Anda di halaman 1dari 11

Infeksi Jamur Menyebabkan Tinea Kruris

Abstrak

Penyakit infeksi adalah antara penyakit yang sering menyerang masyarakat di kebanyakan negara.
Antara penyakit tersebut adalah penyakit infeksi jamur yang dikenali sebagai dermatofitosis.
Penyebab yang tersering adalah Tricophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Kebiasaanya
penyakit infeksi ini menular disebabkan oleh kebersihan yang kurang dalam kalangan masyarakat.
Antara penyakit jamur adalah tinea yaitu penyakit yang menyerang kuku, rambut dan kulit. Tinea
terbagi kepada beberapa jenis termasuklah tinea kapitis, corporis, kruris dan sebagainya. Penyakit
tinea kruris ini biasa menyerang golongan dewasa dan penyakit ini bisa didiagnosa melalui
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Selain itu, terapi buat penyakit ini bisa melalui dua
metoda yaitu medika mentosa dan juga non medika mentosa.

Kata kunci: Penyakit jamur, tinea kruris, pemeriksaan fisik, terapi

Abstract

Infectious diseases are among diseases that often attack people in most countriy. Among these
diseases are fungal infection identified as dermatophytosis. Among the most common causes is
Tricophyton, Epidermophyton and Microsporum. Normally infectious disease caused by a lack of
cleanliness in the community. Among the fungal infections is tinea disease that attacks the nails,
hair and skin. Tinea is divided to several types such as tinea capitis, corporis, cruris and so on.
This cruris tinea disease usually attacks the adult group and the disease can be diagnosed through
a physical examination and investigation. In addition, therapy for these disease includes medicine
and non medicine method.

Keywords : Fungal disease, tinea cruris, physical examitation, theraphy

Pendahuluan

Setiap organ atau bagian daripada tubuh manusia itu mempunyai probabilitas untuk
mendapat penyakit yang disebabkan oleh pelbagai faktor seperti infeksi bakteri, jamur dan
sebagainya. Di antara bagian tubuh yang sering terkena infeksi adalah bagian kulit manusia. Hal
ini karena kulit adalah bagian yang paling luar dari tubuh yang memberi proteksi kepada organ
dalam tubuh. Kulit juga bagian yang paling terdedah terhadap sebarang ancaman penyakit ataupun
infeksi bakteri dan sebagainya. Kulit terdiri daripada 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan
subkutis.1 Kebiasaannya penyakit akibat infeksi terutamanya infeksi daripada jamur akan memberi
kesan yang drastik seperti gatal-gatal terutamanya ketika berkeringat. Seterusnya, antara penyakit
yang disebabkan oleh jamur ini adalah tinea yaitu infeksi jamur yang menyerang bagian tubuh
yang mempunyai sel tanduk seperti di bagian paling atas kulit seperti kuku, rambut dan
sebagainya. Tinea tebahagi kepada tinea kapitis, tinea korporis, tinea ungium, tinea kruris dan tinea
pedis.1 Namun begitu, pada makalah kali akan dibahaskan mengenai tinea kruris yaitu infeksi
jamur di bagian bawah tubuh yaitu dibagian bawah abdomen, genital dan anus.

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara mengenai pasien yang dimulai dengan salam dan
menanyakan mengenai perkembangan penyakit. Anamnesis terbagi kepada dua yaitu anamnesis
yang terus ditanyakan kepada pasien yaitu autoanamnesis dan juga anamnesis yang tidak
ditanyakan terus kepada pasien yaitu alloanamnesis. Namun begitu pada kasus ini pasien masih
dalam keadaan sedar.

