Anda di halaman 1dari 17

Kisah Nabi Muhammad SAW Lengkap dari

Lahir hingga Wafat

Sebagai umat Islam, tentu saja kita wajib mengetahui tentang kisah Nabi Muhammad Saw. Kisah
kehidupan beliau bukan hanya untuk dibaca atau didengarkan saja, tetapi dapat dijadikan contoh
dalam kehidupan kita sehari-hari.
Kisah hidup Rasulullah Saw. memang penuh dengan hikmah. Meskipun beliau seorang nabi dan
rasul pilihan Allah, hidupnya tidak lantas selalu bahagia dan mudah. Beliau juga tetap menerima
cobaan dan tantangan dalam berdakwah menyebarkan agama Islam.

Kesabaran, kegigihan, dan semangat beliaulah yang harus kita jadikan inspirasi dalam menjalani
kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang diridai oleh Allah Swt..

Meskipun kisah hidup beliau sudah banyak kita dengar, tetapi masih ada juga beberapa di antara
kita yang belum pernah mengetahui kisah Rasulullah secara lengkap.

Oleh karena itu, marilah kita kembali membaca kisah Nabi Muhammad Saw., sang rasul
penuntun umat, dari beliau dilahirkan hingga wafat.

Kisah Kelahiran dan Masa Kecil Nabi Muhammad SAW


Nabi Muhammad Saw. dilahirkan di Mekkah pada tahun 570 M, yaitu pada tahun yang sama
ketika Raja Abrahah dari Yaman melakukan penyerbuan ke Mekkah dengan maksud untuk
menghancurkan Kakbah. Tahun tersebut juga dinamakan sebagai Tahun Gajah karena pasukan
penyerang Raja Abrahah menggunakan gajah sebagai tunggangannya. Para ulama menyepakati
bahwa tanggal lahir Nabi Muhammad Saw. jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal.

Enam bulan sebelum dilahirkan, ayah Nabi Muhammad Saw. yang bernama Abdullah wafat.
Setelah dilahirkan, sesuai dengan tradisi bangsa Quraisy pada masa itu, Muhammad kecil
kemudian diasuh dan disusui oleh Halimah binti Dzuaib As-Sa’diyah hingga beliau berumur dua
tahun.

Setelah selesai masa pengasuhan Halimah, ibunda sang nabi, yaitu Aminah, kembali menjemput
dan membawa beliau ke Madinnah. Pengasuh nabi yang baru bernama Ummu Aiman.
Sayangnya, nabi kemudian menjadi seorang yatim piatu saat dirinya berusia 6 tahun setelah ibu
Nabi Muhammad Saw. meninggal karena sakit.

Nabi kemudian diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib hingga usianya 8 tahun. Sepeninggal
kakeknya, nabi dibesarkan oleh pamannya, Abu Thalib. Pada usia 9 tahun, nabi sudah diajak
berdagang oleh pamannya hingga ke negeri Syam (Suriah).

Ketika sedang berada di kota Basrah, rombongan pedagang Abu Thalib berjumpa dengan
pendeta Nasrani yang bernama Buhaira. Pendeta tersebut lalu memberitahukan kepada Abu
Thalib bahwa keponakannya itu memiliki tanda-tanda kenabian. Buhaira berpesan kepada Abu
Thalib untuk senantiasa menjaga Muhammad, karena kelak, dia akan menjadi rasul terakhir yang
sudah ditakdirkan oleh Allah Swt.

Orang-orang yang menyusui Nabi Muhammad saw

Dalam tradisi Arab ketika itu (Quraisy), hampir semua orang tua menitipkan anaknya di
perkampungan (Badui). Di sana anak-anak disusui beberapa tahun lamanya, sebagai gantinya
mereka menerima bayaran dari pihak keluarga, termasuk Rasulullah Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Tentunya, dalam setiap tradisi yang hidup, ada penyebab yang melatar-
belakanginya. Di samping alasan menghindari wabah menular yang biasa menjangkiti daerah
perkotaan (Makkah), Imam al-Suhaili mengemukakan beberapa alasan lain. Ia menulis:

“Supaya anak-anak tumbuh di lingkungan pedesaan (Badui) yang membuatnya


lebih fasih dalam bertutur kata dan menguatkan fisiknya.” (Imam al-Muhaddits
Abdurrahman al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf fi Syarh al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn
Hisyam, Kairo: Darul Hadits: 2008, juz 1, h. 318)

Saat itu, kefasihan bertutur orang Arab Badui jauh lebih murni (asli) dibandingkan Arab Hadlar
(kota, Makkah). Ini dibuktikan dengan beberapa informasi yang ditulis oleh Imam al-Suhaili.
Paling tidak ia menulis dua informasi penting mengenai hal ini. Informasi pertama adalah ketika
Sayyidina Abu Bakr al-Shiddiq berkata kepada Rasulullah: “mâ ra’aytu afshaha minka yâ
Rasûlullah (aku tidak melihat orang yang lebih fasih darimu, ya Rasulullah).” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “mâ yamni’unî, wa ana min quraisy wa urdli’tu fî banî
sa’d? (apa yang membatasiku, aku berasal dari Quraisy dan disusui (dan tumbuh) di Bani
Sa’d?)” (Imam al-Muhaddits Abdurrahman al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf fi Syarh al-Sirah al-
Nabawiyyah li Ibn Hisyam, 2008, juz 1, h. 318) Informasi kedua adalah kecintaan Abdul Malik
bin Marwan kepada anaknya yang bernama Walid, sehingga ia menjadi orang yang sering salah
berucap (lahhân), baik dari pelafalan maupun i’rab-nya (gramatika), sedangkan anaknya yang
lain, Sulaiman, sangat fasih berucap. Imam al-Suhaili mengatakan:

“(Hal itu terjadi) karena al-Walid tinggal bersama ibunya, sedangkan Sulaiman
dan saudara-saudaranya yang lain tinggal di wilayah perkampungan (Arab
Badui).” (Imam al-Muhaddits Abdurrahman al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf fi Syarh
al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn Hisyam, 2008, juz 1, h. 318-319)
Fasih di sini tidak sekadar benar dalam bunyi pelafalan yang dikeluarkan, tapi mencakup semua
aspeknya, dari mulai gramatika, kekayaan kosakata, ketepatan lafal, sampai mampu menggubah
syair yang menawan. Tidak heran jika orang Arab Quraisy melahirkan banyak sastrawan hebat,
karena mereka berhasil menggabungkan kekayaan bahasa asli orang Arab Badui dengan realitas
sosial kehidupan perkotaan (Arab Hadlar). Karena itu, banyak orang-orang berada dari suku
Quraisy menitipkan anak-anaknya di perkampungan Arab Badui. Tsuaibah al-Aslamiyyah
Menurut sebagian besar riwayat, ketika baru lahir Rasulullah disusui oleh ibunya sendiri selama
tujuh hari, lalu dilanjutkan oleh Tsuaibah al-Aslamiyyah, budak wanita Abu Lahab. Dalam al-
Mukhtashar al-Kabîr dijelaskan:

