Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi di era globalisasi saat ini sangat berkembang

pesat. Sarana teknologi komunikasi dan informasi saat ini sangat dibutukan

bagi masyarakat. Penggunaan smartphone sudah menjadi kebutuhan utama

masyarakat termasuk anak-anak (Marsal, 2017). Dapat dikatakan bahwa

smartphone ini bukan hanya berpengaruh pada orang dewasa yang

pengunaannya untuk kepentingan pekerjaan tetapi juga berpengaruh pada

anak-anak yang hanya digunakan untuk hiburan.

Pengguna smartphone didunia tiap tahunnya semakin meningkat.

Dilihat dari data statistika baru yang dirilis oleh Global Sistem for Mobile

Communication Assosiation (GSMA) Inteleligence dan Statista, menyatakan

bahwa dari 7,5 miliar penduduk di dunia, saat ini ada sekitar 5 miliar penduduk

di dunia yang menggunakan smarphone pada tahun 2018 artinya ada tiga

perempat populasi penduduk dunia yang menggunakan smartphone. Pengguna

smartphone kira-kira bertambah 1% setiap 3 bulan per tahunnya (Statista,

2018). Pengguna smartphone pada anak dibawah delapan tahun didunia sudah

mencapai 72% pada tahun 2017. Angka ini meningkat dua kali lipat

dibandingkan pada tahun 2011 yang masih berada di angka 38% (Setianingsih,

2018). Jadi, pengguna smartphone didunia sudah mencapai lebih dari setengah

bahkan pengguna smartphone pada anak-anak sudah mencapai angka yang

sangat tinggi.

1
Di Indonesia, berdasarkan survey Lembaga Riset Digital Marketing

Emarketer, pada tahun 2018 diperkirakan jumlah pengguna smartphone yang

aktif di Indonesia mencapai lebih dari 100 orang. Indonesia juga termasuk

dalam 4 besar pengguna smartphone aktif di dunia setelah China, India, dan

Amerika. Bila dilihat dari survey yang dilakukan oleh Kementerian Informasi

dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 2014 menyatakan

bahwa pengguna smartphone yang paling tinggi sekitar 79,5% merupakan

kategori usia anak-anak dibandingkan dengan pengguna smartphone kategori

usia dewasa (Mujahid, 2018). Dapat dilihat juga bahwa penguna smartphone

di Indonesia sangat besar dan hampir separuh pengguna aktif smartphone

adalah anak-anak.

Di Sulawesi Utara sendiri, berdasarkan survei yang dilakukan oleh

Badan Pusat Statistika yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa

Internet Indonesia (APJII) menyatakan bahwa pengguna Internet dan

Smartphone di Sulawesi Utara pada tahun 2014 hampir mencapai 100% yang

biasanya pengguna menggunakannya untuk melakukan aktivitas bisnis

(Ismanto, 2015). Sedangkan di SD Negeri II Kawangkoan , dilihat dari hasil

observai sebanyak 40 anak hampir 95% anak-anak mengunakan smartphone

dengan alasan lebih senang bermain smartphone karena banyak hal yang

disediakan seperti permainan, youtube, dan aplikasi-aplikasi yang menarik

serta beberapa orang tua yang mendukung anak menggunakan bahkan

membelikan anak smartphone. Dapat dikatakan bahwa smartphone sudah

menjadi salah satu kebutuhan bagi banyak orang bukan hanya orang dewasa

tapi juga pada anak-anak. Disisi lain hal inilah yang membuat anak-anak

2
mempunyai perkembangan sosial yang kurang baik. Semakin sering anak

bermain smartphone maka perkembangan sosialnya juga akan kurang baik.

Ponsel pintar atau smartphone mempunyai banyak keunggulan dan

manfaat yang didapatkan dari penggunaan smartphone yang dirasakan baik

orang dewasa maupun anak-anak, dimana dapat mempermudah orang dalam

berkomunikasi bahkan dalam jarak yang jauh sekaligus, membantu

mempermudah suatu pekerjaan, lebih mudah mencari informasi dan ilmu

pengetahuan, sebagai lahan berbisnis, memiliki banyak aplikasi dan konten

yang menarik, dan masih banyak lagi kegunaan dari smartphone apabila

digunakan dengan tepat. Namun apabila digunakan dengan cara yang tidak

tepat maka akan menimbulkan hal negatif seperti dapat menyebabkan

kerusakan mata, menurunnya kemampuan belajar pada anak, kurangnya

bersosial dengan lingkungan luar, dan masih banyak lagi dampak dari

penggunaan smartphone. Jadi dalam menggunakan smartphone sebaiknya

digunakan sebaik mungkin terlebih kepada anak-anak yang masih perlu

bimbimgan dari orang tua.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk

mengatasi penyalahgunaan teknologi informasi didalamnya smartphone

dengan cara pemerintah melakukan pendekatan teknologi yang dimana dalam

hal ini pemerintah melindungi anak-anak dan remaja dengan memblokir

konten-konten negatif, dan membuat aplikasi yang baik bagi anak-anak.

Pemerintah juga sudah berkolaburasi dengan Sekolah-Sekolah yang ada mulai

dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas membuat peraturan

melarang para siswa untuk menggunakan dan membawa di lingkungan sekolah

(Kominfo, 2016). Adapun upaya yang dilakukan salah satu produk sabun yang

3
membuat iklan kormesial yang mengajak para anak-anak untuk lebih sering

bermain di luar rumah dengan teman-teman serta berksplorasi dengan alam

sekitar, serta para orang tua memberikan dorongan kepada anak untuk lebih

sering bermain dan berinteraksi di luar rumah.

Penggunaan smartphone di kalangan anak-anak yang dimana mereka

mengakses situs-situs dan mengunduh aplikasi-aplikasi yang dapat menghibur

dan dapat dimainkan. Banyak anak-anak yang lebih asik dengan smartphone

mereka daripada berinteraki dengan dunia luar karena mereka lebih

mengganggap smarphone lebih seru dibandingkan untuk berkumpul main

bersama dengan teman-teman mereka. Hal inilah yang perlu diwaspadai oleh

para orang tua agar orang tua lebih bijak dalam memberikan dan menggunakan

smartphone untuk anak-anak karena banyak dampak buruk yang dapat dalami

oleh anak-anak salah satunya masalh dalam perkembangan sosial anak. Karena

hal inilah peneliti tertarik meneliti masalah pengaruh smartphone terhadap

perkembangan sosial pada anak.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Diketahui hubungan penggunaan smartphone dengan tingkat

perkembagan sosial pada anak usia 6-7 tahun di SD Negeri II

Kawangkoan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Diketahui gambaran penggunaan smartphone pada anak usia 6-

7 tahun di SD Negeri II Kawangkoan.

4
1.2.2.2 Diketahui gambaran perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun

di SD Negeri II Kawangkoan

1.2.2.3 Diketahui hubungan penggunaan smartphone dengan

perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun di SD Negeri II

Kawangkoan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Apakah ada hubungan yang signifikan antara penggunaan smartphone

dengan perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun di SD Negeri II Kawangkoan

1.4 Ringkasan BAB

Pada Bab I akan menjelaskan tentang latar belakang masalah hubungan

penggunaan smartphone dengan perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun.

Selain itu juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, tujuan penelitian,

serta sistematika penulisan dalam penulisan tugas akhir. Pada Bab II akan

menjelaskan mengenai definisi serta penggunaan smartphone, teori tentang

perkembangan sosial, dan di dalam bab ini juga berisi tentang jurnal atau

penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan serta membahas teori

aplikasi teori keperawatan yang digunakan oleh peneliti.

Pada Bab III menjelaskan tentang kerangka teori, hipotesis, serta

definisi operasional. Dan pada Bab IV akan menjelaskan tentang metode

penelitian yang digunakan peneliti dimana terdiri dari kelurahanin penelitian,

lokasi penelitian, waktu penelitian, populasi sampel, instrument penelitian,

pengumpulan data dan analisa data serta etika penelitian. Pada Bab V

5
menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti di SD

Negeri II Kawangkoan.

Kemudian pada bab VI tentang pembahasan dari hasil penelitian

dimana dikaitkan dengan hasil penelitian dari peneliti sebelumnya dan

dikaitkan juga pada teori keperawatan. Dan pada bab VII menjelaskan tentang

kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti serta saran-saran

peneliti.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka terdiri dari teori-teori

independen dan dependen yang diteliti, penelitian terkait dan teori keperawatan.

2.1 Konsep Smartphone

Smartphone atau ponsel pintar merupakan telepon seluler dengan

mirkroprosesor, memori, layar dan modem bawaan. Smartphone merupakan

ponsel multi fungsi maupun ponsek multu media yang dimana smartphone ini

sendiri merupakan gabungan dari fungsionalitas PC dan headset sehingga

menghasilkan smartpgone yang canggih, yang dimana terdapat beberapa fitur

yang canggih seperti pesan teks online, kamera, pemutar music atau video,

game online, akses email, fitur GPS, bahkan bisa juga berfungsi sebagai kartu

kredit (Mujahid, 2018).