1) Identitas
- Menanyakan tentang nama lengkap, umur, tempat tinggal, pekerjaan, jenis kelamin,
suku bangsa dan agama.
2) Keluhan utama
- Sebab utama pasien datang ke dokter. Pada kasus ini pasien mengeluh terdapat bercak
coklat di daerah lipatan paha kiri dan kanan dan gatal sebab 4 minggu yang lalu.
3) Riwayat penyakit sekarang 2
- Sejak kapan mulai sakit (berapa hari, minggu, bulan)
- Bagaimana kelainan itu pada awalnya (merah-merah, bintik-bintik, luka)
- Lokasi pertama kali kelainan timbul (kaki, kepala, wajah, anggota gerak)
- Apakah sakit menjalar atau tidak ?
- Apakah terdapat gatal, sakit atau bagaimana?
- Apakah terdapat keluar cairan atau kering?
4) Riwayat penyakit dahulu 2
- Apakah pernah terkena penyakit seperti ini sebelumnya?
- Apakah terdapat riwayat diabetes sebelumnya?
5) Riwayat penyakit Keluarga
- Apakah terdapat ahli keluarga yang pernah kelainan kulit?
- Apakah terdapat ahli kelurga yang mengalami keluhan yang serupa?
6) Riwayat pengobatan 2
- Apakah pasien telah melakukan tindakan pengobatan sendiri atau sudah ke dokter lain?
- Jika sudah, bagaimanakah keadaannya, apakah terdapat sebarang perubahan?
7) Riwayat sosio-ekonomi
- Apakah terdapat sebarang alergi terhadap makanan, musim dan sebagainya.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan pelbagai aspek pada tubuh pasien untuk
menemukan gejala klinis pada pasien.Pemeriksaan ini biasanya diawali dengan pepmeriksaaan
tanda-tanda vital. Seterusnya, akan dilakukan pemeriksaan untuk menentukan lokasi kelainan,
efloresensi primer atau sekunder, ukuran, gambaran, bentuk dan penyebaran.2

Seterusnya, efloresensi terdiri daripada primer dan sekunder. Efloresensi primer adalah
seperti macula, eritema, papula, nodula, pustule, urtikaria dan sebagainya. Efloresensi sekunder
pula adalah skuama, krusta, erosi, ekskoriasi, ulkus dan sebagainya. Selain itu, perlu diperhatikan
juga ukuran lesi tersebut adakah terdapat lesi miliar, lenticular, nummular atau plakat. Harus
diperhatikan juga gambara lesi apakah linear, sirsinar dan sebagainya. Seterusnya untuk
penyebaran, harus diperhatikan apakah lesi itu tersebar solitar, multiple, regional, simetris dan
sebagainya.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah untuk menegakkan diagnosa untuk menetukan diagnosis


kerja dan menyingkirkan diagnosis banding yang lain. Antara pemeriksaan yang bisa dilakukan
adalah pemriksaan dengan Wood`s Lamp. Tinea kruris tidak akan mengalami fluorescen dibawah
sinar lampu ini. Hal ini akan dapat membedakan penyakit ini dengan penyakit infeksi jamur yang
lain seperti erthrasma karena akan timbulnya warna fluorescen merah.1

Selain itu, bisa dilakukan pemeriksaan sediaan apus basah seperti pemeriksaan terhadapa
hifa dengan KOH 10%. Pemeriksaan ini memerlukan kerokan kulit dari pasien dan ditempe pada
objek glass dan diteteskan dengan KOH 10%. Akan terlihat hifa yang terbagi oleh sekat dan
bercabang dan juga spora yang berderet yaitu atrospora. Hal ini karena KOH akan melisiskan
specimen dan akan melihatkan jamur dengan jelas.1,2

Seterusnya, lakukan kultur dengan media agar Sabboroud. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan membiakkan spesimen pada medium saboraud serta dicampur dengan chloramphenicol
dan cyclohexamide untuk menghindarkan kontaminasi bakterial mau. Akhirnya, identifikasi jamur
bisa terlihat antara 3-6 minggu.1

Working Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik berdasarkan lesis yang terlihat, diagnosis
kerjanya adalah infeksi jamur pada bagian ekstrimitas bawah tubuh yang dikekenali sebagai tinea
kruris.