“Ketika Ibunya (Sayyidah Aminah) melahirkan Rasulullah SAW, ibunya menyusuinya selama
tujuh hari, kemudian Tsuwaybah al-Aslamiyyah, budak Abu Lahab menyusuinya selama
beberapa hari....” (Imam ‘Izzuddin bin Badruddin bin Jama’ah al-Kinani, al-Mukhtashar al-Kabîr
fi Sîrah al-Rasûl, 1993, h. 23)

Selain menyusui Rasulullah, Tsuwaybah al-Aslamiyyah juga menyusui Sayyidina Hamzah bin
Abdul Muttalib (paman Nabi), Abdullah bin Jahs, dan Masruh (anaknya sendiri). Ini menjadikan
mereka saudara sepersusuan dengan Rasulullah. Imam al-Suhaili menyebutkan:
“Tsuwaybah menyusui Rasulullah SAW sebelum Halimah. Dia pun menyusui paman nabi,
(Sayyidina) Hamzah dan Abdullah bin Jahsy.....” (Imam al-Muhaddits Abdurrahman al-Suhaili,
al-Raudl al-Unuf fi Syarh al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn Hisyam, Kairo: Darul Hadits, 2008, juz
1, h. 315) Perihal keislamannya, para ulama berbeda pendapat. Imam Abu Nu’aim mengatakan,
“tidak ada seorang pun yang menyebutkan keislamannya.” Yang jelas, Rasulullah sangat
memuliakan Tsuwaybah, sampai istri beliau, Sayyidah Khadijah turut memuliakannya, “kânat
khadîjah tukrimuhâ (Khadijah (sangat) menghormati Tsuwaybah).” Bahkan Rasulullah sering
mengirimnya pakaian, selimut dan lain sebagainya sampai Tsuwaybah wafat di tahun ke-7
Hijriah. (Khairuddin al-Zirkili, al-A’lâm: Qâmûs Tarâjim, Beirut: Darul Ilm lil Malayin, 2002,
juz 2, h. 102) Ulama juga berbeda pendapat tentang kapan Tsuwaybah dimerdekakan oleh Abu
Lahab. Sebagian berpendapat setelah ia mengabarkan kelahiran Muhammad kepadanya,
sebagian lagi berpendapat setelah Rasulullah hijrah ke Makkah. Pendapat pertama, bertepatan
dengan kelahiran, didasarkan pada riwayat (HR. Imam al-Bukhari): “Urwah (bin Zubair)
berkata:

“Tsuwaybah adalah budak Abu Lahab. Abu Lahab memerdekakannya, kemudian


ia menyusui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di saat Abu Lahab meninggal,
sebagian dari keluarganya bermimpi melihatnya mendapat siksa yang buruk. Abu
Lahab ditanya: “Apa yang kau temui?” Abu Lahab menjawab: “Aku tidak
menemukan apapun sepeninggal kalian selain aku diberi minum karena
memerdekakan Tsuwaybah.” Sementara pendapat yang mengatakan Tsuwaybah
dimerdekakan setelah Rasulullah hijrah ke Madinah didasarkan pada riwayat
lain:

“Khadijah sangat memuliakan Tsuwaybah. Diriwayatkan bahwa Khadijah


meminta Abu Lahab menjual Tsuwaybah kepadanya agar ia bisa memerdekannya,
tapi Abu Lahab tidak (mau) melakukannya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah,
Abu Lahab memerdekakannya.” (Imam ‘Izzuddin bin Badruddin bin Jama’ah al-
Kinani, al-Mukhtashar al-Kabîr fi Sîrah al-Rasûl, 1993, h. 23)
Meski demikian, Imam al-Suhaili lebih mempercayai riwayat yang pertama, begitu pun dengan
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, bahwa, “anna ‘itqahâ kâna qabl al-irdlâ’—Tsuwaybah
dimerdekakan sebelum menyusui (Rasul).” (Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bârî bi Syarh
Shahîh al-Bukhârî, juz 9, h. 48). Dalam riwayat yang dicatat Imam al-Suhaili, Rasulullah
mendengar kabar kewafatan Tsuwaybah di saat umat Islam berhasil membebaskan Makkah.
Ketika itu beliau menanyakan keadaan Tsuwaybah dan anaknya, Masruh. Imam al-Suhaili
menulis:

“Rasulullah tahu bahwa Tsuwaybah (menyusuinya di saat beliau kecil), karenanya


beliau sering mengiriminya (sesuatu) dari Madinah. Ketika Makkah dibebaskan
(ditaklukkan), Rasulullah bertanya tentangnya dan anaknya, Masruh, lalu
dikabarkan padanya bahwa mereka berdua telah meninggal. Rasulullah bertanya
tentang kerabatnya, namun tak seorang pun yang berhasil menemukan mereka
yang masih hidup.” (Imam al-Muhaddits Abdurrahman al-Suhaili, al-Raudl al-
Unuf fi Syarh al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn Hisyam, 2008, juz 1, h. 315)

Haliman al-Sa’diyyah Setelah disusui Tsuwaybah beberapa hari, Sayyidah Aminah menitipkan
Rasulullah kepada Halimah binti Abu Dzuaib dari Bani Sa’d. Awalnya Halimah menolak
membawa Nabi Muhammad karena ia yatim, tapi setelah ke sana-kemari tidak mendapatkan
anak yang akan dibawanya pulang, ia kembali ke rumah Sayyidah Aminah dan menerimanya
dengan terpaksa. Dengan jelas ia mengatakan pada suaminya:

“Demi Allah, sesungguhnya aku benci kembali bersama rombongan tanpa


membawa anak untuk disusui. Demi Allah, sungguh akan kudatangi lagi anak
yatim itu, dan benar-benar mengambilnya sebagai anak susuan.” (Imam Ibnu
Atsîr, al-Kâmil fî al-Tarîkh, Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1987, juz 1, h. 357)

