada remaja berusia 16-17 tahun. Sehingga

remaja pada usia tersebut sedang berada dalam pendidikan jenjang SMA

dan sederajatnya (Ningsih, 2011).

Prevalensi dismenore di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar

65,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore

sekunder (Larasati & Alatas, 2016). Dismenore sangat berdampak pada

wanita, khususnya remaja putri, hal ini menyebabkan terganggunya

aktivitas sehari-hari. Remaja yang mengalami dismenore pada saat

menstruasi membatasi aktivitas harian mereka khususnya aktivitas belajar

di sekolah dan tidak jarang hal ini membuat mereka tidak masuk sekolah.

Selain itu, kualitas hidup menurun, sebagai contoh seorang siswi yang

mengalami dismenore tidak dapat berkonsentrasi belajar dan motivasi

belajar akan menurun karena dismenore yang dirasakan pada saat proses
belajar mengajar (Susanti, 2018). Hal ini dibuktikan oleh penelitian

Omvidvar, S di Amerika Serikat bahwa dismenore mengakibatkan 23,6%

dari penderitanya tidak masuk sekolah (Sophia, 2013).

Terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengurangi

dismenorea, baik terapi farmakologis maupun terapi non farmakologis.

Secara farmakologis nyeri dapat ditangani dengan terapi analgesik yang

merupakan metode paling umum digunakan untuk menghilangkan nyeri.

Terapi ini dapat berdampak ketagihan dan akan memberikan efek samping

obat yang berbahaya bagi pasien. Sedangkan terapi non farmakologis

meliputi kompres hangat, kompres dingin, massase lembut pada daerah

perut, exercise/latihan, distraksi musik. Terapi nonfarmakologi dianggap

lebih efektif karena tidak menimbulkan efek samping (Ningsih, 2011).

Latihan fisik (exercise) sangat dianjurkan untuk mengatasi dismenore dan

exercise lebih aman dan tidak mengandung efek samping karena

menggunakan proses fisiologis tubuh. Penelitian menunjukan bahwa latihan

fisik memicu tubuh untuk menghasilkan endhorphin, opiate alami yang

meningkatkan perasaan sejahtera selain itu mengurangi nyeri (Daley, 2008

dalam Fikriyah, 2017).

Salah satu cara exercise untuk menurunkan nyeri haid adalah

melakukan latihan Abdominal Stretching. Latihan Abdominal Stretching

merupakan suatu latihan peregangan otot terutama pada perut yang

dilakukan selama 10-15 menit. Latihan ini dirancang khusus untuk


meningkatkan kekuatan otot, daya tahan, dan fleksibilitas, sehingga

diharapkan dapat mengurangi nyeri haid (Thermacare, 2010).

Menurut (Hidayah, 2017) dalam penelitiannya ada perbedaan yang

signifikan terhadap tingkat nyeri dismenore sebelum dan sesudah

diberikannya tindakan Abdominal Stretching Exercise sehingga dapat

disimpulkan ada pengaruh Abdominal Stretching Exercise terhadap

penurunan nyeri haid di MA Hasyim Asyari Bangsri Jepara. Hal ini di

dukung oleh penelitian dari (Fauziah, 2015) yaitu ada penurunan rata-rata

intensitas nyeri haid (dismenore) setelah diberikan latihan Abdominal

Stretching dengan skala nyeri maksimum 2 dan skala minimum 0 pada

remaja putri di SMK Al Furqon Bantarkawung Kabupaten Brebes.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

pada 107 remaja putri di SMA Hutama Bekasi, 104 remaja putri diantaranya

mempunyai riwayat nyeri haid, dengan nyeri haid ringan sebanyak 51

responden (47,66%), nyeri haid sedang sebanyak 45 responden (42,06%),

dan nyeri berat 8 responden (7,48%). Sebagian besar hanya dibiarkan saja

serta tidur/istirahat bahkan ada 5 orang hanya menangis sedangkan untuk

latihan fisik terutama latihan Abdominal Stretching tidak pernah dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Mengingat masih seringnya timbul masalah dismenore pada remaja

yang dapat mengganggu aktivitas belajar, produktivitas dan kualitas hidup

remaja, serta sebagian besar belum mengetahui latihan fisik/exercise untuk

membantu mengurangi nyeri haid terutama Abdominal Stretching hal ini


menjadi dasar peneliti untuk mengetahui “Pengaruh Abdominal Stretching

Exercise Terhadap Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja Putri di SMA Hutama

Bekasi Tahun 2019”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Abdominal Stretching Exercise

Terhadap Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja Putri di SMA Hutama Bekasi

Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui Tingkat Nyeri Haid sebelum dan sesudah dilakukan

Abdominal Stretching Exercise Pada Remaja Putri (Kelompok

Intervensi dan Kelompok Kontrol) di SMA Hutama Bekasi.

2. Diketahui Pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap Tingkat

Nyeri Haid Pada Remaja Putri di SMA Hutama Bekasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Nyeri

Menurut American Medical Association (2013), nyeri adalah suatu

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari

kerusakan jaringan yang aktual ataupun potensial. Keluhan sensorik yang

dinyatakan pegal, linu, ngilu dan seterusnya dapat dianggap sebagai

modalitas nyeri. Nyeri merupakan mekanisme fisiologi yang bertujuan

untuk melindungi diri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka

perilakunya akan berubah (Tetty, 2015).

Nyeri dibagi dua yaitu nyeri akut dan kronis. Nyeri Akut menurut

Tetty (2015) merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial

atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa, awitan yang tiba-

tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan. Nyeri kronis

merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangka

yang akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan

dalam hal kerusakan sedemikian rupa, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

diprediksi dan berlangsung >6 bulan (Tetty, 2015).

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis


Karekteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Awitan (onset) Mendadak Terus menerus dan
intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi <6 bulan >6 bulan
Respon Otonom - Konsisten dengan Tidak ada repon
respons stres simpatis Somnolen
- Frekuensi jantung
meningkat
- Volume sekuncup
- Tekanan darah
meningkat
- Dilatasi pupil meningkat
- Tegangan otot
meningkat
- Motilitas gastrointestinal
menurun
- Aliran saliva menurun
Kompenen Psikologis dan Cemas Depresi, mudah
respon lainnya marah, menarik diri,
tidur terganggu, libido
menurun, nafsu
makan menurun.

a. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada

reseptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan

nyeri jika intensitasnya cukup kuat (Saifullah, 2015).

Intensitas nyeri seseorang dapat diukur dengan menggunakan

skala nyeri (Wong, 2011 dalam jurnal yang ditulis Saputro, 2016). Skala

nyeri tersebut adalah :

1) Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale merupakan skala nyeri yang berbentuk

garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan

pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. VAS adalah pengukuran

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa


memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).

Gambar 2.1 Skala Analog Visual

2) Numeral Rating Scale (NRS)

Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa

nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral

dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100

berarti “severe pain” (nyeri hebat).

NRS lebih digunakan sebagai alat pendeskripsi kata. Skala

paling efeektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

setelah intervensi terapeutik (Potter & Porry, 2005).

Gambar 2.2. Skala Intensitas Nyeri

3) Verbal Rating Scale (VRS)

Alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk meng-

gambarkan level intensitas nyeri yang berbeda, range dari “no pain”

sampai “nyeri hebat” (extreme pain). VRS dinilai dengan

memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat

intensitas nyerinya. Sebagai contoh, dengan menggunakan skala 5-


point yaitu none (tidak ada nyeri) dengan score “0”, mild (kurang

nyeri) dengan skore “1”, moderate (nyeri yang sedang) dengan

skore “2”, severe (nyeri keras) dengan skor “3”, very severe (nyeri

yang sangat keras) dengan skor “4”.

Keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien

untuk menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level intensitas

nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk

memahami kata sifat yang digunakan (Potter & Perry, 2005).

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale (VRS)

4) Faces Pain Scale-Revised

Terdiri dari 6 gambar skala wajah kartun yang bertingkat dari

wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” sampai wajah yang

berlinang air mata untuk “nyeri paling buruk”. Kelebihan dari skala

wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa nyeri

dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada dan membuat usaha

mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana (Potter & Perry,

2005).
Gambar 2.4 Faces Pain Scale-Revised (FPS-R)

2.1.2 Menstruasi

a. Definisi Menstruasi

Menurut Kusmiran (2014), menstruasi atau haid adalah

perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai dengan

pelepasan (deskuamasi) endometrium. Pada dasarnya menstruasi

merupakan proses katabolisme dan terjadi dibawah pengaruh hormon

hipofisis dan ovarium. Menstruasi pertama, disebut menarche, biasanya

terjadi pada usia 12-16 tahun. Berakhirnya menstruasi, menopause,

normalnya terjadi pada usia 49-50 tahun.

Interval dari periode menstruasi bervariasi sesuai usia, keadaan

fisik dan emosi, serta lingkungan. Siklus menstruasi normal umumnya

tetap setiap 28 hari, tetapi interval 24-32 hari masih dianggap normal

kecuali siklusnya sangat tidak teratur. Pada awal dan akhir masa

reproduksi, siklus menstruasi mungkin tidak teratur dan tidak dapat

diperkirakan, sebagai akibat kegagalan ovulasi. Saat mencapai

maturitas, kira-kira dua per tiga wanita mempertahankan periodisitas

yang kurang lebih teratur, kecuali saat hamil, stres atau sakit (Kusmiran,

2014).
Jumlah darah yang keluar rata-rata 30-40 ml dengan rentang 3-10

hari lamanya menstruasi. Wanita berusia <35 tahun cenderung

kehilangan lebih banyak darah dibandingkan mereka yang berusia >35

tahun (Kusmiran, 2014).

Cairan menstruasi mengandung darah, sel epitel vagina dan

endometrium yang terkelupas, lendir serviks, dan bakteri. Prostaglandin

dapat ditemukan pada darah menstruasi, bersama dengan enzim dan

fibrinolisindari endometrium. Fibrinolisin ini mencegah

menggumpalnya darah menstruasi kecuali terjadi perdarahan yang

berlebih. Namun demikian, dapat terbentuk bekuan darah kecil yang

rapuh dan kekurangan fibrin dalam vagina karena adanya mikro protein

dan glukosa dalam keadaan basa (Kusmiran, 2014).

Faktor-faktor berikut yang dapat mempengaruhi perdarahan

menstruasi :

(1) Fluktuasi kadar hormon ovarium, hipofisis, prostaglandin dan kadar

enzim.

(2) Variabilitas sistem saraf otonom.

(3) Perubahan vaskularisasi (statis, spasme-dilatasi).

(4) Faktor-faktor lain (misal, status nutrisi dan psikologis yang tidak

biasa) (Kusmiran, 2014).


b. Siklus Menstuasi

Siklus menstruasi pada manusia paling mudah dimengerti jika

proses ini dibagi menjadi empat fase berdasarkan perubahan fungsional

dan morfologis didalam ovarium dan endometrium (Nugroho, 2014).

1) Fase Folikuler

Secara konvensional fase ini dikenal sebagai fase pertama

yang merupakan suatu fase pada siklus menstruasi sampai terjadinya

ovulasi. Sekelompok folikel ovarium akan mulai matang, walaupun

hanya satu yang akan menjadi folikel dominan, yang disebut sebagai

folikel de graaf. Perkembangan folikel dari bentuk primordial atau

bentuk istirahatnya dalam ovarium dimulai selama berapa hari

sebelum dimulainya menstruasi pada siklus sebelumnya. Setelah

satu siklus berakhir, kematian dari korpus luteum yang telah

diprogram menyebabkan penurunan sekresi hormon yang dratis

(Nugroho, 2014).