Adanya smartphone yang merupakan wujud dari kemajuan teknologi

informasi dan komunikasi bisa membuat siapa pun yang menggunakannya

merasa lebih maju dari sebelum mengenal akan smartphone. Karena dengan

hadirnya smartphone dapat mempermudah aktifitas kehidupan siapun pun

yang menggunakannya dan memiliki pengaruh yang besar bagi yang

menggunakannya. Smartphone juga dapat mempengaruhi perilaku sosial

seseorang tergantung dari bagaimana para pengguna memanfaatkannya dengan

sebaik mungkin, maka smartphone dapat sangat membantu seseorang dalam

segala hal. Namun, banyak juga orang yang menyalahgunakan smartphone,

yang mana fungsi dari smartphone yang sebetulnya berguna untuk

7
mempermudah komunikasi dan sosial seseorang namun nyatanya penggunaan

smartphone ini sendiri hanya akan memperburuknya. (Pratiwi, 2015)

Smartphone yang merupakan teknologi yang canggih yang berisikan

aplikasi dan program-program yang menyenangkan yang sangat menarik dan

meyedot perhatian anak-anak untuk lebih baik berjam-jam menggunakan dan

bermain smartphone. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rideout,

mendapatkan hasil bahwa terdapat anak-anak usia 2-4 tahun menghabiskan

waktu untuk bermain smartphone selama 1 jam 58 menit perhari dan anak-

anak usia sekolah yaitu usia 6-7 tahun yang menghabiskan waktu unutk

bermain smartphone selama 2 jam 21 menit setiap harinya (Rideout, 2013).

Penelitian ini sangat berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Starburger, yang menyatakan bahwa anak-anak hanya boleh menggunakan

smartphone harus kurang lebih dari 1 jam perharinya dengan dampingan dari

orang tua (Starsburger, 2013).

Manusia biasanya memiliki waktu efektif sebanyak 960 menit per

harinya, dan apabila orang dewasa kecanduan dengan smartphone mereka

biasanya orang dewasa melihat smartphone mereka setiap 5 menit sekali.

Begitu pula dengan anak-anak yang kecanduan dengan smartphone tidak jauh

berbeda dengan orang dewasa yang kecanduan akan smartphone. Hal ini butuh

ketegasan dan peran serta dari orang tua dalam mendidik anak-anak dalam

penggunaan smartphone. Ada beberapa tanda yang biasanya terlihat pada anak

yang sudah kecanduan smartphone, antara lain marah saat diminta unutuk

berhenti, tidak merespon apabila di panggil oleh orang tua ataupun orang

disekitarnya saat sedang bermain smartphone, dan apabila anak tersebut sudah

bersekolah biasanya nilai akademik mereka akan menurun (Santoso, 2016)

8
Intensitas penggunaan smartphone pada anak dapat dilihat dari

seberapa seringnya anak tersebut menggunakan smartphone setiap harinya.

Intensitas penggunaan smartphone yang berlebihan pada anak setiap hariya

dapat berpengaruh pada kehidupan anak yang akan cenderung hanya akan

memperdulikan smartphonenya daripada daripada bermain di luar rumah.

Menurut Ferliana, anak yang berusia 5 tahun bisa saja diberikan smartphone,

namun durasi penggunaan smartphone kurang lebih hanya setengah jam per

harinya itu dilakukan pada waktu senggang anak, misalnya pada hari sabtu atau

hari minggu, untuk selebihnya anak harus tetap berinteraksi dengan lingkungan

sekitar seperti bermain dengan anak-anak yang lainnya.

Anak-anak yang mengunakan smartphone dengan durasi lebih dari 2

jam perharinya dan berkelanjutan setiap harinya dapat mempengaruhi

perkembangan anak, misalnya anak yang terlalu sering main smartphone dan

telah kecanduan mereka lebih mementingkan bermain smartphone daripada

bermain di luar dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya atau dengan

orang-orang disekitarnya bahkan orangtua mereka sendiri (Ferliana, 2016).

Apabila kita ingin melihat apakah anak-anak sudah mulai kecanduan

smartphone dapat dilihat dengan intensitas anak menggunakan smartphone.

Pemakaian smartphone dengan intensitas tinggi biasanya anak

menggunakan smartphone dengan durasi lebih dari 120 menit setiap harinya

dan biasanya untuk sekali pakai biasanya mneghabiskan waktu lebih dari 75

menit sekali pakai. Selain itu, biasanya dalam sehari anak bisa sampai lebih

dari 3 kali menggunakan smartphone dengan durasi yang lama dan hal ini dapat

menimbulkan kecanduan pada anak tersebut. Kemudian, pemakaian

smartphone dengan intensitas yang sedang biasanya anak menggunakan

9
smartphone dengan jangka waktu 40-60 menit per harinya dan biasanya

menggunakan 2-3 kali per hari disetiap penggunaan. Dan intensitas yang

rendah yang dimana kategori ini termasuk baik untuk anak yaitu < 30 menit

per hari dan hanya digunakan pada hari tertentu atau pada waktu luang saja

dengan batas pemakaian 2 kali per hari. (Sari, 2016)

Penggunaan smartphone pada anak-anak harus memiliki batasan

tertentu untuk menghindari anak akan kecanduan dengan smartphone. Anak-

anak boleh saja menggunakan smartphone namun perlu bantuan dari para

orang tua agar mengatur waktu yang tepat untuk anak-anak menggunakan

smartphone agar anak-anak tidak akan mengalami kecanduan. Karena

penggunaan smartphone dengan jangka waktu yang lama akan mengikabatkan

dampak yang buruk bagi anak-anak.

Banyak hal positif yang dapat kita dapatkan dari smartphone, baik itu

orang dewasa maupun anak-anak. Dampak positif dari penggunaan

smartphone dapat timbul tergantung bagaimana memanfaatkannya. Adapun

beberapa dampak positif dari penggunaan smartphone untuk anak-anak yaitu

menjadikan sebagai media pembelajaran yang menarik untuk anak-anak

dengan aplikasi-aplikasi pembelajaran yang disediakan, dapat meningkatkan

logika anak lewat permainan yang interaktif dan edukatif, meningkatkan rasa

percaya diri anak lewat permainan edukatif yang dimenangkan yang dapat

membuat anak termotivasi, dan mengembangkan kemampuan membaca,

berhitung, dan memecahkan sebuah masalah lewat aplikasi pembelajaran yang

disediakan smartphone. Hal-hal positif ini bisa terjadi pada anak asalkan orang

tua bisa memberikan pengawasan, dan arahan kepada anak (Iswidharmanjaya,

2014).

10
Selain juga dampak positif yang didapatkan dari smartphone,

smartphone juga memiliki dampak negatif bagi orang dewasa terlebih anak-

anak. Adapun dampak-dampak negatif dari smartphone antara lain:

Menganggu pertumbuhan otak pada anak, stimulasi yang berlebih dari

smartphone pada otak anak yang sedang berkembang dapat menyebabkan

keterlambatan kognitif, gangguan dalam proses belajar, serta menurunnya

kemampuan anak untuk mandiri. Tumbuh kembang yang lambat, bahaya dari

penggunaan smartphone pada anak juga akan membatasi gerak fisik anak

tersebut sehingga tumbuh kembang fisik anak menjadi terganggu. Kelainan

mental, dimana anak yang yang menggunakan smartphone beresiko menjadi

depresi, gangguan kecemasan, kurang atensi, psikosi dan kelainan lainnya.

Hal negatif smartphone lainnya yaitu: Gangguan kerusakan pada mata

apabila anak menggunakan smartphone dengan durasi waktu yang sangat

lama. Kecanduan akan penggunaan smartphone. Terkena Radiasi, anak lebih

rentan terkena radiasi smartphone dibandingkan orang dewasa, radiasi

smartphone ini dapat menyebabkan tumor otak pada anak, fungsi otak dan

saraf pusat terganggu, kerusakan DNA, kanker kelenjar ludah, dan kanker

kelenjar getah bening. Dampak negatif yang sering di jumpai pada anak-anak

yaitu Perkembangan sosial yang kurang, dimana anak lebih focus untuk

bermain smartphone daripada bersosialisasi dengan lingkungan luar, bermain

bersama teman-teman seusianya (JurnalWeb, 2016)

Faktor-faktor yang mempengaruhi seorang anak menggunakan

smartphone antara lain smartphone menampilkan fitur-fitur yang menarik

anak-anak, kecanggihan dari smartphone yang dapat memudahkan semua

kebutuhan anak dalam bermain game, keterjangkauan harga smartphone,

11
faktor lingkungan yang dimana adanya penekanan dari lingkungan sekitar yang

membuat anak ingin menggunakan smartphone, faktor budaya dimana anak-

anak saat ini mengikuti trend yang ada, faktor sosial serta faktor pribadi dari

anak tersebut (Kotler, 2011)

2.2 Perkembangan Sosial

Perkembangan merupakan sebuah perubahan yang terjadi secara bertahap,

yang dimulai dengan tingkan yang terendah hingga tingkat yang tertinggi dan

melaui suatu proses pembelajaran (Whaley, 2010). Perkembangan biasanya

identic dengan perubahan yang biasanya secara kualitas yang dimaksud disini

yaitu suatu peningkatan indivudu untuk mencapai sesuatu melalui proses, dan

pematangan sera pembelajaran. Proses perkembagan akan terjadi secara terus

menerus yang saling berkaitan antara satu dan komponen yang lain. Jadi,

apabila anak tumbuh lebih besar maka kepribadian anak secara tidak langsung

akan menjadi lebih matang.