Dan ternyata, anak yatim itu memberi keberkahan luar biasa kepada Halimah al-Sa’diyyah dan
keluarganya. Di musim paceklik semacam ini, mereka tidak pernah merasa kenyang sebelumnya,
anak-anaknya terus menangis karena lapar (tidak mendapat ASI yang cukup), tiba-tiba kenyang
menyusu kepadanya dan tertidur pulas. Unta yang semula kurus seketika penuh air susunya,
hingga mereka berdua menikmati hari yang indah setelah membawa anak bernama Muhammad
itu. Semuanya kenyang, hingga suaminya, al-Harits bin Abdul Uzza mengatakan:

“Demi Allah, kau tahu, Halimah, sungguh kau telah mengambil anak yang
diberkahi.” Aku (Halimah) berkata: “Demi Allah, itulah yang kuharapkan.”
(Imam Ibnu Atsîr, al-Kâmil fî al-Tarîkh, 1987, juz 1, h. 357)

Semenjak Rasulullah tinggal bersamanya, Haliman al-Sa’diyyah tidak pernah kekurangan


apapun, semuanya dimudahkan. Air susunya yang biasanya terbatas menjadi melimpah.
Binatang ternaknya sehat dan produktif. Ia mengatakan, “sungguh tidak ada tanah yang lebih
gersang dari tanahnya Bani Sa’d, tapi kambingku selalu pulang dengan air susu penuh. Kami
memerah dan meminumnya, sementara kaumku yang lain tidak mendapatkan setetes susu pun
dari kambing-kambing mereka.

” Fenomena itu sampai membuat orang-orang dari kaumnya meminta kambingnya


digembalakan bersama dengan kambing-kambing milik Halimah al-Sa’diyyah dan
al-Harits bin Abdul Uzza, tapi tetap saja, kambing-kambing mereka tidak
mengeluarkan setetes pun susu. (Imam Ibnu Atsîr, al-Kâmil fî al-Tarîkh, 1987, juz
1, h. 357)

Setelah Rasulullah berusia dua tahun, Halimah al-Sa’diyyah membawanya ke Makkah untuk
mengembalikannya pada ibunya. Tapi, Halimah merasa berat berpisah dengan Rasul. Ia pun
membujuk Sayyidah Aminah agar diberi izin beberapa tahun lagi mengasuhnya. Akhirnya,
Sayyidah Aminah memberikan izinnya, dan Rasulullah kembali tinggal bersama Halimah al-
Sa’diyyiah dan keluarganya. Menurut beberapa riwayat, Halimah al-Sa’diyyah memeluk agama
Islam tapi tidak langsung dari rasulullah karena situasinya yang tidak mendukung (susah
bertemu). Sebelum wafat, Halimah berhasil menjumpai Rasulullah:

“Dari Abu Thufail radiyallahu ‘anhu, ia berkata: “aku melihat Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wasallam membagi-bagikan daging di sekitar Ji’ronah,
kemudian datang seorang wanita desa. Tiba-tiba Rasulullah membentangkan
jubahnya untuknya.”

Lalu aku bertanya:

“Siapa ini?” Mereka (teman-teman Rasulullah) menjawab: “Dia adalah ibu yang
menyusuinya.” (Imam Abu Bakr Ahmad, Musnad al-Bazzar, Madinah al-
Munawwarah: Maktabah al-Ulum wa al-Hikam, 2009, juz 7, h. 208)
Halimah wafat di tahun 9/10 Hijriah, dan dikebumikan di Baqi’. Ia meninggalkan tiga orang
anak dari pernikahannya dengan al-Harits bin Abdul Uzza. Anak-anaknya adalah Abdullah bin
al-Harits, Anisah bin al-Harits, dan Hudafah bin al-Harits (Syaima’). Nama terakhir ini cukup
berperan dalam pelestarian agama Islam di jazirah Arab. Ketika Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallah wafat, banyak kabilah di Arab yang memberontak dan menyatakan keluar dari
Islam, termasuk Bani Sa’d. Hudafah bin al-Harits (Syaima’) tampil membela Islam dengan
segala upaya dan keberanian, hingga perlahan-lahan fitnah itu berlalu dari kaumnya. Ketiga anak
Halimah adalah saudara sepersusuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka bermain
bersama sejak kecil dan ketika dewasa, mereka semua memeluk Islam.

Peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad saw

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang menggembalakan kambing milik


keluarga Halimah binti Abi Dzuaib dari Kabilah as Sa’diyah, tiba-tiba beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam didatangi dua malaikat, lalu keduanya membelah dada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan mengeluarkan bagian yang kotor dari hatinya. Peristiwa ini telah dijelaskan oleh Anas
bin Malik dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim.

Juga telah dijelaskan sendiri oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Ketika aku sedang berada di belakang rumah bersama saudaraku (saudara


angkat) menggembalakan anak kambing, tiba-tiba aku didatangi dua orang lelaki-
mereka mengenakan baju putih- dengan membawa baskom yang terbuat dari emas
penuh dengan es. Kedua orang itu menangkapku, lalu membedah perutku.
Keduanya mengeluarkan hatiku dan membedahnya, lalu mereka mengeluarkan
gumpalan hitam darinya dan membuangnya. Kemudian keduanya membersihkan
dan menyucikan hatiku dengan air itu sampai bersih”.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan :

“…… keduanya lalu bersegera mendekati dan memegangiku. Kemudian aku


ditelentangkan, kemudian membedah perutku. Kedua malaikat itu mengeluarkan
hati dari tempatnya dan membedahnya. Selanjutnya mereka mengeluarkan dua
gumpalan darah hitam darinya ……”

Dari dua riwayat di atas dapat diketahui, peristiwa pembedahan dada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah benar-benar terjadi.

Pengingkaran Terhadap Peristiwa Ini.


Meskipun hadits-hadits yang memerinci peristiwa ini shahih, namun ternyata ada sebagian orang
yang menolak kebenaran berita ini. Berbagai alasan dilontarkan untuk menolak kebenaran
kejadian ini. Atau minimal membuat kaum muslimin menjadi bimbang dan ragu. Bahkan ada di
antara orientalis yang menyuarakan dengan lantang, bahwa peristiwa itu hanya dongeng belaka.
Syubhat yang dilontarkan para orientalis, mereka menganggap peristiwa itu hanyalah
pengalaman ruhani, bukan sebuah fakta dalam dunia nyata.