Different Diagnosis

Berdasarkan ciri penyakit tersebut terdapat beberapa diagnosis banding yaitu kandidiasis
inguinal, psoriasis inversa dan eritrasma inguinal.3

Kandidiasis Inguinal

Kandidiasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans.
Penyakit kulit ini bisa akut atau subakut tergantung kondisinya dan kebiasaannya akan menyerang
kulit, subkutan, kuku dan selaput lender serta alat-alat dalam pada kasus yang lebih parah. Penyakit
ini dapat menyerang pria dan wanita tidak mengira umur dan kebiasaannya lebih banyak di daerah
tropis dengan kelembapan udara yang tinggi, pemakaian antibiotic, steroid, gangguan endokrin
dan sebagainya. Selain itu, pasien yang mempunyai riwayat diabetes mellitus adalah salah satu
faktor yang memicu perkembangan Candida albicans tersebut.4

Selain itu, penyakit ini bisa tertular ke bagian bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha,
bawah payudara, tangan dan kuku. Pada daerah kulit, sekiranya terjadi infeksi kanidiasis ini, akan
tilmbul rasa nyeri hebat seperti terbakar ditambah dengan lesi berupa satelit yaitu eritematosa,
papula dan bersisik.2 Sekiranya lesi ini pecah, akan menimbulkan daerah yang erosif dengan
pinggir yang kasar dan akan berkembang. Pada keadaan kronik, akan terjadi likenifikasi. Pada
pemeriksaan penunjang dengan larutan KOH akan ditemukan sel ragi pseudohifa dengan
blastospora atau hifa semu dengan koloni seperti ragi.
Psoriasis Inversa

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit kronis dan residif. Gejala khas bagi penyakit
ini adalah terdapat lesi khas berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas ditutupi oleh skuama
yang tebal berwarna putih mengkilat. Penyakit ini biasa kena pada dewasa pria dan wanita.
Penyakit ini kebiasaanya disebabkan oleh gangguan metabolic dan juga infeksi local. Penyakit ini
menular ke bagian siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki,tangan, punggung, kuku serta tungkai atas
dan bawah.2

Antara keluhan utama pada penyakit ini adalah dimulai dengan macula dan papula
eritematosa dengan ukuran lenticular nummular dan menyebar secara sentrifugal. Pada penyakit
ini, epidermis di bagian yang terinfeksi akan berganti tiap 2-3 hari karena disebabkan oleh
gangguan metabolik yang terjadi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke bagian
tersebut shingga kulit menjadi kemerahan atau eritema.5 Seterusnya, pada psoriasis terdapat
beberapa fenomena yang terjadi antaranya adalah fenomena titisan lilin dimana skuama berubah
menjadi putih seperti menggores pada lilin. Selain itu, terdapat juga fenomena Auspitz yang mana
akan tampak serum darah berbintik bila skuama dikerok lapis per lapis.2 Ketiga, fenomena Kobner
juga positif yang mana apabila terjadi trauma pada kulit yang non-lesi, dapat menimbulkan
psoriasis yang baru dan fenomena ini kebiasaannya timbul setelah 3 minggu.

Psoriasi terbagi kepada psoriasis gutata, psoriasis vulgaris, psoriasis psoriatika, eritroderma
psoritika, psoriasis pustulosa dan psoriasis inversa. Psoriasis inversa dikenali juga sebagai
psoriasis intriginosa/ fleksura. Kebiasaannya, akan terdapat plak eritematosa dan maserasi di kulit
lipatan seperti di mammae, perut, aksilla dan genitokrural. 5

Eritrasma Inguinal

Eritrasma adalah suatu penyakit infeksi yang biasa daerah yang mengeluarkan banyak
keringat. Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum yaitu bakteri gram positif.
Bakteri ini tidak membentuk spora dan bersifat anaerob fakultatif. Kebiasannya, penyakit ini
menyerang dewasa muda tidak kira pria atau wanita.2 Penyakit ini hanya menyerang orang yang
banyak berkeringat seperti pada orang yang gemuk dan peminum alcohol. Selain itu, penyakit ini
juga menyerang orang yang kurang menjaga kebersihan hygienenya.
Penyakit ini dimulai dengan eritema miliar dan akan meluas ke seluruh region menjadi
merah dan akan disertakan dengan rasa panas seperti terbakar. Predileksi bagi penyakit ini adalah
di bagian liat paha bagian dalam sampai skrotum, aksilla dan intergluteal. Skuama halus menutupi
lesis dan pada perabaan terasa seperti berlemak.4

Seterusnya, pada pemeriksaan penunjang dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi
merah membara (coral-red) karena adanya porfirin. Seterusnya, bisa juga dilakukan pewarnaan
gram menggunakan sediaan langsung kerokan kulit dan akan terlihat bakteri batang gram positif.