Hari pertama perdarahan menstruasi ditetapkan sebagai hari

pertama fase folikular. Selama 4-5 hari pertama fase ini,

perkembangan folikel ovarium awal ditandai oleh proliferasi dan

aktivitas aromatase sel granulosa yang diinduksi oleh FSH. FSH

menstimulasi sintesis reseptor LH yang baru pada sel granulosa,

yang kemudian memulai respons LH (Nugroho, 2014).

Selama fase folikular tengah hingga akhir, kadar estradiol

dan inhibin B terus meningkat dalam sirkulasi akan menekan sekresi


FSH, sehingga mencegah pengambilan folikel yang baru.

Peningkatan estradiol dalam sirkulasi yang sangat tinggi dan terus-

menerus menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada kelenjar

hipofisis : peningkatan eksponensial pada sekresi LH. Ovarium juga

menunjukkan respons yang meningkat terhadap gonadotropin.

Akhirnya, kadar estrogen yang tinggi menyebabkan pertumbuhan

jaringan endometrium yang melapisi uterus (Nugroho, 2014).

2) Fase Ovulatoir

Fase dalam siklus menstruasi ini ditandai oleh lonjakan

sekresi LH hipofisis, yang memuncak saat dilepaskannya ovum

yang matang melalui kapsul ovarium. 2-3 hari sebelum onset

lonjakan LH, estradiol dan inhibin B yang bersikulasi meningkat

secara cepat dan bersamaan. Sintesi estradiol berada dalam keadaan

maksimal dan tidak lagi bergantung pada FSH. Progesteron mulai

meningkat saat lonjakan LH menginduksi sintesis progesteron oleh

sel granulosa (Nugroho, 2014).

Kunci dari ovulasi adalah efek umpan balik positif estrogen

pada sekresi LH dipertengahan siklus. Efek peningkatan estrogen

yang bersirkulasi lebih jauh lagi diperkuat dengan adanya

progesteron ovarium. Lokasi kerja umpan balik positif estrogen

pada siklus pertengahan terhadap sekresi LH tampaknya terjadi di

dalam sel-sel neuroendokrin hipotalamus dan gonadotropin hipofisis

(Nugroho, 2014).
3) Fase Luteal

Setelah ovulasi, gambar morfologis dan fungsional yang

dominan pada ovarium adalah pembentukan dan pemeliharaan

korpus luteum. Pada manusia, sel luteal membuat estrogen dan

inhibin dalam jumlah besar. Progesteron pada kadar yang meningkat

ini mencegah estrogen untuk menstimulasi lonjakan LH yang lain

dari hipofisis. Selain itu, pada keadaan terdapatnya komnbinasi

antara tingginya konsentrasi progesteron dan estrogen, frekuensi

denyut GnRH praovulatoir menerun, menyebabkan sekresi FSH dan

LH hanya pada garis dasar.

Peningkatan sekresi FSH menjelang akhir fase lateral

bergantung pada penurunan kadar progesteron, estradiol, dan inhibin

dalam sirkulasi yang masih berlangsung. Pemberian antagonis

estrogen seperti klomifen sitrat pada fase luteal bermakna secara

klinis menyebabkan peningkatan kadar FSH dalam sirkulasi dan

mengawali penambahan folikel (Nugroho, 2014).

4) Fase Menstruasi

Hari pertama menstruasi menandai permulaan siklus

berikutnya. Sekelompok folikel yang baru telah direkrut dan akan

berlanjut menjadi folikel yang matang, dan salah satunya akan

berevolusi. Fenomenal yang disebut menstruasi sebagian besar

merupakan peristiwa endometrial yang dipicu oleh hilangnya

dukungan progesteron terhadap korpus luteum pada siklus


nonkonsepsi. Protease pemecahan matriks dan lisosom yang

dikendalikan secara hormonal tampaknya terlibat. Protease

pemecahan matriks merupakan bagian dari golongan enzim

metaloproteinase yang substratnya mengandung kolagen dan

matriks protein lainnya. Pada akhirnya, penurunan progesteron

pramenstruasi berhubungan dengan penurunan aktivitas 15-

hidroksiprostaglandin dehidrogenase (Rudi Haryono, 2016).

Gambar 2.5 Siklus Menstruasi (Heffner, 2006)

c. Tanda dan Gejala Menstruasi

Rudi Haryono (2016), dalam buku siap menghadapi menstruasi

dan menopause, beberapa tanda dan gejala yang dapat terjadi pada masa

menstruasi:

1) Perut terasa mulas, mual dan panas


2) Terasa nyeri saat buang air kecil

3) Tubuh tidak fit

4) Demam

5) Sakit kepala dan pusing

6) Keputihan

7) Radang pada vagina

8) Gatal-gatal pada kulit

9) Emosi meningkat, lebih sensitive dann mudah tersinggung

10) Nyeri dan bengkak pada payudara

11) Bau badan tidak sedap

12) Nafsu makan menurun

13) Sulit tidur

Gangguan yang disebutkan diatas disebabkan adanya kontraksi

otot-otot halus rahim, yang dikendalikan oleh interaksi hormone yang

dikeluarkan oleh hipotalamus, kelenjar dibawah otak depan dan indung

telur (ovarium). Tetapi tidak semua wanita mengalami hal yang sama

seperti diatas, karena jenis dan beratnya bervariasi pada wanita setiap

bulannya. Satu contoh wanita yang menderita epilepsi atau penyakit

jaringan ikat (seperti lupus) mungkin akan sering mengalami kejang-

kejang.

Menurut Bobak (2004) tanda dan gejala menstruasi yang

dirasakan oleh remaja adalah:

1) Payudara terasa berat, penuh, membesar dan nyeri tekan.


2) Nyeri punggung, merasa rongga pelvis semakin penuh.

3) Nyeri kepala dan muncul jerawat.

4) Iritabilitas atau sensitifitas meningkat.

5) Metabolisme meningkat dan diikuti dengan rasa keletihan.

6) Suhu basal tubuh meningkat 0.2-0.40C.

7) Serviks berawan, lengket, tidak dapat ditembus sperma, mengering

dengan pola granular.

8) Ostium menutup secara bertahap.

9) Kram uterus yang menimbulkan nyeri (Dismenore).

2.1.3 Konsep Nyeri Haid (Dismenore)

a. Definisi Dismenore

Sukarni dan Margareth (2013), pada sebagian wanita yang

mengalami menstruasi akan timbul nyeri saat menstruasi yang biasanya

disebut dismenore. Dysmenorrhea berasal dari bahasa Yunani: dys yang

berarti sulit, nyeri, abnormal, meno berarti bulan, dan rrhea berarti

aliran. Dysmenorrhea atau dismenore dalam bahasa Indonesia berarti

nyeri pada saat menstruasi. Hampir semua wanita mengalami rasa tidak

enak pada perut bagian bawah saat menstruasi. Namun, istilah

dismenore hanya dipakai bila nyeri begitu hebat sehingga mengganggu

aktivitas dan memerlukan obat-obatan.

Dismenore atau nyeri haid merupakan masalah yang sering

menjadi keluhan wanita saat memasuki siklus mentruasi. Pada dasarnya

nyeri haid merupakan hal yang lumrah dialami oleh seorang wanita.
Hanya saja keluhan ini perlu mendapat perhatian khusus jika

mengganggu aktivitas sehari-hari. Meskipun mengganggu tak banyak

wanita yang mencari penanggulangan dan memberi perhatian lebih pada

keluhan ini karena menganggap nyeri haid merupakan hal yang sudah

biasa dan bisa hilang seiring berjalannya waktu.

Nugroho (2014), dismenorea merupakan keluhan sakit pada

bagian bawah perut yang dirasakan ketika haid yang biasanya baru

timbul 2 atau 3 tahun sesudah menarche. Kemungkinan lebih dari 50%

wanita mengalami dismenore primer dan 15% diantaranya mengalami

nyeri yang hebat.

b. Penyebab Dismenore

Menurut Nugroho (2014), ada beberapa penyebab nyeri haid

(Dismenore) sebagai berikut :

1) Terjadi akibat kontraksi yang kuat atau lama dinding rahim.

2) Hormon prostaglandin yang tinggi.

3) Pelebaran leher rahim saat keluarnya darah haid.

4) Infeksi daerah panggul.

5) Endometriosis (terutama jika terjadi setelah usia 20 tahun).

6) Tumor jinak rahim.

7) Postur tubuh kurang baik (sikap yang salah).

8) Secara anatomis rahim tidak berkembang optimal.

9) Diperberat jika stres psikis atau kecemasan berlebih.


c. Derajat Dismenore

Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada awal

menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda – beda.

Menurut Manuaba (2007), dismenore dibagi menjadi tiga tingkat

keparahan, yaitu:

1. Dismenore ringan

Seseorang akan mengalami nyeri atau masih dapat ditolerir

karena masih berada pada ambang rangsang, berlangsung beberapa

saat dan dapat melanjutkan kerja seahri – hari. Dismenore ringan

terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 1 – 3 (Numerical Rating

Scale), untuk skala wajah dismenore ringan terdapat pada skala

nyeri dengan tingkatan 1-2. (Leppert, 2004 dalam Nisak, 2018).

2. Dismenore sedang

Seseorang mulai merespon nyerinya dengan merintih dan

menekan-nekan bagian yang nyeri, diperlukan obat penghilang rasa

nyeri tanpa perlu meninggalkan kerjanya. Dismenore sedang

terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 4 – 6 (Numerical Rating

Scale), untuk skala wajah dismenore sedang terdapat pada skala

nyeri dengan tingkatan 3. (Leppert, 2004 dalam Nisak, 2018).

3. Dismenore berat

Seseorang mengeluh karena adanya rasa terbakar dan ada

kemungkinan sesorang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan

biasa dan perlu istirahat beberapa hari dapat disertai sakit kepala,
migrain, pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan sakit perut.

Dismenore berat terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 7 – 10

(Numerical Rating Scale), untuk skala wajah dismenore berat

terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 4 – 5. (Leppert, 2004

dalam Nisak, 2018).

d. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Dismenore

1. Usia Menarche

Menarche adalah permulaan periode menstruasi yang

dimulai pada usia rata – rata 12 – 13 tahun. Menarche yang terjadi

lebih awal dari usia normal dimana alat reproduksi belum siap untuk

mengalami perkembangan dan juga masih terjadi penyempitan pada

leher rahim maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi.

2. Lama menstruasi

Lama menstruasi normal adalah 4 – 7 hari dengan jumlah

darah 30 – 80 ml. Menstruasi yang lama menyebabkan kontraksi otot

uterus yang berlebihan dalam fase sekresi sehingga produksi

hormon prostaglandin berlebihan yang akhirnya menimbulkan rasa

nyeri ketika menstruasi.

3. Kebiasaan olahraga

Kebiasaan olahraga yang rutin meningkatkan sirkulasi darah

dan kadar oksigen sehingga aliran darah dan oksigen menuju uterus

menjadi lancar dan mengurangi rasa nyeri ketika menstruasi. Selain


itu, olahraga yang teratur juga meningkatkan produksi endorphin

yang menurunkan kadar stres yang secara tak langsung juga

menurunkan rasa nyeri menstruasi.

4. Riwayat keluarga

Riwayat kesehatan keluarga sangat berpengaruh terhadap kondisi

kesehatan anggota keluarga itu sendiri, serta faktor risiko memiliki

penyakit yang sama. (Widyastuti, 2009).

e. Klasifikasi Dismenore

1) Dismenore Primer

Dismenore primer adalah perasaan sakit di bagian perut

bawah yang terjadi karena ketidakseimbangan hormon, tanpa

kelainan organ dalam pelvis. Nyeri primer akan dialami oleh

sebagian wanita normal (Anurogo, 2011).