Perkembangan sosial merupakan suatu kematangan perkembangan

seseorang dalam bersosialisasi. Hal ini dapat diartikan sebagai suatu proses

pembelajaran untuk dapat menyesuaikan diri terhadap kehidupan dan norma

berkelompok, moral, tradisi serta berbaur untuk saling bekerja sama.

Perkembangan sosial merupakan suatu kondisi yang dimana seseorang

mempunyai kemampuan dalam berperilaku sosial sesuai dengan tuntutan yang

ada. Terdapat juga beberapa proses yang harus dilakukan untuk menjadi orang

yang mampu untuk bersosialisasi dengan baik, yaitu berperilaku yang dapat

diterima, serta mengembangkan sifat sosial (Hurlock, 2011).

12
Perkembangan sosial pada anak dapat diartikan sebagai perkembangan

tingkah laku anak untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat serta aturan-

aturan yang ada. Perkembangan sosial anak dapat diperoleh dalam proses

pembelajaran serta mampu menyesuaikan diri dengan orang, baik itu keluarga,

teman-teman, guru disekolah, bahkan orang-orang yang berada di sekitar anak-

anak.

Ada beberapa tingkatan perkembangan sosial anak. Tingkat I dimulai pada

usia 3 tahun, dimana anak sudah mulai menunjukkan reaksi bai kepada orang-

orang di sekitarnya seperti tertawa saat melihat orang lain. Pada tingkat II anak

sudah mampu mengekspresikan rasa senang maupun sedih yang dirasakan

yang dapat dilihat dari wajah anak, dan akan di lakukan anak tersebut secara

berulang-ulang. Seperti anak tersebut berebutan barang atau permainan dengan

teman sebayanya. Biasanya hal ini terjadi sekitaran anak berusia kurang lebih

2 tahun keatas.

Dalam tingkat III anak sudah mulai menunjukan rasa simpati atau rasa

setuju kepada atau rasa tidak setuju kepada orang yang sudah dikenal maupun

tidak dikenal. Dan biasanya hal ini terjadi pada anak yang sudah lebih dari usia

2 tahun. Pada tingkat IV apabila anak sudah berusia 3 tahun, biasanya anak

sudah mulai menyadari akan pergaulannya dengan anggota keluarga, biasanya

anak sudah ingin ikut campur dengan urusan keluarga. Danpada usia 4 tahun,

anak akan lebih senag bergaul dengan teman-teman sebaya usia anak tersebut.

Dan yang terakhir pada usia 6-7 tahun biasanya anak sudah mulai memsuki

umur sekolah, jadi anak sudah lebih bisa diajak bermain oleh anak-anak lain di

dalam sebuah kelompok. Dan aank sudah mulai memilih teman bermainnya

sendiri, bai itu teman sebayanya atau pun para tetangga (Ahmadi, 2005).

13
Pada usia anak-anak, mereka akan mulai bersosialisasi dengan orang-

orang disekitarnya seperti orang tua, keluarga-keluarga, teman-teman sebaya,

dan orang-orang di sekitar anak-anak. Ada beberapa bentuk perkembangan

sosial yang dimiliki anak menurut Susanto (2010). Pertama pembangkangan,

tingkah seperti ini biasanya merupakan sebuah reaksi dari tuntutan atau

kedisplinan yang dilakukan oleh orang tua atau lingkungan sekitar seperti

sekolah yang biasanya tidak sesuai dengan kemauan anak tersebut.

Kedua agresi, hal ini merupakan sebuah reaksi anak terhadap keadaan

frustasi yang dimana anak akan menyerang secara verbal maupun non-verbal

dikarenakan rasa kecewa atas sesuatu keinginan yang tidak terpenuhi. Ketiga

berselisih atau bertengkar, biasanya ini terjadi apabila anak merasa tersinggung

atau terganggu dengan sikap atau tingkah laku orang lain terhadap anak.

Keempat persaingan. Suatu keinginan anak yang ingin lebih dari orang lain dan

merasa sangat tersaingi apabila melihat orang lain memiliki sesuatu yang lebih

dari anak tersebut.

Kelima kerja sama, hal ini merupakan sikap dimana anak dapat berbaur

dan melakukan tugas atau pekerjaan secara bersama-sama. Dan yang keenam

simpati, sikap emosional anak yang bisa memberikan perhatian kepada orang

lain, mau mendekati dan bekerja sama dengan sangat baik dengan orang lain

(Susanto, 2010).

Ada juga beberapa bentuk nyata perkembangan sosial anak menurut Piaget

(2010). Usia 4 tahun, pada usia ini biasan anak akan mengalami perkembangan

sosial seperti merasa antusias terhadap suatu hal dan kegiatan, lebih senang

bersama atau bekerja dengan 2 atau 3 teman yang dianggap sudah menjadi

teman dekat, suka mengunakan pakaian orang tua, sudah mampu membereskan

14
permainan sendiri tanpa disuruh orang tua, selalu bersikap menarik perhatian

orang. Pada usia 5 tahun, pada usia ini perkembangan sosial yang dilakukan

anak yaitu merasa bosan apabila terlalu lama berada dalam rumah, ingin sekali

untuk di suruh dan suka menuruti perintah, merasa senang apabila ke sekolah,

terkadang malu dan sukar untuk berbicara banyak, biasanya bermain dengan

2-5 orang dalam suatu kelompok.

Pada usia 6-8 tahun, dalam usia ini perkembangan sosial anak yaitu sudah

mulai bisa lepas dari ibu atau orang tua, sangat mementingkan diri sendiri,

memiliki rasa antusias yang tinggi, sudah mulai menjadi penggangu di kelas

atau pembuat keributan, menyukai permainan atau barang yang tidak sengaja

di temukan yang dirasa menarik untuk dibawah pulang (Piaget, 2010).

Salah satu kebiasaan anak yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial

anak yaitu dengan anak bermain smartphone. Ada pun beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak seperti adanya kesempatan

untuk bergaul dengan orang lain atau orang-orang disekitarnya, adanya

motivasi dan keinginan unutk bergaul, adanya suatu bimbingan dan

pengarahan dari orang lain yang biasanya menjadi contoh bagi anak tersebut,

adanya kemampuan berkomunikasi dengan baik yang dimiliki anak (Dini,

2010).

Adapun beberapa faktor yang menghambat perkembangan sosial anak

menurut Khairani (2013) seperti Tingkah Laku Agresif, anak mempunyai

tingkah laku agresif dari anak berusia 2 tahun sampai anak berusia 4 tahun.

Mempunyai Daya Saing Yang Kurang, dimana tempat anak bersosial masih

kurang dan hanya terbatas dirumah atau disekolah saja. Pemalu, anak biasanya

menjadi pemalu pada orang-orang yang biasanya sudah dikenal sebelumnya.

15
Menjadi Anak Manja, memanjakan anak adalah salah satu tingkah dari orang

tua yang selalu mengalah pada anaknnya, selalu menuruti permintaan anaknya.

Sikap Berkuasa, perilaku ini biasanaya muncul pada usia 3 tahun dan akan

makin berkembang seiring berjalannya waktu. Sikap Merusak, anak akan

menjadi sangat pemarah apabila ada sesuatu hal yang membuat anak marah

dan biasanya anka akan melakukan pemberontakan dan biasanya merusak

benda-benda.

2.3 Perkembangan Sosial Anak Usia 6-7 Tahun

Perkembangan sosial anak merupakan sebuah proses interaksi antara

seseorang dengan yang lain. Perkembangan sosial anak dapat dilihat dari

tingkatan kemampuannya dalam berhubungan dengan orang lain dan menjadi

masyarakat yang produktif (Rohayati, 2016). Perkembangan sosial merupakan

dasar perkembangan kepribadian individu kelak dan berhubungan positif

dengan aspek-aspek lainnya (Soetjiningsih, 2012). Berdasarkan data diatas

dapat disumpulkan bahwa perkembangan sosial anak merupakan dasar

perkembangan kepribadian anak yang dilihat dari tingkatan kemampuaanya.

Kemampuan sosial diperlukan anak agar dapat diterima

dilingkungannya. Kemapuan ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan

diri, berkomunikasi, bekerjasama, dan berbagi. Sebagai makhluk sosial,

seorang anak tidak terlepas dari lingkungannya. Interaksi dengan teman

sebaya, keluarga, dan juga media menjadi porsi yang harus dilewati oleh

seorang ank. Secara teoritis, perkembangan anak tidak hanya dipengaruhi oleh

aspek genetic tetapi lingkungan memiliki peran yang besar (Hartati, 2011).

16
Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia sekolah sampai

akhir masa sekolah ditandai dengan meluasnya lingkungan sekolah.