Pandangan provokatif dari para orientalis ini, ternyata membuahkan hasil. Beberapa orang
muslim yang menulis sirah termakan isu ini. Di antaranya ialah Dr. Muhammad Husein Haikal.
Dia mengatakan, kaum orientalis tidak tenang, begitu (melihat) sejumlah umat Islam tidak
lapang dada dengan kisah dua malaikat ini (yang melakukan pembedahan dada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam). Mereka (kaum orientalis, Red) berpendapat, hadits ini sanadnya lemah.
Ada juga yang mengatakan, bahwa hadits ini mursal. Kisah ini diceritakan oleh anak kecil usia
dua tahun, belum memasuki masa tamyiz (belum bisa membedakan antara yang baik dan buruk),
dan Nabi juga baru berusia sekitar itu.

Bagaimana sebenarnya permasalahan ini? Berikut kami coba mengungkap syubhat-syubhat yang
dilemparkan ke tengah-tengah kaum muslimin, beserta bantahan untuk mengikis pemikiran yang
kurang proporsional.

Syubhat Pertama : Keabsahan Riwayat Dan Hal-Hal Yang Berkait Dengannya.

Pendapat yang menyatakan bahwa sanad riwayat ini lemah, tidak bisa dijadikan hujjah. Penilaian
ini masih bersifat global. Seharusnya, mereka yang berpendapat demikian harus memerincinya.
Sebab telah melontarkan kritik terhadap suatu permasalahan yang sudah diakui keabsahannya
oleh mayoritas kaum muslimin, termasuk para ulama besar yang menguasai ilmu tentang al jarh
wa at ta’dil (studi kritis perawi hadits).

Kisah pembedahan dada ini diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, meskipun
diceritakan secara global. Sedangkan sebagian sanad yang lainnya, meskipun tidak shahih, tetapi
mencapai derajat hasan sehingga bisa dijadikan hujjah (pegangan). Selain itu, peristiwa
pembedahan dada beliau n pada malam Isra’ diriwayatkan dalam kitab Shahih al Bukhari dan
Shahih Muslim, serta kitab hadits lainnya, sebagian ulama ahli hadits menilainya sebagai hadits
mutawatir.

Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah mengatakan, semua riwayat yang menjelaskan
peristiwa pembedahan dada, pengeluaran hati beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berbagai
peristiwa luar biasa lainnya, merupakan hal-hal yang wajib diimani (diterima dengan lapang
dada) tanpa berusaha mengalihkannya dari makna yang sebenarnya.

Imam al Qurthubi, di dalam kitab al Mufhim mengatakan, pengingkaran terhadap peristiwa


pembedahan dada pada malam Isra’ dan Mi’raj tidak perlu dihiraukan, karena orang-orang yang
meriwayatkannya adalah orang-orang tsiqah (terpercaya) dan terkenal.

Orang yang mengimani pristiwa pembedahan dada pada malam Isra’ dan Mi’raj, semestinya juga
harus mengimani peristiwa pembedahan saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masa kecil,
selama ada dalilnya dan dalil itu layak dijadikan hujjah.

Ada juga sebagian orang yang mengakui keshahihan sanad riwayat ini, tetapi belum bisa
meyakininya secara penuh peristiwa menakjubkan ini. Ia beranggapan, hadits ini mudhtharib
(rancu, lafazh-lafazhnya mengandung perbedaan yang tajam tanpa bisa dikompromikan) secara
makna. Dia mengatakan,”Kami memandang, riwayat-riwayat tentang peristiwa pembedahan
dada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lepas dari kerancuan. Seandainya riwayat itu
shahih, kami tidak mengatakan bahwa riwayat itu tidak bisa diterima, akan tetapi, kami akan
menerimanya jika shahih. Namun kerancuan yang ada padanya, membuat kami tidak
menolaknya dan juga tidak mempercayainya.”

Setelah membawakan perkataan ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani kemudian


membantahnya dengan mengatakan: “Dengan filsafat yang kontradiktif seperti ini, syaikh
tersebut (Abu Zahrah, Red) menolak hadits-hadits (tentang pembedahan dada) ini dan bermain-
main dengan kata-kata untuk menyesatkan manusia dengan apa yang dibisikkan setan”.

Syaikh al Albani mengatakan : Sesungguhnya orang yang memiliki sedikit ilmu dan sedikit akal
akan mengetahui, bahwa jika benar kerancuan yang ia tuduhkan, mestinya riwayat-riwayat itu
tidak bisa diterima. Karena, menurut para ulama ahli hadits, hadits yang mudhtharib tidak bisa
diterima. Jika faktanya seperti itu, seharusnya riwayat-riwayat tersebut ditolak. (Tetapi) mengapa
dia justru mengatakan ‘kerancuan ini membuat kami tidak bisa menolak dan juga tidak
menerima’?

Tidakkah Anda perhatikan. Jika ada orang memberikan uang kepada orang lain, kemudian dia
tidak mengambilnya, apakah cocok Anda komentari dengan mengatakan “dia tidak menerimanya
atau menolaknya”? Maka, maknanya hanya satu, diketahui oleh semua orang. Bagaimana hal ini
tidak diketahui oleh Syaikh (Abu Zahrah, Red) sebagaimana terdapat di dalam kitabnya.

Sebenarnya, hadits-hadits tentang peristiwa pembedahan dada beliau Shallallahu ‘alaihi wa


sallam itu shahih; tidak ada yang meragukannya, kecuali orang-orang yang lemah iman, atau
sama sekali tidak memiliki (iman). Sedangkan tuduhan kerancuan yang terdapat dalam hadits ini,
hanyalah isapan jempol, sebagai alasan yang disampaikan kepada pembaca untuk menolak
riwayat-riwayat ini.

Syubhat Kedua : Kaum Orientalis Mengatakan, Bahwa Peristiwa Pembedahan Dada Itu
Hanyalah Pengalaman Ruhani Yang Muncul Dari Firman Allah

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu” [Alam Nasyrah : 1]

Dan Apa Yang Diterangkan Dalam Al-Qur`an Itu Hanyalah Masalah Ruhani Saja.

Kami jawab :
Meskipun sebagian ulama menjadikannya sebagai dalil atas peristiwa pembedahan dada beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi kami tidak menjadikannya sebagai dalil.

Dalil kami adalah hadits shahih, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dari Anas bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu diceritakan :

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi Malaikat Jibril


ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bermain dengan beberapa
anak. Jibril kemudian menangkapnya, menelentangkannya, lalu Jibril membelah
dada. Jibril mengeluarkan hatinya, dan mengeluarkan dari hati beliau segumpal
darah beku sambil mengatakan “Ini adalah bagian setan darimu”. Jibril kemudian
mencucinya dalam wadah yang terbuat dari emas dengan air zam-zam, lalu
ditumpuk, kemudian dikembalikan ke tempatnya. Sementara teman-temannya
menjumpai ibunya (maksudnya orang yang menyusuinya) dengan berlari-lari
sembari mengatakan: “Sesungguhnya Muhammad telah dibunuh”. Kemudian
mereka bersama-bersama menjumpainya, sedangkan dia dalam keadaan berubah
rona kulitnya (pucat). Anas mengatakan: “Saya pernah diperlihatkan bekas
jahitan di dadanya”.