Menurut Reeder (2013), dismenore primer adalah

menstruasi yang sangat nyeri, tidak berkaitan dengan penyebab fisik

yang nyata. Dismenore primer muncul berupaa serangan ringan,

kram pada bagian tengah, bersifat spasmodis yang dapat menyebar

ke punggung atau paha bagian dalam. Umumnya ketidaknyamanan

dimulai 1-2 hari sebelum menstruasi, namun nyeri paling berat

selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua.

Sedangkan dalam kamus saku perawat, dismenore primer

adalah haid yang nyeri tanpa penyebab yang jelas biasanya terjadi
segera sesudah pubertas dan muncul pada setiap perode haid

berikutnya.

2) Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder menurut Margareth (2013), adalah

menstruasi yang sangat nyeri, berkaitan dengan penyakit panggul

yang nyata. Dismenore sekunder mungkin disebabkan oleh kondisi

endometriosis, polip atau fibroid uterus, penyakit radang panggul,

perdarahan uterus disfungsional, prolaps uterus, maladaptasi

pemakaian AKDR, produksi kontrasepsi yang tertinggal setelah

abortus atau melahirkan, atau kanker ovarium atau uterus.

Dismenore sekunder dimulai setelah usia 20 tahun dan nyeri bersifat

munilateral.

Sedangkan dalam Kamus Saku Perawat, dismenore sekunder

adalah haid yang nyeri pada wanita yang sebelumnya selama

bertahun-tahun sudah memiliki periode haid yang normal.

Dismenore ini terjadi akibat endometritis dan cenderung memburuk

ketika terjadi peningkatan kongesti lokal (Anurogo, 2014).

Dismenore sekunder ditandai dengan adanya kelainan organ pelvis.

Hal seperti ini harus dilakukan pemeriksaan yang serius. Mungkin

ada kista, mioma atau tumor di rahim.

f. Tanda Dan Gejala Dismenore

Menurut Reeder (2013), tanda dan gejala dismenore adalah:

1) Kram yang nyeri dan hebat selama haid.


2) Dismenore primer timbul berulang secara teratur sejak pertama kali

haid.

3) Dismenore sekunder jika terjadi setelah bertahun-tahun mengalami

siklus haid.

4) Rasa kram dan nyeri yang menusuk ini terasa di perut bagian bawah,

punggung bawah, dan paha.

5) Kadang-kadang disertai mual/muntah, diare.

6) Berkeringat banyak, badan terasa lemah.

2.1.4 Konsep Latihan Abdominal Stretching

a. Definisi Latihan Abdominal Stretching

Exercise merupakan salah satu manajemen non farmakologis

yang lebih aman digunakan karena menggunakan proses fisiologis

(Widayanto, 2015).

Stretching (peragangan) adalah aktivitas fisik yang paling

sederhana. Stretching merupakan suatu latihan untuk memelihara dan

mengembangkan fleksibilitas atau kelenturan (Widayanto, 2015).

Adapun salah satu cara exercise/latihan untuk mengurangi

intensitas nyeri haid adalah dengan melakukan abdominal stretching

exercise (Jaenabi, 2013).

b. Manfaat Latihan Abdominal Stretching

Menurut Alter (2008) dalam Nisak (2018), manfaat abdominal

stretching antara lain adalah sebagai berikut :


1. Meningkatkan fisik seorang atlet.

2. Mengoptimalkan daya tangkap, latihan dan penampilan atlet pada

berbagai bentuk gerakan yang terlatih.

3. Meningkatkan mental dan relaksasi fisik.

4. Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh.

5. Mengurangi resiko keseleo sendi dan cedera otot (kram).

6. Mengurangi resiko cedera punggung.

7. Mengurangi rasa nyeri otot dan ketegangan otot.

8. Mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi (dismenore) bagi

wanita.

c. Teknik Latihan Abdominal Stretching

Adapun langkah-langkah latihan abdominal stretching adalah sebagai

berikut :

1. Cat Stretch

Posisi awal : tangan dan lutut di lantai.

a. Punggung dilengkungkan, perut di gerakkan ke arah lantai

senyaman mungkin. Tegakkan dagu dan mata melihat lantai.

Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan bersama, lalu

rilaks.
b. Kemudian punggung digerakkan ke atas dan kepala menunduk

ke lantai. Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan

bersama, lalu rilaks.

c. Duduk di atas tumit, rentangkan lengan ke depan sejauh

mungkin. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan

bersuara, lalu relaks.

Keterangan : Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

2. Lower Trunk Rotation

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki di lantai,

kedua lengan dibentangkan keluar.

a. Putar perlahan lutut ke kanan sedekat mungkin dengan lantai.

Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik sambil

dihitung dengan bersuara.


b. Putar perlahan kembali lutut ke kiri sedekat mungkin dengan

lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik

sambil dihitung dengan suara, kemudian kembali ke posisi

awal.

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

3. Buttock / Hip Stretch

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk.

a. Letakkan bagian luar pergelangan kaki kanan pada paha kiri

diatas lutut.

b. Pegang bagian belakang paha dan tarik ke arah dada senyaman

mungkin. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan

bersuara, kemudian kembali ke posisi awal dan relaks.

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

4. Abdominal Strengthening : Curl Up

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki di lantai,

tangan di bawah kepala.


a. Lengkungkan punggung dari lantai dan dorong ke arah langit

– langit. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan

bersuara.

b. Ratakan punggung sejajar lantai dengan mengencangkan otot

– otot perut dan bokong.

c. Lengkungkan sebagian tubuh bagian atas ke arah lutut, tahan

selama 20 detik

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

5. Lower Abdominal Strengthening

Posisi awal:berbaring terlentang, lutut ditekuk, lengan

dibentangkan sebagian keluar.

a. Letakkan bola antara tumit dan bokong. Ratakan punggung

bawah ke lantai dengan mengencangkan otot – otot perut dan

bokong.
b. Perlahan tarik kedua lutut ke arah dada sambil menarik tumit dan

bola, kencangkan otot bokong. Jangan melengkungkan

punggung.

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 15 kali.

6. The Bridge Position

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki dan siku di

lantai, lengan dibentangkan sebagian keluar.

a. Ratakan punggung di lantai dengan mengencangkan otot – otot

perut dan bokong.

b. Angkat pinggul dan punggung bawah untuk membentuk garis

lurus dari lutut ke dada. Tahan selama 20 detik sambil dihitung

dengan bersuara, kemudian perlahan kembali ke posisi awal dan

relaks.

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.


2.1.5 Konsep Remaja

a. Definisi Remaja

Definisi masa remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut

pandang, yaitu secara kronologis yang merupakan individu yang berusia

antara 11-12 tahun sampai 20-21 tahun, secara fisik remaja ditandai oleh

ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama

yang terkait dengan kelenjar seksual, secara psikologis merupakan masa

dimana individu menagalami perubahan- perubahandalam aspek

kognitif, emosi, sosial, moral, di antara masa anak- anak menuju masa

dewasa (Kusmiran, 2012).

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-

kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda - beda sesuai

dengan sosial budaya setempat. Menurut WHO batasan usia remaja

adalah 12 sampai 24 tahun. Dalam ilmu kedokteran dan ilmu - ilmu yang

lain yang terkait (seperti bilogi dan ilmu faal) remaja dikenal sebagai

suatu tahap perkembangan fisik, yaitu masa alat-alat kelamin manusia

mencapai kematangannya. Secara anatomis alat-alat kelamin khususnya

dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuk tubuh yang

sempurna dan secara faali alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi

secara sempurna pula (Sarwono, 2014).


Masa remaja dibagi menjadi masa awal dan masa remaja akhir.

Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa

sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan

pubertas, berlangsung antara usia 13-17 tahun. Masa remaja akhir (late

adolescence), yaitu usia matang secara hukum berkisar antara 16-17

tahun hingga 18 tahun (Sa’id, 2015).

b. Perubahan yang terjadi pada Masa Remaja

Beberapa perubahan yang terjadi masa remaja, diantara perubahan

biologis, sosial, kognitif, dan emosional (Wong et all, 2008 dalam Sa’id,

2015).

1) Perubahan Biologis/Fisik

Terdapat lima perubahan fisik yang terjadi pada masa

remaja, yaitu pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu tumbuh),

perkembangan seks sekunder, perkembangan organ-organ

reproduksi, perubahan komposisi tubuh serta perubahan sistem

sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan dengan kekuatan

dan stamina tubuh. Perubahan fisik yang terjadi, yang paling tampak

nyata semasa pubertas adalah masa meningkatnya tinggi dan berat,

serta kematangan seksual (Sa’id, 2015).

Perubahan fisik pada remaja merupakan hal yang sangat

penting dalam kesehatan reproduksi karena pada masa ini terjadi

perubahan fisik yang sangat cepat untuk mencapai kematangan,


termasuk organ-organ reproduksi sehingga mampu melaksanakan

fngsi reproduksi. Perubahan yang terjadi yaitu :

a) Munculnya tanda-tanda seks primer : terjadinya haid yang

pertama (menarche) pada perempuan dan mimpi basah pada

laki-laki.

b) Munculnya tanda-tanda seks sekunder yaitu :

 Pada remaja laki-laki : tumbuhnya jakun, penis dan buah jakar

bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, suara

bertambah besar, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuh

kumis di atas bibir, cambang dan rambut di sekitar kemaluan

dan ketiak.

 Pada remaja wanita : pinggul melebar, pertumbuhan rahim

dan vagina, tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan ketiak,

payudara membesar (Sa’id, 2015).

2) Perubahan Kognitif

Berpikir kognitif mencapai puncaknya pada kemampuan

berpikir abstrak. Pada tahap ini, yaitu periode operasional formal,

merupakan tahap piaget yang ke empat dan terakhir. Remaja tidak

lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang merupakan ciri

berpikir konkret. Piaget juga mengatakan bahwa remaja termotivasi

untuk memahami dunia dan menyesuaikan berpikirnya untuk

mendapatkan informasi baru (Sa’id, 2015).


Remaja dalam piaget, secara aktif membangun dunia

kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung

diterima begitu saja kedalam skema kognitif mereka (Sa’id, 2015).

Dengan kata lain, pada saat ini meraka jauh lebih ke depan. Tanpa

memusatkan perhatian pada situasi saat ini, mereka dapat

membayangkan suatu rangkaian peristiwa yang mungkin terjadi

seperti kemungkinan kuliah dan bekerja, memikirkan bagaimana

segala sesuatu mungkin dapat berubah di masa depan, seperti

hubungan dengan orang tua, dan akibat tindakan mereka, misalnya

dikeluarkan dari sekolah. Pada saat ini, pikiran mereka dapat

dipengaruhi oleh prinsip-prinsip logis daripada hanya persepsi dan

pengalaman mereka sendiri.

3) Perubahan Sosial

Remaja menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka

takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini, serta

meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung

jawab terkait dengan kemandirian.

4) Perubahan Emosional

Masa remaja adalah masa stres emosional, yang timbul dari

perubahan fisik yang sedemikian cepat pada masa pubertas.

Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja

awal yang dikenal sebagai masa storm and stress. Segi kondisi
sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada

dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya.