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan hubungan sosial,

dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaiakan diri tehadap

norma-norma kelompok, moral, tradisi. Perkembangan sosial anak sangat

dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbimngan orang tua terhadap anak

dalam mengenal berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma

kehidupan bermasyarakat. Dalam proses perkembangan ada ciri-ciri yang

melekat dan menyertai anak-anak tersebut.

Anak dengan usia 6-7 tahun dalam pencapaian kematangan dalam

hubungan sosial dapat juga dikatakan sebagai proses belajar unutk

menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral atau

agama. Perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun atau anak-anka yang duduk

di awal bangku sekolah dasar ditndai dengan adanya perluasan hubungan,

disamping dengan keluarga, anak tersebut juga mulai membentuk ikatan baru

dengan teman sebayanya atau teman sekelasnya, sehingga ruang gerak

hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia ini, anka mulai memiliki

kesangupan menyesuaikan diri sendir kepada sikap kooperatif atau bekerja

sama atau sosiosentris atau mau memperhatikan kepentingan orang lain.

Anak lebih berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan

bertambah kuat keinginnya untuk diterima menjadi anggota kelompok, anak

akan merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya. Dalam

proses belajar disekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat

dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberi tugas-tugas kelompok, baik yang

membutuhkan tenaga fisik seperti membersihkan kelas dan halamn sekolah

17
maupun tugas yang mebutuhkan pikiran seperti merencanakan kegiatan belajar

bersama.

Pada aspek ini perubahan yang terjadi pada anak-anak antara lain

semakin mandiri dan mulai menjauh dari orang tua atau keluarga, anak lebih

menekankan pada kebutuhan unutk berteman dan membentuk kelompok, anak

lebih mudah terpengaruh akan dunia-dunia luar dan hal-hal yang dapat

mempengaruhi anak, serta anak memiliki kebutuhan yang besar untuk disukai

dan diterima oleh teman sebayanya. Pada tahap ini anak-anak ingin memasuki

dunia yang lebih luas dalam hal pengetahuan, teknologi, dan pekerjaan

(Yuliastanti, 2013).

2.4 Teori Keperawatan Imogene King

Gambar 2.3.1

Kerangka Konsep Imogene King (Widyanto, 2014)

Teori keperawatan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu teori dari

Imogene M. King. Teori dari Imogene King berfokus pada Human Being

18
dengan prinsip Goal Attainment (Pencapaian Tujuan) yang berfokus pada

sistem interpersonal. Imogene King memahami model konsep dan teori

keperaatan menggnakan sistem terbuka dalam hubungan interaksi yang

digambarkan dengan tiga sistem yaitu sistem personal (individu), interpersonal

(interaksi antar sesama individu), dan sosial.

Sistem konseptual Imogene King dan teori pencapaian tujuan adalah

didasarkan pada sebuah asumsi keseluruhan bahwa focus keperawatan adalah

manusia yang berinterksi dengan lingkungannya yang mengarahkan ke

keadaan kesehatan bagi individu, yang mana merupakan sebuah kemampuan

untuk berfungsi dalam peran sosial. Imogene King menjelaskan mengenai

paradigm keperawatan yang meliputi manusia, keperawatan, lingkungan, dan

kesehatan. Menurut King sistem personal merupakan sistem terbuka dimana

terdapat persepsi, adanya pola tumbuh kembang, gambaran tubuh, ruang dan

waktu dari individu dan lingkungan.

Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antara perawat dan

klien serta hubungan sosial yang mengandung arti bahwa suatu interaksi

perawat dank lien menegakkan sistem sosial. Melalui dasar sistem tersebut,

maka Imogene King memandang manusia merupakan individu yang reaktif

yakni beraksi terhadap situai, orang dan objek. Manusia sebagai makhluk yang

berorientasi terhadap waktu tidak lepas dari masa lalu dan sekarang yang akan

mempengaruhi masa yang akan dating dan sebagai makhluk sosial manusia

akan hidup bersama orang lain yang kan berinteraksi satu dengan yang lain.

Konsep dari Imogene King terdiri dari tiga sistem yaitu yang pertama

Sistem Personal. Menurut Imogene King setiap individu adalah sistem

personal konsep yang relevan adalah persepsi (perception) yang meruapakan

19
suatu gambaran seseorang tentang objek , orang dan kejadian-kejadian. Diri

(self) adalaha bagian dalam diri seseorang yang berisi benda-benda dan orang

lain. Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) merupakan

suatu proses diseluruh kehidupan seseorang dimana dia bergerak dari potensial

untuk mencapai aktualisasi diri. Citra tubuh (body image) sebagai cara

bagaimana orang merasa tubuhnya dan reaksi-reaksi lain untuk penampilanya.

Ruang (space) adalah universal sebab semua orang punya konsep ruang,

personal atau subjektif, individual, situasional, dan ergantung dengan

hubungannya dengan situasi. Waktu (time) sebagai lama antara satu kejadian

dengan kejadian yang lain, merupakan pengalaman unik dari setiap orang.

Kedua, sistem interpersonal. Menurut Imogene King sistem

interpersonal terbentuk oleh interaksi antar manusia atau sesuatu. Konsep yang

relevan dengan sistem interpersonal adalah interaksi merupakan tingkah laku

yang dapat diobeservasiakn oleh dua atau lebih dalam suatu timbal balik.

Komunikasi sebagai suatu proses dimana informasi yang diberikan dari satu

orang ke orang yang lain baik langsung maupun tidak langsung. Transaksi

adalah kemampuan yang unik karena setiap individu mempunyai realitas

personal berdasarkan persepsi mereka. Peran melibatkan sesuatu yang timbal

balik dimana seseorang pada suatu saat sebagai pemberi dan disaat yang lain

sebagai penerima. Dan yang terakhir stress adalah suatu keadaan yang dinamis

dimanapun manusia berinteraksi dengan lingkungannya untuk memelihara

keseimbangan pertumbuhan, perkembangan.

Ketiga, sistem sosial. Imogene King mendefinisikan sistem sosial

sebagai sistem pembatas peran organisasi sosial, perilaku, dan praktik yang

dikembangkan untuk memelihara nilai-nilai dan mekanisme pengaturan antara

20
praktik-praktik dan aturan. Pertama organisasi, bercirikan struktur posisi yang

berurutan dan aktivitas yang berhubungan dengan pengaturan formal dan

informal. Otoritas, yaitu otoritas atau wewenang yang merupakan proses

transaksi yang timbal balik dimana latar belakang dan lain-lain. Kekuasaan,

yaitu universal, situasional, atau bukan sumbangan personal yang dibatasi oleh

sumber-sumber dalam suatu situasi, dinamis dan orientasi pada tujuan.

Pemmbuatan tujuan, bercirikan unutk mengatur setiap kehidupan dan

pekerjaan dan berorientasi pada tujuan. Terakhir adalah status, yang bercirikan

situasional, posisi ketergantungan, dan dapat diubah.

2.5 Aplikasi Teori

Aplikasi teori dari Imogene King digunakan dalam beberapa penelitian

yang lain. Penelitian yang menggunakan teori Imogene King seperti jurnal

Penelitian yang dilakukan oleh Erni Kristin (2016), “Pola Asuh Orang Tua

Terhadap Perkembangan Motorik Halus Pada Anak Usia Prasekolah Di TK

Mawar dan TK Santo Paulus ” dalam penelitian ini pola asuh dari orang tua

mempunyai pengaruh terhadap perkembangan motoric halus dari anak usia

prasekolah. Pola asuh dari pada orang tua sendiri dapat membantu

perkembangan dari anak usia prasekolah.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Maria Asqueli dkk (2018)

“Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembngan Pada Anak Usia Prasekolah yang

Memiliki Ibu Bekerja dan Ibu yang Tidak Bekerja Di TK STA.Maria Assumpta

Kota Kupang”dengan memasukkan faktor yang mempengaruhi yaitu Ibu yang

bekerja dan yang tidak bekerja di kaitkan dengan pertumbuhan dan

21
perkembangan usia anak pra sekolah dengan bagaimana seorang ibu membantu

perkembangan serta pertumbuhan dari anak tersebut.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Indah

Nursanti dkk (2018) “Model Transformational Service Dengan Pendekatan

Teori Sistem Interpersonal Imogene King Terhadap Muru Pelayanan

Kesehatan Di Puskesmas Tanjung Palas Kabupaten Bulungan Kalimantan

Utara” yang dimana peneliti meneliti metu pelayanan kesehatan yang ada di

puskesmas Tanjung Palas yang nantinya peneliti akan menggunakan model

transformational service menggunakan teori keperawatan dari Imogene King.