Sedangkan pernyataan, ‘Orang-orang orientalis tidak tenang dengan kisah dua malaikat ini (yang
melakukan pembedahan dada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) begitu sejumlah umat Islam
tidak lapang dada dengannya, dan mereka berpendapat bahwa hadits ini sanadnya lemah ….”

Sanggahan untuk pernyataan ini, bahwa kebenaran atau kepalsuan suatu kisah bukan berdasarkan
diterima atau tidaknya oleh kaum orientalis. Akan tetapi berdasarkan keberadaan jalur
periwayatannya. Dan mengenai riwayat ini sudah disampaikan bahwa haditsnya shahih,
meskipun sebagian tidak mencapai derajat shahih, akan tetapi sanadnya baik dan bisa dijadikan
sebagai dalil, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh nashiruddin di awal tadi.

Syubhat Ketiga : Anggapan Yang Membawakan Riwayat Ini Anak Kecil Yang Belum Mencapai
Usia Tamyiz, Sehingga Tidak Bisa Dijadikan Hujjah.
Menanggapai hal ini, penyusun kitab as Sirah an Nabawiyah fi Dhau’il Kitab wa as Sunnah,
mengatakan: “Anggapan ini berdasarkan pemberitaan dari Ibnu Ishaq. Padahal, pendapat yang
benar dan didukung oleh para ulama ahli riwayat, peristiwa ini terjadi pada saat usia beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam empat tahun atau awal tahun ke lima. Ini berarti sudah mencapai
usia tamyiz, apalagi untuk orang seperti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan saudaranya dari
suku Sa’diyyah”.

Dan kita juga masih bisa mengingat peristiwa-peristiswa berkesan pada usia-usia itu, padahal
tidak seheboh pembedahan dada yang dialami oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syubhat Keempat : Penilaian Bahwa Peristiwa Yang Dialami Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam
Ini Tidak Logis.

Lontaran syubhat ini dapat dibantah dengan keterangan bahwa apa yang dialami oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu bukanlah suatu yang tidak logis, akan tetapi sesuatu yang luar
biasa. Dan antara sesuatu yang tidak logis dengan suatu yang luar biasa itu terdapat perbedaan
yang sangat jauh.

Jika ungkapan di atas pada zaman dulu bisa menimbulkan keraguan pada kebenaran peristiwa
yang dialami oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun pada sekarang ini mestinya sudah
tidak lagi. Sebab sekarang ilmu kedokteran sudah mengalami kemajuan pesat, sehingga sering
kita dengar para dokter melakukan operasi pada hati manusia, bahkan ada yang bisa melakukan
pencangkokan sebagian anggota tubuh manusia. Jika ini mungkin dilakukan oleh manusia,
apakah kita akan mengatakan, bahwa mustahil Allah mampu melakukannya atau mustahil para
malaikat yang diperintahkan oleh Allah mampu melakukan pembedahan dada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tanpa menggunakan alat dan tanpa meneteskan darah ?

Sungguh zhalim orang yang seperti ini

Tidakkah kita perhatikan berbagai mukjizat yang Allah berikan kepada para nabui, seperti awan
yang menaungi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melakukan perjalanan dagang
bersama pamannya, peristiwa Isra dan Mi’raj yang dialami Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, Nabi Isa Alaihissalam yang mampu berbicara pada saat bayi yang orang yang seusia
beliau Alaihissalam belum bisa berbicara, tongkat Nabi Musa Alaihissallam yang bisa berubah
menjadi ular dan berbagai mukjizat lainnya. Semua ini merupakan peristiwa yang luar biasa yang
Allah tampilkan bagi para nabiNya sebagai bukti kebenaran risalah yang mereka bawa.

Jika alasan yang terdapat pada point empat digunakan oleh kaum muslimin untuk menolak
kebenaran sebuah peristiwa yang dialami oleh para nabi, maka tidak ada lagi mukjizat yang bisa
dipercayai, karena semuanya terjadi diluar jangkauan manusia saat itu.

Sebagai seorang muslim dan sebagai manifestasi dari keimanan kita kepada Muhammad sebagai
Rasulullah , seharusnya kita mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar
Radhiyallahu ‘anhu ketika orang-orang musyrik berusaha membuat beliau Radhiyallahu ‘anhu
ragu terhadap cerita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj
yang baru beliau alami. Abu Bakar mengatakan, “Jika Muhammad mengatakan hal itu, maka dia
benar.”

Dan sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah, Semua riwayat
yang menjelaskan peristiwa pembedahan dada, pengeluaran hati beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan berbagai peristiwa luar biasa lainnya merupakan hal-hal yang wajib diimani (diterima
dengan lapang dada) tanpa berusaha mengalihkannya dari makna sebenarnya.”

Kisah Pernikahan Nabi Muhammad dengan Khadijah


Sejak usia belia, Nabi Muhammad terkenal dengan julukan Al-Amin. Al-Amin artinya adalah
orang yang dapat dipercaya. Gelar ini diperoleh karena beliau selalu jujur dalam berdagang.
Beliau tidak pernah menutup-nutupi dagangannya yang rusak, kondisi barang dagangannya
selalu beliau tunjukkan kepada para pembelinya tanpa berbohong.

Karena gelar inilah, Khadijah binti Khuwailid yang merupakan seorang janda dan saudagar kaya
raya tertarik untuk mempekerjakan beliau. Khadijah kemudian memercayakan pengaturan
bisnisnya kepada Nabi Muhammad Saw.. Khadijah sangat terkesan ketika baginda nabi
membawakan keuntungan berdagang yang berkali lipat jumlahnya.

Kedekatan di antara keduanya kemudian terus berlanjut. Bukan hanya terkait masalah berniaga
saja, tetapi keduanya juga jatuh hati. Meskipun Khadijah merupakan seorang janda berusia 40
tahun, Nabi Muhammad Saw. yang pada waktu itu berusia 25 tahun tidak keberatan untuk
menikahi Khadijah.

Kerasulan dan Kisah Turunnya Wahyu Pertama


Menginjak usia 40 tahun, Muhammad ditetapkan oleh Allah Swt. sebagai seorang nabi dan rasul.
Hal ini ditandai dengan diturunkannya wahyu pertama oleh Allah Swt. lewat perantara Malaikat
Jibril ketika sang nabi sedang berada di Gua Hira.