2.2 Kerangka Teori

Abdominal
Stretching
Exercices

Remaja Menstruasi Nyeri


Tanda dan Gejala 1.Tetap
- Perubahan Biologis 2.Menurun
- Dismenore/ Nyeri Haid 3.Meningkat
- Perubahan Kognitif
- Perubahan Sosial - Payudara terasa berat, penuh, membesar
- Perubahan Emosional dan nyeri tekan.
(Wong dkk, 2008) - Nyeri punggung, merasa rongga pelvis
semakin penuh.
- Nyeri kepala dan muncul jerawat.
- Iritabilitas atau sensitifitas meningkat.
- Metabolisme meningkat dan diikuti
dengan rasa keletihan.
- Suhu basal tubuh meningkat 0.2-0.4°C.
- Ostium menutup secara bertahap.
- (Bobak, 2004)

Modifikasi dari : Wong dkk (2008), Bobak (2004)

Keterangan:

: variabel yang tidak diteliti

: variabel yang diteliti

2.3 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai Pengaruh

Abdominal Stretching Exercise Terhadap Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja

Putri di SMA Hutama Bekasi. Kerangka konsep dikembangkan berdasarkan


tinjauan kepustakaan dan kerangka teori pada bab sebelumnya. Adapun

yang menjadi variabel independen adalah Abdominal Stretching Exercices.

Sedangkan yang termasuk variabel dependen adalah Nyeri Haid

(dismenore) dengan menggunakan data primer.

Dari kerangka teori yang telah ditampilkan maka penulis dapat

menyusun suatu kerangka konsep berdasarkan variabel-variabel yang

diteliti sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Abdominal
Stretching
Exercices Intensitas Nyeri

Gambar 2.6 Kerangka Konsep


2.4 Hipotesis penelitian

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat

sementara dari suatu penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang

kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo,

2012). Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada penurunan tingkat nyeri haid (dismenore) setelah dilakukan

Abdominal Stretching Exercise pada remaja putri di SMA Hutama

Bekasi.

2. Ada pengaruh Abdominal Stretching Exercices terhadap penurunan

intensitas nyeri haid (dismenore) pada remaja putri di SMA Hutama

Bekasi.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif – pre experiment

design bertujuan untuk menguji hubungan sebab-akibat terhadap perlakuan.

Rancangan eksperimen ini menggunakan rancangan Pre test Postest dengan

kelompok kontrol (pre test post test with control group) (Notoadmodjo,

2012). Peneliti memilih jenis penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh

abdominal stretching exercises terhadap penurunan tingkat nyeri haid

(dismenore) pada remaja putri.

Bentuk rancangan sebagai berikut:

Kelompok Eksperimen O1 X1 O2

Kelompok Kontrol O0 O0

Kelompok Eksperimen O1 : Kelompok dengan pemberian intervensi

Kelompok Kontrol O0 : Kelompok tanpa diberikan intervensi

X1 : Perlakuan (abdominal stretching exercises)

3.2 Populasi dan Sample

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah siswi SMA

Hutama Bekasi yang mengalami nyeri haid/dismenore sebanyak 104 siswi

kelas X yang terdiri dari 6 kelas.


3.2.2 Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi. Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Notoatmodjo,

2012).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling dimana pengambilan sampel secara purposive

didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2012).

Sampel dalam penelitian ini adalah remaja yang mengalami

dismenore dan memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai

sampel (Notoatmodjo, 2012).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Responden yang mengalami nyeri haid/dismenore

2) Responden yang tidak menggunakan terapi farmakologis selama

nyeri haid

3) Responden dengan siklus mentruasi teratur (28-35 hari)

4) Bersedia menjadi responden


b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian (Notoatmodjo, 2012).

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Menderita penyakit ginekologis tertentu

2) Responden sedang dalam terapi farmakologi

Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016).

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin :

n= N
1 + N (d)2

Keterangan :
N : nilai populasi (104)
n : sampel
d : derajat kemaknaan (0,1)
n= 104
1 + 104 (0,1)2
n= 104
2,04
n = 50
Jumlah sampel dalam penelitian ini 50 orang.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Hutama Bekasi dengan

pertimbangan masih banyak remaja putri yang mengalami dismenore dan

belum tahu bagaimana mengurangi nyeri haid tersebut sebagian besar


mereka hanya membiarkan dan istirahat/tidur. Dan sebagian besar tidak

mengetahui abdominal stretching exercises, dan belum pernah dilakukan

penelitian mengenai abdominal stretching exercises terhadap tingkat nyeri

haid pada remaja putri di SMA Hutama Bekasi.

3.4 Variabel penelitian

3.4.1 Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas dari penelitian Pengaruh Abdominal Stretching

Exercise Terhadap Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja Putri di SMA Hutama

Bekasi adalah Abdominal stretching Exercices.

3.4.2 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat pada penelitian Pengaruh Abdominal Stretching

Exercise Terhadap Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja Putri di SMA Hutama

Bekasi adalah Nyeri Haid.

3.5 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah konsep yang bersiafat konsep yang

bersifat abstrak untuk memudahkan pengukuran suatu variabel, atau

oprasional dapat diartikan sebagai pedoman dalam melakukan suatu

kegiatan ataupun pekerjaan peneliti (Notoatmojo, 2012).

Definisi Cara Hasil Ukur Skala


No Variabel Alat Ukur
Operasional Ukur
Variabel Dependen
1 Nyeri Haid Nyeri haid adalah Mengisi Instrumen 0: Tidak nyeri Ratio
(dismenore) rasa tidak nyaman instrumen (Numerical 1-3: Nyeri ringan
yang paling sering NRS Rating 4-6 : Nyeri
dirasakan oleh Scale) Sedang
remaja putri pada NRS 7-9: Nyeri berat
saat mengalami 10 : Nyeri tidak
menstruasi. tertahankan
Variabel Independen
2 Abdominal Abdominal Lembar SOP 1 Ya = 1 Ordinal
Stretching Stretching Observasi gerakan 2 Tidak = 0
Exercices Exercices adalah abdominal
suatu latihan stretching
peregangan otot exercices
yang digunakan
responden untuk
mengatasi nyeri
haid (dismenore)
pada responden
yang sedang
mengalami nyeri
haid.
Tabel 3.2 Definisi Operasional

3.6 Instrumen Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2014) instrumen penelitian adalah alat-alat

yang akan digunakan untuk mengumpulkan data, instrumen penelitian ini

dapat berupa formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan

dengan pencatatan data dan sebagainya. Instrumen yang digunakan untuk

pengumpulan data yaitu lembar pengukuran tingkat nyeri. Pengukuran

intensitas nyeri haid pada penelitian ini menggunakan Numerical Rating

Scale.

Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya

sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0-10 atau 0-

100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti “severe pain” (nyeri

hebat). NRS merupakan instrumen paling efektif digunakan saat mengkaji


intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Potter & Porry,

2005).

3.7 Prosedur Pengumpulan Data

a. Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian yang dikeluarkan

oleh Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Jakarta dan

ditujukan kepada Kepala Sekolah SMA Hutama Bekasi.

b. Setelah peneliti mendapatkan izin dari Kepala Sekolah SMA Hutama

Bekasi, peneliti membuat jadwal penelitian dan mempersiapkan segala

sesuatu yang dibutuhkan selama melakukan penelitian.

c. Peneliti mensosialisasikan kegiatan yang akan dilakukan di SMA

Hutama serta meminta kerjasama dari guru selama penelitian

berlangsung.

d. Peneliti menentukan jumlah dan nama responden yang termasuk kriteria

inklusi dan mengumpulkan responden dalam satu ruangan serta

menjelaskan tujuan prosedur penelitian dan teknik penelitian pada

responden.

e. Peneliti meminta persetujuan dari calon responden untuk berpartisipasi

dalam penelitian. Setiap responden diberikan kebebasan untuk

memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi subjek penelitian.

Setelah calon responden menyatakan bersedia untuk mengikuti prosedur

penelitian, maka responden diminta untuk menanda tangani lembar

informed consent yang telah disiapkan peneliti.


f. Setelah responden mengisi lembar informed consent, kemudian

responden diminta untuk mengisi data demografi meliputi nama, usia,

kelas, alamat, dan nomor kontak.

g. Peneliti memberikan lembar pengukuran tingkat nyeri pada responden

dan menjelaskan cara mengisi lembar pengukuran tingkat nyeri.

h. Peneliti menjelaskan dan membagikan pedoman latihan abdominal

stretching kepada responden, dan mengiformasikan latihan tersebut

dilakukan oleh responden saat nyeri haid hari pertama.

i. Pelaksanaan latihan abdominal stretching dilakukan di Aula SMA

Hutama Bekasi pukul 13.00 WIB.

j. Peneliti mengajarkan latihan abdominal stretching pada responden

selama satu hari sampai responden benar-benar hafal dan paham

tekniknya.

k. Setelah peneliti mengajarkan latihan abdominal stretching, menunggu

sampai responden menstruasi.

l. Saat terjadi dismenore pada menstruasi hari pertama, responden

melaporkan pada peneliti melalui via sms atau telpon, lalu peneliti

memberikan lembar pengukuran tingkat nyeri (Numerical Rating Scale),

selanjutnya responden mengisi skala nyeri yang dirasakan saat itu.

m. Responden melakukan teknik abdominal stretching sendiri saat nyeri

haid, 15 menit setelah selesai melakukan teknik abdominal stretching,

peneliti meminta responden untuk mengisi kembali lembar pengukuran


skala nyeri (Numerical Rating Scale) dan peneliti mendokumentasikan

pada lembar observasi abdominal stretching.

n. Peneliti memberikan reinforcement positif pada semua responden atas

keterlibatannya dalam penelitian.

3.8 Pengolahan Data

Setelah kuesioner diisi, selanjutnya mengumpulkan data dari

sampel, kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data. Pada tahap awal

yaitu dilakukan editing (pengolahan data), coding (pengkodean), processing

(memasukan data), dan cleaning (pembersihan data) (Notoatmodjo,2014).

Pengolahan data dilakukan dengan teknik manual meliputi langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian

formulir/ kuesioner, apakah jawaban yang ada pada kuesioner sudah

jelas, lengkap, releven dan konsisten.

b. Coding

Proses pemberikan kode jawaban yang akan dianalisa atau

dimasukan dalam pencatatan yang bertujuan menyingkat data yang

didapat dengan jalan pemberian kode-kode tertentu.

c. Entry

Setelah tahapan coding maka data yang telah terkumpul diberi

kode dimasukan ke dalam komputer.


d. Cleaning

Setelah data dimasukan ke dalam master tabel, data yang tidak

diperlukan dibuang. Setelah data masuk selanjutnya dilakukan

pengecekan apakah data yang masuk sudah benar atau tidak dengan cara

melihat variasi dalam bentuk distribusi frekuensi.

3.9 Rencana Analisis Data

3.9.1 Uji Normalitas

Uji normalitas adalah suatu uji yang menggunakan pengolahan data

statistik untuk mengetahui mengetahui apakah data yang diperoleh berasal

dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. (Herawati, 2016). Uji

Normalitas dilakukan pada pretest dan posttest pada kelompok kontrol dan

intervensi. Analisa statistik dalam menguji normalitas data menggunakan

program SPSS dengan menggunkan rumus uji Shapiro – Wilk jika jumlah

sampel ≤50. Dasar pengambilan keputusan dilihat dari :

1) Jika nilai signifikan 2 tailed ≤ 0,05 maka H0 ditolak. Hal ini berarti data

tidak berdistribusi dengan normal.

2) Jika nilai signifikan 2 tailed ≥ 0,05 maka H0 diterima. Hal ini berarti

data berdistribusi dengan normal.