22
2.6 Penelitian Terkait

Tabel 2.4.1 Jurnal Penelitian Terkait

No. Penulis Tempat Tahun Tujuan Kelurahanin/M Populasi/Sampel/ Hasil Manfaat


etode/Statistik Sampling Penelitian
Test
1 Ahmad TK Al- 2018 Untuk Metode Jumlah sampel Adany hubungan Manfaat
Mujahid Marhama mengeta penelitian sebanyak 33 ibu yang signifikan dari
dan h hui kuantitatif dan 33 anak, antara pengguna penelitian
Heni Kabupate pengaruh dengan denganteknik smartphone ini unutk
n penggun kelurahanin pengambilan dengan memperole
Majaleng aan crossectional. sampel perkembangan h informasi
ka smartph menggunakan personal sosial terhadap
ones simple random anak. hubungan
terhadap sampling antara
perkemb smartphon
angan es dengan
personal perkemban
sosial gan sosial
pada anak
anank di
TK Al-
Marham
ah
Majalen
gka
2 Fitri Lingkun 2017 Untuk Metode Sampel sebanyak Adanya Manfaat
Hiayati gan mengeta penelitian 91 responden pengaruh atau dari
Keluarag hui kuantitatif dengan hubungan yang penelitian

23
dan Arif a kajian dengan menggunakan signifikan antara
ini untuk
Marsal Pegawai tentang kelurahanin metode smapling penggunaan melihat
di UIN pengatuh crossectional. yaitu purposive smartphone apakah ada
Sultan smartph random sampling dengan interaksi
hubungan
Syarif one sosian anak antara
Kasim terhadap penggnaan
Riau pola smartphon
interaksi e terhadap
sosial interaksi
anak. sosial pada
anak
3 Sinta TK 2018 Untuk Metode Sampel yang Tidak Manfaat
Aisyiyah mengeta penelitian yang diambil sebanyak terdapatnya dari
Bustanul hui digunakan 35 responden pengaruh yang penelitian
Athfal VI apakah menggunakan signifikan ini untuk
Pontiana ada metode terhadap melihat
k pengaruh deskriptif penggunaan sejauh
penggun gadget dengan mana atau
aan perkembangan ada
gadget sosial anak tidaknya
terhadap hubungan
Perkemb anatara
angan gadget
Soial dengan
Anak perkembna
gan sosial
anak
4 Wahyu Komplek 2016 Unutk Merode Jumlah sampel Adanaya Unutk
Novitas s mengeta penelitian yang yaitu 37 dampak dari melihat
ari dan Perumah hui dan digunakan yaitu responden penggunan apakah ada

24
Nurul an mengana penelitian gadget terhadap dampak
Khotim Pondok lisis kuantitatif interaksi sosial dari
ah Jati di dampak usia 5-6 tahun penggunaa
Kabupate penggun n gadget
n aan terhadap
Siduarjo gadget interaksi
terhadap sosial pada
interaksi anak
sosial
anak usia
5-6 tahun
5 Euis Kecamat 2016 Untuk Metode Jumlah sampel Adanya Agar kita
Widane an melihat penelitian yang yaitu 170 pengaruh yang dapat
ngsih Ciputat apakah digunakan yaitu responden signifikan antara mengetahui
Timur ada metode penggunaan bahwa
pengaruh kuantitatif smartphones ternyata
penggun pada anak peongguna
aan dengan an
smartph perkembangan smartphone
one sosial serta dapat
terhadap prestasi belajar berpengaru
perkemb anak. h terhadap
angan perkemban
sosial gan sosial
dan serta
prestasi prestasi
belajar belajar
anak anak
pada
anak SD

25
di
Kecamat
an
Ciputat
Timur

26
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya dari malah yang diteliti (Setiadi, 2013).

Perkembangan Sosial
Anak

Dukungan Interaksi dan


Komunikasi

Penggunaan
smartphone

Gambar 3.1.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

Berdasarkan latar belakang, tujuan dan kajian pustaka seperti yang

dikemukakan sebelumnya, menunjukkan ada beberapa konsep yang menjadi

kajian penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan penggunaan smartphone

dengan perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun. Dari konsep teori dari

27
Imogene King mengemukakan teori pencapaian tujuan dimana seseorang yang

terpengaruh terhadap sistem personal dimana anak menggunakan smartphone

yang mempengaruhi sistem sosial yang menyebabkan perkembangan sosial

anak menurun. Yang dimana dalam penelitian ini akan melihat apakah terdapat

hubungan antara penggunaan smartphone terhadap perkembangan sosial anak.

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Setiadi,

2013).

Ho : Tidak ada hubungan antara penggunaan smartphone dengan tingkat

perkembangan anak usia 6-7 tahun.

HA : Ada hubungan antara penggunaan smartphone dengan tingkat

perkembangan anak usia 6-7 tahun

3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.3.1 Definisi Operasional Hubungan Penggunaan Smartphone

Dengan Perkembangan Sosial Anak Usia 6-7 tahun

N Variabel Definisi Definisi Skal Alat Hasil


o. Konseptual Operasional a Ukur
1. Depende Perkembangan Perkembanga Ordi Kuosione 1. Perkem
n sosial merupakan n sosial nal r dengan bangan
(Perkem pencapaian adalah 18 sosial
bangan kematangan kemampuan pernyataa baik ≥
sosial dalam hubungan anak dalam n dengan 48
anak) sosial. Dapat juga berhubungan entuk 2. Perkem
diartikan sebagai dengan aspek pilihan bangan
proses belajar kemampuan jawaban sosial
unutk mandiri, Sangat kurang
menyesuaikan diri aspek tingkah setuju : 4 < 48
terhadap norma- laku, Setuju : 3
norma kelompok, bersosialisasi Kurang
moral, dan tradisi, dan setuju : 2

28
meleburkan diri berinteraksi Tidak
menjadi satu dengan setuju : 1
kesatuan dan lingkungann
saling ya.
berkomunikasi
dan bekerja sama.
(Susanto, 2012)
2. Independ Smartphone Pengunaan No Kuisioner 1. Penggu
en adalah telepon smartphone min dengan 2 nan
(Penggu genggam atau merupakan al pernyataa smartp
naan telepon pintar aktivitas n dengan hone
Smartph yang dilengkapi memakai alat entuk sering
one) dengan berbagai elektronik pilihan ≥3
fitur yang yang jawaban 2. Penggu
muktahir dan digunakan Ya = 2 naan
berkemampuan untuk Tidak = 1 smartp
tinggi layaknya bermain yang hone
computer memiliki jarang
(Mujahid, 2018). fitur-fitur <3
yang menarik
anak untuk
bermain,
yang diukur
dari lamanya
penggunaan
dan frekuensi
penggunaan.

29
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode

kuantitatif dengan menggunakan metode korelasi yaitu suatu penelitian

yang melibatkan kegiatan pengumpulan data untuk menetukan ada

tidaknya antara 2 variabel atau lebih dan menentukan apakah hubungan

tersebut positif atau negatif. Dalam penelitian ini peneliti ingin

mengetahui hubungan dari variable independen yaitu penggunaan

smartphone, yang dapat mempengaruhi terhadap variable dependen

yaitu perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun di SD Negeri II

Kawangkoan.

4.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SD Negeri II Kawangkoan

yang dimana sekeloh ini terletak di Kelurahan Talikuran Induk

Kecamatan Kawangkoan Utara.

4.3 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 24 Juli-

30 Juli 2019

4.4 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek

yang mempunya kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan

30
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini yaitu semua orang tua

anak yang berimur 6-7 tahun yang berjumlah 40 orang.

4.5 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan

metode sampling unutk bisa memenuhi atau mewakili populasi

(Nursalam, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

akan menggunakan pendekatan Convenience Sampling dengan

mengambil keseluruhan sampel (total sampling). Total sampling

adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan

jumlah populasi yang ada (Sugiyono, 2014). Dengan jumlah sampel 40

responden. Sampel dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu semua

orang tua yang mempunyai anak berusia 6-7 tahun dengan kriteria

sampel yaitu: Orang tua yang memiliki anak usia 6-7 tahun dan

memiliki smartphone serta anak yang bersekolah di SD Negeri II

Kawangkoan.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu

variable dependen (perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun) dan

variable independen (penggunaan smartphone) adalah lembar

kuisioner. Instrumen penelitian penggunaan smartphone menggunakan

lembar kuisioner. Dalam lembar kuisioner nantinya akan menggunakan

skala Guttman dengan pilihan jawaban Ya=2, Tidak=1.

31
Instrument penelitian perkembangan sosial anak mengunakan

lembar kuisioner yang nantinya akan dibagikan kepada orang tua.

Nantinya dalam kuisioner akan menggunakan skala Likert dengan

pilihan jawaban Sangat setuju = 4, Setuju = 3, Kurang setuju = 2, Tidak

setuju = 1. Dengan isi pernyataan nomor 1 - 4 tentang kemampuan

mandiri, nomor 5-13 tentang tingkah laku, dan nomor 14-18 tentang

kemampuan bersosialisasi.

Uji coba kuisioner telah dilakukan di Kelurahan Talikuran Utara

Kecamatan Kawankoan Induk dengan kriteria yang sama dengan

sampel di SD Negeri II Kawangkoan. Uji instrument berupa uji

validitas dan rehabilitas yang dianalisis menggunakan program

computer. Uji validitas digunkan untuk mengukur valid atau tidak suatu

pernyataan. Sebuah instrument dikatakan valid apabila instrument

mampu mengukur apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan

kondisi tertentu (Setiadi, 2013). Pada penelitian ini nantinya akan diuji

validitas instrument menggunakan Pearson Product Moment (r). hasil

untuk melihat valid atau tidaknya instrument maka nilai r dihitung,

dimana taraf signifikan yang natinya akan digunakan adalah 5%.