Wahyu pertama yang turun kepada nabi adalah surah Al-Alaq ayat 1-4 yang berbunyi:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia)
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Dengan turunya wahyu tersebut, Muhammad telah resmi menjadi seorang nabi dan rasul. Maka
dari itu, beliau juga berkewajiban untuk berdakwah dan menyampaikan kebenaran dari Allah
Swt kepada seluruh umatnya.

Beliau kemudian melakukan dakwah pertamanya secara sembunyi-sembunyi. Adapun orang-


orang yang pertama kali menjadi pengikut baginda Rasullah dalam dakwah secara sembunyi-
sembunyi ini adalah istri beliau, Khadijah, sahabat beliau, Abu Bakar Al-Shiddiq dan Zaid bin
Haritsah, pengasuh beliau, Ummu Aiman, sepupu beliau, Ali bin Abu Thalib, dan seorang
budak, Bilal bin Rabah. Orang-orang yang pertama kali memeluk Islam ini juga sering disebut
sebagai As-Sabiqun al-Awwalun.

Setelah tiga tahun menjalankan dakwah secara diam-diam, turun perintah dari Allah SWT lewat
surah Al-Hijr ayat 94 yang memerintahkan nabi untuk berdakwah secara terang-terangan. Ayat
tersebut berbunyi:

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu)
dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”

Kisah Nabi Muhammad Saw. Melakukan Isra Mi’raj dan


Mendapat Perintah Salat
Peristiwa luar biasa ini terjadi di tahun kesebelas kenabian Muhammad Saw.. Tahun ini juga
biasa disebut sebagai tahun kesedihan, karena pada tahun ini, Abu Thalib dan Khadijah wafat.

Untuk menghibur nabi Muhammad Saw. yang sedang bersedih, Allah kemudian mengutus
malaikat Jibril untuk mendampingi nabi melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Isra adalah perjalanan
Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, sedangkan Mi’raj merupakan perjalanan
Rasulullah dari Masjidil Aqsa naik ke langit ketujuh.

Di langit ketujuh inilah, Rasulullah mendapatkan perintah salat 5 waktu yang wajib dikerjakan
oleh seluruh umat Islam.

Kisah Nabi Muhammad Saw. Hijrah ke Madinnah


Akibat perlakuan para penduduk Mekkah yang kasar terhadap para pemeluk Islam, timbullah
gagasan untuk hijrah. Hijrah ini juga sebagai langkah awal Rasulullah dalam menyebarluaskan
agama Islam ke seluruh jazirah Arab.

Umat Islam dari kota Mekkah, termasuk Nabi Muhammad Saw. kemudian hijrah ke kota Yastrib
pada tahun 622 M. Kota tersebut kemudian dikenal sebagai Madinnah atau Madinatun Nabi yang
berarti Kota Nabi. Di Madinnah pula, Rasulullah mewujudkan sistem pemerintahan Islam atau
kekhalifahan.

Wafatnya Nabi Muhammad SAW


Baginda Nabi Muhammad Saw. wafat pada bulan Juni 632 M atau pada tanggal 12 Rabiul Awal
tahun 11 Hijriyah dalam usia 63 tahun karena sakit demam yang dideritanya. Makam Nabi
Muhammad Saw. saat ini dapat ditemukan di kompleks Masjid Nabawi, Arab Saudi. Nabi
Muhammad Saw. menjalankan masa dakwahnya selama kurang lebih 23 tahun.

Mukjizat Nabi Muhammad SAW


Mukjizat terbesar dari Nabi Muhammad Saw. adalah Al Quran. Mukjizat lainnya yang terdapat
pada Nabi Muhammad adalah perjalanan Isra Mi’raj dan dapat membuat bulan terbelah hanya
dengan menggunakan jari tangannya saja. Mukjizat-mukjizat ini tentu saja wajib kita percayai
sebagai umat Islam.

Istri-istri dan anak-anak Nabi Muhammad SAW


Istri-istri Nabi Muhammad saw

Selama Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬hidup, beliau pernah menikahi tiga belas wanita. Semuanya janda,
kecuali A’isyah binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhuma. Berikut ini adalah daftar nama yang
dinukil dari Ibnu Hisyam dalam karya berjudul “al-Sīrah al-Nabawiyyah” (1955: II/643).

Pertama, Khadijah binti Khuwailid. Maharnya waktu itu 20 ekor unta. Dalam catatan sirah
yang masyhur, beliau menikahi Khadijah pada usia 25 tahun. Sementara Khadijah sendiri
umurnya saat itu 40 tahun. Namun, Dr. Akram al-‘Umary dalam buku “Mā Syā’a walam Yatsbut
fī al-Sīrah al-Nabawiyyah” (2007: 19) menguatkan riwayat Ibnu Ishaq yang menyatakan bahwa
usia Khadijah ketika nikah adalah 28 tahun.

Menariknya, selama nabi bersama Khadijah, tidak ada satupun wanita yang dinikahi beliau.
Seluruh potensi dan masa-masa terbaik saat muda serta produktifitas beliau
dihabiskan bersamanya. Dengannya nabi dikarunai enam anak: Abdullah, Al-Qasim, Zainab,
Ruqayyah, Fathimah dan Ummi Kaltsum.Beserta istri pertamanya ini pula, perjuangan berat di
Makkah bisa dilalui dengan ketabahan dan kesabaran.

Kedua, Saudah binti Zam’ah. Sebelum dengan Nabi, suaminya bernama Sakran bin Amru.
Ketika suaminya wafat, beliau dinikahi nabi. Mahar yang diberikan kepada beliau waktu nikah
adalah 400 dirham. Saudah dinikahi ketika usianya sudah enam puluhan.

Ketiga, Aisyah binti Abu Bakar. Dinikahi di Makkah setelah Khadijah meninggal ketika
berusia tujuh tahun. Dan baru digauli ketika di Madinah saat berusia 9 tahun. Namun, menurut
Abbas Mahmud Aqqad dalam “aṣ-Ṣiddīqah Binti aṣ-Ṣiddīq” (49) umur Aisyah ketika berbulan
madu dengan Nabi tidak kurang dari 12 tahun dan tak lebih dari 15 tahun. Ini dikuatkan dengan
riwayat Ibnu Sa’ad yang menerangkan bahwa Aisyah dilamar pada usia 9 tahun dan bulan madu
pada usia sudah baligh (15 tahun).