Analisis data yang digunakan apabila jumlah sampel >50 yaitu 51 sampai

200 sampel menggunakan uji Kolmogorov smirnov. Dasar pengambilan

keputusan dilihat dari :

1) Jika nilai signifikan 2 tailed > 0,05 maka data berdistribusi normal.

2) Jika nilai signifikan 2 tailed < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
3.9.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil

penelitian. Pada umumnya hasil analisis ini menghasilkan distribusi dan

persentase dari tiap variabel. Rumus yang digunakan menurut Notoatmodjo

(2014) adalah sebagai berikut :

𝐅
P= x 100%
𝐍

Keterangan :

P = persentase

F = Frekuensi

N = Jumlah responden

3.9.3 Analisis Bivariat

Menurut Sugiyono, 2014 mengungkapkan analisa univarat

merupakan analisa tiap variabel baik independen dan dependen. Variabel

univariat terbagi menjadi statistik deskriptif dan statistic inferensial.

Perhitungan dalam statistik inferensial dilakukan setelah

dilaksanakannya uji normalitas data. Jika distribusi data normal maka uji

statistik yang digunakan yaitu paired sample T-Test. Paired sample T-Test

bertujuan untuk melihat perbandingan pengaruh intensitas nyeri sebelum

dan saat periode menstruasi diberikan perlakuan Abdominal Stretching

Exercise. Dasar pengambilan keputusan pengujian paired sample T-Test

berdasarkan perbandingan probabilitas dengan tingkat signifikasi (α=0,05):

Jika nilai P≥0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak


Jika nilai P≤0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima

Jika data tidak berdistribusi normal maka uji statistik non parametrik

menggunakan Wilcoxon signed rank test. Wilcoxon signed rank test

bertujuan untuk melihat perbandingan pengaruh penurunan nyeri sebelum

dan sesudah diberi perlakuan Abdominal Stretching Exercise. Dasar

pengambilan keputusan pengujian Wilcoxon signed rank test berdasarkan

perbandingan probabilitas dengan tingkat signifikasi 2 tailed (α=0,05)

adalah :

Jika nilai P≥0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak

Jika nilai P≤0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima

Analisa bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara

dua variabel, yaitu mengidentifikasi perbandingan Pengaruh penurunan

intensitas nyeri dengan perlakuan latihan abdominal stretching pada

kelompok intervensi dan tanpa perlakuan latihan abdominal stretching

kelompok kontrol pada siswi SMA Hutama Bekasi dengan menggunakan

uji statistik. Analisa data yang digunakan jika distribusi data normal adalah

uji statistik parametrik yaitu Independent sample T-Test berdasarkan

perbandingan probabilitas dengan tingkat signifikasi 2 tailed (α=0,05) :

Jika nilai P≥0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak

Jika nilai P≤0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima

Analisa data yang digunakan jika distribusi data tidak normal adalah

uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-whitney. Dasar pengambilan


keputusan pengujian uji Mann-whitney berdasarkan perbandingan

probabilitas dengan nilai Asymp. Sig. 2 tailed (α=0,05) adalah :

Jika nilai P≥0,05 maka diartikan tidak bermakna

Jika nilai P≤0,05 maka diartikan bermakna

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian mencakup perilaku peneliti atau perlakuan peneliti

terhadap subjek serta sesuatu yang dihasilkan peneliti bagi masyarakat.

Beberapa prinsip etika penelitian adalah sebagai berikut :

a. Beneficence, peneliti meyakinkan responden bahwa penelitian ini bebas

dari bahaya, tidak bersifat memaksa melainkan sukarela, manfaat yang

dirasakan dan tidak menimbulkan resiko.

b. Mal-efficience, peneliti menjamin bahwa penelitian in tidak

menimbulkan bahaya pada responden dan responden terlindung dari

setiap resiko.

c. For human dignity, responden berhak untuk menentukan dirinya sendiri

dan mendapatkan informasi lengkap diantaranya mengenai tujuan, cara

penelitian, cara pelaksanaan, manfaat penelitian dan hal lain-lain yang

berkaitan dengan penelitian.

d. Justice,Setiap responden berhak mendapatkan perlakuan adil dan dijaga

privasinya.

e. Informed Consent, Lembar persetujuan yang diberikan kepada

responden, Responden harus memenuhi kriteria yang ditemukan lembar

informed consent harus dilengkapi dengan judul penelitidan manfaat


peneliti, bila responden menolak maka peneliti tidak boleh memaksa dan

menghormati hak-haknya.

f. Anonimity, Peneliti tidak mencantumkan nama responden terhadap

lembar pernyataan untuk menjaga kerahasiaan responden.

g. Confidentiality, Keberhasilan informasi responden dijamin oleh peneliti

dan hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai peneliti

(Notoatmojo, 2012).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan,

maka hasil penelitian pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap

Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja Putri di SMA Hutama Bekasi Tahun 2019,

dapat diuraikan sebagai berikut :

4.1.1 Hasil Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Usia Menarche

Pada Remaja Putri di SMA Hutama Bekasi Pada Tahun 2019

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Usia Responden dan Usia Menarche


pada Remaja Putri di SMA Hutama Bekasi
Tahun 2019
Kelompok
Kelompok
Eksperimen Jumlah
Karakteristik Kontrol (n=25)
(n=25)
N % N % N %
Usia (tahun)
15 8 32 13 52 21 42
16 17 68 12 48 29 58
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Menarche (tahun)
11 4 16 4 16 8 16
12 10 40 9 36 19 38
13 11 44 10 40 21 42
14 2 8 2 4
Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui distribusi frekuensi terbanyak

berdasarkan Usia dan Menarche dari 50 responden yang diteliti, terdapat

29 orang (58%) responden yang berusia 16 tahun, dan sebanyak 21

orang (42%) mengalami menarche pada usia 13 tahun.


b. Intensitas Dismenore Sebelum dan Sesudah Diberikan Latihan

Abdominal Stretching Pada Kelompok Eksperimen

Tabel 4.2. Intensitas Dismenore sebelum dan sesudah diberikan latihan


Abdominal Stretching pada kelompok eksperimen SMA
Hutama Bekasi Tahun 2019

Variabel Mean SD Min Max


Pretest 4,20 2,062 1 8
Posttest 1,52 1,327 0 4

Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat nilai rata-rata intensitas

dismenore sebelum diberikan intervensi latihan abdominal stretching

yaitu 4,20 dan nilai rata-rata intensitas dismenore sesudah diberikan

intervensi latihan abdominal stretching yaitu 1,52. Rentang intensitas

nyeri pre test adalah minimum 1 dan maksimum 8, setelah diberikan

intervensi terdapat penurunan rentang intensitas nyeri yaitu nilai

minimum 0 dan maksimum 4.

c. Intensitas Dismenore Sebelum dan Sesudah Tanpa Diberikan

Latihan Abdominal Stretching Pada Kelompok Kontrol

Tabel 4.3. Intensitas Dismenore sebelum dan sesudah tanpa diberikan


latihan Abdominal Stretching pada kelompok kontrol
SMA Hutama BekasiTahun 2019

Variabel Mean SD Min Max


Pretest 3,04 1,695 1 7
Posttest 3,08 1,706 0 6

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat nilai rata-rata intensitas

dismenore sebelum tanpa diberikan intervensi latihan abdominal

stretching yaitu 3,04 dan nilai rata-rata intensitas dismenore sesudah


tanpa diberikan intervensi latihan abdominal stretching yaitu 3,08.

Rentang intensitas nyeri pre test adalah nilai minimum 1 dan maksimum

7, serta nilai post test yaitu minimum 0 dan maksimum 6.

4.1.2 Hasil Analisis Bivariat

Tabel 4.4. Uji Normalitas Data dengan Uji Shapiro-wilk


Kelompok N p value
Kelompok Pretest 25 0,172
Eksperimen Posttest 25 0,007
Pretest 25 0,011
Kelompok Kontrol Posttest 25 0,292

Berdasarkan tabel 4.4, dari uji normalitas data dengan uji

Shapiro-Wilk didapatkan hasil data tidak terdistribusi normal pada kedua

kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan p

value pada kelompok eksperimen (0,007) < α (0,05). Pada kelompok kontrol

dengan p value (0,011) < α (0,05). Dengan demikian dilanjutkan

menggunakan Uji Wilcoxon.

a. Hasil Uji Wilcoxon Data Pretest dan Posttest pada Kelompok

Intervensi

Tabel 4.5. Hasil Uji Wilcoxon Data Pretest dan Posttest pada Kelompok
Intervensi di SMA Hutama Bekasi Tahun 2019

Intensitas nyeri post


Test Statisticsᵇ eksperimen – Intensitas nyeri
pre eksperimen
Z -4.411b
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000
Berdasarkan tabel 4.5, hasil uji wilcoxon pada kelompok

eksperimen yaitu nilai Z = -4.411b dengan significancy 0,000 (p < 0,05),

dengan demikian diketahui nilai p (0,000) < 0,05 maka Ho ditolak dan

Ha diterima dengan kata lain ada penurunan skala nyeri dismenore

sebelum (pretest) dan setelah (posttest) dilakukan abdominal stretching

exercise pada kelompok intervensi.

b. Hasil Uji Wilcoxon Data Pretes dan Posttest pada Kelompok

Kontrol

Tabel 4.6. Hasil Uji Wilcoxon Data Pretest dan Posttest pada Kelompok
Kontrol di SMA Hutama Bekasi Tahun 2019

Intensitas nyeri post kontrol –


Test Statisticsᵇ
Intensitas nyeri pre kontrol
Z -0.258b
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,796
Berdasarkan tabel 4.6, yang merupakan hasil uji wilcoxon pada

kelompok kontrol didapatkan nilai Z = -0.258b dengan significancy

0,796 (p > 0,05), dengan demikian dapat diketahui Ho dierima dan Ha

ditolak dengan kata lain tidak ada perbedaan skala dismenore sebelum

(pretest) dan sesudah (posttest) pada kelompok kontrol.

c. Hasil Uji Dua Sampel Yang Tidak Saling Berhubungan (Uji Mann-

Whitney)

Tabel 4.7. Hasil Uji Mann Whitney pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok Eksperimen di SMA Hutama Bekasi
Tahun 2019

Mean
Jenis Data N P
Rank
Kelompok Intervensi 25 19,00
0,001
Kelompok Kontrol 25 32,00

Berdasarkan tabel 4.7, menunjukkan bahwa melalui uji

statistik Uji Dua Sampel Yang Tidak Saling Berhubungan (Uji

Mann-Whitney) diperoleh nilai p (0,001) < 0,05 sehingga Ho ditolak,

maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan penurunan skala

dismenore antara kelompok yang diberikan abdominal stretching

exercise dengan kelompok yang tidak diberikan intervensi apapun

pada saat dismenore.

4.2 Pembahasan

Pada sub bab pembahasan ini, peneliti akan menguraikan tentang

hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang dilakukan di SMA Hutama

Bekasi Tahun 2019 berdasarkan analisis univariat dan bivariat yang telah

dipaparkan dalam sub bab hasil penelitian diatas mengenai pengaruh

Abdominal Stretching Exercise untuk mengurangi nyeri haid (dismenore)

pada remaja putri yang mengacu pada tujuan dan hipotesis penelitian.

4.2.1 Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Responden dan Usia

Menarche Pada Remaja Putri di SMA Hutama Bekasi Pada Tahun

2019

Berdasarkan hasil penelitian, yang telah dilakukan pada siswi

SMA Hutama Bekasi, didapatkan bahwa usia responden terbanyak

berada pada usia 16 tahun yaitu sebanyak 29 orang (58%). Hasil


penelitian ini sesuai dengan penelitian Arifiani,2016 dan Syafna, 2018

yaitu responden terbanyak yang mengalami dismenore ada pada usia 16

tahun. Terdapat perbedaan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Sarifah, 2015 dan Azizah, 2013 menyatakan responden terbanyak

mengalami dismenore berada pada usia 15 tahun. Penelitian lain

menunjukkan bahwa hampir setengah dari responden yang mengamami

nyeri haid berusia 17 tahun (Ningsih,2018).