Reliabilitas instrument adalah indeks yang menunjukkan sejauh

mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan

(Setiadi, 2013). Dengan hasil yang didapatkan nilai alpha cronbach

yaitu 0,751 sehingga kuisioner dinyatakan valid dan dari seluruh

pernyataan yang ada 3 pernyataan dinyatakan tidak valid sehinga

peneliti tidak menggunakan pernyataan tersebut dengan nilai r tabel =

0,361.

32
4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk kemampuan sosialisasi menggunakan

lembar observasi yaitu pengamatan terhadap subjek penelitian,

sehingga subjek penelitian tidak tahu bahwa dia sedang diamati

(Setiadi, 2013).

Surat izin persetujuan pengambilan data

Pengambilan data awal di Kelurahan Talikuran Kecamatan


Kawangkoan Utara dan SD Negeri II Kawangkoan

Menetukan populasi dan sampel sesuai dengan kriteria

Menyiapkan instrument penelitian berupa kuisioner

Melakukan penelitian di SD Negeri II Kawangkoan

Memberikan informed consent, menjelaskan maksud dan tujuan


penelitian yang akan dilakukan

Pengisian kuisioner

Mengola data dan melakukan analisa data univariat dan bivariat

Hasil dan pembahasan penelitian serta kesimpulan

Bagan 4.7.1 Pengumpulan Data

Alur penngumpulan data dari peneliti, pertama yaitu melakukan

pemilihan tempat untuk melaksanakan penelitian dan kemudian

33
pembuatan surat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Katolik

De La Salle Manado untuk pengambilan data di tempat yang akan

dilakukan penelitian yaitu SD Negeri II Kawangkoan, setelah itu

peneliti memasukkan surat yang diberikan oleh fakultas dan dibawa ke

tempat penelitian pada hari berikutnya, setelah di terima oleh pihak

sekolah maka peneliti menunggu sampai keesokkan harinya untuk

konfirmasi dari kepala sekolah dan setelah itu kepala sekolah

memberikan ijin untuk pengambilan data.

Setelah itu peneliti menetukan berapa jumlah sampel yang akan di

teliti dan menyiapkan instrument berupa kuisioner untuk dilakukan

penelitian. Setelah itu peneliti meminta surat untuk melakukan

penelitian di SD Negeri II Kawangkoan setelah itu diberikan pada

kepala sekolah pada tanggal 23 Juni 2019 dan kepala sekolah langsung

memberi ijin untuk keesokan harinya untuk melakukan penelitian. Pada

keesokan harinya tepatnya tanggal 24 Juni 2019 peneliti melakukan

penelitian di SD Negeri II Kawangkoan di mulai pada pukul 08.00 am

dimana orang tua murid dikumpulkan dalam salah satu kelas dan

peneliti mulai memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan

mengenai maksud dan tujuna peneliti setelah itu memberikan arahan

dan membagikan informed consent dan kuisioner yang ada hingga

pukul 10.00 am.

Pada tanggal 25 Juni 2019 peneliti melajutkan penelitian dimana

peneliti melakukan kegiatan sama seperti kemarin setelah itu peneliti

mengobservasi para anak-anak yang ada dan bekhir pada pukul 12.00

34
pm. Dan setelah kuisioner dikumpulkan amka peneliti melakukan

analisa data menggunakan aplikasi SPSS sehinga peneliti mendapatkan

data dari hasil penelitian.

4.8 Pengolahan Data

Analisa data yang nantinya digunakan dalam mengelolah data,

ada beberapa hal yang telah diperhatikan antara lain Editing atau

memeriksa kembali lembar observasi untuk melihat kelengkapan data,

Coding atau pemberian kode yaitu penelitian pengelompokan hasil

pengukuran dan pemeriksaan dilakukan kepada responden dalam

bentuk kategori atau kode, Entry Data yaitu data-data atau jawaban

responden yang sudah dikelompokkan kemudian dimasukkan kedalam

tabel. Data yang dimasukkan ke dalam tabel dapat dilakukan dengan

cara manual atau melalui pengolahan computer, Tabulasi yaitu

pengolahan data kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki

yang mana sesuai dengan tujuan penelitian, yang nantinya akan

dianalisis melalui perhitungan statistic menggunakan aplikasi

komputer dengan derajat kemaknaan < 0,05.

4.9 Analisa Data

4.9.1 Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik tiap variable penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Pada analisis univariat digunakan untuk

mendeskripsikan setiap variable yang diteliti dalam penelitian,

yaitu melihat apakah ada hubungan variable independen


35
(pengunaan smartphone), dengan variable dependen

(perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun).

4.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariate dilakukan terhadap dua variable yang diduga

berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2012). Pada

analisi bivariate nantinya digunakna untuk melihat hubungan

antara variable independen dan dependen. Teknik analisi

dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0.05). Namun salah satu cell terdapat

nilai < 5 sehingga peneliti menggunakan uji Fisher,s Exact Test

dengan nilai kemaknaan 95% (α = 0.05). Jika hasil < 0,05 maka

Ha di terima maka ada hubungan antara penggunaan

smartphone dengan perkembangan sosial anak dan Ho di tolak.

Jika > 0,05 maka Ho diterima maka tidak ada hubungan dan Ha

di tolak.

4.10 Etika Penelitian

Prinsip suatu penelitian yang harus dipahami oleh mahasiswa yaitu

beneficience, respect for humsn dignity, dan justice (Polit, 2012). Yang

pertama asas manfaat (beneficience) hal ini harus meminimalkan

kerugian dan memaksimalkan manfaat untuk responden. Peneliti

memiliki kewajiban untuk mencegah atau tidak menimbulkan kerugian

atau ketidaknyamanan baik psikis maupun fisik responden. Setelah itu

nantinya peneliti akan membagikan lembar persetujuan informed

consent yang berisi penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan,

36
tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh

responden, dan resiko yang mungkin terjadi. Para responden yang tidak

bersedia tidak akan dipaksakan untuk menjadi responden.sedangkan

untuk responden yang bersedia maka mengisi dan akn menandatangani

lembar informed consent secara sukarela.

Yang kedua asas menghargai hak asasi manusia (respect for human

dignity) dimana esponden merupakan individu yang memiliki otonomi

untuk menentukan aktivitas yang kan dilakukannya, dalam hal ini

responden berhak menentukan apakah dirinya akan berpartisipasi

dalam penelitian ini atau tidak tanpa khawatir mendapatkan sanksi atau

tuntutan hukum. Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan

segala hal yang berkaitan dengan penelitian, setelah mendapatkan

penjelasan, responden diberikan kesempatan untuk bertanya dan

menentukan apakah bersedia atau tidak untuk terlibat dalam penelitian.

Yang ketiga asas adil (justice) yaitu prinsip memperlakukan secara

adil dalam memilih responden berdasarkan kriteria sampel dan bukan

berdasarkan maksud posisi tertentu. Selain itu, peneliti harus

memperlakukan semua responden tanpa adanya diskriminasi sehingga

peneliti harus menghargai perbedaan baik dalam hal keyakinan,

budaya, dan sosial ekonomi responden. Responden memiliki hak untuk

mengajukan permintaan mengenai data atau informasi yang berkaita

dengan dirinya untuk dijaga kerahasiaan. Oleh karena itu unutk

menjaga kerahasiaan responden maka responden nantinya tidak akan

mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data (anominity),

tetapi cukup mencantumkan tanda tangan pada lembar persetujuan

37
sebagai responden. Peneliti hanya akan memberikan atau

mencantumkan kode pada lembar kuisioner

38
BAB V

HASIL PENELITIAN

Setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan, kemudian diolah

berdasarkan pengolahan data dalam bentuk analisa univariat dan analisa

bivariate.

5.1 Analisa Univariat

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Usia Anak, Pekerjaan Orang Tua, Pendidikan Orang Tua, Penggunaan

Smartphone, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 6-7 Tahun di SD

Negeri II Kawangkoan

Karakteristik Frekuensi (n=40) Presentase (%)

Usia Anak

7 19 47,5

6 21 52,5

Total 40 100

Pekerjaan Orang Tua

PNS 12 30

Wiraswasta 13 32,5

IRT 15 37,5

Total 40 100

Pendidikan Orang Tua

SD 8 20

SMP 7 17,5

SMA 13 32,5

39
S1 12 30

Total 40 100

Penggunaan Smartphone

Sering 29 72,5

Jarang 11 27,5

Total 40 100

Perkembangan Sosial

Baik 12 30

Kurang Baik 28 70

Total 40 100

Berdasarkan Tabel 5.1 pada bagian usia anak dapat menunjukkan

bahwa jumlah anak dengan usia 6 tahun lebih banyak yakni 21 (52,5%),

dibandingkan dengan anak usia 7 tahun

Berdasarkan Tabel 5.1 pada bagian pekerjaan orang tua dapat

menunjukkan karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua.