Ketika itu, maharnya saat itu 400 dirham. Dengan Aisyah, hidup nabi sangat bewarna dan
romantis. Bila Khadijah adalah wanita dewasa yang keibuan maka sebaliknya Aisyah adalah
wanita muda yang energik, lincah dan cantik. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai istri nabi
yang intelektualitasnnya sangat tinggi.

Beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Dr. Mahmud Ṭahhan dalam “Taisīr
Muṣṭalah al-Hadīts” (2004: 244) menempatkannya sebagai sahabat dalam urutan keempat yang
paling banyak meriwayatkan hadits. Jumlahnya: 2210. Dengan beliau Rasulullah tak memiliki
anak.
Keempat, Zainab binti Jahsyin. Zainab adalah mantan istri Zaid bin Haritsah. Waktu itu mahar
yang diberikan Rasulullah adalah 400 dirham. Dengan beliau Rasulullah tak memiliki anak.

Kelima, Ummu Salamah binti Abu Umayyah. Sebelum dengan Rasulullah, ia adalah istri
sahabat yang syahid bernama Salamah bin Abi Salamah. Waktu itu mahar yang diberikan: kasur
yang isinya serabut, anak panah , sehelai kain dan penggiling dari batu. Dengan beliau
Rasulullah tak memiliki anak.

Keenam, Hafshah binti Umar. Yang menikahkan kala itu adalah Umar bin Khattab sendiri.
Mahar yang diberikan adalah 400 dirham. Sebelumnya, Hafshah adalah istri dari Khunais bin
Hudzafah as-Sahmy. Dengan beliau Rasulullah tak memiliki anak.

Ketujuh, Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Istri nabi yang memiliki nama asli Ramlah ini
nikah dengan Rasulullah saat masih berada di tanah hijrah Habasyah. Yang menjadi walinya saat
itu adalah Khalid bin Sa’id bin Ash. Maharnya diberikan Najasyi untuk Rasulullah ‫ ﷺ‬sebersar
400 dinar. Sebelumnya, Ummu Habibah adalah istri Ubaidillah bin Jahsyin. Dengan beliau
Rasulullah tak memiliki anak. Demikian juga dengan istri-istri lainnya.

Kedelapan, Juwairiyah binti Harits. Sebelum dinikahi, ia adalah masuk tawanan perang.
Kabilahnya berasal dari Yahudi. Beliau dinikahi nabi dengan mahar 400 dirham. Sebelum
dengan nabi, suaminya bernama Abdullah. Dengan beliau Rasulullah ‫ ﷺ‬tak memiliki anak.

Kesembilan, Shafiyah binti Huyay bin Akhtub. Merupakan wanita anak tokoh Yahudi yang
menjadi tawanan di perang Khaibar. Saat menikah, nabi mengadakan walimah. Sebelum dengan
nabi, dia adalah istri dari Kinanah bin Rabi’ bin Abi Huqaiq.

Istri yang lain yang pernah dinikahi Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah Maimunah binti Harits maharnya 400
dirham yang diberikan untuk Rasulullah oleh Abbas dan Zainab binti Huzaimah yang juga diberi
mahar 400 dirham. Itulah istri-istri yang pernah dinikahi dan digauli oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam.

Ketika beliau masih hidup, istri yang meninggal adalah Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah.
Sedangkan ketika beliau wafat, meninggalkan 9 istri. Sementara itu ada dua istri yang belum
pernah digauli kemudian dicerai karena cacat yaitu Asma binti Nu’man dan Amrah binti Yazid
yang dicerai akibat perilaku buruk.

Bila diperhatikan, poligami yang dilakukan nabi bukan untuk memenuhi hawa nafsu. Buktinya,
dari seluruh isterinya yang perawan hanya satu dan sisanya adalah janda dan semua tidak
mempunyai anak, kecuali Khadijah.

Karena itulah, Abbas Mahmud Aqqad dalam “Abqariyyah Muhammad” (108-109) berkata:
“Seandainya hanya kenikmatan seksual yang menjadi motif pernikahan Nabi, maka untuk
memenuhinya, beliau akan mempoligami 9 istri yang masih muda, prawan yang terkenal cantik
di Makkah, Madinah dan di jazirah Arab. Satu-satunya perawan yang dinikahi adalah ‘Aisyah
binti Abu Bakar. Itupun pada awalnya ditawarkan oleh istri Utsman bin Madz’un sepeninggal
Khadijah.”

Nama-nama anak Nabi Muhammad saw

Jumlah Keturunan Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad diberi anugrah dari Allah berupa keturunan (anak anak) yang berjumlah 7
orang anak. 3 diantaranya ialah anak laki laki dan 4 lainnnya anak perempuan. Semua anak anak
yang dianugrahkan Allah tersebut lahir dari rahim istri pertama beliau yakni Khadijah binti
Khuwalid RA. keutamaan Khadijah istri Rasulullah salah satunya memang melahirkan semua
keturunan nabi Muhammad kecuali satu orang anak saja yang lahir dari istri yang lain yang
bernama Mariyah Al Qibtiyyah.

Dalam perjalanan dari waktu ke waktu, semua anak laki laki Nabi Muhammad ternyata diambil
oleh Allah SWT hingga meninggal dunia ketika usia mereka masih kecil. Beda halnya dengan
putri putri Nabi Muhammad yang berumur panjang hingga dewasa dan tumbuh besar serta
melaksanakan pernikahan. Anak perempuan Nabi Muhammad yang bernama Fatimah AzZahra
yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib pun memiliki keturunan bernama Hasan dan Husei yang
garis keturunannya terus berlanjut hingga kini.

Nama Nama Anak Nabi Muhammad SAW

1. Fatimah Azzahra

Fatimah binti Muhammad atau dikenal dengan sebutan Fatimah AzZahra ialah anak Nabi
Muhamad yang namanya paling dikenal oleh muslim karena kebaikan dan berbagai sifat
mulianya, beliau dijuluki sebagai seorang yang memiliki karakter sangat mirip dengan Nabi
Muhammad. Namanya memiliki arti “Fatimah yang selalu berseri”, nama tersebut merupakan
doa dari Nabi Muhammad agar kelak anaknya selalu memiliki wajah dan hati yang berseri dalam
keadaan apapun agar dapat memberikan kebahagiaan dan menjadi teladan bagi semua orang di
sekitarnya.

Fatimah merupakan anak dari Nabi muhammad bersama istri pertamanya yakni Khadijah yang
lahir pada 10 Jumadil Akhirah, 5 tahun setelah kenabian atau tahun 606 Mekkah. Kelahiran
Fatimah disambut gembira oleh Nabi Muhammad, ia tumbuh dewasa dan ketika berumur 5 tahun
terjadi peristiwa besar yakni turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban ayahnya.