Menurut Hockenberry dan Wilson (2011) dismenore terjadi

pada wanita berbagai usia, namun paling sering terjadi biasanya

dismenore primer timbul pada saat remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun

setelah haid pertama dan terjadi pada umur kurang dari 20 tahun.

Nyeri haid pada remaja dikarenakan hormon prostagladin yang

berlebihan sehingga meningkatkan amplitude dan frekuensi kontraksi

uterus yang mengakibatkan rasa nyeri. Dismenore umumnya terjadi

pada tahun pertama menstruasi, rentang usia nyeri haid sering terjadi

pada usia 12 -17 tahun, dan mencapai batas maksimal pada usia 15-25

tahun (Ulfa, 2010).

Peneliti berasumsi, dismenore terjadi karena prostagladin yang

meningkat sehingga amplitude dan frekuensi kontraksi uterus juga

meningkat, hasil ini menyatakan bahwa mayoritas responden berada

pada rentang usia remaja pertengahan (middle adolescence) yaitu usia

15-17 tahun, berdasarkan penelitian dan teori usia tersebut merupakan

usia dimana dismenore primer sering timbul pada saat remaja.


Remaja akan mengalami perubahan pada organ reproduksinya

yang ditandai dengan menstruasi pertama kali yang disebut dengan

menarche. Hasil penelitian menggambarkan bahwa usia menarche

terbanyak pada penelitian ini terdapat pada siswi berusia 13 tahun yaitu

21 orang (42%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmawati (2017)

yaitu 95% usia menarche terbanyak ada pada rentan usia 11-13 tahun.

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan Menurut Benson (2008)

menarche terjadi pada usia 8-13 tahun. Manuaba (2007) menjelaskan

usia menarche normal adalah pada rentang 12-13 tahun. Menurut

Progestian (2010) bahwa menstruasi pertama dimulai pada antara usia

12-16 tahun, tergantung pada berbagai faktor seperti kesehatan wanita,

nutrisi, berat tubuh relatif terhadap tinggi badan.

Faktor resiko terjadinya dismenore salah satunya adalah pada

orang yang mengalami menarche lebih awal. Menarche yang terjadi

lebih awal dari usia normal dimana alat reproduksi belum siap untuk

mengalami perkembangan dan juga masih terjadi penyempitan pada

leher rahim maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi

(Widyastuti,2009).

Menurut asumsi peneliti, usia menarche berpengaruh terhadap

kejadian dismenore, berdasarkan teori diatas faktor resiko terjadi nya

dismenore adalah usia menarche yang lebih awal, namun pada


penelitian ini usia menarche pada seluruh responden berada pada

rentang usia 11-14 tahun hal ini sesuai dengan teori-teori sebelumnya.

4.2.2 Analisis Bivariat

a. Intensitas Dismenore Pre dan Post Pada Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat nilai rata-rata

intensitas dismenore pada kelompok eksperimen sebelum diberikan

intervensi latihan abdominal stretching yaitu 4,20 dan nilai rata-rata

intensitas dismenore sesudah diberikan intervensi yaitu 1,52 sedangkan

pada kelompok kontrol nilai rata-rata intensitas dismenore sebelum

tanpa diberikan intervensi yaitu 3,04 dan nilai rata-rata intensitas

dismenore sesudah tanpa diberikan intervensi yaitu 3,08. Rata-rata

intensitas dismenore pada kelompok eksperimen mengalami penurunan

sebanyak 2,68 poin. Sedangkan rata-rata intensitas dismenore pada

kelompok kontrol mengalami peningkatan sebanyak -0,04 poin. Hal ini

juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2017) yaitu

rata-rata intensitas dismenore pada kelompok eksperimen mengalami

penurunan sebanyak 1,85 poin. Sedangkan rata-rata intensitas

dismenore pada kelompok kontrol juga mengalami peningkatan

sebanyak -0,16 poin, Dengan demikian perbedaan selisih mean pada

masing-masing kelompok menunjukkan bahwa kelompok intervensi

lebih besar penurunan nyeri dari pada kontrol.


Menurut Maulana (2008) dismenorea menyebabkan nyeri pada

perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan

tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagian

nyeri yang terus-menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat

sebelum atau selama menstruasi,mencapai puncaknya dalam waktu 24

jam dan setelah 2 hari akan menghilang.

Remaja yang mengalami nyeri dalam rentang nyeri sedang

tersebut ketika mengalami dismenorea mereka akan terganggu aktivitas,

baik aktifitas fisik maupun psikis salah satu contoh mereka akan

terganggu tingkat konsentrasi belajarnya dikarenakan nyeri yang

mereka rasakan.

Pada Penelitian yang dilakukan Syaiful, 2018 juga menyatakan

hal yang sama yaitu berdasarkan nilai rata-rata nyeri dismenorea yang

dialami sebelum melakukan abdominal stretching exercise adalah 2,50

dan sesudah melakukan abdominal stretching exercise adalah 1,82.

Tingkat nyeri dismenorea setelah latihan abdominal stretching exercise

lebih rendah apabila dibandingkan dengan sebelum latihan abdominal

stretching.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saifah (2019) juga

mengatakan bahwa terdapat perbedaan skor intensitas dismenore yang

bermakna antara sebelum dan setelah latihan peregangan perut pada dua

kelompok. Penurunan skor intensitas dismenore yang bermakna terjadi


pada kelompok perlakuan, namun terjadi peningkatan skor intensitas

dismenore yang bermakna pada kelompok kontrol.

Dismenore akan meningkat pada wanita yang kurang melakukan

exercise, sehingga ketika wanita mengalami dismenore, oksigen tidak

dapat disalurkan ke pembuluh-pembuluh darah organ reproduksi yang

saat itu terjadi vasokontriksi. Wanita teratur melakukan latihan, maka

wanita tersebut dapat menyediakan oksigen hampir 2 kali lipat per menit

sehingga oksigen tersampaikan ke pembuluh darah yang mengalami

vasokontriksi (Anisa, 2015).

Menurut asumsi peneliti, Hal ini mendukung hasil penelitian

yang menunjukkan perbedaan rata-rata intensitas nyeri pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol, dimana pada kelompok intervensi/

diberikan latihan Abdominal Stretching rata-rata intensitas nyeri

mengalami penurunan yang signifikan.

b. Pengaruh Abdominal Stretching Exercices Terhadap Dismenore

Pada Remaja Putri

Hasil penelitian pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai

nilai p (0,000) < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan kata lain

ada penurunan skala nyeri dismenore sebelum (pretest) dan setelah

(posttest) dilakukan abdominal stretching exercise pada kelompok

intervensi. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Syafna,

dkk (2018) dengan hasil p value (0,000) < α (0,05), maka dapat

disimpulkan ada perbedaan intensitas dismenore sebelum dan setelah


diberikan latihan abdominal stretching pada kelompok eksperimen. Hal

ini menunjukkan bahwa latihan abdominal stretching efektif dan

berpengaruh terhadap penurunan intensitas dismenore.

Sedangkan hasil penelitian pada kelompok kontrol ditunjukkan

dengan nilai p value 0,796 (p > 0,05), dengan demikian dapat diketahui

Ho diterima dan Ha ditolak dengan kata lain tidak ada perbedaan skala

dismenore sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) pada kelompok

kontrol.

Hal ini didukung oleh penelitian dari Arifiani (2016), dengan

hasil significancy 0,317 (p > 0,05), dengan demikian dapat diketahui Ho

diterima dan Ha ditolak dengan kata lain tidak ada perbedaan skala

dismenore sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) pada kelompok

kontrol.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui uji

statistik Uji Dua Sampel Yang Tidak Saling Berhubungan (Uji Mann-

Whitney) diperoleh nilai p (0,001) < 0,05 sehingga Ho ditolak, maka

dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan penurunan skala dismenore

antara kelompok yang diberikan abdominal stretching exercise dengan

kelompok yang tidak diberikan intervensi apapun pada saat dismenore.

Peneliti lain juga mengungkapkan ada perbedaan skala nyeri

dismenore dilakukan dan tidak dilakukan abdominal stretching exercise

pada siswi di SMP N 30 Semarang (Rahmawati, 2017).


Pada penelitian Syafna, dkk. 2018 Hasil uji Mann-Whitney

diperoleh nilai Mann Whitney U skor posttest pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol p value (0,000) < α (0,05). Hal ini

berarti terdapat perbedaan yang signifikan dari penurunan intensitas

dismenore antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan

dapat disimpulkan bahwa latihan abdominal stretching efektif dalam

menurunkan intensitas dismenore.

Latihan abdominal stretching merupakan latihan peregangan

yang berfokus pada bagian otot perut. Latihan atau exercise adalah salah

satu manajemen non farmakologis yang lebih aman digunakan karena

menggunakan proses fisiologis (Anisa, 2015).

Exersice yang dilakukan menstimulasi tubuh menghasilkan

endorphin. Endorphin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang

belakang. Hormon ini berfungsi sebagai obat penenang alami, sehingga

menimbulkan rasa nyaman. Kadar endorphin dalam tubuh yang

meningkat dapat mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.

Exercise/latihan fisik terbukti dapat meningkatkan kadar endorphin

empat sampai lima kali di dalam darah, sehingga semakin banyak

melakukan exercise maka akan semakin tinggi pula kadar endorphin.

Ketika seseorang melakukan exercise, maka endorphin akan keluar dan

ditangkap oleh reseptor di dalam hipothalamus dan sistem limbik yang

berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan endorphin terbukti

berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat,


memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan

pernafasan (Harry, 2007).

Wanita yang melakukan senam/exercise secara rutin dapat

meningkatkan jumlah dan ukuran pembuluh darah, yang menyalurkan

darah ke seluruh tubuh termasuk organ reproduksi sehingga aliran darah

menjadi lancar dan hal tersebut dapat menurunkan gejala dismenore.

Meningkatkan volume darah yang mengalir ke seluruh tubuh termasuk

organ reproduksi, hal tersebut dapat memperlancar pasokan oksigen ke

pembuluh darah yang mengalami vasokontriksi, sehingga nyeri haid

dapat berkurang (Laili, 2012).

Menurut Thermacare (2010) salah satu exercise yang dapat

dilakukan untuk menurunkan intensitas nyeri haid (dismenore) adalah

dengan melakukan abdominal stretching exercise. Abdominal

stretching exercise yang dilakukan pada saat dismenore untuk

meningkat-kan kekuatan otot, daya tahan, dan fleksibilitas otot serta

dapat dijadikan salah satu terapi non farmakologis untuk mengurangi

intensitas dismenore.

Menurut asumsi peneliti, berdasarkan penelitian sebelum nya

serta teori yang mendukung abdominal stretching exercise berpengaruh

dalam membantu dan menurunkan intensitas nyeri haid/dismenore pada

remaja putri, karna dengan melakukan exercise tubuh akan menjadi

rileks sehingga dapat mengurangi nyeri haid pada wanita, serta


abdominal stretching exercise menjadi salah satu alternatif terapi non

farmakologis untuk mengurangi intensitas nyeri haid/dismenore.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Setiap penelitian beresiko mengalami masalah-masalah serta hal-hal

yang sering tidak diharapkan terjadi. Peneliti menyadari banyak keterbatasan

dalam melakukan penelitian ini, meskipun begitu, bukan berarti penelitian ini

tidak valid. Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:

1. Abdominal Stretching Exercise merupakan hal yang baru bagi

responden sehingga peneliti harus menjelaskan dengan baik pada

responden sampai mereka benar benar paham manfaat dari abdominal

stretching exercise terhadap penurunan nyeri haid dan bersedia menjadi

responden penelitian, karena sebagian besar dari mereka hanya

dibiarkan dan tidur jika mereka sedang mengalami dismenore.