Tinea Kruris

Tinea kruris tergolong dalam penyakit dermatofitosis. Penyakit ini disebabkan oleh
infekksi jamur dermatofita yaitu Trichophyton, Epidermotiphyton dan Microsporum. Penyakit ini
juga dikenali sebagai ‘jock itch’ atau Eczema marginatum.6 Kebiasannya lesinya berbatas tegas,
tepi meninggi dan apabila menahun terjadi hipepigmentasi, likenifikasi serta skuama. Infeksi
jamur ini kebiasaannya menyerang ke bagian daerha lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah
perineum. Penyakit ini lebih serang menyerang pada pria berbanding wanita pada usia dewasa
muda.

Tina kruris menyebar melalui kontak langsung ataupun melalui kontak terhadap bahan
yang telah terkontaminasi seterusnya akan menyebabkan eksaserbasi karena adanya oklusi dan
lingkunagn yang hangat serta iklim yang lembab.3 Kelainan kulit yang tampak pada sela paha
merupakan lesi berbatas tegas. Selain itu, peradangan yang timbul pada tepi lebih nyata berbanding
dengan ditengahnya. Pada tinea kruris, bisa terjadi efloresensi primer dan sekunder. Apabila
penyakit ini menahun, akan timbul bercak hitam yang disertai sedikit sisik dan kebiasaannya akan
timbul erosi sekiranya terjadi garokan di bagian tersebut.4

Etiologi

Tinea kruris ini tergolong dalam penyakit dermatofitosis dan akan menyerang kebagian
kulit, kuku dan rambut dimana di bagian tersebut terdapat keratin karena jamur tersebut
mempunyai enzim keratinase yang akan melisis keratin di bagian tersebut untuk survival hidupnya.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur yaitu Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum,
kadang dijumpai juga Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum. 7 Kebiasaanya
penyakit yang disebabkan oleh jamur bisa tertular melalui hubungan secara langsung dengan
individu atau haiwan yang dijangkiti atau tidak langsung melalui objek yang dijangkiti. Pakaian
yang ketat dan kelembapan yang tinggi dikaitkan dengan kekerapan kasus ini.8

Epidemiologi

Infeksi jamur kebiasaanya akan menyerang laki-laki dan wanita dewasa muda. Infeksi ini
juga medah menyebar dalam lingkungan yang padat di samping hygiene yang kurang bersih.
Selain itu, jamur dermatofita seperti Tricophyton, Microsporum dan Epidermophyton akan
menginfeksi manusia berdasarkan tempat hidupnya. Contohnya, geofilik adalah jamur yang
berasal dari tanah seperti M. grypseum, golongan zoofilik seperti M. canis dan antrofilik untuk
jamur yang dari manusia seperti T. rubrum.4

Patofisiologi

Jamur memerlukan tempat yang khusus untuk terus hidup yakni di temapat yang
mempunyai jumlah keratin yang mencukupi untuk survival hidupya. Tempat tersebut adalah di
bagian rambut, kuku dan kulit manusia. Apabila dia telah menyerang tempat tersebut, ia akan
mengeluarkan hasil metabolismnya dana akan berdifusi ke dalam lapisan kulit. Setelah itu, akan
terjadinya reaksi eritema dan reaksi yang lain pada bagian tersebut dan akan terus menyebar ke
bagian sekitarnya.9 Pada awalnya akan terjadi perlekatan ke keratinosit di bagian kulit. Seterusnya
setelah terjadi perlekatan di bagian kulit, jamur akan berkembang biak dan menembus stratum
korneum melalui proses penetrasi. Proses ini dibantu oleh enzim proteinase lipase dan enzim
mucinolitik yang mana akan memberi makanan kepada jamur. Selain itu, dinding sel jamur yang
dikenali sebagai mannan akan menurunkan proliferasi keratinosit di kulit. Seterusnya, infeksi
akan menghasilkan kesan eritema dan skuama yang dihasilkan dari peningkatan penggantian
keratinosit.9 Hal ini karena antigen dermatofita diproses oleh sel langhans dan akan
dipresentasikan oleh limfosit T. Limfosit T akan melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat
yang telah terinfeksi untuk menyerang jamur. Hal ini akan menyebabkan terjadinya lesi di bagian
yang terinfeksi.