Orang tua dengan pekerjaan sebagai IRT sebanyak 15 (37,5%).

Berdasarkan Tabel 5.1 pada bagian pendidikan orang tua dapat

menunjukkan karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua.

Orang tua dengan pendidikan S1 adalah pendidikan yang paling banyak

12 (30%).

Berdasarkan Tabel 5.1 pada bagian penggunaan smartphone dapat

menunjukkan karakteristik responden berdasarkan penggunaan

smartphone. Penggunaan smartphone sering adalah yang terbanyak

(72,5%).

40
Berdasarkan Tabel 5.1 pada bagian perkembangan sosial anak

dapat menunjukkan karakteristik berdasarkan perkembangan sosial dari

40 responden 28 (70%) mempunyai anak dengan perkembangan sosial

yang kurang baik.

5.2 Hasil Analisa Bivariat

Uji statistika antara penggunaan smartphone dengan tingkat

perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun di tunjjukan pada tabel 5.6.

Tabel 5.4 Hubungan Penggunaan Smartphone Dengan Tingkat

Perkembangan Sosial Anak Usia 6-7 Tahun Di SD Negeri II

Kawangkoan

Penggunaan Perkembangan Sosial Anak Jumlah Pvalue

Smartphone Kurang Baik % Baik %

Sering 25 86,2 4 13,8 29

Jarang 3 27,3 8 72,7 11 0,001

Total 28 70 12 30 40

Berdasarkan tabel diatas , menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki anak dengan perkembangan sosial yang kurang baik 70 %

dan hampir seluruhnya sering menggunakan smartphone 86,2 %.

Dari hasil uji statistika chi square menggunakan uji Fishers Exact Test

diperoleh pvalue = 0,001, dengan demikian pvalue < 0,05 dimana hal ini

41
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara penggunaan smartphone

dengan perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun di SD Negeri II Kawangkoan.

42
BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian yang diperoleh,

perbandingan hasil yang diperoleh dengan penelitian sebelumnya,

penjelasan mengenai signifikan hasil penelitian berdasarkan konsep teori,

dan laitannya dengan teori keperawatan yang diperoleh.

6.1 Pengunaan Smartphone Di SD Negeri II Kawangkoan

Pada tabel 5.4 hasil penelitian terhadap 40 orang tua yang memiliki

anak usia 6-7 tahun di SD Negeri II Kawangkoan yang menjadi

reponden. Sebagaian besar anak-anak sering menggunakan smartphone

yaitu sebanyak 29 orang dengan presentase 72,5%. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Rideout didapatkan hasil bahwa anak lebih

sering menghabiskan waktu di depan smartphone 1 jam 58 menit per hari

dan menggunakannya lebih dari 2 kali perharinya.

Menurut penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh

Salsabila (2016) mengatakan bahwa lama atau durasi aanka

menggunakan smartphone dapat memepangaruhi perkembangan pada

anak termasuk didalamnya perkembangan sosial. Hal ini di dukung

dengan penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2016) bahwa

pengenalan smartphone pada anak-anak dapat mempengaruhi

perkembangan sosial pada anak.

Banyak faktor yang mempengaruhi anak untuk sering bermain

smartphone, dimana fitur-fitur yang disediakan smartphone yang

seringkali membuat penasaran anak-anak sehingga membuat mereka

untuk menggunakan smartphone, serta orang tua yang kurang

43
memberikan didikan kepada anak-anaknya mengenai penggunaan

smartphone yang tepat bagi anak-anak.

6.2 Perkembangan Sosial Anak Usia 6-7 Tahun di SD Negeri II

Kawangkoan

Pada tabel 5.5 , hasil penelitian pada 40 orang responden di SD

Negeri 1 Kawangkoan menunjukkan bahwa sebagian besar anak

memiliki perkembangan sosial yang kurang baik sebanyak 28 responden

dengan presentase 70% dan anak yang memiliki perkembangan sosial

yang baik sebanyak 12 responden dengan presentase 30%. Hal ini dapat

dilihat dari hasil jawaban kuisisoner yang telah diisi oleh responden,

sebagian besar orang tua menjawab sangat setuju dan setuju dengan

pernyaaan yang telah diberikan melalui kuisioner.

Perkembangan sosial pada anak dimaksudkan sebagai

perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan

aturan-aturan yang ada disekitarnya. Pada usia anak-anak mereka mulai

bergaul atau berhubungan sosial yang baik dengan orang tua, angota

keluarga, orang-orang disekitarnya, maupun teman-teman seumuran

dengan anak. Anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku

sosial seperti pembangkangan, agresi, berselisih atau bertengkar,

mengejek, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa, mementingkan

diri sendiri, ataupun simpati.

World Health Organization (WHO) sebelumnya juga pernah

melaporkan bahwa 5-25% dari anak-anak usia sekolah menderita

gangguan perkembangan, sedangkan di Indonesia sendiri angka kejadian

44
masalah perkembangan pada anak-anak antara 13-18%. Velderman

(2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sekitar 8 sampai 9%

anak sekolah mengalami masalah psikososial khususnya masalah sosial-

emosional seperti kecemasan, susah beradaptasi, susah bersosialisasi,

susah berpisah dari orang tua, anak sulit diatur, dan perilaku agresif

merupakan masalah yang paling sering muncul pada anak usia sekolah.

6.3 Hubungan Penggunaan Smartphone dengan Tingkt Perkembangan

Sosial Anak Usia 6-7 Tahun di SD Negeri II Kawangkoan

Pada tabel 5.6 berdasarkan uji statistic dengan chi square

menggunakan uji Fisher”s Exact Test di dapatkan bahwa pvalue = 0,001

dimana pvalue (0,001) < α=0,05 sesuai dengan hipotesis Ho ditolak dan Ha

diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara penggunaan

smartphone dengan tingkat perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Salsabila mengenai anka

yang serng menggunakan smartphone yang dapat mempengaruhi

perkembangan sosial anak. Hasil dari penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin sering anak menggunakan smartphone

semakin tinggi pula resiko mengalami gangguan pada perkembangan.

Berdasarkan hasil pembahasan diatas dan bukti yang mendukung

penelitian ini dapat disimpulkan jika penggunaan smartphone yang

terlalu sering pada anak berpengaruh pada proses perkembangan sosial

anak. Begitu pula dengan perkembangan sosial pada anak yang sering

dipengaruhi oleh penggunaan smartphone. Sehingga hasil yang

didapatkan saling berhubungan dan saling mempengaruhi.

45
Hasil penelitian kali ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Salsabila (2016) mengenai penggunaan smartphone

terhadap perkembangan anak di TK Al Azhar Banda Aceh. Pada

penelitian tersebut dijelaskan bahwa kebiasaan bermain smartphonet

pada anak dapat mempengaruhi perkembangannya. Hasil dari penelitian

tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin sering seorang anak bermain

smartphone maka semakin tinggi pula resiko terkena gangguan

perkembangan. Dampak dari gangguan perkembangan tidak hanya akan

terlihat dalam jangka pendek, akan tetapi akan semakin terlihat pada

jangka panjang selama proses perkembangan anak. Karena

bagaimanapun juga, masa kanak-kanak merupakan periode awal dari

berkembangnya manusia. Apabila seorang anak tidak mampu meraih

potensinya secara maksimal, maka di masa dewasanya kelak juga tidak

mampu menjadi seseorang yang produktif .

Hal ini juga didukung oleh teori Keperawatan Imogene King. King

menjelaskan bahwa manusia memiliki 3 sistem yaitu system personal,

intrapersonal dan sosial. Asumsi dari teori Imogene King yaitu manusia

yang mampu berinteraksi dengan lingkungannya yang mengarahkan

seseorang mampu menyesuaikan dengan lingkungan sosialnya. Teori ini

berfokus pada intrepesonal seseorang yang dapat mempengaruhi system

personal dan sosial.

Berdasarkan hasil penelitian dihubungkan dengan teori

keperawatan yakni system intreprsonal dapat mempengaruhi seseorang

seperti anak menggunkan smartphone sehingga berpengaruh pada

system personalnya dimana anka sering menggunkana smartphone yang

46
dapat mempengaruhi perkembangannya serta berpengaruh pada system

sosial dimana anak lebih sering memainkan smartphone dibandingkan

bersosialisasi dengan lingkungannya.

47
BAB VII

PENUTUP

Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran yang didapatkan dari

penelitian tentang “Hubungan Penggunaan Smartphone dengan Tingkat

Perkembangan Sosial Anak Usia 6-7 tahun di SD Negeri II Kawangkoan”

7.1 KESIMPULAN

7.1.1 Penggunaan smartphone pada anak usia 6-7 tahun di SD Negeri II

Kawangkoan secara umum adalah sering.

7.1.2 Tingkat perkembangan sosial anak usia 6-7 tahun di SD Negeri II

Kawangkoan secara umum adalah kurang baik.

7.1.3 Terdapat hubungan yang signifikan anatara penggunaan

smartphone dengan tingkat perkembangan sosial anak usi 6-7

tahun di SD Negeri II Kawangkoan.