Ia juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan pada ayahnya hingga cobaan ketika
ibunya meninggal dan ia pun sangat sedih karenanya. Nabi Muhammad sangat menyayangi
Fatimah, sebelum bepergian, beliau selalu menemui Fatimah terlebih dahulu baru menemui
istrinya. Aisyah istri Nabi Muhammad pun berkata:

“aku tidak melihat seseorang yang perkataan dan pembicaraannya meyerupai


Nabi Muhammad selain Fatimah, jika ia datang mengunjungi Nabi Muhammad,
beliau berdiri lalu menciumnya dan menyambut dengan hangat, begitu juga
sebaliknya”. (HR Muslim).

Fatimah menikah dan menjalin kisah cinta Ali bin Abi Thalib, tatkala 6 bulan sejak wafatnya
Nabi Muhammad, Fatimah jatuh sakit, namun ia merasa gembira karena kabar gembira yang ia
terima dari ayahnya bahwa ia akan masuk surga. Fatimah wafat pada hari selasa tanggal 13
Ramadhan tahun 11 H atau 632 Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi.

2. Ruqayyah binti Muhammad

Ialah putri Nabi Muhammad dengan istrinya Khadijah yang lahir pada 7 tahun sebelum
diutusnya kenabian, 20 tahun sebelum H atau tahun 603 Mekkah, pada waktu itu umur Nabi
Muhammad ialah 33 tahun. Ruqayyah memiliki gelar Dzat al Hijratain. Ruqayyah menikah
dengan Ustman bin Affan dan hijrah bersamanya ke Habasyah serta memiliki anak bernama
Abdullah. Ruqayyah wafat pada hari pertempuran Badar tahun 2 H saat bersama dengan
suaminya pada usia 21 tahun yang waktu itu dalam kondisi sakit hingga Utsman menjaganya dan
tidak ikut berperang, jenazahnya dimakamkan di Jannatul Baqi.

Kabar meninggalnya putri Nabi ini bersamaan denga kabar kemenangan kaum muslimin, ketika
mendengar kabar tersebut Nabi Muhammad bersabda “Segala puji bagi Allah telah dimakamkan
putri putri dari perempuan perempuan yang mulia”. (Al Isti’ab fi Ma’rufatil Ashab).Dari
berbagai ayat tentang kematian dalam islam memang telah dijelaskan bahwa hal tersebut akan
menimpa siapa saja serta sudah digariskan oleh Allah.

3. Zainab binti Muhammad

Merupakan anak sulung Nabi Muhammad dari istrinya Khadijah. Lahir pada 23 tahun sebelum
HIJRAH ATAU 600 Mekah. Ia menikah dengan laki laki bernama Abul Ash Al Rabi dan
memiliki dua orang anak bernama Ali (meninggal ketika masih bayi) dan Umamah. Lelaki
tersebut sebelumnya belum menjadi pemeluk agama islam dan sering dipenjarakan.

berkali kali Zaenab berusaha membebaskan suaminya hingga pernah menjual kalung milik
ibunya untuk menebus. Akhirnya suaminya mendapat hidayah dan Zaenab menikah dengan
kedua kalinya secara islam. Zaenab wafat pada usia 29 tahun pada 8 H atau 629 M karena sakit
dan dimakamkan di Jannatul Baqi

4. Ibrahim bin Muhammad

Yakni seorang anak bungu dari Nabi Muhammad dengan istrinya Maria al Qibtiya. Lahir pada
akhir bulan dari tahun 8 Hijriah, ia diberi nama Ibrahim yang berarti sama dengan nama salah
satu leluhur bagi bangsa Arab dan Israel. Pada waktu itu Nabi Muhammad sangat lama menanti
akan adanya keturunan yang akan menghiasi keluarga beliau setelah meninggalnya kedua putra
beliau (Qasim dan Abdullah) yang belum baligh hingga Nabi Muhammad merasa sangat
kesepian, penantian panjang akhirnya mendapat jalan cerah dengan mengandungnya Maria.
Setelah beberapa bulan menunggu akhirnya lahir seorang anak laki laki dan diberi nama Ibrahim
dengan harapan anak tersebut akan memiliki umur panjang dan dapat memberi pengaruh positif
di tengah masyarakat. Hampir setiap hari Nabi Muhamad melihat Ibrahim dan selalu bergembira
melihat perkembangan anaknya hingga akhirnya Ibrahim sakit dan meninggal dunia.

Nabi Muhammad sangat sedih dan berkata

“Ibrahim, kami tak dapat menolongmu dari kehendak Allah”. (Sejarah hidup
Muhamad : 515). Nabi Muhammad sangat sedih hingga meneteskan air mata
hingga beliau bersabda “aku tidak melarang orang berduka cita, tapi yang
kularang menangis dengan suara keras, apa yang kamu lihat padaku sekarang
ialah pengaruh cinta dan kasih di dalam hati. Orang yang tiada menunjukkan
kasihnya, orang lain pun tiada akan menunjukan kasih kepadanya”.

5. Ummu Kultsum binti Muhammad

Ialah anak Nabi Muhammad dengan istrinya Khadijah yang lahir 6 tahun sebelum diutusnya
kenabian, 19 tahun sebelum H / 604 Mekkah yaitu ketika Nabi berumur 34 tahun. Ummu
Kultsum pernah hijrah bersama Fatimah ke Madinah dan Ustman bin Affan menikahinya pada
tahun 4 H. Ummu Kultsum wafat pada Ramadhan 9 atau Maret 630 Madinah karena sakit dan
dimakamkan di Jannatul Baqi.

6. Abdullan bin Muhammad

Abdullah ialah anak kedua Nabi Muhammad dengan istrinya Khadijah dan meninggal semasa ia
masih kecil pada tahun 615 Masehi. Ia memiliki julukan Thayyib yang berarti baik dan Thahir
yang artinya bersih atau murni yang merupakan harapan agar kelak menjadi orang yang bersih
akhlaknya.

7. Qasim bin Muhammad

Qasim ialah anak sulung dari Nabi Muhammad dan Khadijah, tetapi memiliki umur yang
singkat, ia meninggal pada 605 Masehi sebelum berusia 2 tahun dan dimakamkan di Jannatul
Mu’alla, Mekah. Namanya memiliki arti “pemberi imbalan” yang merupakan harapan bahwa ia
akan menjadi anak yang sholeh dan panjang dan panjang umur. Tetapi Allah lebih tahu yang
terbaik dan lebih dulu mengambilnya.

Anda mungkin juga menyukai