Gejala Klinis
Tinea kruris mengakibatkan terjadinya rasa gatal yang hebat pada daerah kruris , perineum,
bokong dan semua bagian yang terkena gatal. Pada awalnya, lesi tampak eritematosa kecil, sedikit
meninggi dan menjadi vesikel kecil multiple dan semakin meluas. Seterusnya. warna kulit akan
berbatas tegas, eritem dan bersisik atau berskuama di bagian dalam dan meluas ke bagian tepi.
Lesi ini akan membuatkan penderrita merasa gatal dan akan bertambah hebat jika berkeringat
terutamanya di daerah lipatan kulit di tubuh. Secara spesifik, akan terjadi lesi di regio inguinalis
bilateral dan simetris dan akan meluas ke perineum sekitar anus sampai ke gluteus dan infeksi ini
jarang menyerang penis dan skrotum. Seterusnya akan menyebar ke bagian suprapubis dan
abdomen bagian bawah. 4

Selain itu, peradangan pada bagian tepi lebih nyata berbanding di bagian tengah dan akan
timbul rasa gatal dan nyeri seperti terbakar. Pada efloresensi sekunder, akan terjadi ekskoriasi dan
likenisasi akibat daripada garukan. Tinea kruris bisa menjadi lebih parah sehingga timbul bercak
berwarna hitam ditambah dengan sedikit sisik.

Penatalaksanaan

a) Non-Medika Mentosa

Terdapat beberapa penatalaksanaan non medis yang bisa dianjurkan kepada pasien yang
menderita penyakit akibat infeksi jamur atau yang lebih spesifik adalah tinea kruris ini. Antaranya:

1) Melakukan edukasi kepada pasien untuk menghindari faktor yang memperberat penyakit
ini seperti tidak menggaruk di kawasan lesi walaupun gatal karena bisa menyebabkan
infeksi sekunder.
2) Seterusnya, edukasi kepada pasien agar menggunakan celana dan celana dalam yang dibuat
daripada bahan yang menyerap keringat seperti ‘cotton’ agar lesi berada dalam keadaan
kering.
3) Celana dan celana dalam yang digunakan haruslah tidak ketat dan ditukar 2-3 kali sehari.
4) Meningkatkan hygiene individu suapaya selalu mandi dan selalu mencuci pakaian.
5) Sekiranya pasien mengalamii maslah obesitas, pasien dinasihatkan agar mengurangi berat
badan untuk mengurangi keringat seterusnya dapat mengurangi resiko penyakit ini.

b) Medika Mentosa
Pada tinea kruris, terdapat beberapa jesi obat yang bisa diguanakan untuk terapi medis
diantaranya adalah terapi topical dan sistemik atau oral. Antara obat topical adalah Griseofulvin
yang bisa dikasi 0.5-1 g untuk dewasan dan 0.25-0.5 mg/kg untuk kanak-kanak. Obat ini diberikan
1-2 kali sehari. Efek samping bagi obat ini adalah sefalgia dan insomnia.Setelah sembuh klinis,
pengobatan dilanjutkan hingga 2 minggu. 4

Seterusnya, untuk terapi per oral, dapat diberi Ketokonazol yang bersifat fungistatik terutama
pada kasus yang telah resisten terhadap Griseofulvin. Dosisnya adalah 200 mg/hari selama 10 hari-
2 minggu dan dimakan pada pagi hari setelah makan. Namun begitu obat ini amat merbahaya
kepada penderita kelainan hepar.