7.2 SARAN

Bagi para orang tua kiranya lebih memberikan perhatian yang lebih

pada anak dan lebih memberikan waktu pada anak-anak agar anak tidak

dapat terlalu sering menggunakan smartphone agar anak tidak akan

mengalami gangguan pada perkembangan sosialnya.

Bagi pelayanan di bidang kesehatan diharapkan peran perawat

terutama bidang keperawatan anak mampu memberikan pendidikan

kesehatan atau penyuluhan terkait tumbuh kembang anak. Penyuluhan

terkait pengenalan tahap tumbuh kembang hingga berbagai stimulus

yang mampu memberikan dampak posistif ataupun negatif terhadap

perkembangan anak, agar para orang tua lebih selektif dan peduli lagi

terhadap tumbuh kembang anak-anak mereka.

48
Bagi institusi pendidikan kiranya dapat menjadi acuan bagi para

peneliti yang akan meneliti lebih lanjut terutama mengenai hubungan

penggunaan smartphone dengan tingkat perkembangan sosial .

49
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2005). Psikologi Perkembangan. Rineka Cipta. Jakarta

Dini, PDS. (2010). Kemampuan Bersosialisasi Anak. Gramedia. Jakarta

Ferliana, Jovita. (2016). Anak Dan Gadget Ynag Penting Aturan Main. Artikel.
https://nakita.grid.id/balita/anak-dan-gadget-yang-penting-aturan-main?page=2.
Diakses pada 10 Januari 2016

Hartati, Sofia Putri. (2011). “Pengembangan Keterampilan Sosial Anak Usia 4-5
Tahun dalam Model Pembelajaran Sentral”. Jurnal Perspektif Ilmu Pendidikan.
Vol,22,Oktober. Diakses pada 12 Febriari 2017

Hurlock. (2011). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Erlangga. Surabaya

Ismanto, Yudi.. Onibala, Franly.. Manumpil, Beauty. (2015). Hubungan Penggunaan


Gadged Dengan Tingkat Prestasi Siswa Di SMA Negeri 9 Manado. E-journal
Keperawatan Volume 3 Nomor 2. Universitas Sam Ratulangi Manado

Iswidharmanjaya, D. (2014). Panduan Bagi Orang Tua Untuk Memahami Faktor-


Faktor Anak Kecanduan Gadget. Bisakimia

JurnalWeb. (2016). Dampak Buruk Smartphone Bagi Anak Tercinta. Artikel.


https://www.jurnalweb.com/dampak-buruk-smartphone-bagi-anak/.Diakses pada
5 April 2016

Khairani, M. (2013). Psikologi Perkembangan. Aswaja Pressinolo. Yogyakarta

Kominfo. (2016). Tiga Jurus Tangani Penyalahgunaan TIK. Jakarta: Kominfo

Marsal, Arif., Hidayati, Fitri. (2017). Pengaruh Smartphone Terhadap Pola Interaksi
Sosial Pada Anak Balita Di Lingkungan Keluarga Pegawai UIN Sultan Syarif
Kasim Riau. E-Journal Rekayasa dan Manajemen Sistem Informasi Volume 3(1).
UIN Suska Riau

Mujahid, Ahmad. (2018). Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap


Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Pra-Sekolah. e-Journal Keperawatan
Silampari Volume 2 Nomor 1. STIKes YPIB Majalengka

50
Novita, Khotimah. (2016). “Dampak Penggunaan Gadget terhadap Interaksi Sosial
Anak Usia 5-6 Tahun di J Paud Teratai”. Jurnal Keprawatan 5(3):182-6
dipublikasikan Meret 2018

Nursalam. (2010). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. CV


Sagung Seto

Piaget, J. (2010). Psikologi Anak (Diterjemahkan oleh Miftahul Jannah). Pustaka


Belajar. Yogyakarta

Pratiwi, PS. (2015). Bila Anak Terlalu Sering Di Asuh Gadget.


http://travel.kompas.com/read/2015/03/27/105057323/Bila.Anak.Terlalu.Sering.
Diasuh.Gadget. Diakses 27 Maret 2015

Rideout, V. (2013). Zero To Eight: Electronic Media In The Lives Of Infants, Toddlers
And Preschoolers. Common Sense Media Research Study

Rohayati. (2016). “Faktor yang berhubungan dengan perkembangan sosial emosi


anak”. Jurnal Keperawatan. Vol.12 No.1. Diakses pada 12 Februari 2017

Salsabila. (2016). “Pengaruh Lam Penggunaan Smartphone Terhadap Perkembangan


Anak di TK Al-Azhar Banda Aceh”. Jurnal Kperawatan. Di akses 12 Februari 2017

Santoso, Elizabeth. (2016). 3 Tanda Anak Adiksi “Gadget”. Artikel.


https://lifestyle.kompas.com/read/2016/02/16/190300323/3.tanda.anak.adiksi.ga
dget. Diakses pada 16 Februari 2016

Sarayati, S. (2016). Konsep Tumbuh Kembang Anak. Ejournal Unair. Universitas


Airlangga

Sari, Puspita,. Mitsalia, Amy. (2016). Pengaruh Penggunaan Gadget Terhadap


Personal Sosial Anak Usia Pra-Sekolah di TKIK AL-MUKMIN. ejoernal profesi
stikespku. Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta

Soetjiningsih. (2012). “Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar


I Ilmu Perkembangan Anak dan Remaja”.Jakarta:Sagungseto.Pp 86-90

Setianingsih, Amila. (2018). Dampak Pengunaan Gadget Pada Anak Usia Prasekolah
Dapat Meningkatkan Resiko Gangguan Pemusatan Perhatian Dan
Hiperaktivitas. GASTER Volume XVI No.2. STIKes Muhamamadiyah Klaten

51
Setiadi. (2013). Konsep Dan Pratikum Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta.
Graha Ilmu

Statista. (2018). Jumlah Pengguna Smartphone Di Seluruh Dunia Dari 2014-2020.


https://teknologi.id/insight/jumlah-pengguna-smartphone-di-seluruh-dunia-dari-
2014-2020/.

Starsburger. (2013). Children, Adolescents, And The Media. Pediatrics. American


Academy Of Pediatrics

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.


Alfabeta

Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Susanto. (2009). Pedoman Pelaksanaa Stimulasi, Deteksi Dini, dan Intervensi


Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Velderman, Crone. (2011). “Identification and Management Of Psychosocial


Problems Among Toddlers by Preventive Child Health Care Professionals.”.
European Journals of Public Health. 20(3):332-338

Widyanto, (2014). Keperawatan Komunitas Dengan Pendekatan Praktis. EGC.


Yogyakarta

Whaley, Wong. (2010). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta

52
LAMPIRAN-LAMPIRAN

KUISIONER PENELITIAN

No. Responden :

Nama (Inisial) :

Pekerjaan :

Pendidikan Orang tua :

Usia Anak :

A. KUISIONER PENGGUNAAN SMARTPHONE

Petunjuk pengisian

a. Kuisioner ini semata-mata untuk keperluan akademis atau penelitian

b. Baca dan jawablah semua pernyataan ecara teliti dan jujur. Kerahasiaan

jawaban terjaga

c. Berilah tanda centang (√) pada pilihan yang telah disediakan dalam setiap

pernyataan.

d. Terima kasih atas partisipasinya

NO. PERNYATAAN Ya Tidak


1. Anak anda bermain smartphone >
30 menit
2. Anak anda bermain smartphone ≥
2 kali dalam sehari

53
B. KUISIONER PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK

Sangat Kadang- Tidak


NO. PERNYATAAN Sering
Sering kadang
1. Anak mendahulukan melihat
smartphone dari pada
mengerjakan tugas sekolah
(PR)
2. Anak merasa kesal jika
disuruh untuk mengerjakan
sesuatu sementara anak
bemain smartphone
3. Anak sesekali memeriksa
smartphone pada saat
mengerjakan tugas sekolah
dirumah
4. Anak sering melawan atau
membantah perintah orang
tua
5. Anak akan marah atau
menangis apabila tidak
diizinkan bermain
smartphone
6. Anak akan marah apabila
diganggu ketika bermain
smartphone
7. Anak akan bersikap acuh
saat dipanggil atau dinasihati
8. Anak akan marah jika
mengetahui kuota
smartphonenya sudah habis
9. Anak akan marah ketika
mengetahui baterai

54
smartphone yang
dimainkannya habis (lowbat)
10. Anak sulit disuruh untuk
makan atau lupa makan
apabila sudah bermain
smartphone
11. Anak lebih suka bermain
sendiri dirumah daripada
bermain di luar bersama
teman-teman seusianya
12. Anak akan lebih suka
dibujuk dengan smartphone
daripada bermain mainan
atau diajak bermain oleh
teman-teman seusianya
13. Anak cenderung diam dan
tidak aktif ketika bermain
dengan teman-temannya
14. Anak kurang kooperatif
diajak bekerjasama
15. Lebih suka menyendiri
dibandingkan bergabung
dengan teman-temannya

55

Anda mungkin juga menyukai