2. Siklus menstruasi remaja ada beberapa yang ternyata tidak teratur,

dimana kadang-kadang maju lebih kurang satu minggu dan kadang-

kadang mundur lebih kurang satu minggu, sehingga peneliti sulit untuk

menjadwalkan mulai melakukan latihan abdominal stretching sesuai

jadwal dan prosedur.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Ada pengaruh Abdominal Stretching Exercices terhadap tingkat

intensitas nyeri haid pada remaja putri di SMA Hutama Bekasi dimana

terdapat penurunan tingkat intensitas nyeri haid setelah dilakukan intervensi

pada remaja putri.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Institusi Terkait (SMA Hutama Bekasi)

Ketidak tahuan siswa bagaimana cara mengatasi nyeri haid dengan

efektif, Insitusi pendidikan diharapkan dapat meningkatkan perkembangan

ilmu pengetahuan dan menjadikan penelitian ini sebagai evidence based

practice dalam penanganan nyeri seperti dismenore. Karena terkait

dismenore atau nyeri haid dapat menurunkan produktivitas pada remaja.

5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Abdominal Stretching Exercise dijadikan salah satu terapi non

farmakologis untuk mengurangi intensitas dismenore, terapi non

farmakologis lebih aman dilakukan karena mengurangi nyeri dengan proses

alami yang dilakukan oleh tubuh, diharapkan tenaga kesehatan dapat

mendukung, mengembangkan serta ikut mensosialisasikan bagaimana cara

mengurangi nyeri haid, khususnya pada remaja.


5.2.3 Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pengembangan ilmu terutama tentang terapi

yang efektif untuk mengurangi nyeri haid (dismenore). Selain itu peneliti

berharap hasil penelitian ini dapat di jadikan sebuah informasi untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan dismenorea

dan dapat menjadi sebuah rekomendasi bagi peneliti selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Alter, M. J. 2008. Sport stretch. Floride International University: USA.

Anisa, M. 2015. The Effect Of Exercises On Primary Dysmenorrhea J Majority,


Volume 4 Nomor 2, Januari 2015. Skripsi. Faculty of Medicine, Lampung
University, Lampung

Anurogo, D dan Wulandari, A. 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta:
C.V. Andi Offset

Apriyanti et al. 2018. Hubungan Status Gizi Dan Usia Menarche Dengan Kejadian
Dismenore Pada Remaja Putri Di Sman 1 Bangkinang Kota Tahun 2018.
Skripsi. Program Studi D IV Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau

Arifiyani. 2016. Efektivitas Latihan Peregangan Perut (Abdominal Stretching


Exercise) Dalam Mengurangi Dismenore Pada Remaja Putri Di SMA Panca
Bhakti Pontianak. Skripsi. Program Studi Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura, Pontianak

Azizah, N. 2013. Aplikasi Relaksasi Nafas Dalam Sebagai Upaya Penurunan Skala
Nyeri Menstruasi (Dismenorea) pada Siswi MTS Iftidaul Falah Samirejo
Dawe Kudus. Skripsi. E-journal STIKES Muh. Kudus, Kudus

Batubara, Jose RL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja).


(Online). (http://saripediatri.idai.or.id/pdfi le/12-1-5.pdf), diakses 4 April
2019

Benson, Ralph C dan Martin L. Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta:EGC.

Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC

Daley, A.J. 2008. Exercise And Primary Dysmenorrhea :A Comprehensivr &


Critical Review Of The Literature. Sport Medicine: Adis Data International

Ernawati., Seweng, A., Bustan,N.2017. Pengaruh Latihan Peregangan Abdominal


Terhadap Penurunan Nyeri Haid (Dismenorea) Mahasiswi Stikes Tanawali
Persada Takalar. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin. Makassar

Fauziah, M., N. 2015. Pengaruh Abdominal Stretching terhadap Intensitas Nyeri


Haid pada Remaja Putri di SMK Al Furqon Bantarkawung Kabupaten
Brebes. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Jakarta, Jakarta

Fikriyah. 2017.Penerapan Abdominal Stretching Terhadap Penurunan Intensitas


Nyeri Dismenore Remaja Putri Di Bpm Hj Nuryamah Kutowinangun
Kabupaten Kebumen. Skripsi. Program Studi Diploma III Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah, Gombong

Harry.2007. Mekanisme endorphin dalam tubuh. Diperoleh 11 April 2019 dari


http://Klikharry.files.wordpress.com/2007/02/1.doc+endorphin+dalam+tu
b uh

Haryono, Rudi. 2016. Siap Menghadapi Menstruasi dan Menopause. Yogyakarta :


Gosyen Publishing

Heffner, Linda J.2006. At a Glance Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga

Hidayah. 2017. Pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap Penurunan


Dismenore Pada Siswi Remaja Di Madrasahaliyah Hasyim Asy’ari Bangsri
Kabupaten Jepara. Skripsi. Jurusan Keperawatan, STIKES Muhammadiyah
Kudus, Yogyakarta

Hockenberry, M.J., Wilson, D. 2011. Wong’s Book 2 Nursing Care of Infants and
Children. Edition 9. Mosby Elseiver. USA

Kusmiran, E. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba


Medika

Kusmiran, E. 2014. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta


:SalembaMedika

Laili, Nurul. (2012). Perbedaan Tingkat Nyeri haid (Dismenore) sebelum dan
sesudah senam dismenore pada remaja putri di SMAN 2 Jember. Skripsi.
Program studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember, Jember

Larasati TA dan Alatas, F. 2016. Dismenore Primer dan Faktor Risiko Dismenore
Primer pada Remaja. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung,
Lampung

Leppert P, Fouany M, Segars JH. 2011. Understanding Uterine Fibroids. In:


Gynecology in Practice. Wiley-Blackwell, Oxford

Manuaba, I., B., G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi


Wanita Edisi 2. Jakarta: EGC
Maulana, R. 2008. Hubungan Karakteristik Wanita Usia Reproduktif dengan
Premenstruasi Sindrom (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekologi BPK RSUD
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. from http://www.akademik.unsri.ac.id

Ningsih, R. 2011. Efektivitas Paket Perda terhadap Intensitas Nyeri pada Remaja
dengan Dismenore di SMAN Kecamatan Curu. Tesis, Universitas
Indonesia, Depok

Nisak. 2018. Pengaruh Abdominal Stretcihing Terhadap Intensitas Nyeri Haid Pada
Remaja Putri. Skripsi. Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Insan
Cendekia Medika. Jombang

Nugroho, Taufan, dkk. 2014. Buku Ajar Obstetri dan Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika

Notoatmodjo, S.2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Notoatmodjo, S.2014. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT Rineka Cipta.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik. Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.
Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Progestian, P. 2010. Cara menentukan masa subur. Jakarta: Swara Bumi.

Rahmawati, N dan Ns. Wagiyo. 2017. Pengaruh Pemberian Abdominal Stretching


Exercise Terhadap Tingkat Nyeri Dismenore Pada Siswi Di Smp N 30
Semarang. Skripsi. Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES
Telogorejo, Semarang

Reeder, S. J., Martin, Griffin, K. 2013. Keperawatan Maternitas: Kesehatan


Wanita, Bayi, dan Keluarga. Jakarta: EGC.

Sa’id, M. A.2015. Mendidik remaja nakal: panduan praktis seni mendidik dan
berinteraksi dengan remaja.Yogyakarta: Semesta Hikmah.

Saifullah, A. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan


Perawat dalam Managemen Nyeri Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD
DR Suehadi Prijonegoro Sragen. Skripsi. Program Studi S1 Keperawatan
Stikes Kusuma Husada, Surakarta

Saputro, 2016. Upaya Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Open Fraktur
Cruris Di Rsop Dr. R. Soeharso Surakarta. Skripsi. Program Studi
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah,
Surakarta
Sarifah, T., Nuraeni, A., Supriyono, M.2015. Efektivitas Senam Dismenore
Terhadap Penurunan Nyeri Haid Pada Siswi Kelas X Dan Xi Sman 14
Semarang. Skripsi. Program Studi Keperawatan STIKES Telogorejo
,Semarang

Sophia F. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dismenore Pada Siswi


SMK Negeri 10 Medan Tahun 2013. Skripsi. Departemen Epidemiologi
FKM USU, Medan

Sukarni, I dan Margareth, Z.H. 2013. Kehamilan, Persalinan dan Nifas.


Yogyakarta: Nuha Medika

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan Kombinasi (Mixed


Methods). Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Susanti, 2018. Hubungan Nyeri Haid (Dysmenorrhea) Dengan Aktivitas Belajar


Pada Remaja Putri MTS Muhammadiyah 2 Malang. Skripsi. Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana
Tunggadewi, Malang

Syafna, A., Dewi,Y., Damanik, S. 2018. Pengaruh Latihan Abdominal Stretching


Terhadap Intensitas Dismenore. Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas
Riau, Riau

Syaiful, Y. 2018. Abdominal Stretching Exercise Menurunkan Intensitas


Dismenorea Pada Remaja Putri. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Gresik. Gresik

Tetty, S. 2015. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Thermacare. 2010. Abdominal Stretching Exercise for Menstrual Pain. Available


online on : http://eprints.ums.ac.id270539naskah_publikasi.pdf. Di akses
tanggal 28 Januari 2017

Ulfa, 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Dismenorea Dengan Sikap


Dalam Mengatasi Dismenorea Pada Remaja Putri. Skripsi. Program Studi D
IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Widyastuti, Y et al. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya

Wong, D. L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P.2008.
Buku Ajar Keperawatan Pedriatik Wong. Jakarta: EGC.