Selain itu, Itrakonazol juga merupaka obat pilihan untuk tinea kruris. Itrakonazol adalah obat
yang baik karena dapat mengurangi efek hepatotoksik seperti Ketokonazol. Dosisnya adalah 100-
200 mg /hari dan diberikan 2 kali sehari.3

Terapi sistemik ini penting bagi pasien yang sudah di stadium menahun karena sukar diobati
dengan obat topikal. Antara obat yang bisa digunakan untuk terapi ini adalah Fluconazole dan
Terbinafin. Fluconazole diberi sebanyak 1 kali sehari dengan dosis 150 mg selama 4 minggu.
Terbinafin pula diberi sebanyak 1 kali sehari dengan dosis 250 mg selama 2 minggu.8 Berdasarkan
pemerhatian yang telah dilakukan, tidak terdapat banyak perbezaan di antara pemakaian kedua jesi
obat ini karena keduanya efektif untuk penyakit tinea kruris ini. Namun begitu, Terbinafin menjadi
pilihan utama karena harganya yang murah jika dibandingkan dengan Flukonazol dan mempunyai
efektifitas yang baik terhadap penyakit ini.10

Komplikasi

Antara komplikasi yang bisa terjadi adalah infeksi sekunder oleh candida atau disebabkan
bakteri lain. Selain itu, pada infeksi kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit di
bagian yang terinfeksi.

Prognosis

Prognosis penyakit tinea kruris adalah baik jika melakukan tindakan yang cepat , mengikuti
peunjukan terapi dengan baik dan menjaga kebersihan di bagian yang terinfeksi dengan tidak
memakai pakaian ketat, sering menukar pakaian agar kulit dan lesi sentiasa dalam keadaan kering.
Hal ini karena, jika kebersihan tidak dijaga dengan baik, penyakit ini bisa menjadi infeksi yang
kronis.

Kesimpulan

Tinea kruris adalah penyakit akut dan bisa menjadi menahun. Penyakit ini disebabkan oleh
infeksi jamur dermatofita. Lesi yang timbul pada penyakit ini berupa bercak yang dikenali sebagai
eritema, berbatas tegas debgan peradangan di bagian tepi lebih jelas berbanding di bagian dalam
dan disertai dengan rasa gatal. Namun begitu, terdapat pengobatan medika mentosa yang bisa
digunakan sebagaiterapi untuk penyakit ini. Selain itu, pasien juga harus menjaga hygine diri agar
dapat sembuh dengan cepat dan mengelakkan diri daripada terkena infeksi sekunder.

Daftar Pustaka

1) Brown RG, Burns T. Lectures notes dermatologi. Ed 8. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.
hal 8,32
2) Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Ed 2. Jakarta : EGC; 2005. hal 1,2
3) Yosella T. 2016. Diagnosis and treatment of tinea cruris: Lampung; Faculty of medicine,
University of Lampung. Diunduh
https://jmr.ut.ac.ir/article_55780_24d982eaf3812b0b54b74a0b9d7de009.pdf
4) Menaldi SW, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed 8. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2016. Hal 117-120,213-223,404-405
5) Peter.M.C. van de Kerkhof. Textbook of Psoriasis. 2nd Edition. Australia: Blackwell
Publishing.Inc:2003.p.11.
6) Ely JW, Rosenfield S, Stone MS. 2014. Diagnosis and management of tinea infecions:
Lowa; University of Lowa Carver College of Medicine. Diunduh dari
https://jmr.ut.ac.ir/article_55780_24d982eaf3812b0b54b74a0b9d7de009.pdf
7) Moriaty B, Hay R, Jones RM. 2012. The diagnosis and management of tinea: London;
King`s College Hospital. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/.../229065332_The_diagnosis_and_management_of_tinea
8) Risdianto A, Kadir D, Amin S. 2013. Tinea corporis and tinea cruris caused by tricophyton
mentagrophytes type granular in asthma bronchiale patient: Makassar; Medical Faculty of
Hasanuddin University. Diunduh dari
www.academia.edu/.../CASE_REPORT_TINEA_CORPORIS_AND_TINEA_CRURIS..
9) Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta:
Erlangga;2007.h.1815-6
10) Yazdapanah CL, Shamsian AA, Shafiee M, Moghadam MRH, Ghazvin K, Moghaddas E.
2015. Comparison between Fluconazole and terbinafin in the treatment of tinea corporis
and tinea cruris: Iran; Mashahad University of Medical Sciences. Diunduh dari
https://pdfs.semanticscholar.org/3fcb/52201b0578932b00ebe9ce2822bb6c5fda99.pdf

Anda mungkin juga menyukai