Wong Dona L., Hockenberry Marilyn J., Wilson David. 2011. Wong’s nursing care
of infants and children. St. Louis : Mosby
Lampiran 1 Hasil Output Analisis Data SPSS

Olah Data SPSS


Tabel 1
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Menarche
Usia Kelompok Intervensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
15 8 32.0 32.0 32.0
Valid 16 17 68.0 68.0 100.0
Total 25 100.0 100.0

Menarche Kelompok Intervensi


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
11 4 16.0 16.0 16.0
12 10 40.0 40.0 56.0
Valid
13 11 44.0 44.0 100.0
Total 25 100.0 100.0

Usia Kelompok Kontrol


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
15 13 52.0 52.0 52.0
Valid 16 12 48.0 48.0 100.0
Total 25 100.0 100.0

Menarche Kelompok Kontrol


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
11 4 16.0 16.0 16.0
12 9 36.0 36.0 52.0
Valid 13 10 40.0 40.0 92.0
14 2 8.0 8.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Tabel 2
Uji Normalitas
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KelompokEksperimen .137 25 .200* .943 25 .172
Pretest
KelompokKontrol .210 25 .006 .890 25 .011
KelompokEksperimen .172 25 .053 .880 25 .007
Postest
KelompokKontrol .137 25 .200* .953 25 .292
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 3
Intensitas Dismenore Pre-Post (Min-Max)
Statistics
Intensitas Nyeri Intensitas Nyeri Intensitas Nyeri Intensitas Nyeri
Pre Eksperimen Post Eksperimen Pre Kontrol Post Control
Valid 25 25 25 25
N
Missing 0 0 0 0
Mean 4.20 1.52 3.04 3.08
Std. Deviation 2.062 1.327 1.695 1.706
Minimum 1 0 1 0
Maximum 8 4 7 6

Tabel 4
Uji Wilcoxon & Mann Whitneey
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 25a 13.00 325.00
Intensitas Nyeri Post Positive Ranks 0b .00 .00
Eksperimen - Intensitas Nyeri c
Pre Eksperimen Ties 0
Total 25
a. Intensitas Nyeri Post Eksperimen < Intensitas Nyeri Pre Eksperimen
b. Intensitas Nyeri Post Eksperimen > Intensitas Nyeri Pre Eksperimen
c. Intensitas Nyeri Post Eksperimen = Intensitas Nyeri Pre Eksperimen
Test Statisticsa
Intensitas Nyeri
Post Eksperimen
- Intensitas
Nyeri Pre
Eksperimen
Z -4.411b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 6a 6.00 36.00
Intensitas Nyeri Post Control Positive Ranks 6 b
7.00 42.00
- Intensitas Nyeri Pre c
Kontrol Ties 13
Total 25
a. Intensitas Nyeri Post Control < Intensitas Nyeri Pre Kontrol
b. Intensitas Nyeri Post Control > Intensitas Nyeri Pre Kontrol
c. Intensitas Nyeri Post Control = Intensitas Nyeri Pre Kontrol

Test Statisticsa
Intensitas Nyeri
Post Control -
Intensitas Nyeri
Pre Kontrol
Z -.258b
Asymp. Sig. (2-tailed) .796
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
KelompokEksperimen 25 29.66 741.50
Pretest KelompokKontrol 25 21.34 533.50
Total 50
KelompokEksperimen 25 19.00 475.00
Postest KelompokKontrol 25 32.00 800.00
Total 50

Test Statisticsa
Pretest Postest
Mann-Whitney U 208.500 150.000
Wilcoxon W 533.500 475.000
Z -2.051 -3.207
Asymp. Sig. (2-tailed) .040 .001
a. Grouping Variable: Kelompok
Lampiran 2 Master Data SPSS

Master Data SPSS


Data Karakteristik

Usia Menarche Usia Menarche


Kel.Intervensi Intervensi kel.kontrol kel.kontrol
16 13 16 14
16 13 15 11
16 13 16 13
16 13 16 12
15 12 16 11
16 12 15 13
15 12 15 12
16 12 15 12
16 12 16 13
15 12 16 11
15 12 15 12
16 13 15 12
16 12 15 11
16 13 16 13
16 12 15 12
15 13 15 13
15 11 15 13
16 11 16 14
15 11 16 13
16 13 16 12
16 13 15 12
16 13 15 13
15 11 16 13
16 12 15 13
16 13 16 12
Data MinMax
Pre_Intervensi Post_Intervensi Pre_Kontrol Post_Kontrol
3 1 1 0
5 2 4 4
6 1 7 6
1 0 4 5
4 1 6 5
5 2 1 3
1 0 2 2
2 1 2 2
4 2 2 3
2 0 4 5
7 4 2 3
5 2 3 2
5 2 1 0
8 4 1 1
6 4 2 2
4 0 4 3
6 3 2 2
4 1 3 3
6 2 2 2
6 3 1 1
7 2 4 4
2 0 4 4
3 1 4 5
2 0 4 4
1 0 6 6

Uji Normalitas
Pretest Posttest Kelompok
3 1 1
5 2 1
6 1 1
1 0 1
4 1 1
5 2 1
1 0 1
2 1 1
4 2 1
2 0 1
7 4 1
5 2 1
5 2 1
8 4 1
6 4 1
4 0 1
6 3 1
4 1 1
6 2 1
6 3 1
7 2 1
2 0 1
3 1 1
2 0 1
1 0 1
1 0 2
4 4 2
7 6 2
4 5 2
6 5 2
1 3 2
2 2 2
2 2 2
2 3 2
4 5 2
2 3 2
3 2 2
1 0 2
1 1 2
2 2 2
4 3 2
2 2 2
3 3 2
2 2 2
1 1 2
4 4 2
4 4 2
4 5 2
4 4 2
6 6 2
Lampiran 3 Lembar Hasil Observasi

Lembar Hasil Observasi


Abdominal Stretching Exercise
SMA Hutama Bekasi Tahun 2019

1. Kelompok Intervensi

No Post-
Pre-Eks Keterangan Keterangan
Rspd Eks
1 3 Nyeri Ringan 1 Nyeri Ringan
2 5 Nyeri Sedang 2 Nyeri Ringan
3 6 Nyeri Sedang 1 Nyeri Ringan
4 1 Nyeri Ringan 0 Tidak Nyeri
5 4 Nyeri Sedang 1 Nyeri Ringan
6 5 Nyeri Sedang 2 Nyeri Ringan
7 1 Nyeri Ringan 0 Tidak Nyeri
8 2 Nyeri Ringan 1 Nyeri Ringan
9 4 Nyeri Sedang 2 Nyeri Ringan
10 2 Nyeri Ringan 0 Tidak Nyeri
11 7 Nyeri Berat 4 Nyeri Sedang
12 5 Nyeri Sedang 2 Nyeri Ringan
13 5 Nyeri Sedang 2 Nyeri Ringan
14 8 Nyeri Berat 4 Nyeri Sedang
15 6 Nyeri Sedang 4 Nyeri Sedang
16 4 Nyeri Sedang 0 Tidak Nyeri
17 6 Nyeri Sedang 3 Nyeri Ringan
18 4 Nyeri Sedang 1 Nyeri Ringan
19 6 Nyeri Sedang 2 Nyeri Ringan
20 6 Nyeri Sedang 3 Nyeri Ringan
21 7 Nyeri Berat 2 Nyeri Ringan
22 2 Nyeri Ringan 0 Tidak Nyeri
23 3 Nyeri Ringan 1 Nyeri Ringan
24 2 Nyeri Ringan 0 Tidak Nyeri
25 1 Nyeri Ringan 0 Tidak Nyeri
2. Kelompok Kontrol

No Post-
Pre-Eks Keterangan Keterangan
Rspd Eks
1 1 Nyeri Ringan 0 Tidak Nyeri
2 4 Nyeri Sedang 4 Nyeri Sedang
3 7 Nyeri Berat 6 Nyeri Sedang
4 4 Nyeri Sedang 5 Nyeri Sedang
5 6 Nyeri Sedang 5 Nyeri Sedang
6 1 Nyeri Ringan 3 Nyeri Ringan
7 2 Nyeri Ringan 2 Nyeri Ringan
8 2 Nyeri Ringan 2 Nyeri Ringan
9 2 Nyeri Ringan 3 Nyeri Ringan
10 4 Nyeri Sedang 5 Nyeri Sedang
11 2 Nyeri Ringan 3 Nyeri Ringan
12 3 Nyeri Ringan 2 Nyeri Ringan
13 1 Nyeri Ringan 0 Tidak Nyeri
14 1 Nyeri Ringan 1 Nyeri Ringan
15 2 Nyeri Ringan 2 Nyeri Ringan
16 4 Nyeri Sedang 3 Nyeri Ringan
17 2 Nyeri Ringan 2 Nyeri Ringan
18 3 Nyeri Ringan 3 Nyeri Ringan
19 2 Nyeri Ringan 2 Nyeri Ringan
20 1 Nyeri Ringan 1 Nyeri Ringan
21 4 Nyeri Sedang 4 Nyeri Sedang
22 4 Nyeri Sedang 4 Nyeri Sedang
23 4 Nyeri Sedang 5 Nyeri Sedang
24 4 Nyeri Sedang 4 Nyeri Sedang
25 6 Nyeri Sedang 6 Nyeri Sedang

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE
Sumber : (Alter, 2008)
Pengertian  latihan peregangan dalam memelihara dan
mengembangkan fleksibilitas atau kelenturan
daerah perut untuk mengurangi intensitas nyeri
haid (dismenore).
 Latihan Abdominal Stretching, dilakukan selama
10-15 menit
Manfaat Latihan 1. Meningkatkan fisik seseorang.
Abdominal Stretching 2. Mengoptimalkan daya tangkap, latihan dan
penampilan pada berbagai bentuk gerakan yang
terlatih.
3. Meningkatkan mental dan relaksasi fisik.
4. Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh.
5. Mengurangi resiko keseleo sendi dan cedera otot
(kram).
6. Mengurangi resiko cedera punggung.
7. Mengurangi rasa nyeri otot dan ketegangan otot.
8. Mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi
(dismenore) bagi wanita.
Persiapan Alat 1. Bola
2. Matras
Prosedur 1. Cat Stretch
Posisi awal : tangan dan lutut di lantai.
a. Punggung dilengkungkan, perut di gerakkan ke arah
lantai senyaman mungkin. Tegakkan dagu dan
mata melihat lantai. Tahan selama 10 detik sambil
dihitung dengan bersama, lalu rilaks.

b. Kemudian punggung digerakkan ke atas dan


kepala menunduk ke lantai. Tahan selama 10 detik
sambil dihitung dengan bersama, lalu rilaks.
c. Duduk di atas tumit, rentangkan lengan ke depan
sejauh mungkin. Tahan selama 20 detik sambil
dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

Keterangan : Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.


2. Lower Trunk Rotation
Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk,
kaki di lantai, kedua lengan dibentangkan keluar.
a. Putar perlahan lutut ke kanan sedekat mungkin
dengan lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai.
Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan
bersuara.

b. Putar perlahan kembali lutut ke kiri sedekat


mungkin dengan lantai. Pertahankan bahu tetap di
lantai. Tahan selama 20 detik sambil dihitung
dengan suara, kemudian kembali ke posisi awal.

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 3 kali


3. Buttock / Hip Stretch
Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk.
a. Letakkan bagian luar pergelangan kaki kanan
pada paha kiri diatas lutut.
b. Pegang bagian belakang paha dan tarik ke arah
dada senyaman mungkin. Tahan selama 20 detik
sambil dihitung dengan bersuara, kemudian
kembali ke posisi awal dan relaks.

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.


4. Abdominal Strengthening : Curl Up
Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk,
kaki di lantai, tangan di bawah kepala.
a. Lengkungkan punggung dari lantai dan dorong
ke arah langit – langit. Tahan selama 20 detik
sambil dihitung dengan bersuara.

b. Ratakan punggung sejajar lantai dengan


mengencangkan otot – otot perut dan bokong.
c. Lengkungkan sebagian tubuh bagian atas ke
arah lutut, tahan selama 20 detik.
Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.
5. Lower Abdominal Strengthening
Posisi awal:berbaring terlentang, lutut ditekuk,
lengan dibentangkan sebagian keluar.
a. Letakkan bola antara tumit dan bokong.
Ratakan punggung bawah ke lantai dengan
mengencangkan otot – otot perut dan bokong

a. Perlahan tarik kedua lutut ke arah dada sambil


menarik tumit dan bola, kencangkan otot
bokong. Jangan melengkungkan punggung.

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 15 kali.


6. The Bridge Position
Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk,
kaki dan siku di lantai, lengan dibentangkan
sebagian keluar.
a. Ratakan punggung di lantai dengan
mengencangkan otot – otot perut dan bokong.
b. Angkat pinggul dan punggung bawah untuk
membentuk garis lurus dari lutut ke dada. Tahan
selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara,
kemudian perlahan kembali ke posisi awal dan
relaks.

Keterangan :Latihan dilakukan sebanyak 3 kali

Anda mungkin juga menyukai